FENOMENA SOSIAL
PERNIKAHAN DINI
NAMA KELOMPOK :
1. FATHINNA AULIA DIYANNISA (XI – A3/16)
2. TYO NOVAN PRAMANDA (XI – A3/33)
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnya maka saya boleh menyelesaikan sebuah Makalah
Dini", yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajarinya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya
Dengan ini saya mempersembahkan Makalah ini dengan penuh rasa terima kasih
dan semoga Allah SWT memberkahi Makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.
Penul
is
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai
latar belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang
timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan
pada usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satusatunya
faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan
yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda,
sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di
keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan
hak anak. Dengan demikian diharapkan semua pihak 2 termasuk dokter anak, akan
Pediatri, 2009:136-41). Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan zaman yang
masih tertinggal, maka konsep pemikirannyapun tidak begitu mengarah pada jenjang
kehidupan masa depan yang lebih baik. Menurut WHO (Worrld Health Organization)
batasan usia muda adalah 11-20 tahun, dimana tahun 1994 memberikan definisi tentang
Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak 16 juta
kelahiran terjadi pada ibu yang berusia 15-19 tahun atau 11% dari seluruh kelahiran di
dunia yang mayoritas (95%) terjadi di negara sedang berkembang. Jumlah kasus
perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa Barat,
angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%. Bahkan di
mendapat haid pertama (Eddy Fadlyana dkk, 2009: 134). Angka tersebut sesuai dengan
data dari BKKBN yang menunjukkan tingginya pernikahan di bawah usia 16 tahun di
Indonesia, yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada. Bahkan di beberapa
daerah persentase lebih besar, seperti Jawa Timur (39,43%), dan Jawa Tengah (27,84%).8
Demikian juga temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dikawasan pantura,
perkawinan anan mencapai 35,20% di antaranya dilakukan pada usia 9-11 tahun
(BKKBN,2005).
1.2 Rumusan Masalah
Sebagai bahan kajian/informasi dalam mengkaji, menganalisa, dan mengetahui hal hal
PEMBAHASAN
Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan
oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang
berusia dibawah usia 19 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF)
menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara
resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1
Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila
masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini. Pengertian secara
umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan
jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang
ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami
perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk
badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang dewasa yang telah
matang. Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada
hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anakanak yang ditegaskan dalam Pasal 81
ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam
dibawah umur. Sedangkan pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang
berlangsung pada umur di bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita
dan kurang dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah
kesehatan reproduksi seperti meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat
persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah
mengalami stress.
a. Faktor Individu
1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Makin cepat
2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan,
3) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk
kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia
sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang
lebih tinggi.
b. Faktor Keluarga
yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau
keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan pernikahan diusia
muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang
kehidupan berkeluarga.
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi masalah
remaja, (misal: anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan
sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa
bersalah.
Macam-macam peran orang tua dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran orang tua
terdiri dari:
Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari pendidikan
dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah. Selain itu nilai-nilai agama
dan moral, terutama nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada anaknya sejak dini
dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri dalam
menghadapi masalah.
3) Peran Sebagai Teman
Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua perlu
lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat menjadi informasi,
teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang kesulitan atau masalah anak,
Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku anak
agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan baik dari
1) Adat Istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis yang telah
dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib” bagi keluarganya. Upaya orang tua
untuk mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula mendorong
terjadinya pernikahan di usia muda. Contoh pandangan yang salah dan dipercayai oleh
masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan,
status janda lebih baik daripada perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari seringnya
melakukan pernikahan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat
menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda, misalnya sebagian besar masyarakat juga
pemuka agama menganggap bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid
pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya
a. Faktor Predisposing
yang ada mungkin karena tidak ada cukup uang untuk membeli obat, membayar
transport dan sebagainya. hampir semua aktifitas manusia terkait dengan ekonomi,
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dalam kehidupannya. Di sisi lain juga
terlihat bahwa apapun profesi dan pekerjaan yang dilakukan seseorang tujuannya
tidak terlepas dari pemenuhan keperluan hidup baik sekarang maupun masa
2) Pengetahuan
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pada waktu penginderaan sampai
b. Faktor Penguat
1) Peran Orangtua
Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan faktor penguat pada kejadian
pernikahan dini, yaitu peran orang tua. Menurut hasil penelitian di Pakistan,
keputusan orang tua untuk menikahkan anakanya di usia dini. Berdasarkan penelitian
di Manado didapatkan hasil bahwa faktor yang paling dominan adalah peran orang tua
dalam komunikasi keluarga. Peran orang tua sangat menentukan remaja untuk
khususnya tentang kesehatan reproduksi, hak anak, maka kecenderungan yang terjadi
adalah menikahkan anaknya. Orang tua memiliki peran yang besar terhadap kejadian
pernikahan dini. Selain itu, orang tua juga memiliki peran yang besar dalam
2) Budaya
Faktor budaya juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena kebudayaan
ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan. Dalam budaya setempat
mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, itu akan memalukan
keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya. Atau jika ada orang yang
secara finansial dianggap sangat mampu dan meminang anak mereka, dengan tidak
memandang usia atau status pernikahan, kebanyakan orang tua menerima pinangan
tersebut karena beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah, dan tentu saja ia
diharapkan bisa mengurangi beban sang orang tua. Tak lepas dari hal tersebut, tentu
menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sampai
terjadi hamil dan melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, robekan jalan lahir
yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya dan membahayakan
jiwa. Pernikahan ideal dapat terjadi ketika perempuan dan lakilaki saling menghormati dan
menghargai satu sama lain. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak terjadi, maka hal-hal yang
b. Dampak Psikologis
Secara psikis anak belum siap mengerti tentang hubungan seksual, sehingga akan
menimbulkan trauma yang berkepanjangan dalam jiwa anak dan sulit disembuhkan. Anak
akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir dengan pernikahan yang dia sendiri
tidak mengerti atas putusan hidupnya, sehingga keluarga mengalami kesulitan untuk menjadi
c. Dampak Sosial
kehilangan sebagai aset remaja yang seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah
di masyarakat. Tetapi karena alasan sudah berkeluarga, maka keaktifan mereka di masyarakat
menjadi berkurang.
d. Dampak Ekonomi
Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderung memiliki resiko kehamilan
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lipat
lebih tinggi daripada kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Menurut Kementerian
2) Bengkak di kaki, tangan, atau wajah disertai sakit kepala dan atau kejang.
8)Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin pada darah, kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan sel otak janin
dalam kandungan. Remaja putri yang hamil ketika kondisi gizinya buruk, beresiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah sebesar 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan
tersebut berusia 22 minggu. Secara fisik, remaja masih terus tumbuh. Jika kondisi remaja
hamil, kalori serta zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan harus dihitung dan
ditambhakan kedalam kebutuhan kalori selama hamil. Apabila ibu hamil mengalami kurang
gizi, maka akibat yang dtimbulkan antara lain yaitu keguguran, bayi lahir mati, dan bayi lahir
10) Kanker serviks, yaitu tumor ganas yang terbentuk di organ reproduksi wanita yang
menghubungkan rahim dengan vagina. Pernikahan usia muda meningkatkan angka kematian
ibu dan bayi, selain itu bagi perempuan meningkatkan resiko kanker serviks. Karena
hubungan seksual dilakukan pada saat anatomi sel-sel serviks belum matur.
melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi. Resiko yang mungkin
terjadi adalah:
1) Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Kekurangan berbagai
zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran
prematur.
2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram,
remaja putri yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk beresiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang
Melihat maraknya kasus pernikahan dini di Indonesia disertai dengan dampak yang
akan didapat akibat pernikahan dini, maka penting bagi kita untuk menyadarkan masyarakat
bahwa pernikahan dini perlu untuk diantisipasi atau diatasi. Untuk itu, berikut adalah cara-
cara yang bisa diterapkan untuk membantu mengurangi adanya risiko pernikahan dini:
Menurut Maholtra, dkk (2011), terdapat banyak program penanganan pernikahan dini yang
telah diterapkan diberbagai negara, namun berikut beberapa program pencegahan pernikahan
yang disampaikan:
lainnya.
Program ini berfokus pada diri anak dengan cara pelatihan, membangun
mengembangkan jejaring dukungan yang baik. Program ini bertujuan agar anak memiliki
pengetahuan yang baik mengenai diri mereka dan agar mereka mampu mengatasi
kesulitan sosial dan ekonomi baik secara jangka panjang maupun jangka pendek.
berbagai media
dewasa lainnya, guru, dll, agar menunjang penyebaran informasi dan mendukung
luar rumah.
Keterlibatan orangtua dan komunitas adalah strategi kedua yang paling banyak
digunakan dalam penelitian. Tujuan utama dari strategi ini ialah untuk menciptakan
suatu lingkungan yang baik, disebabkan karena ditangan keluarga dan anggota
1. Pertemuan tatap muka dengan orangtua, komunitas, dan pemuka agama untuk
memperoleh dukungan
berbagai media
4. Kampanye yang dilakukan oleh pemimpin masyarakat yang berpengaruh, kepala
Penelitian banyak yang menemukan bahwa pendidikan bagi anak perempuan sangat
pernikahan dini.
materi dan topik seperti ketrampilan hidup, kesehatan sexual dan reproduksi,
3. Program pemberian uang tunai, beasiswa, subsidi, seragam, dan suplai lainnya agar
D. Menawarkan dukungan ekonomi dan pemberian insentif pada anak dan keluarganya
Program penanganan pernikahan dini yang telah disesuaikan dengan budaya kolektivis
Indonesia:
yang akan diberikan untuk mencegah pernikahan dini dapat lebih efektif. Berikut akan
dijabarkan program penanganan pernikahan dini yang telah disesuaikan dengan budaya
a. Peer support
rentan untuk mengikuti budaya nikah paksa. Kelompok dukungan ini dibentuk sebagai
wadah agar anggota komunitas bisa saling membagikan dan belajar dari pengatahuan dan
Selain itu, program ini juga sebagai fungsi konseling kelompok yang beranggotakan
individu (anak) dengan orangtua penganut budaya setempat, pasangan yang sudah
telanjur melakukan pernikahan dini, serta orang-orang yang sudah menikah namun tidak
termasuk ke dalam pernikahan dini. Hal ini dilakukan agar tercipta aktivitas berbagi
mendapatkan pandangan terkait kehidupan seseorang yang menikah pada usia dini, dan
Maka ke depannya individu tersebut dapat membuat keputusan yang baik untuk
yang akan diambil tersebut, dalam hal ini terkait dengan pernikahan. Serta bagi orangtua
yang berperan sebagai pihak yang memaksa anaknya untuk segera menikah di usia dini,
b. Psikoedukasi
psikoedukasi bukan merupakan program yang baru, namun metode ini tetap perlu
dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap
pernikahan dini, sehingga harapannya terdapat perubahan sikap dari yang tadinya setuju
terhadap pernikahan dini ke sikap yang menolak pernikahan dini dengan alasan yang
dengan cara menambahkan materi tentang dampak negatif pernikahan dini. Materi
pelajaran diberikan secara berjenjang sejak SD, SMP, dan SMA, dengan konten materi
yang disesuaikan dengan adat dan kebiasaan serta usia anak. Semakin dini anak
dipaparkan terhadap isu-isu pernikahan dini, maka harapannya aspek kognitif anak terkait
leaflet, tayangan video, dsb, yang di dalamnya dimuat konten terkait dengan dampak
pernikahan anak baik secara fisik dan psikis, penekanan pentingnya sekolah, hak-hak
anak, kesehatan reproduksi, dan topik lain yang terkait. Kampanye melalui media masa
terbukti efektif dalam dalam meningkatkan kesadaran masyarakat bila dilakukan dalam
waktu yang lama (Maccoby & Altaman, 1988; dalam Bloom, 1996).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan di bawah umur yang telah
ditetapkan dalam pernikahan usia sehat menurut BKKBN, yaitu perempuan yang menikah
pertama kali pada umur di bawah 20 tahun dan laki-laki di bawah umur 25 tahun pada
kesehatan reproduksi, kehamilan di bawah umur 20 tahun bagi perempuan akan banyak
risikonya karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Pernikahan dini di
Jorong Mawar II terjadi karena keinginan sendiri dari individunya, karena faktor budaya yang
sudah ada semenjak dahulunya dan adanya nilai-nilai dalam masyarakat dalam menentukan
umur yang layak untuk menikah. Ada nilai-nilai dalam masyarakat Jorong Mawar II yang
menganggap bahwa jika perempuan yang sudah berumur lebih dari dua puluh (20) tahun
tetapi belum menikah, dianggap gadih gadang atau gadis dewasa yang tidak laku dan akan
diberi gelar oleh teman-temannya yaitu “ubi talampau kondiak”. Pernikahan dini berkaitan
dengan banyaknya remaja yang putus sekolah dan pendidikan yang rendah, akibatnya
perekonomian semakin terpuruk karena keahlian belum ada. Kebanyakan dari informan
penelitian adalah mereka yag tidak atamat sekolah dasar (SD), karena pendidikan yang
rendah sehingga dalam mendidik anak tidak dengan pola asuh yang benar dan akhirnya anak
Banyaknya kejadian pernikahan dini seharusnya ibu atau orang tua menjadi role
model bagi anak dan melindungi anak dari praktik pernikahan dini serta memberikan nasehat
dan gambaran bagaiman kehidupan berumah tangga yang harus dihadapi nantinya agar tidak
mengalami apa yang mereka alami. Sebagai generasi penerus bangsa sebaiknya anak muda
Menghindari pengaruh buruk lingkungan agar terhindar dari praktik pernikahan dini dan
nantinya tidak terjadi penyesalan. Melihat kondisi daerah Jorong Mawar II yang sangat rawan
bencana dan kondisi alam yang merupakan daerah perbukitan dan jauh dari pusat
pemerintahan Nagari serta akses pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas dan tempat praktik
Bidan. Sebaiknya Pemerintah menghidupkan kembali Polindes yang ada di Jorong Mawar II
dan menugaskan kembali Bidan atau Dokter untuk bertugas disana. Sebaiknya di Jorong
Mawar II juga diadakan pelatihan kepada kader-kader Jorong yang ada, agar kegiatan kader
posyandu tidak bergantung lagi pada petugas kesehatan. Serta memberikan informasi apa saja