Anda di halaman 1dari 33

MINI RISET FENOMENA PERNIKAHAN DINI DI

SURAKARTA
Laporan Penelitian

Diajukan untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu: Widya Noventari, M.Sc.

Oleh:
KELOMPOK 3
LINTANG NUR ALFI DEWI V1822043
NOFIA LIZA ROMANDHONI V1822051
PUTRI MUZALIFAH V1822054
RAFI ARYA WINANDA V1822055

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
RINGKASAN ...................................................................................................ii
BAB 1 ................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
a. Latar Belakang............................................................................................... 1
a. Tujuan dan Manfaat ....................................................................................... 3
BAB 2 ................................................................................................................ 4
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
BAB 3 ................................................................................................................ 9
METODE PELAKSANAAN ....................................................................... 9
BAB 4 .............................................................................................................. 14
PEMBAHASAN ......................................................................................... 14
BAB 5 .............................................................................................................. 18
KESIMPULAN ........................................................................................... 18
SARAN ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20
BIODATA ....................................................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................................... 23

i
RINGKASAN
Pernikahan dini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
pernikahan yang terjadi pada usia yang sangat muda, pernikahan yang
dilakukan sebelum usia legal pernikahan atau pada usia yang dianggap terlalu
muda untuk mengambil keputusan seperti itu. Pernikahan dini umumnya terkait
dengan masalah-masalah sosial, kesehatan, dan ekonomi. Pernikahan dini dapat
memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap individu yang terlibat.
Beberapa dampak tersebut meliputi gangguan pendidikan. Pernikahan
dini sering kali menghentikan pendidikan formal khususnya anak perempuan.
Mereka biasanya rela berhenti sekolah untuk menjalani peran sebagai istri dan
ibu yang berpotensi membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak di masa depan. Terhadap kesehatan anak perempuan yang menikah
pada usia yang terlalu muda memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi.
Kehamilan pada usia yang terlalu muda berisiko tinggi dan dapat menyebabkan
komplikasi kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dikandungnya.
Kemandirian ekonomi pada anak perempuan yang menikah pada usia muda
sering kali belum matang secara finansial atau belum memiliki keterampilan
yang cukup untuk mencari pekerjaan yang stabil. Mereka sering kali
bergantung pada pasangan mereka atau keluarga mereka untuk mencukupi
kebutuhan ekonomi.
Penting untuk mencatat bahwa pernikahan dini tidak hanya
mempengaruhi anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki yang terlibat. Anak
laki-laki yang menikah pada usia muda juga dapat mengalami konsekuensi
negatif, seperti keterbatasan pendidikan dan kemandirian ekonomi yang
terhambat. Untuk mengatasi pernikahan dini, penting untuk melakukan upaya
pencegahan melalui pendidikan, kesadaran, dan kebijakan yang memperkuat
hak-hak perempuan dan memberikan kesempatan yang setara dalam
pendidikan dan kesempatan ekonomi.

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan dini di Indonesia adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan yang masih terlalu muda, biasanya di bawah usia 18 tahun.
Pernikahan dini masih menjadi masalah serius di Indonesia, terutama di daerah
pedesaan dan daerah yang lebih miskin. Pernikahan dini merupakan salah satu
sebab yang menyebabkan gangguan kesehatan global yang berhubungan
dengan konsekuensi negatif pada kesehatan dan psikologis. Pola pikir zaman
primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini
dibuktikan dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua
dengan kemauan sendiri. Pernikahan dini dipaksakan atau pernikahan dini
karena adanya kecelakaan. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di
berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang. Telah menjadi
perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang timbul akibat
pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada
usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual
(Fadlyana dan Larasaty, 2016).
Terdapat beberapa permasalahan terkait pemahaman tentang
perjodohan, anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya dan akan
segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi.
Padahal umumnya perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun maka dapat
dipastikan jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang ideal.
Hal ini terkait dengan pemahaman agama yang menurut sebagian masyarakat
menganggap bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis telah
terjadi pelanggaran agama yang merupakan suatu perzinahan, oleh karena itu
sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan
anaknya. Masa remaja merupakan masa waktunya digunakan untuk mencari
identitas diri serta relasi yang tentunya membutuhkan pergaulan dengan
teman-teman sebaya. Namun, adanya pernikahan dini yang tidak memiliki
persiapan akan berdampak pada masa depan pelaku. Kesempatan untuk
bergaul dengan teman-teman sesama remaja akan hilang sehingga pelaku

1
kurang dapat membicarakan masalah-masalah yang dihadapinya. Tentunya hal
ini akan menyebabkan tertekannya kondisi pada korban yang tidak bebas untuk
bercerita dengan teman sebaya karena bahan pembahasannya sudah berbeda.
Pernikahan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolah sehingga
kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal untuk hidup
dimasa depan generasi muda (Nurhikmah dkk., 2021).
Jawa Tengah merupakan provinsi di Indonesia dengan angka
pernikahan dini cukup tinggi yaitu sebesar 27,84%. Berdasarkan hasil
penelitian BPS dan UNICEF disimpulkan bahwa 1 dari 9 anak perempuan
menikah di Indonesia. Perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum
berumur 18 tahun pada 2018 diperkirakan mencapai sekitar 1.220.900 dan
angka ini menempatkan Indonesia pada 10 negara tertinggi di dunia. Pada
tahun 2018 terdata bahwa ada sebesar 11,21 % perempuan 20-24 tahun
menikah sebelum mereka berumur 18 tahun. Menurut data Susenas tahun
2011-2016, provinsi yang memiliki persentase tertinggi perkawinan anak
(dalam kalangan perempuan berusia 20-24 tahun yang sudah menikah) kala
berumur 15 -17 tahun adalah Kalimantan Selatan sebesar 32,03%, dan
terendah merupakan Sumatera Utara sebesar 12,67 %. Sementara pada kasus
perkawinan anak di bawah umur 15 tahun dalam kategori yang sama Provinsi
Kalimantan Utara cukup tinggi mencapai 4,06 % yang ini perlu dikhawatirkan
(Fadlyana dan Larasaty, 2016).
Pernikahan di usia muda di lingkungan sekitar disebabkan adanya
beberapa faktor-faktor yang mendasari. Hal ini dipicu dengan adanya masalah
kemiskinan, persepsi bahwa pernikahan akan memberikan perlindungan,
kehormatan keluarga, norma sosial, hukum adat dan agama, kerangka legislatif
yang tidak memadai, dan keadaan pencatatan sipil negara. Secara global
jumlah perempuan yang menikah pada usia di bawah 18 tahun lebih dari 650
juta jiwa dan lebih dari 12 juta jiwa terjadi setiap tahun. Usia minimal menikah
yang baik menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
adalah 21 tahun untuk perempuan dan usia 25 tahun untuk laki-laki yang sudah
ditetapkan (Bahriyah dkk., 2021).Umumnya terjadinya pernikahan dini karena
minimnya pengetahuan karena rendahnya pendidikan. rendahnya tingkat

2
pendidikan mereka yang mempengaruhi pola pikir mereka dalam memahami
dan mengerti dari hakekat dan tujuan pernikahan serta orang tua yang memiliki
ketakutan bahwa anaknya akan menjadi perawan tua. Pernikahan dini bisa
terjadi karena keinginan mereka untuk segera merealisasikan ikatan hubungan
kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai
perempuan. Faktor ekonomi lebih banyak dilakukan dari keluarga miskin
dengan alasan dapat mengurangi beban tanggungan dari orang tua. Perlu
adanya aksi serta upaya agar permasalahan pernikahan dini dapat teratasi
karena jika tidak masalah ini akan mempengaruhi generasi selanjutnya serta
masa depan bangsa dan negara (Bahriyah dkk., 2021).
B. Tujuan dan Manfaat
A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menambah pemahaman mengenai faktor-faktor yang
terkait dengan terjadinya pernikahan dini.
2. Mahasiswa dapat melihat secara langsung gambaran nyata kejadian
pernikahan dini di masyarakat.
3. Mahasiswa mencari solusi atas permasalahan pernikahan dini ditengah
masyarakat.
B. Manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat mengenali faktor-faktoe
penyebab terjadinya pernikahan usia dini pada remaja dan dampaknya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada remaja tentang
faktor-faltor yang menjadi penyebab serta dampak pernikahan dini agar
remaja dapat menyelesaikan tahap perkembangannya guna meningkatkan
kualitas hidup sebelum memasuki usia ideal untuk menikah. Peneliti
berharap hasil akhir dari kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
remaja, masyarakat di Surakarta, Mahasiswa Sekolah Vokasi, D3 Teknologi
Hasil Pertanian, dan bagi peneliti sendiri maupun peneliti selanjutnya.

3
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pancasila sebagai ideologi bangsa yang didalamnya terkandung nilai-
nilai sebagai falsafah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dimana nilai
kemanusian sebagai wujud kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang
didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya, secara umum dapat dikatakan bahwa
manusia bebas melakukan apapun sesuai keinginannya, salah satunya adalah
melakukan perkawinan. Namun, perkawinan pada anak usia dini telah
menyebabkan beberapa faktor diantaranya, kehilangan hak yang seharusnya dia
dapatkan sejak kecil. Banyaknya pemberitaan mengenai perkawinan anak di
Indonesia dan pertentangan aturan antara kedua Undang Undang (UU), yaitu
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hal ini merupakan alasan
penulis meneliti perkawinan anak dari dua sudut Undang-Undang. Indonesia
Peringkat Tujuh Kasus Perkawinan Anak. United Nations Children's Fund
(Unicef) menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat ketujuh di dunia dalam
kasus perkawinan anak. Menurut Unicef, perkawinan anak merupakan
pelanggaran hak-hak anak perempuan dan anak laki-laki. Meski terjadi
penurunan kasus perkawinan anak dari tahun 2013 sekitar 43,19% dan menjadi
34,23% di tahun 2014. Namun secara kuantitatif, kata dia, penurunan belum
terlihat signifikan. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah perkawinan usia
anak di daerah perdesaan sepertiga lebih tinggi dibandingkan perkotaan.
Masing-masing untuk perkotaan 17,09% dan perdesaan 27,11% pada tahun
2015.2 Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dijelaskan
pengertian perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Masalah batas usia untuk melakukan perkawinan
merupakan masalah yang penting, orang yang telah dewasa secara fisik dan
mental (Ahmad Yustian, 2020). Masa remaja merupakan usia kritis bagi anak.

4
perempuan di seluruh dunia, dikarenakan masa masa pembentukan kehidupan
di masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan di negara
berkembang akan menikah pada usia muda yaitu kurang dari 18 tahun. Menikah
muda disebabkan oleh karena kemiskinan, persepsi bahwa pernikahan akan
memberikan perlindungan, kehormatan keluarga, norma sosial, hukum adat
atau agama, kerangka legislatif yang tidak memadai dan keadaan pencatatan
sipil negara. Pernikahan adalah acara pengikatan janji nikah yang diucapkan
atau dipenuhi oleh dua orang dengan tujuan meresmikan perkawinan menurut
norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki
banyak varian dan variasi menurut tradisi suku, agama, budaya dan sosial.
Penggunaan adat atau aturan tertentu juga terkadang dikaitkan dengan aturan
atau hukum agama tertentu. Konsep pernikahan dini adalah pernikahan antara
pasangan yang berusia di bawah 17 tahun. Baik laki-laki maupun perempuan,
jika belum cukup umur (17 tahun) pada saat menikah maka dapat dikatakan
pernikahan dini (Mensch et al., 2014).
Pada Negara Indonesia terjadinya perkawinan anak tidak hanya terjadi di
desa, tetapi juga di kota Undang-undang Perkawinan menyatakan bahwa
perkawinan yang ideal adalah antara laki-laki berusia 21 tahun dan perempuan
berusia 19 tahun, dimana usia pihak perkawinan telah mencapai usia dewasa
untuk dapat memikul tanggung jawab dan kewajiban. baik sebagai laki-laki
maupun sebagai perempuan dan sebagai perempuan. Namun pada
kenyataannya banyak terjadi pernikahan dini yaitu pernikahan antara laki-laki
dan perempuan yang secara hukum dan psikis belum matang dan dewasa. Hal
ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Pernikahan Usia Dini
merupakan ikatan yang dilakukan oleh pasangan yang masih tergolong dalam
usia mudan pubertas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai
umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16
(enam belas) tahun. Namun, sejak tanggal 16 September 2019, DPR telah
mengesahkan revisi terhadap undang-undang tersebut. Berdasarkan revisi
tersebut, batas usia menikah baik pria maupun wanita adalah 19 tahun. Namun,
pada kenyataannya, ada begitu banyak anak di bawah usia 19 tahun yang

5
melakukan pernikahan dini. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama, terdapat 34 ribu permohonan dispensasi
kawin yang terhitung dari bulan Januari-Juni tahun 2020. Dari total tersebut
97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak di bawah 18
tahun. berikut beberapa alasan maraknya pernikahan dini di tengah-tengah
masyarakat saat ini. Masa remaja merupakan usia kritis bagi anak. perempuan
di seluruh dunia, dikarenakan masa masa pembentukan kehidupan di masa
depan (Mensch et al., 2014). Penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan
di negara berkembang akan menikah pada usia muda yaitu kurang dari 18
tahun. Menikah muda disebabkan oleh karena kemiskinan, persepsi bahwa
pernikahan akan memberikan perlindungan, kehormatan keluarga, norma
sosial, hukum adat atau agama, kerangka legislatif yang tidak memadai dan
keadaan pencatatan sipil negara ( Mubasyaroh, 2016). Kebiasaan masyarakat
yang menganggap pendidikan kurang penting bagi anak asalkan tamat SD
setelah itu anaknya dinikahkan untuk meringankan beban orang tua telah
menjadi hal yang lumrah di pedesaan atau di pedalaman. Hal ini didasarkan
pada ekonomi orang tuanya yang tidak mampu menyekolahkan anaknya dan
pandangan masyarakat terutama kaum perempuan yang ujung-ujungnya
menjadi ibu rumah tangga sehingga banyak anak terutama perempuan yang
menikah dengan orang dewasa dengan usia yang masih anak-anak
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pernikahan dini di
Indonesia meningkat dari tahun 2017 yang hanya 14,18 persen menjadi 15,66
persen pada 2018. Bahkan, pada masa pandemi, tren pernikahan usia dini turut
meningkat. Pada 2021, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan
dan Anak (PPPA) mencatat, 64.000 anak di bawah umur mengajukan
dispensasi menikah.
Ada beberapa dampak bahaya pernikahan usia dini baik itu dari kesehatan
maupun psikologis, diantarany risiko bayi lahir stunting. Ada hubungan antara
usia ibu saat melahirkan dengan angka kelahiran stunting. Semakin muda usia
ibu saat persalinan, akan semakin besar berpotensi melahirkan bayi yang
stunting. Kematian ibu dan bayi. Nikah muda meningkatkan risiko kematian
ibu dan bayi saat proses melahirkan. Panggul ibu yang sempit karena belum

6
berkembang dengan baik menjadi salah satu faktor kematian pada bayi dan ibu.
Kehamilan pada perempuan usia muda memiliki potensi mengalami robek
mulut rahim yang bisa menyebabkan pendarahan. Kehamilan di bawah usia 20
tahun juga meningkatkan potensi preeklamsia, yaitu meningkatnya tekanan
darah hingga kejang saat persalinan. Kondisi ini bisa menyebabkan kematian
pada ibu. Gangguan kesehatan Kehamilan di usia dini karena nikah muda
menyebabkan perempuan berisiko mengalami osteoporosis. Penyakit ini
menyebabkan tubuh menjadi bungkuk, tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Kanker mulut rahim juga bisa muncul akibat pernikahan dini. Pernikahan tidak
harmonis.
Menikah membutuhkan kesiapan psikologis yang kuat. Pada pernikahan
dini, pasangan biasanya belum siap menjalani kehidupan berumah tangga.
Akibatnya angka perceraian pada pasangan menikah muda sangat tinggi. Hal
ini disebabkan oleh pertengkaran yang terus-menerus muncul, dan pasangan
nikah muda tidak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya. (AES)
Menyediakan Pendidikan Formal Memadai. Ketika anak-anak perempuan dan
laki-laki mendapatkan kesempatan akses pendidikan formal yang memadai,
maka pernikahan dini dapat dicegah. Setidaknya, minimal anak-anak dapat
menyelesaikan pendidikan SMA sebelum menikah. Riset menunjukkan,
meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan anak.
Mendapatkan akses ke pendidikan formal juga membuat anak-anak memiliki
kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Hal tersebut
pada akhirnya dapat lebih memudahkan untuk mencari pekerjaan sebagai
persiapan untuk menghidupi keluarga. Pentingnya Sosialisasi tentang
pendidikan seks. Kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual
menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini di Indonesia.
Mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual
penting untuk dilakukan. Hal tersebut tak lepas terjadi karena masih kurangnya
pengetahuan tentang hubungan seksual yang dapat mengakibatkan komplikasi
kehamilan hingga dipaksa untuk menikahi pasangan mereka. Penelitian Aliansi
Remaja Independen pada 2016 menunjukkan bahwa 7 dari 8 anak perempuan
di Jakarta, Yogyakarta, dan Jawa Timur mengaku hamil sebelum menikah.

7
Padahal, kehamilan di usia dini dapat meningkatkan kemungkinan meninggal
dua kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang hamil di usia 20-an.
Memberdayakan Masyarakat Agar Lebih Paham Bahaya Pernikahan Dini.
Orang tua dan masyarakat sekitar adalah stakeholder terdekat yang dapat
mencegah terjadinya pernikahan dini. Oleh karena itu, penting untuk
memberikan pemberdayaan kepada mereka terkait konsekuensi negatif dari
pernikahan dini. Adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat menginspirasi
agar membela hak-hak anak perempuan dan tidak memaksanya untuk menikah
dini ( Fadilah, 2021).

8
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
A. Model Pendekatan
Berdasarkan pendekatan sasaran dengan menggunakan metode
pelaksanaan wawancara secara berkelompok. Pada pelaksanaan kegiatan
wawancara digunakan dengan model pendekatan berkelompok dengan metode
wawancara tokoh yang memiliki peran di masyarakat terkait pernikahan dini.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan dari
wawancara ini adalah pemilihan metode wawancara yang tepat. Wawancara ini
ditujukan kepada sebuah seseorang dari suatu instansi. Pada kegiatan penelitian
ini, sasaran kami, yakni seseorang dari suatu instansi dengan kriteria yaitu orang
yang berwenang dan berkaitan dengan kasus pernikahan dini. Seseorang dari
suatu instansi yang berwenang dan berkaitan dengan kasus pernikahan dini
dipilih karena memiliki pemahaman dan fakta yang terjadi.
B. Sasaran
Sasaran pada kegiatan wawancara ini adalah sasaran yang paham dan
mengerti tentang pernikahan dini yang diharapkan dapat mengurangi atau
mencegah terjadinya pernikahan yang masih banyak terjadi dan mendapatkan
solusi dari masalah ini. Sasaran pada kegiatan wawancara ini adalah kepala
kantor urusan agama, Genre Surakarta, dan kepala atau staff kelurahan.
C. Lokasi Kegiatan
Pada kegiatan wawancara penelitian terkait kasus pernikahan dini ini
waktu dan tempat harus tepat serta sesuai dengan kondisi dari para narasumber
untuk mencapai tujuan dari wawancara. Waktu dan pelaksanaan dari wawancara
ini harus tidak mengganggu dan merugikan narasumber. Lokasi dan waktu
pelaksanaan wawancara ini terbagi menjadi 2, yaitu pada hari selasa tanggal 2
Mei 2023 dan hari kamis pada tanggal 11 Mei 2023. Pada Selasa tanggal 2 Mei
2023 pada pukul 18.45 dilakukan wawancara bersama Floresia Adhisty Yuniar
Widyastuti selaku PDSM Genre Surakarta. Selanjutnya pada hari Kamis pada
tanggal 11 Mei 2023 pada jam 11.54 pada pukul 12.53 dilakukan wawancara
dengan Drs. H. Machmud selaku kepala kantor urusan agama Kecamatan Jebres

9
dan pada pukul 12.53 dilakukan wawancara dengan Rahmad Nur Rizki selaku
staff dari Kelurahan Purwodiningratan.
D. Metode Kegiatan
Kegiatan wawancara yang kami jalani guna mendukung penelitian
kami terkait topik pernikahan dini. Sebelum kegiatan ini dimulai, terlebih dahulu
memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan ke
lokasi wawancara disertai dengan surat izin tertulis kemudian kami mendatangi
buku absen yang disediakan tempat wawancara narasumber. Kemudian setelah
kegiatan disetujui oleh pihak yang menjadi narasumber, kami langsung
melakukan kegiatan wawancara tentang topik pernikahan dini ke narasumber
yang berkaitan sesuai dengan format pertanyaan.
Kegiatan wawancara ini dilakukan dengan memberikan beberapa
pertanyaan tentang pernikahan dini kepada narasumber dengan tujuan
mengetahui lebih jauh tentang permasalahan pernikahan dini di lingkungan
sekitar. Tujuan kami supaya mendapatkan informasi serta solusi untuk
permasalahan tersebut. Perencanaan yang perlu dilakukan adalah penyiapan
pertanyaan yang sesuai dengan permasalahan pernikahan dini. Pertanyaan yang
ditujukan diantaranya tanggapan terhadap pernikahan dini, kebijakan yang
digunakan untuk mencegah pernikahan dini, dan pendapat masyarakat terhadap
pernikahan dini. Kegiatan wawancara ini diakhiri dengan sesi dokumentasi dan
pamit kepada narasumber. Sesi dokumentasi dilakukan untuk menjadi tanda
bukti bahwa pelaksanaan kegiatan wawancara terjadi dengan lancar.
Dalam pelaksanaan kegiatan wawancara ini mendapatkan solusi untuk
kasus tentang pernikahan dini cara mengurangi atau mencegah permasalahan ini
khususnya di Kota Solo. Hasil wawancara sebagai berikut:
1. Melakukan penyuluhan serta sosialisasi tentang pernikahan dini.
Penyuluhan biasa dilakukan sebanyak 2-3 bulan sekali di
puskesmas atau pendopo. Biasanya penyuluhan berisi edukasi tentang
pentingnya persiapan dan kesiapan mental, psikologis, ekonomi, dan fisik
seseorang untuk menikah.
2. Adanya program Sultanikah Campingan

10
Program Sultanikah Campingan adalah program yang dibuat
oleh pemerintahan Solo guna mendukung agar masyarakat Solo
menjadi generasi yang siap terhadap perubahan hal ini didukung
dengan terlibatnya Genre Surakarta. Program sultanikah campingan
adalah sebagai wadah bagi calon suami dan istri untuk mengedukasi
dan memberikan pembinaan agar semakin siap untuk menikah.
Program ini akan melayani berbagai kebutuhan si calon pengantin
mulai dari konsultasi, pemberian buku saku, dan surat keterangan
konsultasi.
3. Pemberian nasihat terhadap orang yang akan menikah.
Pemberian penasihatan nikah dilakukan oleh kantor urusan
agama dilakukan untuk memberikan penasihatan nikah secara
langsung kepada calon pengantin dengan cara pemeriksaan nikah
untuk menikah dengan usia yang matang secara fisik, ilmu,
psikologis, ekonomi, dan lain-lain.
Hasil wawancara yang kami lakukan secara langsung dengan
beberapa narasumber, kami rinci dan kami jelaskan sebagai berikut:
Menurut Florensiea Adhisty Yuniar Widyastati sebagai PDSM Genre
Surakarta permasalahan pernikahan dini adalah permasalahan yang sangat
penting karena pernikahan dini memberikan efek yang buruk terhadap
generasi bangsa indonesia. Permasalahan pernikahan dini dianggap
menjadi masalah karena pernikahan dini kebanyakan perempuan dan
anak-anak yang menjadi korban, seperti korban kekerasan pada rumah
tangga serta terlantarnya anak. Salah satu faktor pernikahan dini yang
berkembang dimasyarakat adalah pandangan orang sekitar bahwa bagi
perempuan menikah diatas 25 tahun akan menjadi perawan tua. Forum
Genre memiliki peran untuk menjadi role model dengan cara
mensosialisasi tentang bahayanya menikah muda. Kota Surakarta sendiri
memiliki program sosialisai pernikahan dini dan program untuk
mengedukasi tentang pernikahan yang disebut dengan program
“Sultanikah Campingan”. Program sultanikah campingan adalah sebagai
wadah bagi calon suami dan istri untuk mengedukasi dan memberikan

11
penbinaan agar semakin siap untuk menikah.. Kebijakan yang dilakukan
oleh Genre Surakarta dapat diperbaharui seiring dengan perkembangan
zaman dengan menyesuaikan kondisi yang ada. Tentunya dengan cara
mengetahui, mengoreksi, dan memahami permasalahan dengan
melakukan riset dan survei di lingkungan sekitar. Masih adanya perbedaan
pendapat tentang pernikahan dini seperti adanya anggapan menikah akan
mempermudah hidup dan budaya perjodohan di bawah usia 21 tahun.
Forum Genre Surakarta bekerjasama dengan dinas sosial setempat untuk
mempermudah mengedukasi serta mendapatkan dukungan dari
masyarakat dan para pemimpin.
Menurut bapak Drs. H. Machmud sebagai ketua kantor urusan
agama di Jebres Surakarta pernikahan dini merupakan hal yang melanggar
undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia walaupun agama
memperbolehkan pernikahan dini, tetapi secara kesehatan dan
kematangan fisik calon pasangan belum siap. Kecamatan Jebres sendiri
persentase pernikahan dini sebesar 20-25% dalam setahun. Namun, pada
tahun 2015 pada UUD menyatakan minimum usia untuk menikah 16
tahun, presentasi persen pernikahan dininya jauh lebih besar dari saat ini.
Pernikahan dini terjadi dari 1-2 kasus lebih perbulannya. Kebanyakan
yang mengajukan pernikahan pada kantor urusan agama di Jebres
Surakarta pada usia dini adalah rentang usia 15- 18 tahun. Pernikahan dini
biasanya disebabkan oleh perempuan yang sudah hamil sebelum menikah.
Supaya mencegah terjadinya pernikahan dini kantor urusan agama di
Jebres Surakarta memberikan penasihatan nikah secara langsung dengan
cara pemeriksaan nikah untuk menikah dengan usia yang matang secara
fisik, ilmu, psikologis, ekonomi, dan lain-lain. Kantor urusan agama di
Jebres Surakarta bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk
melakukan pembimbingan dan edukasi setiap 3 bulan sekali dan
memberikan edukasi tenang pill KB. Dalam menangani kasus pernikahan
dini, kantor urusan agama memberikan penolakan pada seseorang yang
menikah pada usia dini kecuali sudah diberikan izin oleh. Dilakukan
edukasi dan penolakan terhadap pernikahan dini diharapkan agar tidak ada

12
kasus pernikahan dini dan paham tentang pentingnya persiapan dan
kesiapan untuk menikah agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Menurut bapak Rahmad Nur Rizki selaku staff kelurahan
Purwandiningiatan pernikahan dini merupakan masalah yang penting
karena pernikahan adalah hal yang sakral. Pernikahan dini harus memiliki
persiapan dan didasari kesiapan antara pendidikan dan pengetahuan agar
pernikahan dapat berjalan dengan lancar. Pernikahan dini masih dianggap
wajar karena sejak dulu pernikahan dini sudah banyak dilakukan.
Kelurahan mengadakan program sosialisasi di RT dan RW yang dilakukan
sekitar 3 atau 2 bulan sekali. Program ini berfungsi untuk masyarakat tahu
tentang resiko menikah dengan usia dini. Program tersebut dapat
diperbaharui seperti melakukan lebih banyak program sosialisasi.
Program ini tidak perlu di ganti karena sudah sangat membantu dalam
pencegahan dan penanganan pernikahan dini. Pelaksanaan program ini
tidak ditemukan perbedaan-perbedaan pendapat ataupun pertentangan
dalam pelaksanaan program tersebut.

13
BAB 4
PEMBAHASAN
Pernikahan dini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
pernikahan yang terjadi pada usia yang relatif muda, terutama pada usia anak atau
remaja. Pernikahan dini biasanya terjadi di negara-negara berkembang. Hal ini
faktor sosial, budaya, dan ekonomi dapat mempengaruhi keputusan untuk
menikahkan anak-anak pada usia yang belum cukup matang secara fisik, mental,
dan emosional. Salah satu faktor terjadinya pernikahan dini adalah pendidikan
remaja dan pendidikan orang tua. Seseorang dalam menyikapi masalah dan
membuat keputusan, serta kematangan psikososial sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah
dapat menyebabkan banyaknya pengangguran, meningkatnya tindak kriminalitas,
dan kecenderungan untuk menikah berharap masalah selesai
(Wulanuari dkk., 2017).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan
dini. Berikut adalah beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan pernikahan
dini: Faktor budaya dan tradisi: Norma budaya dan tradisi tertentu di beberapa
masyarakat dapat mendorong pernikahan dini. Misalnya, adat atau tradisi yang
mengharuskan anak perempuan menikah pada usia muda sebagai bagian dari
warisan budaya atau untuk menjaga reputasi keluarga. Faktor ekonomi: Di
beberapa daerah, pernikahan dini dapat dianggap sebagai strategi ekonomi.
Keluarga yang miskin mungkin menganggap pernikahan anak perempuan mereka
sebagai cara untuk mengurangi beban ekonomi dengan menyerahkan tanggung
jawabnya kepada pasangan yang lebih tua. Faktor pendidikan: Kurangnya akses
terhadap pendidikan yang berkualitas dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan
dini. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang memadai mungkin
lebih rentan terjebak dalam pernikahan pada usia muda. Faktor agama:
Interpretasi agama tertentu atau tradisi keagamaan tertentu dapat mendorong
pernikahan dini. Beberapa agama atau budaya mungkin memperbolehkan atau
menggalakkan pernikahan pada usia yang muda. Faktor konflik dan bencana
alam: Situasi konflik bersenjata atau bencana alam dapat menciptakan

14
ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang meningkatkan risiko pernikahan dini.
Dalam situasi seperti itu, keluarga mungkin memandang pernikahan sebagai cara
untuk melindungi atau memastikan keamanan anak perempuan mereka. Penting
untuk dicatat bahwa faktor-faktor ini dapat saling berhubungan dan berbeda di
setiap konteks budaya dan sosial (Wulanuari dkk., 2017).
Dampak Positif dari pernikahan dini yaitu pernikahan menghindarkan
dari perbuatan zina, juga membantu mengurangi beban orang tua,
sedangkan dampak negatif dari pernikahan dini yaitu masalah yang dirasakan
oleh kedua belah pihak maupun orang sekitar karena usia yang masih labil, dan
berdampak juga bagi Kesehatan. Dampak negatif pernikahan dini Kondisi
ekonomi yang serba kekurangan, Desakan orang tua agar aman dari pergaulan
bebas. Bayi terlahir prematur Ibu berusia remaja lebih berisiko melahirkan bayi
prematur. Bayi rentan mengalami BBLR. Remaja juga memiliki risiko lebih
tinggi untuk melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Depresi pasca persalinan
(Husnani dan Soraya, 2020).
Pernikahan dini salah satu bentuk penyelewengan terhadap Pancasila
merujuk tentang HAM. Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XA tentang Hak
asasi manusia, pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”. Salah satu yang menghambat anak tumbuh
berkembang sampai usia dewasa antara lain perkawinan anak. Adanya
perkawinan anak dapat diibaratkan bahwa hak seorang anak akan diambil paksa.
Tentunya pelaksanaan HAM didasari oleh sila kedua yang berbunyi
"Kemanusiaan yang adil dan beradab". Selain itu, sila-sila lainnya juga menjiwai
pelaksanaan HAM di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa terjadinya pernikahan
muda, yakni usia dibawah umur yang ditetapkan di peraturan merupakan bentuk
penyimpangan nilai-nilai Pancasila (Raden dkk., 2021).
Hukuman yang melanggar peraturan pernikahan dini didasari oleh Pasal
7 ayat (1) Undang-undang perkawinan, yakni 19 tahun. Bentuk perlindungan
hukum terhadap perkawinan anak dibawah umur dapat dilihat dalam pengaturan
pasal 10 ayat 2 Undang-undang tentang HAM yang mengatur bahwa perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas dari kedua belah pihak.

15
Bentuk perlindungan hukum terhadap perkawinan anak dibawah umur dapat
dilihat dalam pengaturan pasal 10 ayat 2 Undang-undang tentang HAM yang
mengatur bahwa perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak
bebas dari kedua belah pihak. Peraturan yang ada dibuat untuk kesejahteraan
masyarakat tentunya dengan segala pertimbangan yang ada. Tentunya jika ada
yang melanggar hukum akan mendapat konsekuensi. Hasil wawancara kami
terkait pelanggaran hukum tentang pernikahan dini KUA tidak dapat menikahkan
pasangan yang salah satunya atau keduanya masih dibawah usia 19 tahun.
Namun, jika masih memaksa untuk mengadakan pernikahan diusia dini karena
adanya kecelakaan (hamil diluar nikah) harus meminta surat dari pengadilan
negeri agama terdekat serta izin. Pengadilan negeri agama jika memberikan izin
akan mengeluarkan surat dispensasi menikah. Selain itu bentuk hukuman dari
masyarakat Ketika lingkungannya tidak menerima adanya pernikahan dini
apalagi didasari permasalahan pergaulan bebas akan dikucilkan dari lingkungan
sehingga menjadi bahan omongan orang (Melati dan Parwata, 2022).
Kebijakan apa yang dapat dijadikan pencegahan salah satunya di
Program Konsultasi Pranikah Bagi Calon Pengantin di Surakarta bentuk
pencegahan serta mensosialisasikan terkait pernikahan dini. Tentunya setiap
masyarakat yang akan menikah di Solo harus menjalankan program Sultanikah
Campingan. Program ini akan melayani berbagai kebutuhan si calon pengantin
mulai dari konsultasi, pemberian buku saku, dan surat keterangan konsultasi.
Perlu diketahui, program ini berlaku untuk seluruh agama karena sifatnya yang
informatif, edukatif, dan komunikatif. Bagi yang beragama Islam, program ini
akan dilaksanakan di Kantor Urusan Daerah (KUA) Kecamatan di daerah
setempat, sedangkan untuk yang beragama non-muslim akan dilaksanakan di
tempat ibadah sesuai agama masing-masing atau tempat yang telah ditentukan.
Karena sifatnya yang berupa persiapan sebelum menikah maka pelaksanaannya
tidak terlepas saat mengurus pemberkasan. Sehingga untuk mengikuti program
ini, para calon pengantin akan diarahkan oleh kantor terkait saat mendaftarkan
pernikahan. Selain itu, dari hasil wawancara bahwasanya Duta Genre Surakarta
mengadakan sosialisasi ke sekolah- sekolah supaya memberikan pemahaman
terkait pernikahan dini (Peraturan Walikota Surakarta, 2020).

16
Faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap batas umur untuk
melangsungkan pernikahan adalah faktor hukum atau undang-undang, faktor
penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat sekitar. Faktor
hukum atau undang-undang menjadi penghambat dari penegakan hukum terhadap
batas umur untuk melangsungkan pernikahan disebabkan oleh adanya perbedaan
dari 2 undang undang yaitu UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak. UU
Perkawinan tidak mengatur tentang batasan usia anak, tapi mengatur usia minimal
dapat melakukan atau dilakukannya pernikahan, yaitu minimal berumur 21 tahun
sedangkan UU Perlindungan Anak menentukan batasan usia anak, atau yang
disebut sebagai anak adalah dari usia sejak dalam kandungan sampai berumur 18
tahun. Kebijakan dari hukum dari UU Perlindungan Anak yang tidak
mencantumkan UU Perkawinan sebagai salah satu landasan, padahal UU
Perkawinan memiliki konsep penegakan hukum yang sangat lemah. Seharusnya
UU Perlindungan Anak dapat menjadi solusi bagi penegakan hukum UU
Perkawinan, yaitu dengan mencantumkan pasal larangan pernikahan anak berikut
dengan sanksi pidananya (Sesunan, 2020)
Kebijakan program penyuluhan untuk mengurangi angka dan mencegah
terjadinya nikah di usia muda sangat penting untuk dilakukan. Penyuluhan
berisikan tentang bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan dari menikah dini
pada remaja, dan memikirkan secara matang kesiapan dan persiapan dalam
menikah. Penyuluhan tentang pernikahan dini tak hanya ditujukan oleh remaja
namun juga pada orang tua tentang pentingnya pola asuh yang baik untuk para
remaja, dan menjalin komunikasi yang baik bersama anak. Keuntungan dari
melakukan adalah menambah wawasan masyarakat tentang bahayanya menikah
dini dan menjelaskan bahwa pernikahan dini lebih banyak menimbulkan kerugian
dan melakukan pencegahannya akan jauh lebih mudah dan murah
(Limbong dan Deliviana, 2020).

17
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut:
a. Faktor-faktor pendorong terjadinya perkawinan pada usia muda di lokasi
penelitian ini antara lain : faktor ekonomi, faktor keluarga, faktor pendidikan,
dan faktor kemauan sendiri. Faktor ekonomi, keluarga yang masih hidup dalam
keadaan sosial ekonominya rendah/belum bisa mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari. Faktor pendidikan, karena rendahnya tingkat pendidikan maupun
pengetahuan orang tua, anak, akan pentingnya pendidikan. Faktor keluarga
yaitu orang tua mempersiapkan atau mencarikan jodoh untuk anaknya. Faktor
kemauan sendiri, karena pergaulan bebas sehingga mereka melakukan
pernikahan. pernikahan usia muda karena ketakutan orang tua terhadap
gunjingan dari tetangga dekat. Apabila anak perempuan belum dinikahkan
maka nantinya orang tua takut anaknya dikatakan perawan tua
b. Kasus pernikahan usia dini sebaiknya harus dapat dicegah karena pernikahan
usia dini ini memiliki dampak buruk yang sangat banyak dianataranya adalah
terhambatnya proses pendidikan dan pembelajaran, tingginya angka kematian
ibu dan anak serta gangguan kesehatan lainnya, sulitnya dalam pemenuhan
kebutuhan rumah tangga, emosi masih labil, konflik yang berujung perceraian,
pernikahan yang tidak berkekuatan hukum, status anak tidak jelas
c. Upaya yang dapat dilakukan sebagai generasi muda adalah ikut berperan dalam
menjalankan peraturan yang ada. Ikut menjadi pengerak serta berkontribusi.
Program yang telah ada dibuat sebagai kebijakan dalam menganggani kasus
pernikahan muda tentunya harus konsisten dijalankan.

18
B. SARAN
Dari uraian kesimpulan diatas, terdapat beberapa saran mengenai
permasalahan mengenai perkawinan usia muda dikalangan remaja, yaitu :
1. Untuk mengurangi pernikahan usia dini sebaiknya lebih ditingkatkan mutu
pendidikan
2. Fungsi dan peran keluarga harus lebih ditingkatkan dan diperhatikan karena
dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi angka perkawinan
usia muda dan dampak negatif dari perkawinan usia muda itu sendiri,
melalui pola asuh proteksi anak
3. Diharapkan kepada para remaja kiranya dapat menghindari pola pergaulan
yang dapat merusak diri.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. (2015). Perkawinan Usia Muda Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Dan
Agama Serta Permasalahannya. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(10), 1–28.
Bahriyah, F., Handayani, S., & Astuti, A. W. (2021). Pengalaman Pernikahan Dini
Di Negara Berkembang: Scoping Review Experience. Journal of Midwifery
and Reproduction, 4(2), 94–105.
Fadilah, D. (2021). Tinjauan Dampak Pernikahan Dini dari Berbagai Aspek.
Pamator Journal, 14(2), 88–94.
Fadlyana, E., & Larasaty, S. (2016). Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya.
Sari Pediatri, 11(2), 136.
Husnani, R., dan Soraya, D. (2020). Dampak Pernikahan Usia Dini (Analisis
Feminis Pada Pernikahan Anak Perempuan Di Desa Cibunar Kecamatan Cibatu
Kabupaten Garut). Jaqfi: Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, 4(1), 63–77.
Limbong, M., dan Deliviana, E. (2020). Penyuluhan Dampak Pernikahan dini Bagi
Perempuan. Jurnal Comunita Servizio : Jurnal Terkait Kegiatan Pengabdian
Kepada Masyarakat, Terkhusus Bidang Teknologi, Kewirausahaan Dan Sosial
Kemasyarakatan, 2(1), 321–329.
Mubasyaroh. (2016). Analisis Faktor Penyebab Perkawinan anak Dan Dampaknya
Bagi Pelakunya. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.
17(No. 2), 385–411.
Melati, K. D. R., dan Parwata, A. . G. O. (2022). Perlindungan Hukum Atas
Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dalam Perspektif Undang-Undang Hak
Asasi Manusia. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 10(9), 1994.
Raden, A. N. F. A., Fariska, A. F., dan Mariana, M. (2021). Peralihan Cara Pandang
Masyarakat Terhadap Praktik Pernikahan Dini. ADLIYA: Jurnal Hukum Dan
Kemanusiaan, 15(2), 47–62.
Nurhikmah, N., Carolin, B. T., dan Lubis, R. (2021). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini Pada Remaja Putri. Jurnal
Kebidanan Malahayati, 7(1), 17–24.
Sesunan, A. Y. J. (2020). Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Batas
Minimal Usia Perkawinan. Pancasila and Law Review, 1(1), 1.
Vionita, Y. O. (2020). Pandangan Masyarakat Tentang Pernikahan Dini Sebagai
Implementasi Undang-Undang Perkawinan Di Desa Balun Kecamatan Turi.
Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 08(02), 764–778.
Walikota Surakarta. (2020). Peraturan Walikota No 16.1 Tahun 2020 Tentang
Program Konsultasi Pranikah Bagi Calon Pengantin. 1–10.
Wulanuari, K. A., Anggraini, A. N., & Suparman, S. (2017). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pernikahan Dini pada Wanita. Jurnal Ners Dan
Kebidanan Indonesia, 5(1), 68.

20
BIODATA
Kelompok 3 Gardana Viveka
1. Nama : Nofia Liza Romandhoni
NIM : V1822051
Program Studi : D3 Teknologi Hasil Pertanian
Universitas : Universitas Sebelas Maret (UNS)
Alamat: Jl. Asahan No.2, Pucangsawit, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa
Tengah 57125
No. Telepon : 081235696041
Email : nofializaromandhoni@student.uns.ac.id
2. Nama : Putri Muzalifah
NIM : V1822054
Program Studi : D3 Teknologi Hasil Pertanian
Universitas : Universitas Sebelas Maret (UNS)
Alamat: Gg. Cahaya 6, Jebres, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah
57126
No. Telepon : 089502840430
Email : putrimuzalifah@student.uns.ac.id
3. Nama : Lintang Nur Alfi Dewi
NIM : V1822043
Program studi: D3 Teknologi Hasil Pertanian
Universitas: Universitas Sebelas Maret (UNS)
Alamat: Gg Tejo 2 Jebres Surakarta, Jawa Tengah
No. Tlp: 085842167889
Email: lintangnur09@student.uns.ac.id
4. Nama : Rafi Arya Winanda
NIM : V1822055
Program Studi : D3 Teknologi Hasil Pertanian
Universitas : Universitas Sebelas Maret (UNS)
Alamat: Jl. Surya 1 No.28, Jebres, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah
57125

21
No. Telepon : 082232753293
Email : rafiaryaw@student.uns.ac.id

22
LAMPIRAN

1. Surat izin

Gambar 1.1 Surat permohonan penelitian

23
2. Pedoman Wawancara
a. KUA Jebres

Gambar 1.2 Format wawancara KUA

24
Gambar 1.3 Format wawancara KUA

25
b. Generasi Berencana (GenRe Surakarta)

Gambar 1.4 Format wawancara


GenRe Surakarta

26
Gambar 1.5 Format wawancara GenRe
Surakarta

27
c. Kelurahan Purwodiningratan

Gambar 1.6 Format wawancara Kelurahan


Purwodiningratan

28
Gambar 1.7 Format wawancara Kelurahan
Purwodiningratan

29
3. Dokumentasi

Gambar 1.8 Kegiatan wawancara Gambar 1.9 Kegiatan wawancara


di KUA Bersama Kepala KUA di kelurahan Purwodiningratan
Jebres

Gambar 1. 10 Kegiatan wawancara


Bersama forum GenRe Surakarta

30

Anda mungkin juga menyukai