Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EARLY MARRIAGE ISSUE DI INDONESIA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Gender dan Hak Kesehatan
Reproduksi
Dosen Pengampu: Fitri Khairani, S.S.T., M.K.M

Oleh:

Theolia Oktalina Hot Asi Parapat


211000144
Kelas B

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat penyelenggaraan-Nya,
makalah ini bisa diselesaikan. Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai tugas mata kuliah
Gender dan Hak Kesehatan Reproduksi. Tujuan yang lebih khusus dari perkuliahan makalah
ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan Early Marriage
(pernikahan dini) Issue di Indonesia.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam belajar dan
hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk itu kepada dosen mata
kuliah, penulis meminta bantuan masukannya serta saran dan kritik dari para pembaca yang
bersifat membangun demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.

Medan, 05 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………4
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………………..4
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….4
1.3. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………...4
1.4. Manfaat Penulisan…………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….7
2.1. Early Marriage………………………………………………………………………..7
2.2. Early Marriage Menurut Hukum……………………………………………………..8
2.3. Faktor-faktor Penyebab Early Marriage di Indonesia………………………………..9
2.4. Dampak dari Early Marriage di Indonesia…………………………………………..12
2.5. Upaya Mencegah Terjadinya Early Marriage di Indonesia…………………………13
2.6. Peran Pemerintah Terhadap Early Marriage di Indonesia…………………………..14
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………...16
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………….16
3.2. Saran…………………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dalam urutan keempat di dunia yang memiliki penduduk
terbanyak setelah Amerika serikat. Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia setiap tahunnya
selalu mengalami peningkatan. Menurut data Kependudukan Semester I Tahun 2022 tanggal
30 Juni 2022 yang dirilis Direktorat Jenderal Dukcapil, tercatat jumlah penduduk Indonesia
mencapai 275.361.267 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 138.999.996 jiwa
(50,48%) dan penduduk perempuan sebanyak 136.361.271 jiwa (49,52%). Jika dibandingkan
dengan data Semester II pada 30 Desember 2021, terdapat kenaikan jumlah penduduk
sebanyak 1.481.517 jiwa (0,54%), dimana jumlah paling banyak penduduk berada pada
kategori produktif yang berusia 15-64 tahun sebanyak 190.827.224 jiwa atau 69,30%.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Kor 2020 menunjukkan ada 26,55%
perempuan Indonesia yang melangsungkan perkawinan pertama kalinya pada usia 16-18
tahun dan ada pula sebanyak 8,19% perempuan yang menikah pertama kalinya di usia yang
cukup dini, yakni 7-15 tahun. Sementara untuk laki-laki, usia pertama kali menikah yaitu di
usia 19-21 tahun ada sebanyak 33,30%, namun ada pula sebanyak 19,68% yang menikah
pada usia 16-18 tahun dan sebanyak 2,16% yang menikah pada usia dibawah 15 tahun. Dari
data tersebut, kita bisa menilai bahwa pernikahan di Indonesia banyak yang terjadi pada
anak-anak hingga usia remaja dan hal ini bisa dikategorikan sebagai pernikahan dini atau
early marriage.

Pernikahan anak di usia dini dapat dikatakan melangkahi aturan dari pemerintah, misalnya
Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang dirumuskan
dengan mempertimbangkan analisis sosiologis dalam menjaga kemaslahatan di kehidupan
masyarakat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan
apabila pria dan perempuan sudah berumur 19 tahun. Maka dari itu pernikahan diusia dini
merupakan salah satu bentuk ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum dan prosedur
administrasi hukum yang telah dibuat pemerintah. Walaupun sudah diatur dalam
Undang-Undang dan dinilai melanggar peraturan, namun praktik pernikahan dini ternyata
masih banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, penulis akan

4
membahasnya dalam makalah ini. Penulis akan membahas terkait pernikahan dini atau early
marriage, faktor penyebab pernikahan dini, hingga solusi untuk mengatasi pernikahan dini
atau early marriage di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan dini?
2. Bagaimana penyelenggaraan pernikahan dini jika dilihat dari perspektif hukum?
3. Apa saja yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini di Indonesia?
4. Apa dampak yang terjadi dari penyelenggaraan pernikahan dini di Indonesia?
5. Bagaimana upaya melindungi dan mencegah anak-anak atau remaja dari pernikahan
dini?
6. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi dan menanggulangi pernikahan dini?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui defenisi dari pernikahan dini dengan benar.
2. Dapat mengetahui dan menilai penyelenggaraan pernikahan dini dari perspektif
hukum.
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini di
Indonesia.
4. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penyelenggaraan pernikahan dini di
Indonesia.
5. Dapat mengetahui cara melindungi dan mencegah anak-anak atau para remaja dari
penyelenggaraan pernikahan dini di Indonesia.
6. Dapat mengetahui peran pemerintah dalam mengatasi dan menanggulangi pernikahan
dini.

1.4. Manfaat Penulisan


1. Manfaat Bagi Penulis
Dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan mengetahui tentang
pembuatan makalah yang baik dan benar, menambah wawasan tentang Early
Marriage Issue di Indonesia.

5
2. Manfaat Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan dapat memberika informasi, wawasan, dan ilmu pengetahuan
mengenai fenomena hingga solusi untuk mengatasi early marriage atau pernikahan
dini di Indonesia.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pernikahan Dini (early marriage)


Dalam melakukan pernikahan, salah satu syarat materil yang sangat perlu diperhatikan yaitu
batas usia. Hal ini sangat penting karena harus ada kematangan usia, kedewasaan, dan
kesiapan mental serta fisik dari kedua calon mempelai agar dapat membina keluarga yang
baik nantinya. Maka jika terdapat sepasang orang yang melangsungkan pernikahan tetapi usia
mereka masih muda dan terbilang remaja, jadi pernikahan dini atau early marriage dapat
diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan di usia yang masih muda oleh perempuan dan
laki-laki yang umurnya masih dibawah batas minimum yang diatur oleh undang-undang.
Menurut WHO, pernikahan dini (early marriage) adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia
dibawah 19 tahun. Menurut United Nations Childern’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa
pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang
dilakukan sebelum usia 18 tahun.

Secara hukum terdapat dalam Undang-Undang perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 mengenai
batas usia bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak wanita dan pihak laki-laki sudah
mencapai umur 19 tahun. Pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang
berlangsung pada umur di bawah usia produktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan
kurang dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah kesehatan
reproduksi seperti meningkatkan angka kesekitan dan kematian pada saat persalinan dan
nifas, melahirkan bayi prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress.
Sejalan dengan itu, maka guna mencapai tujuan mulia dari perkawinan tentunya calon
mempelai harus lebih matang dan dewasa jiwa raganya sebelum melangsunngkan
perkawinan. Kematangan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik
tanpa berfikir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.

Di Indonesia sendiri, pernikaha dini menjadi suatu fenomena dan permasalahan sosial yang
terjdi di tengah masyarakat. Mengakarnya pernikahan usia dini ini terkait dengan masih
adanya kepercayaan kuat tentang adat istiadat. Para orang tua ingin mempercepat perkawinan
anak dengan berbagai alasan ekonomi, sosial, anggapan tidak penting pendidikan bagi anak
dan pandangan negatif terhadap status perawan tua. Padahal pada usia remaja sekitar lulusan

7
SMP dan SMA sebenarnya belum siap secara psikis dan sosial untuk membentuk keluarga.
Komunitas internasional juga menyadari pula bahwa masalah pernikahan anak merupakan
masalah yang sangat serius. Implikasi secara umum bahwa kaum wanita dan anak yang akan
menaggung risiko dalam berbagai aspek, berkaitan dengan pernikahan yang tidak diinginkan,
hubungan seksual yang dipaksakan, kehamilan di usia yang sangat muda, selain juga
meningkatkan risiko penularan infeksi HIV, penyakit menular seksual lainnya, dan kanker
leher rahim. Konsekuensi yang luar dalam berbagai aspek kehidupan tentunya merupakan
hambatan dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).

2.2. Pernikahan Dini (early marriage) Menurut Hukum


Pernikahan dini pada remaja di Indonesia menimbulkan problematika tersendiri dari
perspektif Undang-Undang Perkawinan, ialah:
● Pernikahan Dini Menurut Undang-Undang Perkawinan
Undang-undang secara lengkap mengatur syarat-syarat pernikahan baik yang menyangkut
orangnya, kelengkapan administrasinya, prosedur pelaksanaannya, maupun mekanismenya.
Semua itu tercamtum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang
menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan
menikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal
umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 tahun. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang sehat dan
berkualitas.

Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 tahun bagi wanita untuk
kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan risiko kematian
ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan
tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak
terhadap pendidikan setinggi mungkin sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak. Maka dari itu, pada tanggal 14 Oktober 2019 Presiden
Republik Indonesia mensahkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomoe 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang hanya membuat 1 Pasal khusus mengubah ketentuan
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

8
2. Dalam hal terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti
pendukung yang cukup.
3. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan
perkawinan.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan
mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan titdak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Di dalam Pasal 7 perubahan pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) tersebut di atas ditegaskan
adanya solusi bagi calon mempelai pengantin yang akan dinikahkan tersebut belum mencapai
usia 19 tahun, maka kepada orang tua/wali pihak pria dan/atau orang tua/wali pihak wanita
dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti
pendukung yang cukup. Permasalahannya adalah Apa dan Bagaimana caranya mengajukan
perkara dispensasi kawin tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini, yaitu yang
calon suami/istrinya di bawah 19 tahun, pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh
Undang-Undang. Selain itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus
mendapatkan izin kedua orang tuanya apabila ingin melangsungkan pernikahan.

2.3. Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini (early marriage) di Indonesia


Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi penyelenggaraan pernikahan dini di Indonesia,
berikut ini faktor yang mempengaruhi pernikahan dini, yaitu:
a. Faktor Budaya, Tradisi, dan Adat Istiadat
Selain sebagai identitas atau ciri khas dari suatu pernikahan, ternyata budaya dan
tradisi juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu pernikahan,
karena di beberpa daerah di Indonesia budaya dan tradisi pernikahannya dilakukan
dengan menikahkan perempuan dan laki-laki yang umurnya masih belia atau remaja.

Jika bisa dikatakan ada beberapa budaya dan tradisi pernikahan adat di Indonesia
yang melakukan pernikahan dini. Hal ini bisa juga karena adat istiadat setempat
bahwa jika ada laki-laki yang ingin meminang, maka orang tua tidak boleh menolak

9
pinangan itu walaupun anak gadisnya masih berusia sangat muda. Dan ada juga adat
dimana jika anak gadis sudah terlihat besar (akhir baligh) maka harus segera
dinikahkan, hal tersebut biasanya terjadi di desa. Selain itu, faktor lingkungan dimana
remaja melihat teman sebayanya sudah menikah maka dia ada keinginan untu
mengikuti jejak temannya itu.

Para orang tua juga menikahkan anaknya pada usia dini karena terpengaruh oleh
sosial budaya di lingkungan setempat, dimana orang tua merasa malu jika mempunyai
anak terutama anak perempuan yang belum menikah diatas umur 20 tahun, sehingga
para orang tua menikahkan anaknya diusia yang masih muda dengan pria yang
melamarnya.

b. Faktor Orang tua


Perjodohan yang dilakukan sepihak oleh orang tua tanpa meminta persetujuan sang
anak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini di
Indonesia. Biasanya para orang tua menjodohkan anaknya dengan pria pilihannya dan
biasanya dijodohkan dengan anak saudaranya walaupun anak gadisnya masih berusia
muda atau baru saja lulus sekolah, dengan tujuan supaya mempererat kekerabatan dan
harta yang dimiliki tidak jatuh ke tangan orang lain. Namun ada pula orang tua yang
memaksa anaknya untuk segera menikah jika sudah mempunyai pacar atau pasangan
dengan alasan agar tidak terjerumus ke hal yang negatif seperti berzina yang nantinya
akan memalukan keluarga dan bila anaknya telah menikah maka mereka akan berpikir
bahwa anaknya itu bukan lagi menjadi tanggung jawan orang tua.

c. Faktor Ekonomi
Pernikahan dini biasanya dilakukan oleh kalangan masyarakat kelas bawah yang
terbebani dengan biaya hidup anaknya sehingga mereka beranggapan bahwa dengan
melakukan pernikahan maka beban anak tidak lagi ditanggung oleh orang tuanya lagi
melainkan segala kebutuhan akan ditanggung oleh suaminya. Selain itu, keluarga juga
beranggapan bahwa dengan menikahkan anaknya bisa membantu ekonomi keluarga,
misalnya memberi uang setiap bulan kepada keluarganya untuk membantu membiayai
sekolah adiknya. Tetapi pada kenyataanya, kondisi ekonomi anak setelah menikah
tidak jauh beda dengan kondisi ekonomi orang tuanya, sehingga harapan-harapan
orang tua tidak tercapai dan malah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia.

10
Biasanya anak yang dinikahkan pada usia muda cenderung belum bisa mengelola
rumah tangganya dengan baik, hal ini juga diartikan bahwa mereka belum matang dan
merdeka secara finansial. Jadi pada akhirnya mereka akan kembali bergantung pada
orang tuanya dimana beban akan semakin bertambah karena harus memenuhi
kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan istri, suami, maupun anaknya.

d. Faktor Pendidikan
Pelaku pernikahan dini di Indonesia kebanyakan merupakan para remaja yang
memiliki Pendidikan rendah seperti setara lulusan SD atau SMP. Hal ini terjadi karena
rendahnya pengetahuan dan pemikiran anak dan orang tua terhadap pernikahan dini
dan penilaian analisis terhadap lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya tugas anak
adalah bertanggungjawab atas sekolahnya dan pendidikan merupakan sesuatu yang
penting. Tingginya tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang
khususnya perempuan dalam mengahadapi masalah kehidupan, dan perempuan yang
memiliki pengetahuan yang tinggi akan lebih dihargai. Sebaliknya, rendahnya
pengetahuan dan pendidikan remaja perempuan dapat mempengaruhi pola pikirnya,
remaja akan memikirkan hal yang tidak harus dipikirkan dalam hidupnya pada usia
itu. Remaja wanita yang memiliki pengetahuan yang rendah, akan lebuh
memfokuskan dirinya untuk menikah muda.

e. Faktor dari Individunya Sendiri


Pernikahan dini pada remaja juga bisa disebabkan oleh remaja itu sendiri, misalnya
remaja yang sudah memiliki kekasih dan melakukan hubungan seksual diluar nikah
sehingga mengakibatkan kehamilan, jadi secara terpaksa sebagai bentuk tanggung
jawab, maka kedua remaja tersebut harus dinikahkan. Ada pula faktor yang muncul
dari dalam diri remaja itu seperti kematangan fisik, psikis, keinginan memenuhi
kebutuhan seperti pakaian dan seksual atau masa puber dan karena kebutuhan inilah
remaja wanita terdorong melakukan pernikahan walaupun usianya masih sangat
muda. Sehingga mendorong remaja melakukan perbuatan asusila yang melanggar
norma akibat dari pergaulan bebas dan kurangnya perhatian dari oarang tua.

11
2.4. Dampak dari Pernikahan Dini di Indonesia
Berikut ini merupakan dampak-dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini, yaitu:
a. Dampak Psikologis
Pernikahan yang dilakukan oleh suami istri berusia muda cenderung berakhir dengan
kegagalan membina rumah tangga, karena mereka tidak bisa memnuhi dan
mengetahui hak dan kewajiban rumah tangga, karena mereka tidak bisa memenuhi
dan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal ini terjadi karena usia
mereka masih remaja dan belum matang/dewasa secara fisik maupun mental yang
cenderung masih memiliki sifat keegoisan yang tinggi, munculnya perasaaan cemas,
stress, dan depresi sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjagan dalam
jiwa remaja tersebut yang sulit disembuhkan. Remaja yang melakukan pernikahan
dini baik secara kemauan sendiri ataupun dipaksa oleh lingkungannya, akan berakhir
murung dan menyesali yang sebenarnya dirinya sendiri juga tidak mengerti atas
keputusan hidupnya.

b. Dampak Biologis
Pernikahan dini juga memiliki dampak biologis dan kesehatan yang akan dirasakan
oleh suami istri berusia muda, karena secara biologis alat-alat reproduksinya masih
dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan
seksual dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan.
Remaja perempuan yang menikah muda lalu hamil, memiliki banyak risiko kesehatan
yang mengancamnya, baik pada masa kehamilan, melahirkan, maupun masa nifas.
Pada masa kehamilan, remaja perempuan yang tengah hamil berisiko terkena anemia
karena kurang asupan gizi yang baik pada saat hamil di usia muda, dan berisiko
mengalami keguguran/abortus karena remaja perempuan yang tengah hamil tersebut
mengalami stress, cemas, dan terkejut karena kehamilannya, tetapi tidak dapat
menggugurkan secara sengaja dengan menggunakan obat-obatan maupun alat.

c. Dampak Sosial
Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang didalamnya berkaitan dengan
faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender. Dalam praktik
pernikahan dini di Indonesia, perempuan sering menjadi bias gender dari penilaian
masyarakat yang patriarki, karena perempuan posisinya harus lebih rendah dari
aki-laki dan dianggap hanya sebagai pembantu serta pelengkap seks laki-laki saja.

12
d. Dampak Pendidikan
Pernikahan dini di Indonesia menutup jalan perkembangan dan jalan remaja dalam
mencapai cita-cita, mimpi, dan masa depannya, karena kebanyakan remaja yang
melakukan pernikahan dini akan putus sekolah dan sibuk mengurusi rumah
tangganya. Padahal remaja memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak,
memperoleh hak bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, dan hak-hak lainnya
yang melekat dalma diri remaja yang berguna menunjang proses tumbuh dan
kembangnya.

e. Dampak Perilaku Seksual yang Menyimpang


Rata-rata remaja melakuakan pernikahan dini untuk bisa melakukan hubungan
seksual dengan lawan jenis atau pacarnya secara halal dimata agama dan hukum
karena mereka melakukannya seteah menikah. Padahal perilaku ini merupakan
tindakan illegal karena anak-anak dibawah umur bebas melakukan hubungan seksual
ditengah usia mereka yang masih belia yang seharusnya hal tersebut hanya dilakukan
oleh orang dewasa yang berusia matang. Jika anak-anak usia remaja sudah melakuakn
hubungan seksual maka dapat dipastikan hal tersebut akan membuat mereka
kecanduan dan berpotensi menjadi pedofilia.

2.5. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Dini di Indonesia


Melihat maraknya kasus pernikahan dini di Indonesia disertai dengan dampak yang akan
didapat akibat pernikahan dini, maka penting bagi kita untuk menyadarkan masyarakat bahwa
pernikahan dini perlu untuk diantisipasi atau diatasi. Maka dari itu upaya untuk
menanggulangi pernikahan dini antara lain sebagai berikut:
a. Remaja yang belum berkeluarga dapat diberikan pengarahan melalui kegiatan
pendidikan atau keterampilan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan remaja tentanh arti dan peran pernikahan serta akibat negatif yang
ditimbulkan pernikahan pada usia yang sangat muda dengan melakukan kegiatan lain
yang lebih positif.
b. Menyediakan akses pada pendidikan formal di setiap jenjang misalnya dengan
memberikan beasiswa untuk anak yang kurang mampu secara ekonomi, karena
seiring dengan meningkatkan tingkat pendidikan maka jumlah perkawinan anak akan
berkurang.

13
c. Mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual.
d. Mencegah remaja yang sudah berkeluarga supaya tidak segera hamil, salah satunya
dengan kegiatan pendidikan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
muda.
e. Penyuluhan kepada keluarga agar menghilangkan kebiasaan keluarga untuk
mengawinkan anak dalam usia muda dan meningkatkan status ekonomi sehingga
dapat menghindari terjadinya pernikahan usia muda dengan alasan ekonomi.
f. Melakukan sosialisasi untuk menghilangkan budaya menikah muda, memperbanyak
kesempatan kerja dan berperilaku tegas dalam melaksanakan peraturan
perundang-undagan mengenai pernikahan, yaitu memberi status kesehatan
masyarakat, dan menyukseskan program keluarga berencana.
g. Mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta
sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan risiko-risiko terburuk
yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat.
h. Meningkatkan intervensi perlindungan anak perempuan 15-17 tahun dengan fokus
utama penyelesaian sekolah menegah atas.
i. Memberikan akses pendidikan tinggi kepada anak-anak guna menangani masalah
kerentanan ekonomi.
j. Mendorong kesetaraan gender, karena anak perempuan lebih rentan pada pernikahan
anak karena adanya persepsi dan ekspektasi masyarakat pada peran domestik anak
perempuan.
k. Memperbanyak lapangan perkerjaan, karena dengan memberikan keluarga peluang
mata pencaharian seperti pinjama keuangan mikro adalah cara yang efektif untuk
mencegah pernikahan dini yang terjadi akibat dari kebutuhan keuangan. Ketika
keluarga memiliki peluang ekonomi yang meningkat, mereka cenderung tidak
menganggap anak perempuan mereka sebagai beban ekonomi.

2.6. Peran Pemerintah Terhadap Pernikahan Dini


Pemerintah wajib berperan guna menangani maraknya fenomena pernikahan di bawah umur.
Dan yang paling berperan yakni pemerintah itu sendiri, guna mengatur perikehidupan
masyarakatnya agar terarah dengan baik, yakni dengan berbagai macam tahap:
1. Tahap Pendekatan
Personal tahap yang pertama bisa dilakukan oleh pihak pemerintah untuk menangani
maraknya pernikahan dini yakni dengan pendekatan personal dengan cara menasehati.

14
Tahap ini dilakukan oleh pegawai pencatatan pernikahan, saat ada masyarakat yang
mendaftar pernikahan, tetapi dalam persyaratan tersebut ada yang tidak sesuai dengan
UU Perkawinan di Indonesia.

2. Tahap Pendataan
Pada tahap ini, pendataan tersebut dilakuakan pada pemerintahan kepala desa.
Pemerintah banyak menemukan suatu pernikahan dini. Namun, pemerintah tidak
bertanggungjawab dengan adanya peristiwa pernikahan tersebut.

3. Tahap Sosialisasi
Mengatasi pernikahan dini yakni dengan cara sosialisasi ke masyarakat yakni melalui
suatu kegiatan kemasyarakatan misalnya gotong-royong, posyandu, dan lain-lain.
Pada saat kata sambutan, kepala desa dapat memberikan motivasi kepada orang tua
untuk melanjutkan kepada anak-anak agar melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi, minimal lulusan SMA/MA, dengan begitu anak-anak yang berniat
melakukan pernikahan sudah cukup umur dan sesuai dengan ketentuan di dalam UU
Perkawinan.

4. Ditanggungkan Surat Nikah


Surat nikah yang dipersulit atau dengan proses pembuatan yang sangat rumit, namun
masih saja masyarakat tidak memperdulikan hal tersebut. Dengan cara agar
masyarakat yang berniat melakukan pernikahan dini agar diberikan efek jera. Karena,
jika hal ini terus berlanjut.

5. Perketat Undang-Undang Perkawinan


Masyarakat akan merasa takut apabila ingin melangsungkan pernikahan di bawah
umur, dikarenakan pemerintah daerah, pemerintah desa maupun Kantor Urusan
Agama (KUA) sudah mulai memperketat aturan-aturan mengenai pernikahan. Hal ini
dilakukan agar dapat meminimalisir pernikahan dini.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pernikah dini (early marriage) di Indonesia sangatlah
tinggi. Hal itu terjadi karena dukungan oleh keadaan lingkungan yang salah dan bimbingan
atau pengetahuan dari orang tua yang juga salah. Oleh sebab itu diperlukan suatu bimbingan
yang memadai agar mencegah terjadinya suatu pernikahan dini. Jika dilihat dengan baik,
ternyata pernikahan dini memiliki banyak dampat negatif dibandingkan dampak positifnya,
yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah perceraian yang terjadi dan kasus kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) yang meningkat dan terjadi pada wanita usia subur, tidak
bekerja, berstatus sangat miskin, tidak bersekolah, pasangan tidak bekerja dan pasangan tidak
bersekolah.

3.2. Saran
Menurut penulis, pernikahan dini di Indonesia harus segera dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Pernikahan dini merupakan kegiatan yang kuno, bahkan
masyarakat sekarang lebih sibuk mengurusi karir dan pendidikannya daripada membentuk
sebuah keluarga. Maka tida heran banyak anak muda generasi sekarang yang sudah tidak
peduli dengan stereotype dalam hidup harus menikah maupun stereotype masyarakat patriarki
yang beranggapan perempuan itu kodratnya menjadi ibu dan mengurus suami. Namun
sayangnya pemikiran seperti itu hanya ada pada anak muda di wilayah perkotaan tidak
dengan pemikiran anak muda di wilayah perdesaan.

Jika masyarakat sudah memiliki padangan dan pemikiran yang berorientasi pada masa depan
dan perkembangan dunia dalam beberapa tahun kedepan, penulis yakin pernikahan dini di
Indonesia akan berkurang bahkan sudah tidak ada lagi. Dengan adanya makalah ini, penulis
berharap isu pernikahan dini di Indonesia dapat teratasi dan berharap agar para anak muda
untuk lebih terbuka dan perhatian terhadap pergaulannya dan terhadap isu pernikahan dini di
Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal, dkk. 2021. Budaya Hukum Pernikahan Dini di Masyarakat. Bayumas: CV Pena
Persada.

Ernawati, Hery, dkk. 2022. Pernikahan Dini - Culture serta Dampaknya. Bayumas: CV
Amerta Media.

Lis Yudiyani. 2022. Pernikahan Dini Pada Remaja di Indonesia. Makalah.

Muntamah, Ana, Latifatul. 2019. PERNIKAHAN DINI DI INDONESIA: FAKTOR DAN


PERAN PEMERINTAH (PERSPEKTIF PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI ANAK). Jurnal Hukum Widya Yuridika 2 (1): 1-12.

17

Anda mungkin juga menyukai