Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

GIZI REPRODUKSI REMAJA


PENGARUH PERNIKAHAN DINI TERHADAP
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Dosen Pengampu :
Helfi Rahmawati, S.Pd
Disusun Oleh :

SRI WAHYUNI
NPM. 202332016

STIKES BAITURAHIM JAMBI JURUSAN


RPL S1 GIZI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan segala rasa syukur, kami memulai dengan ungkapan puji kepada Allah Swt., yang
telah memberikan berbagai nikmat, kesehatan, dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah "Gizi Reproduksi Remaja” ini.
Shalawat dan salam kami persembahkan kepada Nabi besar, Muhammad saw., yang telah
memberikan petunjuk dalam Al-Qur'an dan sunnahnya, sebagai pedoman hidup bagi keselamatan
umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus kami selesaikan dalam mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi di Fakultas Ilmu Gizi , Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim
Jambi. Kami juga ingin menyampaikan penghargaan yang besar kepada Ibu Helfi Rahmawati,
S.Pd, selaku dosen pengampu kami dalam mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi, dan kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama kami menulis makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk meningkatkan kualitas
makalah ini.

Palembang, 13 Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pernikahan Dini ................................................................................................................ 3

2.2 Dampak Pernikahan Dini ................................................................................................... 3

2.3 Faktor Yang Mendorong Maraknya Pernikahan Dini ...................................................... 5

2.3 Reproduksi Remaja dan Pernikahan Dini ......................................................................... 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 8


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkawinan dilakukan manusia dengan tujuan untuk meneruskan keturunannya.
Perkawinan hendaknya berlangsung selama seumur hidup oleh kedua pasangan untuk
membentuk keluarga yang bahagia. UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 menetapkan bahwa
pernikahan terjadi antara laki-laki dan perempuan yang membentuk sebuah ikatan lahir batin
sebagai pasangan suami dan istri berlandasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Duvall
dan Miller, menikah bersifat sakral dimana terjadi ketika diakui secara sah di dalam hukum dan
secara agama (Astuty, 2013). Diantara banyaknya bentuk kejadian dalam pernikahan, terdapat
fenomena pada kalangan remaja mengenai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan pada
umur relatif muda (10-19 tahun) disebut sebagai pernikahan dini (Desiyanti, 2015). Menurut
WHO, individu pada kelompok usia 10 sampai 19 tahun disebut remaja. Sementara itu,
BKKBN menetapkan rentan usia remaja yaitu terhitung sejak 10 hingga 24 tahun.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 mencatat bahwa Nigeria merupakan
Negara degengan prevalensi tertinggi kasus pernikahan usia dini di dunia yaitu sebesar 79%,
lalu diikuti oleh Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%). Indonesia termasuk
kedalam 20 negara dengan kasus pernikahan dini tertinggi di dunia, yaitu duduk diurutan ke-7
dengan jumlah 1.408.000 kasus (UNICEF, 2016). Sedangkan pada Associotion of South East
Asia Nations (ASEAN) Indonesia berada diperingkat ke-2 setelah Kamboja menempati urutan
teratas sebagai pernikahan dini tertinggi di ASEAN (Kemenkes RI, 2015)
Hasil data Riskesdas mencatat usia kawin pertama di Indonesia ada pada kelompok umur
15-19 tahun yaitu sebesar 41,9% dan pada umur 10-14 tahun sebesar 4,8% sudah menikah.
Sedangkan persentase pernikahan dini di provinsi Sumatera Selatan lebih tinggi dibandingkan
persentase secara nasional. Menurut laporan BKKBN Sumsel Tahun 2019, menyatakan bahwa
secara keseluruhan di Sumatera Selatan usia perkawinan dini masuk dalam katagori tinggi yaitu
penduduk dibawah 21 tahun yang sudah menikah mencapai 55,32% dan sebanyak hampir 40%
yaitu 108.904 kasus pernkahan dini ditemukan di kota Palembang, jumlah ini jauh lebih banyak
dibandingkan ibu kota setiap kabupaten lainnya di provinsi Sumatera Selatan.
Sebanyak 1.662.893 jiwa penduduk Kota Palembang, sebesar 17,35% bagiannya
merupakan remaja. Dengan jumlah remaja yang sangat besar ini, seharusnya remaja berpotensi
menjadi generasi emas, yang dimana perlu persiapan baik secara fisik, psikologi dan spiritual
untuk menjadi penerus bangsa. Berdasarkan data Statistik Kesejahteraan Sumatera Selatan,
pada tahun 2019 kasus kehamilan remaja di Kota Palembang merupakan kasus terbanyak di
Sumatera Selatan yaitu sebanyak 22.650 kasus (BPS, 2019). Salah satu dampak dari pernikahan
dini yaitu kehamilan di usia remaja. Menurut WHO, 2012 kematian ibu dan kematian bayi 50%
lebih tinggi terjadi pada wanita yang mengalami kehamilan saat berusia di bawah 20 tahun,
melahirkan bayi pada usia tersebut secara langsung menjadi penyebab kelahiran bayi dengan
BBLR yang dimana merupakan salah satu penyebab secara tidak langsung kejadian stunting
pada anak. Remaja identik dengan kekhawatiran pada bentuk tubuh sehingga sering melakukan
diet atau mengurangi asupan makanan untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Kurangnya asupan
gizi ini memberikan dampak Indeks Masa Tubuh (IMT) kurang dari normal (underweight)
ditambah kurangnya pendidikan tentang gizi menyebabkan remaja abai dengan kesehatan
selama kehamilannya sehingga menyebabkan anak yang dilahirkan stunting (Nurhidayati, dkk,
2020).
Selain itu remaja yang hamil di usia remaja dapat berisiko melahirkan bayi yang prematur,
Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR), pendarahan saat persalinan, hipertensi, hingga
mengakibatkan kematian pada ibu. Pada tahun 2016, angka kematian ibu merupakan penyebab
kematian kedua bagi wanita di usia reproduksi (15-19 tahun), setelah HIV / AIDS (WHO,
2019). Kehamilan yang terjadi pada usia 10-20 tahun dianggap belum memiliki organ
reproduksi yang matang sehingga memilki resiko yang tinggi terkena penyakit seperti kanker
serviks, pendarahan saat kehamilan dan sering mengalami keguguran (Hery, 2014). Remaja
yang hamil di usia muda mendapatkan stigma buruk dan dapat mengakibatkan putus sekolah
sehingga hal ini dapat mengurangi kesempatan hidup dan melemahkan kontrol mereka atas
sumber daya serta kehidupanya (WHO, 2019).
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kejadian pernikahan dini dan
pencegahan kehamilan di usia remaja di Indonesia adalah melalui program Pendewasaan Usia
Pernikahan (PUP) dimana dengan cara meningkatkan usia perkawinan, yaitu perkawinan dapat
dilakukan minimal di usia 21 tahun untuk wanita dan tidak kurang dari 25 tahun untuk pria.
Kesiapan psikologis maupun kesehatan dianggap sudah siap pada batasan usia tersebut
(Emiliasari, 2017). Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) merupakan program yang
dikembangkan oleh BKKBN yang bertujuan sebagai pelaksana program utamanya yaitu
memberikan edukasi pada remaja agar mengetahui dan mempraktikan perilaku hidup sehat agar
menjadi remaja yang unggul untuk mewujudkan Generasi Berencana (Putri, 2020). Tujuan dari
sosialisasi PUP ini selain untuk mematangkan kesiapan fisik, mental dan emosional remaja,
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan remaja sebagai bentuk upaya dalam menekan angka
pernikahan dini (BKKBN, 2019). Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizka (2014)
menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja putri tentang pernikahan usia dini, maka
akan semakin baik pula sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini.

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, berikut ditulis tujuan penulisan makalah :
1. Apakah yang di maksud dengan pernikahan dini ?
2. Bagaimanakah dampak pernikahan dini ?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan maraknya pernikahan dini ?
4. Bagaimana dengan Kesehatan remaja dan pernikahan dini ?

1.3 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan penelitian yang diuraikan, berikut ini ditulis manfaat penulisan makalah :
1. Untuk memahami apa itu pernikahan dini
2. Untuk memahami dampak perniakahn dini
3. Untuk memahami factor penyebab maraknya pernikahan dini
4. Untuk memahami Kesehatan remaja dan pernikahan dini
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan Dini


Menikah dini adalah suatu pernikahan yang di langsungkan oleh mempelai yang belum
memcapai batas umur. Pernikahan dini juga sering di sebut sebagai pernikahan di bawah
umur. Dalam artian lain, pernikahan dini merupakan suatu perjanjian antara laki laki dan
perempuan untuk bersuami istri atau tidak resmi namun usia keduanya masih di bawah umur
(Nikmah, 2015:1-3).
Dalam Kitab Undang Undang Pokok Perkawinan, BAB II Pasal 7 (1) tercatum bahwa:
Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 ( Sembilan belas tahun)
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (Enam belas tahun) (Grafika,2007) Artinya adalah
sesuai hukum yang berlaku di wilaya Indonesia tidak boleh melangsungkan pernikahan oleh
mempelai yang belum mencapai batas usia atau umur di atas. Namun realita yang tampak
akhir akhir ini adalah sangnat banyak sekali anak anak atau remaja yang seharusnya masih
duduk di bangku sekolah tapi telah menikah.
Pernikahan hendaknya di lakukan oleh mempelai yang sudah cukup umur dan telah
dewasa. Karna dinilai bahwa yang sudah cukup umur dan sudah dewasa telah memiliki rasa
tanggung jawab untuk dirinya dan keluarga. Pernikahan yang belum cukup umur dinilai belum
memcapai kedewasaan baik secara fisik, psikis, social, maupun pedagogis. Sehingga biasanya
orang yang menikah di usia dini belum mampu beradaptasi dengan kondidi barunya, belum
mampu bersosialisasi dengan baik dan belum mampu bertanggung jawab, sehingga banyak
menimbulkan masalah masalah keluarga terutama di masalah pendidikannya.
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing masing individu yang akan
melakukannya, karna lebih bersifat subjektif. Namun demikian ada tujuan yang memmang
diingingkan oleh semua orang yang melakukan pernikahan yaitu memperoleh kebahagiaan
dan kesejahteraan lahir dan batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat
(Hasan:12).

2.2 Dampak Pernikahan Dini


Bidang-bidang yang terkena dampak dari menikah dini juga begitu luas dan masalahnya pun
kompleks (Anggi, 2019:14-15)
1) Bidang Kesehatan
a) Berpotensi mengalami komplikasi kehamilan dan kelahiran yang dapat menyebabkan
terjadinya kematian.
b) Potensi bayi yang lahir dari ibu yang masih remaja memiliki resiko yang tinggi untuk
meninggal setelah dilahirkan/melahirkan.
c) Bayi yang di lahirkan memiliki kemungkinan memiliki berat badan lahir rendah.
d) Kehamilan pada usia remaja memiliki pengaruh terhadap status gizi ibu.
2) Bidang Psikologis
a) Secara psikologis berpengaruh pada kondisi mental yang masih labil serta belum adanya
kedewasaan dari si anak. Di khawatirkan, keputusanyang di ambil untuk 11 menikah
adalah keputusan remaja yang jiwan dan kodisi psikologisnya belum stabil.
b) Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara normal, pada setiap apa saja
yang merupakan tanggungjawabnya.
c) Perempuan yang menikah di usia muda memiliki resiko yang tinggi terhadap kekerasan
dalam rumah tangga dibanding dengan wanita yang menikah diusiayang lebih dewasa.
3) Bidang Ekonomi
a) Pernikahan yang dlakukan di bawah umur sering kali belum mapan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi. Sehingga ini dikhawatirkan akan menjadi pemicu timbulnya
kekerasan dalam rumah tangga.
b) Keadaan ekonomi yang semakin sulit; pernikahan dibawah umur ini sering dilakukan
dimana sebenaarnya pengantin laki-laki belumsepenuhnya sia untuk menafkahi
keluarganya, atau belum siap ekonominya.
c) Sempitnya peluang mendapatkankesempatankerjayang otomatis mengekalkan
kemiskinan(statusekonomikeluarga rendahkarena pendidikan yang minim), seorang
yang memiliki pendidikan rendahanya dapat bekerjas ebagai buruh saja, dengan
demikian dia tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.
d) Kemiskinan; dua orang anak yang menikah dibawah umur cenderun belum memiliki
penghasilan yanng cukup atau bahkan belum bekerja.
4) Bidang Sosial
a) Menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap
seks laki-laki saja.
b) Perceraian dini; seorang remaja pasti memiliki emosi yang tidak stabil, kadang mereka
tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri, hal ini apabila dalam kehidupan setelah
pernikahan ada suatu permasalahan, sering kali pasangan 13 ini terjadi adnya konflik,
sehingga ada ketidaksukaan terhadap pasangan yang bisa mengakibatkan perceraian.
c) Interaksi dengan lingkungan teman sebaya berkurang. Bagi pasangan pernikahan
dibawah umur,hal ini dapat berpengaruh dalam berhubungan dengan teman sebaya.
Mereka akan merasacanggung atau enggan bergaul dengan teman sebayanya.
Dampak lainnya adalah tidak kesempurnanya Pendidikan dan pengasuhan anak dan
keluarga yang dimiliki; rendahnya keterampilan pengasuhan anak; tidak sempurnanya fungsi
sebagai ibu dan istri dan tiimbulnya perasaan kurang aman, malu, atau frustasi.
Pernikahan dini usia remaja pada dasarnya berpengaruh pada beberapa aspek:
1) Kekerasan terhadap istri yang timbul karena tingkat berfikir yang belum matang bagi
pasangan muda tersebut.
2) Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga.
3) Pernikahan dini mempunyai hubungan dengan kependudukan. Yang menyebabkan laju
pertumbuhan sangat cepat yang disebabkan batasan umur yang rendah bagi perempuan.
4) Kemiskinan akan sangat mungkin terjadi. Karena dua orang anak yang menikah dini
cenderung belum memiliki penghasilan yang cukup atau bahkan belum bekerja.
.
2.3 Faktor Yang Mendorong Maraknya Pernikahan Anak
Di berbagai penjuru dunia, pernikahan anak merupakan masalah social dan
ekonomi yang diperumit dengan tradisi dan budaya dalam kelompok masyarakat. Stigma social
mengenai pernikahan setelah melewati masa pubertas yang dianggap aib pada kalangan
tertentu, meningkatkan pula angka kejadian pernikahan anak. Motif ekonomi, harapan
tercapainya keamanan social dan finansial setelah menikah menyebakan banyak orang tua
menyetujui perniakahn usia dini. Alasan orang tua menyetujui pernikahan ini seringkali
dilandasi pula oleh ketakutan terjadinya kehamilan di luar nikah akibat pergaulan bebas atau
untuk mempererat tali kekeluargaan.
Secara umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai dikalangan keluarga miskin,
meskipun terjadi pula di kalangan ekonomi atas. Dibanyak negara pernikahan dini sering kali
terkait dengan kemiskinan. Negara dengan kasus pernikahan anak apada umumnya mempunyai
produk domestic bruto yang rendah. Pernikahan anak membuat keluarga, masyarakat bahkan
negara mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan hal inni tentunya
menyebabkan kualitas Kesehatan dan kesejahteraan yang rendah baik anak maupun keluarga
dan lingkungannya.

2.4 Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pernikahan Dini


Masa remaja merupakan bagian dari tahapan didalam tumbuh kembang seseorang
yaitu masa peralihan dari anak menuju dewasa. Didalam tahap ini, anak mengalami percepatan
pertumbuhan, perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, remaja
biasanya begitu rentan sekali mengalami masalah psikososial yakni masalah psikis atau
kejiwaan yang timbul sebagai dampak dari terjadinya perubahan social.
Masa remaja merupakan sebuah periode yang ada didalam kehidupan manusia dan pasti akan
dialami oleh setiap orangnya, yang batasannya usia maupun peranannya seringkali berubah-
ubah dan tidak memiliki ketentuan yang pasti. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda
awal seorang anak akan beralih menjadi seorang remaja, ternyata tidak lagi valid saat ini sebagai
patokan atau Batasan untuk pengkatagorian atau Batasan untuk pengkatagorian remaja sebab
usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini berubah menjadi awal
belasan bahkan ada anak yang sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas
namun bukan bearti secara otomatis ia juga sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan siap
menghadapi dunia sesungguhnya bagi orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata
orang dewasa, meski di saat yang sama ia bukan lagi seseorang anak-anak seperti sebelumnya.
Berbeda dengan balita yang perkembangnannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak
memiliki pola perkembangan yang pasti. Perkembangan ini dapat saja berubah sesuai dengan
perkembangan zaman yang ada dan canggihnya teknologi karena pertumbuhan menjadi remaja
memiliki banyak factor eksternal.
Ketika memasuki masa purbertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang
akan berubah yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem
kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media
masa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat
diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Dalam hal kesadaran diri, pada
masa remaja akan mengalami perubahan yang dramatis dalam kesedaran diri mereka (Self-
awareness). Remaja akan sangat sensitive terhadap pendapat orang lain yang membuat mereka
sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan.
Sedangkan Kesehatan reproduksi pada dasarnya merupakan unsur dasar dan penting dalam
Kesehatan umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Kesehatan reproduksi juga
merupakan cerminan dari Kesehatan seorang bayi yang dilahirkan. Menurut WHO dan ICPD
(International Conference On Population and Develoment) 1994 yang diselenggarakan di kairo
keseahtan reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluru, meliputi aspek fisik, mental dan
social dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan
sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri.
Karena proses reproduksi terjadi melalui hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan,
definisi kesehatan reproduksi akan banyak mencangkup kesehatan seksual yang mengarah
pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar individu. Buka hanya sebuah konseling
dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS. Didalam pengembangan kemanusiaan,
pelayanan Kesehatan reproduksi sangat penting jika mengingat dampak dari hal tersebut juga
berpengaruh dalam kualitas hidup seseorang pada generasi berikutnya. Sejauh mana seseorang
dapat menjalankan fingsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat, sesungguhnya dapat
tercermin dari bagaimana kondisi Kesehatan selama siklus kehidupan mulai dari saat konsepsi,
masa anak, remaja, dewasa hingga masa paska usia reproduksinya.
Kaitan antara masa remaja dan juga Kesehatan reproduksi dikarenakan masa remaja
merupakan titik awal proses organ reproduksi menunjukkan persiapan. Menurut Robert
Havinghurst dalam Sarlito, seorang remaja dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan
sehubungan dengan perubahan fisik dan peran social yang sedaang terjadi pada dirinya. Tugas-
tugas itu adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah. Perkembangan pada remaja
merupakan sebuah proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek sampai
tercapainya suatu tingkat kedewasaan yang utuh. Ini merupakan sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat anatar perkembangan aspek fisik dengan mental/psikis yang ada
pada seorang remaja.
Pada masa pubertas, hormone-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan
perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks pada seorang remaja. Remaja mulai
merasakan dengan kelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya akibat dari telah
matangnya organ reproduksi dan juga dorongan dari perkembangan psikologis remaja yang
sudah mulai menyukai lawan jenis sangat berpengaruh.
Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat
menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Walaupun seperti
itu, hal ini bukan bearti bahwa remaja sudah mampu untuk bereproduksi sehat untuk wanita
adalah antara 20-30 tahun. Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan
masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (Free Sex)
masalah kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar perkawinan dan terjangkitnya
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perkawinan usia muda masih menjadi sebuah polemic di negara Indonesia


khususnya di daerah-daerah terpencil. hal tersebut dikarenakan masih kentalnya adat
istiadat dan kepercayaan setempat mengenai kawin muda. Selain itu juga perkawinan usia
dini dapat dikarenakan kurangnya edukasi mengenai Kesehatan reproduksi dan segala
dampak lain Ketika melakukan perkawinan di usia dini.

Perkawinan di usia dini juga sangat berpengaruh terhadap banyak hal mulai dari
Kesehatan ibu dan anak yang terancam terganggu, kematian ibu.anak, terjadinya penyakit
seks menular, hingga kepala angka kelahiran yang terus melonjal dan terjadi ledakan
penduduk di daerah tertentu. Dampak yang terjadi sangatlah kompleks baik untuk yang
melakukan dan juga lingkungannya. Maka dari itu perlu bagi kita semua untuk lebih
memahami apa itu perkawinan usia dini dan beberapa hal dampak bagi masyarakat.

Perlu sekali edukasi yang tinggi mulai dini terhadap para remaja mengenai
Kesehatan reproduksi. Untuk memberikan pemahaman mengenai apa hal yang boleh
dilakukan yang berhubungan dengan organ reproduksinya, mencegah penyakit menular
dan mengetahui apa saja organ tubuh manusia beserta fungsinya. Karena selain untuk
mengedukasi, Kesehatan reproduksi juga dapat menjadi salah satu cara preventif didalam
upaya untuk mencegah perkawinan usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

Made Okara Negara, Mengurangi Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi Perempuan
dalam Jurnal Perempuan cetakan No. 41 (Jakarta:Yayasan Jurnal Perempuan, 2005) hal 9.
Pediatri, Sari. (2009). Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya.
https://www.researchgate.net/publication/312404515_Pernikahan_Usia_Dini_dan_Perma
salahannya
Nita Astuti Suryana. R Nunung Nurwati. Pengaruh Perkawinan Usia Dini Terhadap Kesehatan
Reproduksi Dan Tingkat Fertilitas.
https://www.researchgate.net/publication/340999761_PENGARUH_PERKAWINAN_USIA
_DINI_TERHADAP_KESEHATAN_REPRODUKSI_DAN_TINGKAT_FERTILITAS

Hasriani. (2021). Dampak Pernikahan Dini Terhadap Perencanaan Karir (Study Kasus
Perempuan Desa Patalassang Kec. Sinjai Timur.
https://repository.uiad.ac.id/id/eprint/1019/1/HASRIANI.pdf

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada, (2001) hal 149.
Holilah,Roza. (2022). Analisis Prediktor Intensi Remaja Terhadap Pernikahan Dini Di Kota
Palembang.https://repository.unsri.ac.id/65564/61/RAMA_13201_10011281722062_0024
058901_01_front_ref.pdf

Anda mungkin juga menyukai