Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKSPLANASI

FENOMENA SOSIAL
PERNIKAHAN DINI

NAMA KELOMPOK :
1. FATHINNA AULIA DIYANNISA (XI – A3/16)
2. TYO NOVAN PRAMANDA (XI – A3/33)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 1 KRIAN
JALAN SOENANDAR PRIJOESOEDARMO NO. 5 KRIAN
SIDOARJO – JAWA TIMUR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan limpahan rahmatnya maka saya boleh menyelesaikan sebuah Makalah

dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Pernikahan

Dini", yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk

mempelajarinya.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya

buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan Makalah ini dengan penuh rasa terima kasih

dan semoga Allah SWT memberkahi Makalah ini sehingga dapat memberikan

manfaat.

Penul

is
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... 1

DAFTAR ISI ...................................................................................... 2

BAB I .................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................. . 3

1.2 Masalah Rumusan ......................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 4

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 4

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................... 5

2.1 Pengertian Pernikahan Dini ............................................................. 5

2.2 Penyebab Pernikahan Dini ............................................................... 5

2.3 Dampak Pernikahan Dini ................................................................... 8

2.4 Pencegahan Pernikahan Dini ............................................................. 10

BAB III PENUTUP ............................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 13

3.2 Saran ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai

latar belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang

timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan

pada usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satusatunya

faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan

yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda,

sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di

usia dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan

menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap kejadian kekerasan dan

keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan

hak anak. Dengan demikian diharapkan semua pihak 2 termasuk dokter anak, akan

meningkatkan kepedulian dalam menghentikan praktek pernikahan usia dini. (Sari

Pediatri, 2009:136-41). Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan zaman yang

masih tertinggal, maka konsep pemikirannyapun tidak begitu mengarah pada jenjang

kehidupan masa depan yang lebih baik. Menurut WHO (Worrld Health Organization)

batasan usia muda adalah 11-20 tahun, dimana tahun 1994 memberikan definisi tentang

usia muda yang bersifat lebih konseptual.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak 16 juta

kelahiran terjadi pada ibu yang berusia 15-19 tahun atau 11% dari seluruh kelahiran di
dunia yang mayoritas (95%) terjadi di negara sedang berkembang. Jumlah kasus

pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia

perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa Barat,

angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%. Bahkan di

sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan

mendapat haid pertama (Eddy Fadlyana dkk, 2009: 134). Angka tersebut sesuai dengan

data dari BKKBN yang menunjukkan tingginya pernikahan di bawah usia 16 tahun di

Indonesia, yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada. Bahkan di beberapa

daerah persentase lebih besar, seperti Jawa Timur (39,43%), dan Jawa Tengah (27,84%).8

Demikian juga temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dikawasan pantura,

perkawinan anan mencapai 35,20% di antaranya dilakukan pada usia 9-11 tahun

(BKKBN,2005).
1.2 Rumusan Masalah

a). Apakah pengertian pernikahan dini?

b). Apakah faktor – faktor penyebab pernikahan dini?

c). Akibat apa saja yang ditimbulkan dari pernikahan dini?

d). Bagaimana upaya/pencegahan untuk mengatasi pernikahan dini?

1.3 Tujuan Penulisan

a). Menjelaskan pengertian pernikahan dini.

b). Menjelaskan faktor – faktor penyebab pernikahan dini.

c). Menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini.

d). Menjelaskan upaya/solusi mengatasi pernikahan dini.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

 Sebagai sumber informasi bagi remaja tentang pernikahan usia dini.

 Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang pernikahan usia dini.

 Sebagai bahan kajian/informasi dalam mengkaji, menganalisa, dan mengetahui hal hal

yang berhubungan dengan pernikahan dini.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan Dini

Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan

oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang

berusia dibawah usia 19 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF)

menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara

resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1

Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria

sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila

masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini. Pengertian secara

umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan

jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang

ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami

perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk

badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang dewasa yang telah
matang. Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada

hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anakanak yang ditegaskan dalam Pasal 81

ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam

kandungan, apabila melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan

dibawah umur. Sedangkan pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang

berlangsung pada umur di bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita

dan kurang dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah

kesehatan reproduksi seperti meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat

persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah

mengalami stress.

2.2 Faktor Penyebab Pernikahan Dini

a. Faktor Individu

1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Makin cepat

perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya pernikahan sehingga

mendorong terjadinya pernikahan pada usia muda.

2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan,

makin mendorong berlangsungnya pernikahan usia muda.

3) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk

kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia

sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang

lebih tinggi.

b. Faktor Keluarga

1) Sosial Ekonomi Keluarga


Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk

mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh dua keuntungan,

yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau

keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang

dengan sukarela membantu keluarga istrinya.

2) Tingkat Pendidikan Keluarga

Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan pernikahan diusia

muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang

kehidupan berkeluarga.

3) Kemampuan Yang Dimiliki Keluarga Dalam Menghadapi Masalah Remaja.

Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi masalah

remaja, (misal: anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan

sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa

bersalah.

Macam-macam peran orang tua dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran orang tua

terdiri dari:

1) Peran Sebagai Pendidik

Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari pendidikan

dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah. Selain itu nilai-nilai agama

dan moral, terutama nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada anaknya sejak dini

sebagi bekal dan benteng untuk menghadapi perubahanperubahan yang terjadi.

2) Peran Sebagai Pendorong

Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak membutuhkan

dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri dalam

menghadapi masalah.
3) Peran Sebagai Teman

Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua perlu

lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat menjadi informasi,

teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang kesulitan atau masalah anak,

sehingga anak merasa nyaman dan terlindungi

4) Peran Sebagai Pengawas

Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku anak

agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan baik dari

lungkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

c. Faktor Masyarakat Lingkungan

1) Adat Istiadat

Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis yang telah

dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib” bagi keluarganya. Upaya orang tua

untuk mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin

sehingga mendorong terjadinya pernikahan usia muda.

2) Pandangan dan Kepercayaan

Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula mendorong

terjadinya pernikahan di usia muda. Contoh pandangan yang salah dan dipercayai oleh

masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan,

status janda lebih baik daripada perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari seringnya

melakukan pernikahan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat

menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda, misalnya sebagian besar masyarakat juga

pemuka agama menganggap bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid

pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya

terjadi setelah seorang anak wanita melampaui masa remaja.


Berdasarkan beberapa penelitian, disebutkan faktor-faktor penyebab pernikahan dini yaitu:

a. Faktor Predisposing

1) Sosio Demografi (Status Ekonomi)

Status penghasilan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

maupun pencegahannya. Seseorang dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang ada mungkin karena tidak ada cukup uang untuk membeli obat, membayar

transport dan sebagainya. hampir semua aktifitas manusia terkait dengan ekonomi,

karena pada umumnya semua aktifitas manusia berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dalam kehidupannya. Di sisi lain juga

terlihat bahwa apapun profesi dan pekerjaan yang dilakukan seseorang tujuannya

tidak terlepas dari pemenuhan keperluan hidup baik sekarang maupun masa

depan, baik untuk keperluan sendiri atau generasi berikutnya.

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indera pendengaran dan indera penglihatan.

b. Faktor Penguat

1) Peran Orangtua
Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan faktor penguat pada kejadian

pernikahan dini, yaitu peran orang tua. Menurut hasil penelitian di Pakistan,

didapatkan hasil bahwa kejadian pernikahan dini di Pakistan dipengaruhi oleh

keputusan orang tua untuk menikahkan anakanya di usia dini. Berdasarkan penelitian

di Manado didapatkan hasil bahwa faktor yang paling dominan adalah peran orang tua

dalam komunikasi keluarga. Peran orang tua sangat menentukan remaja untuk

menjalani pernikahan di usia muda. Orangtua yang memiliki keterbatasan pemahaman

khususnya tentang kesehatan reproduksi, hak anak, maka kecenderungan yang terjadi

adalah menikahkan anaknya. Orang tua memiliki peran yang besar terhadap kejadian

pernikahan dini. Selain itu, orang tua juga memiliki peran yang besar dalam

penundaan usia pernikahan anak.

2) Budaya

Faktor budaya juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena kebudayaan

ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan. Dalam budaya setempat

mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, itu akan memalukan

keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya. Atau jika ada orang yang

secara finansial dianggap sangat mampu dan meminang anak mereka, dengan tidak

memandang usia atau status pernikahan, kebanyakan orang tua menerima pinangan

tersebut karena beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah, dan tentu saja ia

diharapkan bisa mengurangi beban sang orang tua. Tak lepas dari hal tersebut, tentu

saja banyak dampak yang tidak terpikir oleh mereka sebelumnya.

2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Dari Pernikahan Dini


a. Dampak Biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses pertumbuhan

menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sampai

terjadi hamil dan melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, robekan jalan lahir

yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya dan membahayakan

jiwa. Pernikahan ideal dapat terjadi ketika perempuan dan lakilaki saling menghormati dan

menghargai satu sama lain. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak terjadi, maka hal-hal yang

harus dihindari dalam pernikahan adalah melakukan:

1) Kekerasan secara fisik (misal: memukul, menendang, menampar, menjambak rambut,

menyundut dengan rokok, melukai).

2) Kekerasan secara psikis (misal: mengina, mengeluarkan komentar-komentar yang

merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya, dan mengancam).

3) Kekerasan seksual (misal: memaksa dan menuntut berhubungan seksual).

4) Penelantaran (misal: tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja).

5) Eksploitasi (misal: memanfaatkan, memperdagangkan, dan memperbudakkan).

b. Dampak Psikologis

Secara psikis anak belum siap mengerti tentang hubungan seksual, sehingga akan

menimbulkan trauma yang berkepanjangan dalam jiwa anak dan sulit disembuhkan. Anak

akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir dengan pernikahan yang dia sendiri

tidak mengerti atas putusan hidupnya, sehingga keluarga mengalami kesulitan untuk menjadi

keluarga yang berkualitas.

c. Dampak Sosial

Pernikahan mengurangi kebebasan pengembangan diri, masyarakat akan merasa

kehilangan sebagai aset remaja yang seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah
di masyarakat. Tetapi karena alasan sudah berkeluarga, maka keaktifan mereka di masyarakat

menjadi berkurang.

d. Dampak Ekonomi

Menyebabkan sulitnya peningkatan pendapatan keluarga, sehingga kegagalan

keluarga dalam melewati berbagai macam permasalahan terutama masalah ekonomi

meningkatkan resiko perceraian.

e. Dampak Pernikahan Dini pada Kehamilan

Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderung memiliki resiko kehamilan

dikarenakan kurang pengetahuan dan ketidakpastian dalam mengahadapi kehamilannya.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lipat

lebih tinggi daripada kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Menurut Kementerian

Kesehatan RI, masalah-masalah yang mungkin terjadi selama kehamilan adalah:

1) Perdarahan waktu hamil.

2) Bengkak di kaki, tangan, atau wajah disertai sakit kepala dan atau kejang.

3) Demam atau panas tinggi lebih dari 2 hari.

4) Keluar cairan ketuban sebelum tiba saat melahirkan.

5) Muntah terus menerus dan tidak nafsu makan.

6) Berat badan yang tidak naik pada trimester 2-3.

7) Bayi di kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak sama sekali.

8)Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin pada darah, kekurangan zat besi dapat

menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan sel otak janin

dalam kandungan. Remaja putri yang hamil ketika kondisi gizinya buruk, beresiko

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah sebesar 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan

bayi yang dilahirkan oleh wanita berusia 25-34 tahun.


9) Abortus, yaitu berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab-sebab tertentu sebelum kehamilan

tersebut berusia 22 minggu. Secara fisik, remaja masih terus tumbuh. Jika kondisi remaja

hamil, kalori serta zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan harus dihitung dan

ditambhakan kedalam kebutuhan kalori selama hamil. Apabila ibu hamil mengalami kurang

gizi, maka akibat yang dtimbulkan antara lain yaitu keguguran, bayi lahir mati, dan bayi lahir

dengan berat badan lahir rendah.

10) Kanker serviks, yaitu tumor ganas yang terbentuk di organ reproduksi wanita yang

menghubungkan rahim dengan vagina. Pernikahan usia muda meningkatkan angka kematian

ibu dan bayi, selain itu bagi perempuan meningkatkan resiko kanker serviks. Karena

hubungan seksual dilakukan pada saat anatomi sel-sel serviks belum matur.

f. Dampak Pernikahan Dini pada Proses Persalinan

Melahirkan mempunyai resiko bagi setiap perempuan. bagi seorang perempuan

melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi. Resiko yang mungkin

terjadi adalah:

1) Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Kekurangan berbagai

zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran

prematur.

2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram,

remaja putri yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk beresiko melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang

berstatus gizi baik.


2.4 Upaya dan Pencegahan Mengatasi Pernikahan Dini

Melihat maraknya kasus pernikahan dini di Indonesia disertai dengan dampak yang

akan didapat akibat pernikahan dini, maka penting bagi kita untuk menyadarkan masyarakat

bahwa pernikahan dini perlu untuk diantisipasi atau diatasi. Untuk itu, berikut adalah cara-

cara yang bisa diterapkan untuk membantu mengurangi adanya risiko pernikahan dini:

Menurut Maholtra, dkk (2011), terdapat banyak  program penanganan pernikahan dini yang

telah diterapkan diberbagai negara, namun berikut beberapa program pencegahan pernikahan

yang disampaikan:

A. Memberdayakan anak dengan informasi, ketrampilan, dan jaringan pendukung

lainnya.

Program ini berfokus pada diri anak dengan cara pelatihan, membangun

ketrampilan, berbagi informasi, menciptakan lingkungan yang aman, dan

mengembangkan jejaring dukungan yang baik. Program ini bertujuan agar anak memiliki

pengetahuan yang baik mengenai diri mereka dan agar mereka mampu mengatasi

kesulitan sosial dan ekonomi baik secara jangka panjang maupun jangka pendek.

Beberapa program yang telah dilakukan sebelumnya yaitu:

latihan keterampilan hidup tentang kesehatan, nutrisi, keuangan, komunikasi, negosiasi,

pengambilan keputusan, dan tema yang terkait lainnya.

1. Pelatihan keterampilan vokasional agar anak-anak yang berisiko mengalami

pernikahan dini memiliki aktivitas yang berpenghasilan.

2. Pelatihan pengetahuan mengenai kesehatan sexual dan reproduksi


3. Kampanye berupa penyebaran informasi dan edukasi mengenai pernikahan anak,

sekolah, hak-hak, dan kesehatan sexual dan reproduksi dengan menggunakan

berbagai media

4. Mentoring dan pelatihan peer group yang ditujukan untuk pemuda/pemudi, orang

dewasa lainnya, guru, dll, agar menunjang penyebaran informasi dan mendukung

anak-anak perempuan yang berisiko menikah dini.

5. “Safe spaces” atau forum, kelompok, dan pertemuan yang memungkinan adanya

proses tatap muka, berkumpul, terhubung, dan bersosialisasi dengan lingkungan di

luar rumah.

B. Mendidik dan menggerakkan orangtua dan anggota komunitas

Keterlibatan orangtua dan komunitas adalah strategi kedua yang paling banyak

digunakan dalam penelitian. Tujuan utama dari strategi ini ialah untuk menciptakan

suatu lingkungan yang baik, disebabkan karena ditangan keluarga dan anggota

masyarakat yang tua-lah keputusan pernikahan anak dilakukan atau tidak.

Program yang melibatkan strategi ini diantaranya ialah:

1. Pertemuan tatap muka dengan orangtua, komunitas, dan pemuka agama untuk 

memperoleh dukungan

2. Edukasi terhadap kelompok dan komunitas mengenai konsekuensi dan alternatif

terhadap pernikahan anak.

3. Kampanye berupa penyebaran informasi dan edukasi mengenai pernikahan anak,

sekolah, hak-hak, dan kesehatan sexual dan reproduksi dengan menggunakan

berbagai media
4. Kampanye yang dilakukan oleh pemimpin masyarakat yang berpengaruh, kepala

keluarga, dan anggota komunitas.

C. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan formal bagi anak

Penelitian banyak yang menemukan bahwa pendidikan bagi anak perempuan sangat

berkorelasi dengan penundaan usia menikah. Di sekolah, anak dapat mengembangkan

ketrampilan sosial sehingga memungkinkan adanya perubahan norma mengenai

pernikahan dini.

1. Menyiapkan, melatih, dan mendukung anak-anak perempuan untuk mendaftar sekolah

2. Program peningkatan kurikulum sekolah dan pelatihan guru untuk menyampaikan

materi dan topik seperti ketrampilan hidup, kesehatan sexual dan reproduksi,

HIV/AIDS, dan kesadaran peran gender.

3. Program pemberian uang tunai, beasiswa, subsidi, seragam, dan suplai lainnya agar

anak-anak perempuan bersedia menjalani proses belajar mengajar.

D. Menawarkan dukungan ekonomi dan pemberian insentif pada anak dan keluarganya

E. Membuat dan mendukung kebijakan terhadap pernikahan dini.

Program penanganan pernikahan dini yang telah disesuaikan dengan budaya kolektivis

Indonesia:

Program intervensi untuk menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia dilakukan

dengan mempertimbangan faktor yang paling berpengaruh yaitu budaya kolektivis

masyarakat. Mengingat masih banyak aturan-aturan dalam budaya tertentu di Indonesia

yang melazimkan terjadinya pernikahan dini pada masyarakat setempat. Sehingga,


dengan memanfaatkan budaya koletif yang ada di masyarakat, diharapkan penanganan

yang akan diberikan untuk mencegah pernikahan dini dapat lebih efektif. Berikut akan

dijabarkan program penanganan pernikahan dini yang telah disesuaikan dengan budaya

Indonesia yang diharapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat:

a. Peer support 

Membentuk peer support  atau kelompok dukungan pada keluarga-keluarga yang

rentan untuk mengikuti budaya nikah paksa. Kelompok dukungan ini dibentuk sebagai

wadah agar anggota komunitas bisa saling membagikan dan belajar dari pengatahuan dan

pengalaman terkait dampak pernikahan dini.

Selain itu, program ini juga  sebagai fungsi konseling kelompok yang beranggotakan

individu (anak) dengan orangtua penganut budaya setempat, pasangan yang sudah

telanjur melakukan pernikahan dini, serta orang-orang yang sudah menikah namun tidak

termasuk ke dalam pernikahan dini. Hal ini dilakukan agar tercipta aktivitas berbagi

pengalaman antarsesama anggota. Sehingga diharapkan individu dan orangtua

mendapatkan pandangan terkait kehidupan seseorang yang menikah pada usia dini, dan

yang menikah di usia yang tepat.

Maka ke depannya individu tersebut dapat membuat keputusan yang baik untuk

hidupnya sendiri dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap keputusan

yang akan diambil tersebut, dalam hal ini terkait dengan pernikahan. Serta bagi orangtua

yang berperan sebagai pihak yang memaksa anaknya untuk segera menikah di usia dini,

mendapatkan pertimbangan yang matang dengan memperhatikan dampak jangka panjang

pernikahan dini jika dilakukan pada anak mereka.


 

b. Psikoedukasi

Psikedukasi dilakukan dengan melibatkan para konselor yang berkapasitas

memberikan pemahaman seputar pernikahan dini pada masyarakat sekitar. Walaupun

psikoedukasi bukan merupakan program yang baru, namun metode ini tetap perlu

dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap

pernikahan dini, sehingga harapannya terdapat perubahan sikap dari yang tadinya setuju

terhadap pernikahan dini ke sikap yang menolak pernikahan dini dengan alasan yang

logis dan rasional.

c. Bekerja sama dengan lembaga formal setempat untuk memodifikasi kebijakan

Program yang bisa dilakukan selanjutnya  adalah memodifikasi kurikulum sekolah

dengan cara menambahkan materi tentang dampak negatif pernikahan dini. Materi

pelajaran diberikan secara berjenjang sejak SD, SMP, dan SMA, dengan konten materi

yang disesuaikan dengan adat dan kebiasaan serta usia anak. Semakin dini anak

dipaparkan terhadap isu-isu pernikahan dini, maka harapannya aspek kognitif anak terkait

dengan persepsi pernikahan dini juga berubah

d. Follow-up  dengan metode kampanye

Program kampanye dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media seperti poster,

leaflet, tayangan video, dsb, yang di dalamnya dimuat konten terkait dengan dampak

pernikahan anak baik secara fisik dan psikis, penekanan pentingnya sekolah, hak-hak

anak, kesehatan reproduksi, dan topik lain yang terkait. Kampanye melalui media masa

terbukti efektif dalam dalam meningkatkan kesadaran masyarakat bila dilakukan dalam

waktu yang lama (Maccoby & Altaman, 1988; dalam Bloom, 1996).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan di bawah umur yang telah

ditetapkan dalam pernikahan usia sehat menurut BKKBN, yaitu perempuan yang menikah

pertama kali pada umur di bawah 20 tahun dan laki-laki di bawah umur 25 tahun pada

pernikahan pertamanya. Penetapan ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Berdasarkan

kesehatan reproduksi, kehamilan di bawah umur 20 tahun bagi perempuan akan banyak

risikonya karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Pernikahan dini di

Jorong Mawar II terjadi karena keinginan sendiri dari individunya, karena faktor budaya yang

sudah ada semenjak dahulunya dan adanya nilai-nilai dalam masyarakat dalam menentukan

umur yang layak untuk menikah. Ada nilai-nilai dalam masyarakat Jorong Mawar II yang

menganggap bahwa jika perempuan yang sudah berumur lebih dari dua puluh (20) tahun

tetapi belum menikah, dianggap gadih gadang atau gadis dewasa yang tidak laku dan akan

diberi gelar oleh teman-temannya yaitu “ubi talampau kondiak”. Pernikahan dini berkaitan

dengan banyaknya remaja yang putus sekolah dan pendidikan yang rendah, akibatnya

perekonomian semakin terpuruk karena keahlian belum ada. Kebanyakan dari informan

penelitian adalah mereka yag tidak atamat sekolah dasar (SD), karena pendidikan yang

rendah sehingga dalam mendidik anak tidak dengan pola asuh yang benar dan akhirnya anak

juga melakukan pernikahan dini.


3.2 Saran

Banyaknya kejadian pernikahan dini seharusnya ibu atau orang tua menjadi role

model bagi anak dan melindungi anak dari praktik pernikahan dini serta memberikan nasehat

dan gambaran bagaiman kehidupan berumah tangga yang harus dihadapi nantinya agar tidak

mengalami apa yang mereka alami. Sebagai generasi penerus bangsa sebaiknya anak muda

harus semangat untuk belajar dan menempuh jenjang pendidikan setinggi-tingginya.

Menghindari pengaruh buruk lingkungan agar terhindar dari praktik pernikahan dini dan

memikirkan serta mempersiapkan secara matang sebelum melakukan pernikahan agar

nantinya tidak terjadi penyesalan. Melihat kondisi daerah Jorong Mawar II yang sangat rawan

bencana dan kondisi alam yang merupakan daerah perbukitan dan jauh dari pusat

pemerintahan Nagari serta akses pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas dan tempat praktik

Bidan. Sebaiknya Pemerintah menghidupkan kembali Polindes yang ada di Jorong Mawar II

dan menugaskan kembali Bidan atau Dokter untuk bertugas disana. Sebaiknya di Jorong

Mawar II juga diadakan pelatihan kepada kader-kader Jorong yang ada, agar kegiatan kader

posyandu tidak bergantung lagi pada petugas kesehatan. Serta memberikan informasi apa saja

data yang harus direkap oleh kader Jorong.

Anda mungkin juga menyukai