Anda di halaman 1dari 16

TEORI DAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN (EKI 412 D)

CASE METHOD
(FERTILITAS TERKAIT PERNIKAHAN DINI DI PROVINSI BALI)
Dosen Pengampu: Dr. Dra. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., M.S.

OLEH:
I Putu Gede Wira Prayoga Putra (1907511268)
Ni Nyoman Jepun Prami Kandi (1907511285)
Ni Nyoman Kusuma Anggraeni (1907511293)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia terutama
kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul “Fertilitas Terkait Pernikahan Dini di Provinsi Bali” serta sebagai tugas
kelompok guna menambah ilmu pengetahuan saya dan teman saya.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada selaku Dr. Dra.
Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., M.S dosen mata kuliah Teori dan Kebijakan
Kependudukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan materi ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, serta dapat
memanfaatkan isi makalah ini yang berguna bagi pembaca. Kami menyadari banyak
kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan masukan dari
semua pihak, dan akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi kami demi
kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 07 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii

BAB I....................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................2

BAB II...................................................................................................................................................4

PEMBAHASAN...................................................................................................................................4

2.1 Konsep BKKBN (Umur yang dikatakan sebagai Pernikahan Dini).......................................4

2.2 Data Pernikahan Dini di Provinsi Bali...................................................................................6

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pernikahan Dini............................................................8

2.4 Kerugian dari Sisi Ekonomi Mengenai Pernikahan Dini........................................................9

2.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengurangi Pernikahan Dini................................................11

BAB III................................................................................................................................................12

PENUTUP...........................................................................................................................................12

3.1. Kesimpulan..........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penduduk yang begitu besar di negara yang sedang berkembang seperti negara
Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Masalah
kependudukan adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh semua negara
berkembang di dunia, khususnya akibat tingkat fertilitas (kelahiran) yang tinggi.
Pertumbahan penduduk yang tinggi mempunyai dampak terhadap berbagai aspek
kehidupan. Pengendalian pertumbuhan penduduk dilakukan melalui upaya
mengendalikan tingkat kelahiran dan tingkat kematian bayi dan anak. Kelahiran
(fertilitas) merupakan hasil reproduksi yang nyata (bayi lahir hidup) dari seorang wanita
atau sekelompok wanita (Lembaga Demografi UI, 2013). Hasil Sensus Penduduk
(SP2020) pada September 2020 mencatat jumlah penduduk sebesar 270,20 juta jiwa.
Jumlah penduduk hasil SP2020 bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil SP2010
(Badan Pusat Statistik [BPS], 2020).
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seorang wanita atau kelompok wanita, dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor
yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi antara lain umur,
umur perkawinan pertama, lama perkawinan, paritas atau jumlah persalinan yang pernah
dialami dan proporsi perkawinan, sedangkan faktor non demografi antara keadaan
ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan
industrialisasi (BPS, 2013).
Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis
yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56). Pola pikir zaman primitif
dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan dengan sebuah
paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan sendiri, pernikahan dini
dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada
zaman genepo atau zaman primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah
baligh maka tidak ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah.
Pernikahan dini yang terjadi pada perempuan usia 15 tahun mempunyai masa
reproduksi jauh lebih panjang dibanding mereka yang menikah di atas usia 25 tahun

1
dimana masa reproduksi yang lama maka kemungkinan untuk melahirkan semakin besar
sehingga bisa saja mempunyai anak lebih dari dua bahkan lebih dari lima. Jika
pernikahan diadakan pada umur lanjut, maka fertilitas potensil yang telah dilalui tidak
akan diperoleh kembali, sebaliknya apabila perkawinan diadakan pada umur muda
setidak-tidaknya orang muda tersebut mempunyai keturunan sebelum mereka menutup
usia. Maka dari itu sudah jelas bahwa pernikahan dini dapat memacu tingkat fertilitas
yang tinggi.
Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai
latar belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang
timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan
pada usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Suatu studi literasi UNICEF
menemukan bahwa interaksi berbagai faktor menyebabkan anak berisiko menghadapi
pernikahan di usia dini. Diketahui secara luas bahwa pernikahan anak berkaitan dengan
tradisi dan budaya, sehingga sulit untuk mengubah. Alasan ekonomi, harapan mencapai
keamanan sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak orangtua
mendorong anaknya untuk menikah di usia muda.
Berdasarkan data Fertilitas remaja, total presentase Wanita umur 15-19 yang sudah
melahirkan atau sedang hamil anak pertama di Provinsi Bali pada SDKI 2017 adalah
sebesar 3.3 % atau setera dengan jumlah 127 orang. Sedangkan Badan Kepenudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menganjurkan sebaiknya usia kawin pertama
untuk wanita minimal 20 tahun dan laki-laki 25 tahun. Penundaan usia perkawinan bukan
sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan agar kehamilan pertama
terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan, harus diusahakan apabila seseorang gagal
mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kelahiran anak pertama harus
dilakukan. Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari Program KB yang
dapat memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama, sehingga dapat
menurunkan fertilitas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah faktor-faktor pendorong terjadinya pernikahan dini di Provinsi Bali?
2. Bagaimanakah dampak dari pernikahan dini di Provinsi Bali?

1.3 Tujuan Penulisan

2
1. Untuk dapat mengetahui konsep BKKBN umur berapa yang dapat dikatakan sebagai
pernikahan dini, dan teori-teori yang berkaitan dengan fertilitas.
2. Untuk dapat mengetahui bagaimana data pernikahan dini di Provinsi Bali.
3. Untuk dapat mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab timbulnya pernikahan dini.
4. Untuk dapat mengetahui kerugian dari sisi ekonomi mengenai pernikahan dini.
5. Untuk mengetahui kebijakan oleh pemerintah dalam mengurangi pernikahan dini,

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep BKKBN (Umur yang dikatakan sebagai Pernikahan Dini)

Pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di
bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada
pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi seperti
meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas, melahirkan bayi
prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress. Pernikahan sebelum usia
18 tahun pada umumnya terjadi pada wanita Indonesia terutama dikawasan pedesaan. Ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pernikahan usia dini diantaranya adalah
faktor karakteristik orang tua, karakteristik remaja, lingkungan dan sosial budaya. Faktor-
faktor ini saling berkaitan sehingga menyebabkan remaja melakukan pernikahan di usia dini.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Undang-Undang


yang mengatur batasan usia dalam menikah tentunya dilandaskan berbagai hal. Pelaksanaan
pernikahan sebelum usia yang ditentukan memiliki resiko yang bisa dirasakan oleh pihak
perempuan maupun laki-laki. Ketidaksiapan anak pada usia yang belum siap menikah dapat
menyebabkan berbagai hal, misalnya putusnya pendidikan, menganggu kesehatan reproduksi,
perceraian pada usia muda, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Selain itu,
pernikahan dini juga menimbulkan dampak buruk secara mental atapun fisik. Terdapat
beberapa aspek yang menjadi pemicu atau faktor terjadinya pernikahan dini, antara lain
kebutuhan ekonomi, pendidikan rendah, kultur nikah muda, perkawinan yang diatur, dan seks
bebas pada remaja yang menyebabkan kehamilan sebelum menikah (Himsya, 2011).

Selain itu, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga


memberikan arahan perihal umur minimum seseorang untuk melakukan pernikahan. Hal ini
disebabkan memperhitungkan dari berbagai aspek seperti, kesiapan reproduksi, biologis, dan
psikis (BKKBN, 2017). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
telah melakukan kerjasama dengan MOU yang menyatakan bahwa Usia Perkawinan Pertama
diizinkan apabila pihak pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun
(Rokhim & Sirait, 2016). Maka akan diperoleh kesimpulan bahwa seseorang yang menikah
sebelum umur yang ditentukan berdasarkan undang- undang adalah termasuk pernikahan
dini.

4
Menurut Bogue (1969:326) pola umur pernikahan diklasifikasikan menjadi empat
yaitu perkawinan belia/anak-anak (childmarriage) dibawah usia 18 tahun, perkawinan umur
muda (earlymarriage) 18-19 tahun, perkawinan umur dewasa (marriageatmaturity) 20-21
tahun, dan perkawinan yang terlambat (latemarriage) diatas usia 21 tahun.

Secara keseluruhan, pernikahan dini di usia remaja sudah selayaknya mendapat


tinjauan kembali sebagai masalah sosial bersama. Terlalu muda menikah tidak membawa
kebaikan bagi semua pihak yang terlibat, terutama jika dilihat dari konsekuensi terdekatnya,
yaitu membawa kehidupan baru (anak) ke dunia. Edukasi dan kemudahan akses informasi
maupun bantuan seputar akibat yang dapat ditimbulkan dari pernikahan dini pada remaja
sudah sepatutnya dipertimbangkan sebagai salah satu solusi dari permasalahan ini.
Masyarakat pun perlu meningkatkan kepekaan dan tidak menjadikan pernikahan remaja
sebagai solusi dari permasalahan rumah tangga lain yang sudah ada. Jika pernikahan remaja
telah terjadi, penerapan keluarga berencana merupakan solusi yang dapat
dipertanggungjawabkan di kemudian hari karena telah terbukti dapat menanggulangi dampak
buruk dari pernikahan dini itu sendiri.

2.1.1 Teori-Teori yang Berkaitan dengan Fertilitas

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi


yangnyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain
fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas mencakup
peranan kelahiran pada perubahan penduduk. Istilah fertilitas adalah sama
dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang
perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya berteriak, bernafas,
jantung berdenyut, dan sebagainya (Mantra, 2003:145).
Menurut Mantra dalam Suandi (2010), umur merupakan pengelompokan
penduduk yang penting karena struktur umur dapat mempengaruhi sosial ekonomi
rumahtangga maupun pola tingkah laku demografi. Pola tingkahlaku demografi yang
tersebut adalah mencakup pertambahan, jumlah, dan mobilitas anggota rumahtangga
(penduduk), sedangkan yang termasuk ke dalam indikator sosial ekonomi
rumahtangga mencakup angkatan kerja, tingkat pendidikan, pembentukan dan
perkembangan keluarga. Umur muda yang menonjol berkorelasi secara nyata
terhadap pola tingkah laku demografi terutama tentang peningkatan dan jumlah
penduduk melalui kelahiran.

5
Tingginya angka fertilitas pada suatu daerah akan berpengaruh buruk terhadap
pembangunan karena hal tersebut akan menimbulkan lonjakan jumlah penduduk yang
besar dan memerlukan lapangan pekerjaan yang luas untuk menampung besarnya
lonjakan jumlah peduduk tersebut. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sukirno (2006),
mengatakan bahwa di negara dunia ketiga pertumbuhan penduduk adalah penghalang
pembangunan ekonomi. Tingginya pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan per
kapita, belum sempurnanya jaringan pengangkutan, entrepreneur dan tenaga terdidik
yang kurang, dan dana untuk penanaman modal yang terbatas adalah ciri-ciri penting
negara dunia ketiga yang menyebabkan pertumbuhan penduduk lebih merupakan
penghalang pembangunan ekonomi.

2.2 Data Pernikahan Dini di Provinsi Bali

Kelompok Umur Rata-Rata Anak Lahir Hidup (ALH) Provinsi Bali per Wanita Usia
Wanita Usia Subur Subur (WUS) dan Kelompok Umur Tahun 2015, 2016, 2017
2015 2016 2017

15-19 1,06 0,50 0,50


20-24 1,30 0,44 0,46
25-29 1,58 1,12 1,06
30-34 2,05 1,79 1,80
35-39 2,32 2,10 2,14
40-44 2,48 2,32 2,22
44-49 2,61 2,31 2,32
Sumber: BPS Provinsi Bali

Tabel 2.1. Rata-Rata Anak Lahir Hidup (ALH) Provinsi Bali per Wanita Usia
Subur (WUS) dan Kelompok Umur Tahun 2015, 2016, 2017

Dilihat dari tabel 2.1 pada tahun 2015, 2016 dan 2017 angka rata-rata terendah anak
lahir hidup di Provinsi Bali menurut kelompok umur yaitu pada tahun 2015 dengan
kelompok usia wanita subur 15-19 tahun sebesar 1,06. Pada tahun 2016 dan 2017 yang
terendah terdapat di kelompok usia wanita subur 20-24 tahun sebesar 0,44 pada tahun

6
2016 dan 0,46 tahun 2017. Dilihat pada tabel tahuan 2015, 2016, 2017 rata-rata anak lahir
hidup di Provinsi Bali terus mengalami penurunan setiap tahun.

Sumber: Susenas Maret 2020

Persentase wanita usia subur menurut umur saat perkawinan pertama di Provinsi Bali
tahun 2020. Pada gambar terlihat bahwa ada 5,42% wanita usia < 17 Tahun dan 13,47 %
wanita usia 17 sampai dengan 18 tahun pernah kawin yang menunjukan pernikahan di usia
dini. Tetapi berdasarkan data diatas 57,07% wanita usia subur yang pernah kawin di Bali,
pertama kali menikah pada kelompok umur 19 hingga 24 tahun. Bahkan, tercatat 24,04%
wanita usia subur di Bali memutuskan untuk menunda perkawinan pertamanya hingga umur
25 tahun.

2.3

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pernikahan Dini


a. Faktor Pendidikan

7
Tingkatan pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih lanjut dalam hal ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan pernikahan dini.
Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga dapat memengaruhi terjadinya pernikahan usia
muda. Pernikahan usia muda juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat, secara
keseluruhan. Beberapa masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah akan cenderung untuk
menikahkan anaknya dalam usia masih muda. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
menjadi penyebab dalam pernikahan dini yaitu pendidikan remaja maupun pendidikan orang
tua. Dalam faktor pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap faktor ekonomi.

b. Faktor Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF & UNFPA (2018) menyatakan
bahwa kemiskinan menjadi salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam
mendorong terjadinya pernikahan dini dikarenakan beberapa wilayah, seperti di Indonesia,
perempuan masih sering di berikan label sebagai beban ekonomi keluarga. Orang tua yang
menjadikan alasan kesejahteraan ekonomi untuk melakakukan pernikahan dini terhadap
anaknya, memiliki anggapan bahwa dengan merelakan anak perempuannya untuk dinikahkan
dapat meringankan kebutuhan hidup uuntuk orang tuanua. Kemudian, pengeluaran dalam
rumah tangga dan pendapatan juga menjadi salah satu indikator bagaimana tingkat
kesejahteraan hidup bagi sebuah keluarga (Astuty, n.d.).

c. Faktor Budaya

Pernikahan dini terjadi karena orang tua dari anak memiliki kekhawatiran anaknya
tidak kunjung menikah dan menjadi perawan tua. Faktor adat dan budaya, di beberapa daerah
di Indonesia, masih memiliki beberapa pemahaman yang berbeda-beda tentang perjodohan.
Pemahaman ini berupa saat anak perempuan telah mengalami menstruasi maka, akan harus
segera dijodohkan. Padahal umumnya umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di
usia 12 tahun. Sehingga, dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun,
jauh di bawah usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan Undang-Undang (Ahmad,
2009).

d. Faktor MBA (Marriaged By Accident)

Indonesia kasus pernikahan dini sering kali disebabkan karena hamil sebelum
menikah atau Marriaged By Accident (MBA). Menurut Sarwono (2003) pernikahan usia dini
sering sekali terjadi pada anak- anak yang sedang mengalami masa pubertas, hal ini

8
disebabkan remaja sangat rentan kaitannya untuk melakukan perilaku seksual yang mereka
lakukan sebelum menikah. Maka dapat dismpulkan bahwa pergaulan bebas dapat menjadi
salah satu faktornya. Akibat terlalu bebasnya pergaulan remaja, terutama dalam hubungan
berpacaran, remaja bisa sampai melakukan seks pranikah dan kehamilan diluar pernikahan.

2.4 Kerugian dari Sisi Ekonomi Mengenai Pernikahan Dini

Dampak dari pernikahan usia dini dari segi sosial ekonomi yaitu pernikahan
dini dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian yang terjadi karena melahirkan di
usia muda, rendahnya kualitas SDM akibat dari terputusnya sekolah, kemiskinan, serta
meningkatnya angka kelahiran yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang pesat.
Hal tersebut tentukan akan mempengaruhi pencapaian pemerintah dalam mewujudkan
target pembangunan yang tercantum di dalam Millenium Develompment Goals (MDGs)
2015 (Sinta, 2009). Perkawinan anak juga akan menghambat pencapaian indeks
pembangunan manusia dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG's). Alasannya banyak
dampak yang ditimbulkan. Bank Dunia dan International Center for Research on Women
menyebutkan bahwa pernikahan anak akan menyebabkan kerugian bagi negara berkembang
hingga miliaran dolar pada 2030. Indonesia adalah salah satunya.

Anak yang menikah di bawah 18 tahun karena kondisi tertentu memiliki kerentanan
lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan
kemiskinan antargenerasi. Ada perbedaan pola sebaran antara pekerja perempuan pernah
kawin usia 20-24 tahun tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun dengan yang menikah
pada usia 18 tahun ke atas. Mayoritas perempuan yang menikah lebih muda bekerja pada
lapangan usaha yang bergerak di sektor pertanian (41,50 persen). Sedangkan kelompok
perempuan yang menikah pada usia 18 tahun ke atas sebagian besar bekerja pada lapangan
usaha yang bergerak di sektor jasa-jasa –sebesar 51,95 persen.

Pada umumnya, kondisi ekonomi anak dalam keluarga barunya banyak yang tidak
menjadi lebih baik daripada saat sebelum menikah. Mereka tetap kesulitan memenuhi
kebutuhan pangan, dan justru menambah beban bagi orang tuanya. Sumber penghasilan
rendah, bertambahnya jumlah anggota keluarga pada akhirnya memberi tekanan ekonomi
yang semakin besar pada rumah tangga.disisi lain, dampak pernikahan dini juga akan terjadi
di masyarakat, misalnya langgengnya garis kemiskinan. ha tersebut terjadi karena pernikahan
dini biasanya tidak disertai dengan tingginya tingkat pendidikan dan kemampuan finansial.

9
Hal itu juga akan berpengaruh besar terhadap cara didik orangtua yang belum matang secara
usia kepada anak-anaknya. Pada akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan yang berkelanjutan.
beberapa alasan pernikahan anak di bawah umur dilandasi permasalahan ekonomi. sebagian
besar orang tua berpikir jika satu anak mereka lepas dan menjadi tanggung jawab suaminya,
maka beban orang tua sedikit terangkat. tetapi, hal itu justru menjadi beban baru bagi
suaminya dan kehidupan pernikahan anak mereka. Akibatnya, anak-anak menjadi terlantar
dan kurang kasih sayang serta perhatian. Sebab, orang tuanya sibuk mencari nafkah demi
memenuhi kebutuhan keluarga yang terus meningkat setiap harinya.

2.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengurangi Pernikahan Dini

Peran pemerintah dalam mengambil kebijakan yaitu dengan memberikan sosialisasi


kepada masyarakat. Memberikan pemahaman dikalangan masyarakat baik orang tua maupun
remaja untuk mencegah terjadinya pernikahan dini, dan memberikan edukasi tentang bahaya
pernikahan dini dan pembatasan usia perkawinan. Pemerintah selaku pemimpin harus
menanggulani masalah yang ada dikalangan masyarakat terkait pernikahan dini, peran
pemerintah yang bersifat interpersonal dan peran sebagai pemimpin sebagaimana hasil
penelitian yang sudah dijelaskan bahwa belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik
khususnya pemerintah kecamatan. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya pernikahan dini
yang terjadi, dan sebagian besar masyarakat tidak mengetahui tentang batas usia
pendewasaan perkawinan dan dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini.

Kebijakan Pemerintah Untuk Pendewasaan Usia Perkawinan Anak

1. Wajib belajar 12 tahun


2. Sosialisasi pentingnya pendidikan kespro (PP No.61 Tahun 2014 tentang Kespro)
3. Program KB dan Generasi Berencana
4. PUG dalam pembangunan nasional dan konsep KKG
5. Program Kabupaten/Kota Layak Anak
6. Revisi UU No.1 Tahun 1974, masuk prolegnas 2015-2019
7. Perbaikan RUU Kesetaraan Gender
8. Sosialisasi UU No.35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
9. Bekerjasama dengan organisasi perempuan dan organisasi keagamaan dan ormas
sosialisasi Pendewasaan Usia Perkawinan

10
10. Permen PP&PA No.6 Tahun 2013 tentang Pembangunan Keluarga
11. Sosialisasi tentang “parenting skill”
12. Menyediakan program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan UKM
Keluarga Miskin
13. Pembuatan Perda untuk pencegahan perkawinan anak.

BKKBN juga kembangkan GenRe untuk cegah Pernikahan Dini. Program GenRe
adalah program yang dikembangkan untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
Melalui program tersebut, remaja diberi pemahaman tentang pendewasaan usia perkawinan.
Hal ini supaya mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarier dalam
pekerjaan, serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan
reproduksi. GenRe mengedepankan pembentukan karakter bangsa di kalangan generasi
muda. Program GenRe ini wadah untuk mengembangkan karakter bangsa karena
mengajarkan remaja untuk menjauhi pernikahan dini, seks pranikah, dan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif). Tentunya, membuat remaja tangguh sehingga berkontribusi
dalam pembangunan serta berguna bagi nusa dan bangsa. Program GenRe menyasar sekolah,
kampus, dan masyarakat melalui pendirian Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK
Remaja).

11
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Banyaknya pernikahan dini yang terjadi di Provinsi Bali disebabkan karena adanya beberapa
faktor diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Faktor Pendidikan, dimana Tingkatan pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih lanjut dalam hal ini dapat mendorong seseorang
untuk melakukan pernikahan dini.
2. Faktor Ekonomi, Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF & UNFPA
(2018) menyatakan bahwa kemiskinan menjadi salah satu faktor yang memiliki
pengaruh besar dalam mendorong terjadinya pernikahan dini dikarenakan beberapa
wilayah, seperti di Indonesia, perempuan masih sering di berikan label sebagai beban
ekonomi keluarga.
3. Faktor Budaya, Pernikahan dini terjadi karena orang tua dari anak memiliki
kekhawatiran anaknya tidak kunjung menikah dan menjadi perawan tua. Faktor adat
dan budaya, di beberapa daerah di Indonesia, masih memiliki beberapa pemahaman
yang berbeda-beda tentang perjodohan.
4. Faktor MBA (Marriaged By Accident), Indonesia kasus pernikahan dini sering kali
disebabkan karena hamil sebelum menikah atau Marriaged By Accident (MBA).

Pernikahan dini di Provinsi Bali menimbulkan beberapa dampak dari pernikahan


usia dini dari segi sosial ekonomi yaitu pernikahan dini dapat menyebabkan
meningkatnya angka kematian yang terjadi karena melahirkan di usia muda, rendahnya
kualitas SDM akibat dari terputusnya sekolah, kemiskinan, serta meningkatnya angka
kelahiran yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang pesat.

12
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2012. Kajian Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia: Dampak
Overpopulation, Akar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah. Jakarta: BKKBN

BPS. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. Jakarta

Ida Ayu Nyoman Saskara. Pernikahan Dini dan Budaya. JURNAL EKONOMI
KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

Eddy Fadlyana, Shinta Larasaty. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya. Sari Pediatri,
Vol. 11, No. 2, Agustus 2009

I Ketut Sudibia , I Gusti Ayu Manuati Dewi , I Nyoman Dayuh Rimbawan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi menurunnya usia kawin pertama di Provinsi Bali. PIRAMIDA Jurnal
Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Volume XI No. 2
Desember 2015

13

Anda mungkin juga menyukai