Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEBIDANAN PADA PRANIKAH & PRAKONSEPSI

PADA NN. S USIA 18 TAHUN DENGAN DISMENOREA


PRIMER DENGAN PERMASALAHAN BIAS GENDER
DALAM PERNIKAHAN USIA DINI DI UPTD PUSKESMAS
SUBANG KABUPATEN KUNINGAN

(Penerapan Inovasi Swedish Massage untuk Mengurangi Nyeri Haid dan


Mengurangi Kecemasan Menjelang Pernikahan dengan Permasalahan Bias
Gender Dalam Pernikahan Usia Dini)

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Pada Stase


Praktik Asuhan Kebidanan Pranikah dan Prakonsepsi

Disusun oleh :

UPIT PITRIASARI NIM. JBX0230091

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya dipanjatkan kepada Allah SWT, karena

dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Asuhan

Kebidanan Pada Pranikah dan Prakonsepsi mengenai “Asuhan Kebidanan Pada

Pranikah & Prakonsepsi Pada Nn. S Usia 18 Tahun Dengan Dismenorea Primer

Dengan Permasalahan Bias Gender Dalam Pernikahan Usia Dini di UPTD

Puskesmas Subang Kabupaten Kuningan”.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan kemampuan dalam

penyusunan laporan ini, oleh karena itu tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak

mungkin laporan ini dapat diselesaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu segala kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Kuningan, Januari 2024

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………... ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1

1.2 Tujuan ……………………………………………………………….. 6

1.3 Metode Pengkajian ………………………………………………… 7

1.4 Manfaat …….………………………………………………………. 8

BAB II TINJAUAN TEORI ………………………………………….. 10

2.1 Konsep Pernikahan Usia Dini .……….…………………………… 10

2.2 Konsep Pra Konsepsi ………………………………………………. 25

2.3 Disminorea …………………………..………………………………. 34

2.4 Konsep Dasar Pijat Swedia / Swedish Massage …………………….. 39

BAB III LAPORAN KASUS ………………..………………………… 51

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………… 64

BAB V KESIMPULAN ……………………………………………….. 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasangan calon pengantin perlu mempersiapkan diri dalam

memasuki gerbang pernikahan untuk membentuk keluarga yang sejahtera

dan melahirkan generasi penerus sehat dan berkualitas.Sebelum menikah

calon pengantin perlu mempersiapkan kondisi kesehatannya agar dapat

menjalankan kehamilan sehat sehingga dapat melahirkan generasi

penerus yang sehat dan menciptakan keluarga yang sehat (Kementerian

Kesehatan RI, 2020).

Dalam menjalankan pernikahan baik laki-laki maupun perempuan

harus memiliki kesiapan yang matang diantaranya adalah kesiapan

mental, kesiapan sosial dan peran, serta kesiapan dalam hal finansial.

Menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

menjelaskan bahwa usia ideal untuk melakukan pernikahan adalah 21

tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki, karena usia tersebut

dianggap sebagai usia yang sudah matang baik dalam hal biologis

maupun psikologis.

Akan tetapi saat ini pernikahan tidak dilakukan oleh laki-laki

maupun perempuan yang sudah dewasa saja, namun juga banyak praktik

pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang yang masih berada di bawah

usia 18 tahun.

1
5

Rendahnya ekonomi keluarga dari pasangan yang menikah di usia

anak mengharuskan perempuan turut dalam mencari nafkan untuk

membantu mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga peran perempuan

tidak hanya berada di ranah domestik namun juga berada di ranah publik.

Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali

diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di

masyarakat bahwa semua pekerjaan domesti yang dikerjakan oleh

perempuan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang

dilakukan oleh laki-laki, sehingga untuk perempuan yang bekerja di ranah

publik dengan tujuan membantu mencukupi kebutuhan keluarga, dengan

tanpa meninggalkan pekerjaan domestik dianggap sebagai suatu hal yang

wajar (Fakih, 2013:21).

Tidak hanya munculnya rantai kemiskinan sehingga menyebabkan

perempuan turut serta dalam menjalankan peran ganda, praktik

pernikahan usia anak juga memberikan dampak besar bagi perempuan.

Kartikawati (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perempuan

yang menikah di usia anak lebih rentan terhadap resiko-resiko yang

ditimbulkan antara lain rentan terhadap tindak kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT). Selain itu pernikahan usia anak juga berdampak pada

kesehatan mental pada perempuan, serta berpotensi mengalami kehamilan

beresiko tinggi, perempuan yang menikah di usia 10-18 tahun memiliki

kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, di masa kehamilan atau

melahirkan.

5
6

Rendahnya pendidikan menjadikan laki-laki dan perempuan

khususnya tidak mengetahui tentang berbagai dampak negatif dari

pernikahan usia anak, sehingga masih banyak terjadi praktik pernikahan

anak di berbagai wilayah pedesaan. Salah satunya terjadi di Kecamatan

Darma Kabupaten Kuningan, di mana di daerah tersebut masih banyak

terjadi pratik pernikahan usia anak khusunya oleh perempuan. Bagi

masyarakat di daerah tersebut pernikahan usia anak dianggap sebagai hal

yang wajar, karena anggapan masyarakat bahwa kodrat perempuan adalah

menjadi ibu rumah tangga, dan melakukan tugas-tugas domestik lainnya.

Pemerintah Indonesia menggelar program unik untuk calon wanita

atau biasa disebut sucatin yang berencana mempersiapkan diri untuk

hidup sejahtera konsepsi yang sehat sehingga dapat menciptakan catin

yang berkualitas. Pada penyelenggaraan ini ada KIE dalam hal

kesejahteraan konsepsi untuk menjamin catin memiliki informasi yang

memadai untuk merencanakan kehamilan dan membangun keluarga yang

solid (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Beberapa pelatihan dalam pendidikan kesehatan pranikah yang

diberikan oleh petugas ke calon pengantin secara aturan umum, materi

yang harus diperhatikan adalah materi organ reproduksi wanita, cara yang

benar-benar fokus pada organ konsepsi, makna orientasi, dan keadilan

orientasi. Dalam pendidikan kesehatan ini juga menjelaskan penyakit

yang perlu diwaspadai oleh pasangan calon pengantin yaitu Infeksi

Saluran Reproduksi maupun Infeksi Menular Seksual. Kegiatan

6
7

pendidikan kesehatan calon pengantin juga menjelaskan tentangAnemia,

Kekurangan Gizi, Hepatitis B, Diabetes Melitus, Malaria, TORCH,

Thalasemia, Hemofilia, maupun informasi tentang kehamilan seperti

masa kehamilan, proses kehamilan, kehamilan ideal, indikasi bahaya

kehamilan, indikasi pada ibu dan anak, pengaturan kelahiran dan pilihan

strategi untuk pasangan baru yang membutuhkan untuk menunda

kehamilan (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Dampak yang dapat ditimbulkan jika penyuluhan kesehatan

reproduksi tidak diberikan kepada masyarakat adalah rendahnya

informasi tentang kesehatan janin pada manusia dapat menyebabkan

berbagai penyakit dan ketidaknyamanan nyata pada organ reproduksi

(Juwitasari, Dyna A, 2020).

Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental, dan

sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta

prosesnya. Salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terkait dengan

menstruasi adalah dismenore (Sari dkk, 2017). Gangguan menstruasi

yang dihadapi perempuan cukup banyak antara lain adalah Pre

Menstruasi Syndrome (PMS), amenore, poligomenore, oligomenore, dan

salah satunya adalah dismenorea (Priharyanti dkk, 2019). Dismenore

merupakan suatu fenomena simptomatik pada saat menstruasi meliputi

nyeri perut, kram dan sakit punggung bawah. Banyak orang yang

beranggapan, nyeri haid merupakan hal yang sangat wajar dan dapat

7
8

terjadi pada perempuan yang mengalami mentruasi khususnya pada

perempuan yang belum menikah, namun tidak sedikit perempuan yang

mengalami nyeri yang berkepanjangan dan terus menerus hingga

mengalami rasa sakit bahkan tidak dapat melakukan aktifitas selama

menstruasi karena rasa nyeri yang tidak tertahankan.

Dismenore juga memiliki hubungan dengan keadaan psikologis

yang tidak nyaman pada perempuan yang menstruasi seperti, cepat

tersinggung, suasana hati yang buruk, mudah marah,dan lain –lain (Putri,

2018). Lama menstruasi lebih dari normal, menimbulkan adanya

kontraksi uterus, bila menstruasi terjadi lebih lama mengakibatkan uterus

lebih sering berkontraksi dan semakin banyak prostaglandin yang

dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa

nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang terus menerus menyebabkan

suplay darah ke uterus terhenti dan terjadi dismenore. Menarche pada usia

lebih awal menyebabkan alatalat reproduksi belum berfungsi secara

optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul

nyeri ketika menstruasi (Riski dkk, 2016).

Jika dismenore tidak ditangani maka memiliki dampak patologis

(kelainan atau gangguan) yang mendasari dapat atau memicu kenaikan

angka kematian, termasuk kemandulan. Selain itu konflik emosional,

ketegangan dan kegelisahan dapat memainkan peranan serta

menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing (Lubis, 2018).

Upaya penanganan dalam mengatasi dismenore dapat dilakukan

8
9

dengan dua cara, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi non-

farmakologis. Terapi farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian

obat-obatan kimiawi (seperti pemberian obat anti inflamasi non-steroid).

Sedangkan untuk terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan terapi

tradisional tanpa obat kimiawi (Erman, Lailiyana, & Aryani, 2018).

Terapi non-farmakologi dengan metode massage yang dapat

digunakan dalam menangani dismenore adalah swedish massage.

Swedish massage adalah tehnik pemijatan dengan melakukan manipulasi

pada permukaan kulit yang tujuannya merelaksasikan otot-otot yang

tegang dan kaku (Pebriani, 2016). Menurut Fitria (2018) Swedish

massage dapat mengoptimalkan sirkulasi darah tanpa menambah beban

kerja jantung. Stimulus pada swedish massage ini merangsang saraf

parasimpatis untuk mengeluarkan hormone endhorpine yang mampu

memberikan kenyamanan (Muslimah, Awaludin, & Kurniawan, 2019).

Kelebihan dari swedish massage menurut Adawiyah, Febriani, &

Fithriana (2017) swedish massage dapat memperbaiki sirkulasi pada

tubuh sehingga dapat mengoptimalkan sirkulasi didaerah tubuh yang

mengalami nyeri, sirkulasi yang optimal dapat menurunkan tingkat nyeri.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menerapkan asuhan pranikah dan prakonsepsi pada calon

pengantin dengan disminorea primer dengan penerapan inovasi

9
10

pijat swedia untuk mengurangi nyeri haid dengan permasalahan

bias gender dalam pernikahan usia dini di Desa Subang wilayah

kerja UPTD Puskesmas Subang Kabupaten Kuningan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada kasus perencanaan kehamilan

sehat pada calon pengantin dengan disminorea primer dengan

penerapan inovasi pijat swedia untuk mengurangi nyeri haid

dengan permasalahan bias gender dalam pernikahan usia dini.

2. Mengidentifikasi masalah, diagnosa dan kebutuhan.

3. Mengidentifikasi masalah potensial.

4. Mengidentifikasi kebutuhan yang menimbulkan penanganan

segera.

5. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan.

6. Melakukan rencana yang telah ditetapkan.

7. Mengevaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan.

1.3 Metode Pengkajian

1. Observasi

Memantau secara langsung

2. Intervensi

Melakukan intervensi sesuai dengan Langkah EDB/Jurnal yang ada

sehingga masalah yang terjadi dapat mengalami perkembangan yang

lebih baik

10
11

3. Wawancara

Dengan melakukan Tanya jawab langsung kepada pasien tentang

masalah yang dialaminya

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari asuhan kebidanan pada kasus ini dapat menambah wawasan

mengenai ilmu kebidanan yang berhubungan dengan asuhan kebidanan

pranikah dan prakonsepsi dan sebagai bahan kepustakaan dan referensi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Klien / Calon Pengantin

Menjadi sarana promosi, skrining, dan intervensi pada calon pengantin

dalam rangka menurunkan faktor resiko yang mempengaruhi

kehamilan yang akan datang.

2. Bagi Mahasiswa

Menjadi bahan acuan dan bacaan untuk menambah informasi serta

meningkatkan pengetahuan sehingga mampu menerapkan asuhan

kebidanan pranikah dan prakonsepsi.

3. Bagi UPTD Puskesmas Subang

Sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan kebidanan di UPTD

Puskesmas Darma dalam memberikan asuhan pranikah dan

prakonsepsi secara tepat.

11
12

4. Bagi Program Studi Profesi Bidan STIKES Kuningan

Dapat menjadi bahan acuan dan bacaan untuk meningkatkan

pengetahuan, sebagai bahan masukan dan penambahan sumber-

sumber bagi instansi pendidikan mengenai asuhan pranikah dan

prakonsepsi.

5. Profesi lain

Dapat menjadi bahan masukan dan panduan bagi tenaga kesehatan

bidan dalam memberikan asuhan kebidanan serta meningkatkan

profesionalisme tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan.

12
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pernikahan Usia Dini

2.1.1 Pengertian

Secara umum pernikahan usia muda adalah pernikahan yang

dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita yang umur keduanya

masih dibawah batasan minimum yang diatur oleh Undang-Undang

(Sunarto, 2020).

Dalam UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa

perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan

pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal

7 tahun 1974 ayat (1) perkawinan dapat dan dilakukan jika pihak laki-laki

dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan

pernikahan masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21

tahun, harus mendapat izin kedua orangtua.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) yang telah melakukan kerjasama dengan MOU yang

menyatakan bahwa Usia Perkawinan pertama diijinkan apabila pihak pria

mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun. Selebihnya

perkawinan dilakukan dibawah batas minimal ini disebut pernikahan dini

(Nurhajati dan Wardyaningrum 2019).

10
Berdasarkan penjelasan di atas maka pernikahan dini dapat

didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan

perempuan sebagai suami isteri di usia yang masih muda/remaja dibawah

umur 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

1) Tingkat Pendidikan

Dalam kehidupan seseorang, dalam menyikapi masalah dan

membuat keputusan termasuk hal yang lebih kompleks ataupun

kematangan psikososialnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

seseorang (Sarwono, 2017). Tingkat pendidikan maupun pengetahuan

anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan

melakukan pernikahan di usia dini (Alfiyah, 2019).

Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan

buat anaknya, karena di dalam lingkungan keluarga ini, pendidikan

anak yang pertama dan utama (Nandang, 2019). Juspin (2019)

mengemukakan bahwa peran orang tua terhadap kelangsungan

pernikahan dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan

orang tua yang dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua.

2) Peran Orang Tua

Orangtua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia

perkawinan anak (Algifari, 2019). Nurhajati, dkk (2019) yang

mengungkapkan bahwa keputusan menikah di usia muda sangat

ditentukan oleh peran oangtua. Peran orang tua sangat penting dalam

11
membuat keputusan menikah di usia muda dimana keputusan untuk

menikah di usia muda merupakan keputusan yang terkait dengan 3

latar belakang relasi yang terbangun antara orang tua dan anak dengan

lingkungan pertemanannya.

3) Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan dapat mengukur status sosial ekonomi serta masalah

kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja (Guttmacher dalam

Yunita, 2019). Zai (2017) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan

antara pekerjaan responden dengan kejadian pernikahan dini.

Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,

pendidikan dan masalah kesehatan bagi orang itu sendiri.

4) Budaya

Ketamanda (2019) menyebutkan bahwa dalam konteks

Indonesia pernikahan lebih condong diartikan sebagai kewajiban sosial

dari pada manifestasi kehendak bebas setiap individu. Secara umum,

dalam masyarakat yang pola hubungannya bersifat tradisional,

pernikahan dipersepsikan sebagai suatu “keharusan sosial” yang

merupakan bagian dari warisan tradisi dan dianggap sakral. Sedangkan

dalam masyarakat rasional modern, perkawinan lebih dianggap sebagai

kontrak sosial, dan karenanya pernikahan sering merupakan sebuah

pilihan. Cara pandang tradisional terhadap perkawinan sebagai

kewajiban sosial ini, memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap

fenomena kawin muda yang terjadi di Indonesia dan dijadikan budaya

12
yang sampai saat ini masih berkembang di Indonesia terutama di

pedesaan.

5) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan

panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu proses melihat dan

mendengar. Selain itu melalui mata dan telinga yaitu proses melihat

dan mendengar. Selain itu proses pengalaman dan proses belajar dalam

pendidikan formal maupun informal (Notoadmodjo, 2019).

Keadaan tersebut seperti yang telah diungkapkan oleh Lawrence

Green dalam Notoadmodjo (2019) yang menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior

causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor :

a) Faktor Pendorong (predisposing factors)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi

terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

13
b) Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin

adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku

kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat

pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,

makanan bergizi, uang dan sebagainya.

c) Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perilaku.Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk

berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Sedangkan Menurut

Kabir dkk, (2019) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan

pernikahan dini adalah :

1. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat

membuat pernikahan dini semakin marak. Menurut saya, Wajib

Belajar 9 Tahun bisa dijadikan salah satu 'obat' dari fenomena

ini, dimisalkan seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun,

maka saat dia menyelesaikan program tersebut, dia sudah

berusia 15 tahun. Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak

pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat emosi yang sudah

mulai stabil. Apalagi bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar

14
12 tahun. Jika program wajib belajar tersebut dijalankan

dengan baik, angka pernikahan dini pastilah berkurang.

2. Pendidikan suami

Pendidikan suami juga memegang penanan penting dalam

memutuskan pernikahan dini. Suami yang berpendidikan tinggi

kecil kemungkinan akan menikahi remaja yang berusia dini

sebaliknya suami yang berpendidikan rendah akan lebih mudah

mengambil keputusan untuk menikah tanpa memperhatikan

usia pasanganya.

3. Media

Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah

mengakses segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dan

semacamnya, hal ini membuat mereka jadi "terbiasa" dengan

hal-hal berbau seks dan tidak menganggapnya tabu lagi.

Memang pendidikan seks itu penting sejak dini, tapi bukan

berarti anak-anak tersebut belajar sendiri tanpa didampingi

orang dewasa.

4. Faktor orang tua

Orangtua sering kali khawatir anaknya melakukan 'zina' saat

berpacaran, maka ada orang tua yang langsung menikahkan

anaknya dengan pacarnya. Niatnya memang baik, untuk

melindungi sang anak dari perbuatan dosa, tapi hal ini juga

tidak bisa dibenarkan.

15
5. Lingkungan

Pernikahan usia dini sering kali depengaruhi oleh lingkungan

tempat tinggal, serta budaya masyarakat yang berkembang di

lingkungan sekitar

2.1.3 Dampak Pernikahan Dini

Kertamanda (2019) menyebutkan dampak perkawinan usia muda

akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak, baik

dalam hubungannya dengan mereka sendiri, terhadap anakanak, maupun

terhadap keluarga mereka masing-masing. Adapun beberapa dampak yang

ditimbulkan dari pernikahan dini menurut Kertamanda (2019) adalah :

1. Dampak terhadap suami istri

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istrti yang

telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi

atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal

tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental

mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi

2. Dampak terhadap anak-anaknya

Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia

muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain berdampak

pada pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia muda,

perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena

bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun,

16
bila hamil akan mengalami gangguangangguan pada kandungannya

dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak.

3. Dampak terhadap masing-masing keluarga

Selain berdampak pada pasangan suami-istri dan anak-anaknya

perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak terhadap

masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan diantara anak-anak

mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya

masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga

mereka tidak bahagia dan akhirnya yang terjadi adalah perceraian. Hal

ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang

paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua

belah-pihak.

Dampak secara sederhana dapat diartikan sebagai hasil atau

efek. Setiap tindakan menimbulkan akibat atau dampak dalam

masyarakat daripad target yang diperhitungkan dalam suatu kebijakan.

Sesuai dengan ciri kebijakan yang dapat bersifat positif maupun

negatif, dampak yang timbul juga ada yang bersifat positif dan ada

yang bersifat negatif yang diharapkan terjadi dari suatu tindakan

kebijakan.

a) Dampak Positif

Dampak adalah dorongan untuk membujuk, memastikan,

mempengaruhi atau mengesankan orang lain, tujuannya adalah

untuk membuat orang lain mengikuti atau mendukung

17
keinginannya. Dari segi ideologis harus afirmatif, tegas dan benar

terutama memperhatikan hal-hal yang baik. Bersikap positif adalah

semacam suasana spiritual, yang mengutamakan aktivitas kreatif

daripada aktivitas membosankan, kegembiraan diutamakan

daripada kesedihan, dan optimisme diutamakan daripada

pesimisme. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan dampak positif adalah keinginan untuk

membujuk, memastikan dan mempengaruhi atau mengesankan

orang lain agar mereka mengikuti atau mendukung keinginan

baiknya.

b) Dampak Negatif

Menurut beberapa penelitian ilmiah, disimpulkan bahwa

dampak negatif adalah pengaruh buruk yang lebih besar

dibandingkan dengan dampak positifnya. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengaruh negatif

adalah keinginan untuk membujuk, memastikan, mempengaruhi

atau mengesankan orang lain, dan tujuannya adalah untuk

membuat orang lain mengikuti atau mendukung keinginan

buruknya sendiri dan menghasilkan akibat tertentu.

Secara biologis, organ reproduksi anak masih dalam tahap

matang, dan belum siap untuk berhubungan seks dengan lawan

jenis, apalagi setelah melahirkan. Persiapan organ reproduksi

wanita yang tidak memadai dapat berdampak berbahaya bagi ibu

18
dan bayi. Studi oleh banyak universitas dan organisasi

nonpemerintah wanita menunjukkan bahwa pernikahan anak di

bawah umur mempengaruhi organ reproduksi mereka dan tidak

siap untuk pembuahan, yang dapat menyebabkan penyakit organ

reproduksi wanita, seperti pendarahan terus menerus, keputihan,

infeksi, aborsi spontan dan infertilitas. Usia ideal pembuahan organ

reproduksi wanita minimal harus pada usia kematangan psikologis,

yaitu usia 21 tahun. Pada saat ini, wanita dianggap sudah siap

menjadi ibu secara fisik dan mental.

Dari segi psikologis, anak yang belum dewasa sebenarnya

tidak memiliki persiapan dan pemahaman yang baik tentang seks,

sehingga akan menimbulkan trauma psikologis jangka panjang

pada pikiran anak yang sulit disembuhkan. Anak akan tertekan dan

akan menyesal bahwa hidupnya berakhir dengan pernikahan yang

di dalamnya ia sendiri tidak memahami keputusan hidupnya.

Selain itu, hubungan perkawinan akan meniadakan hak anak atas

pendidikan (9 tahun wajib belajar), hak bermain dan menikmati

waktu luang serta hak-hak lain yang melekat pada diri anak.

Secara sosiologis, fenomena pernikahan dini terkait dengan

faktor sosial budaya yang bias gender dalam masyarakat patriarki,

dan perempuan ditempatkan pada status yang lebih rendah dan

tidak dipandang hanya sebagai pelengkap gender laki-laki. Status

19
ini akan menopang budaya patriarki yang bias gender, dan dapat

menciptakan kekerasan terhadap perempuan (Umi Faridatul, 2020).

2.1.4 Bias Gender dalam Pernikahan Usia Dini

Relasi antara laki-laki dan perempuan merupakan tema yang tidak

pernah berakhir. Secara umum, istilah patriarki digunakan untuk

menyebutkan “kekuasaan laki-laki”, khususnya hubungan kekuasaan

antara laki-laki dan perempuan yang di dalamnya berlangsung dominasi

laki-laki atas perempuan yang direalisasi melalui bermacammacam media

dan cara (Dewi Chandraningrum, 2013).

Kesetaraan sosial antara laki-laki dan perempuan adalah bagaimana

membangun paradigma agar laki-laki dan perempuan memiliki

kesederajatan, sehingga tidak ada rasa superioritas. Marginalisasi

perempuan yang muncul kemudian menunjukkan bahwa perempuan

menjadi the second sex, seperti juga sering disebut sebagai “warga kelas

dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan. Pembahasan

tentang perempuan sebagai suatu kelompok memunculkan sejumlah

kesulitan. Konsep “Posisi perempuan” dalam masyarakat memberi kesan

bahwa, ada beberapa posisi universal yang diduduki oleh setiap

perempuan di semua masyarakat. Kenyataannya bahwa, bukan semata-

mata tidak ada pernyataan yang sederhana tentang “Posisi perempuan”

yang universal, tetapi disebagian besar masyarakat tidaklah mungkin

memperbincangkan perempuan sebagai kelompok yang memiliki

20
kepentingan bersama. Perempuan ikut andil dalam stratifikasi masyarakat.

Ada perempuan kaya, ada perempuan miskin, dan latar belakang kelas

kaum perempuan mungkin sama penting dengan jendernya dalam

menentukan posisi mereka di masyarakat. Dalam masyarakat

multikultural, latar belakang etnis seorang perempuan, bahkan mungkin

lebih penting daripada kelas. Istilah Gender juga berguna, karena istilah itu

mencakup peran sosial kaum perempuan maupun laki-laki. Hubungan

antara laki-laki dan perempuan seringkali amat penting dalam menentukan

posisi keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang dapat

berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi

dan pendefinisian perilaku gender yang semestinya dilakukan olah

masyarakat.

Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi antara laki-laki dan

perempuan seringkali merugikan perempuan. Perempuan diharapkan dapat

mengurus dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga, walaupun

mereka bekerja di luar rumah tangga, sebaliknya tanggung jawab laki-laki

dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat

beranggapan bahwa, tugas-tugas kerumahtanggan dan pengasuhan anak

adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut bekerja. Ada

batasan tentang hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki

ataupun perempuan dalam menjalankan tugas-tugas rumah tangga.

Perempuan kurang dapat mengembangkan diri, karena adanya pembagian

tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang dapat diharapkan karena

21
adanya idiologi tentang pembagian tugas secara seksual. Dalam setiap

masyarakat, peran laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan.

Perbedaan yang dilakukan mereka berdasar komunitasnya, status maupun

kekuasaan mereka. Perbedaan perkembangan peran gender dalam

masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan alam,

hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-

teki perbedaan jenis kelamin.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat

memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk mejadi kepala rumah

tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi

tanggung jawab kaum perempuan, bias gender yang mengakibatkan beban

kerja tersebut seringkali diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan

atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat

sebagai jenis “pekerjaan perempuan”, seperti semua pekerjaan

domestik,dianggap dan di nilai rendah di bandingkan dengan jenis

pekerjaan yang di anggap sebagai “pekerjaan lelaki”, serta dikategorikan

sebagai “bukan produktif” sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik

ekonomi negara. Sementara itu kaum perempuan, karena anggapan gender

ini,sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka.

Di lain pihak kaum lelaki tidak di wajibkan secara kultural untuk

menekuni berbagai jenis pekerjaan tersebut (Fakih, 2013).

Masyarakat juga menganggap bahwa peran perempuan dalam rumah

tangga hanya sebagai peran pembantu bagi kaum laki-laki. Baik dalam hal

22
mengambil keputusan, pendidikan, pekerjaan, dan hal-hal yang lain dalam

rumah tangga. Pendidikan tinggi dianggap tidak terlalu penting.

Masyarakat beranggapan bahwa perempuan sebagai istri sekaligus anak

yang harus patuh kepada suami dan orang tua. Sehingga pendidikan agama

dianggap sudah cukup sebagai bekal untuk menikah.

Bahkan ada yang putus sekolah dengan alasan calon suaminya

memliki pendidikan yang lebih rendah. Masyarakat yang beranggapan

bahwa laki-laki tidak boleh berada dibawah perempuan, sehingga alasan-

alasan agar pihak perempuan tidak melanjutkan sekolah pun banyak

dilakukan oleh pihak laki-laki. Seperti cepat-cepat dinikahi kemudian

dibawa merantau, dll.

Posisi perempuan dalam rumah tangga masih dianggap sebagai

peran pembantu suami. Perempuan memang sudah memiliki hak untuk

bekerja, namun disisi lain pekerjaan yang dilakukan perempuan hanya

dianggap sekadar menunjang pekerjaan suami. Padahal perempuan

memiliki beban kerja yang sangat banyak daripada laki-laki. Semua

pekerjaan rumah, mengurus anak, bahkan masih ada tambahan kerja lain.

terkadang suami jarang memahami posisi seorang istri, sehingga masih

ada pertengkaran karena perempuan kurang memenuhi kewajibannya

dalam rumah tangga.

Menurut Fakih 2013 (dalam Munawara 2015) bahwa ada beberapa

hal tentang ketidakadilan gender, yaitu stereotip dan beban kerja yang

ditimpahkan pada perempuan. Seperti yang terjadi dilapangan bahwa

23
stereotip dan beban kerja ditimpahkan pada perempuan. perempuan

dipercaya untuk menjaga rumah dan mempersiapkan segala kebutuhan

rumah tangga. Baru setelah memiliki anak, perempuan diijinkan untuk

bekerja. Namun tidak boleh jauh dari rumah, seperti membantu bercocok

tanam, menjual sayur keliling, membuka toko dirumah dan lain-lain.

2.1.5 Dampak Pernikahan Dini Bagi Perempuan

Ada banyak dampak yang terjadi pada pernikahan dini. Menurut

Rahma (2012) dalam Munawara, Dkk, pernikahan dini akan berisiko

dalam beberapa aspek, yaitu; pada segi kesehatan, fisik, mental/jiwa,

pendidikan, kependudukan, dan keberlangsungan rumah tangga.

1) Dalam segi kesehatan informan mengaku bahwa perempuan yang

masih berusia belia ketika menghadapi masa hamil maka sangat rawan

terhadap resiko keguguran.

2) Dalam segi fisik, meskipun terlihat sudah dewasa, namun dalam

biologisnya mereka belum siap dalam menghadapi kehamilan.

3) Pada segi mental/jiwa dan rumah tangga perempuan di desa Sepulu

menanggung beban kerja yang terlalu tinggi dibanding dengan laki-

laki, sehingga rawan terhadap stres, selain itu perempuan yang masih

berusia muda dalam konteks emosionalnya masih labil. Dengan

demikian mereka dipaksa untuk berpikir diluar kemampuannya hingga

pada akhirnya mereka menjadi tua sebelum waktunya.

24
4) Dalam ranah pendidikan, jelas perempuan sudahtidak memiliki

kesempatan lagi, sebab masa kanak-kanaknya sudah direnggut dengan

pernikahan yang dipaksa keluarga.

5) Pada aspek kependudukan, dengan perndidikan yang rendah, maka

pertumbuhan penduduk akan terasa kaku. Sehingga kesejahteraan

hidup juga kurang dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini

perempuan akan dikucilkan dari pendidikan tinggi, sehingga

pertumbahan penduduk dilingkungan akan mengalami ketimpangan,

seperti tidak ada pembelaan bahwa sebenarnya mereka berperan

penting dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dilingkungan

masyarakat.

2.2 Konsep Prakonsepsi

2.2.1 Pengertian Prakonsepsi

Masa pranikah dapat dikaitkan dengan masa prakonsepsi, karena

setelah menikah wanita akan segera menjalani proses konsepsi. Masa

prakonsepsi merupakan masa sebelum kehamilan. Periode prakonsepsi

adalah rentang waktu dari tiga bulan hingga satu tahun sebelum konsepsi

dan idealnya harus mencakup waktu saat ovum dan sperma matur, yaitu

sekitar 100 hari sebelum konsepsi. Status gizi WUS atau wanita pranikah

selama tiga sampai enam bulan pada masa prakonsepsi akan menentukan

kondisi bayi yang dilahirkan. Prasayarat gizi sempurna pada masa

25
prakonsepsi merupakan kunci kelahiran bayi normal dan sehat (Susilowati

& Kuspriyanto, 2016).

Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil atau masa

sebelum terjadinya pertemuan antara ovum (sel telur) dengan sperma.

Wanita pra konsepsi diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia

subur yang siap menjadi seorang ibu. Reproduksi manusia merupakan

hasil dari pembentukan kompleks yang melibatkan interaksi berbagai

proses, seperti genetik, biologis, lingkungan dan tingkah laku. Proses pra

konsepsi dialami oleh pria dan wanita sebagai tahap sebelum konsepsi

(Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah Kurniawati, 2019).

2.1.2 Tujuan Prakonsepsi

Masa prakonsepsi adalah waktu dalam penyediaan intervensi

biomedik, perilaku dan kesehatan untuk perempuan dan pasangan

sebelum terjadinya konsepsi/ kehamilan. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan status kesehatan baik perempuan maupun laki- laki, dan

mengurangi perilaku individu serta lingkungan yang berdampak terhadap

keaehatan ibu dan anak. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan

kesehatan ibu dan bayi, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang. Selain itu tujuan dari konsep kesehatan praakonsepsi diantaranya

yaitu untuk mencegah terjadinya kematian ibu dan bayi, mencegah

kehamilan yang tidak diinginkan, mencegah komplikasi selama

kehamilan dan persalinan serta mencegah lahir mati, kecacatan, kelahiran

prematur dan berat lahir rendah (WHO, 2013).

26
2.1.3 Kesehatan Dalam Periode Prakonsepsi

Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang sedang dalam

peralihan masa remaja akhir hingga usia dewasa awal. Karakteristik WUS

yang paling utama adalah ditandai dengan peristiwa fisiologis, seperti

menstruasi dan tercapainya puncak kesuburan dengan fungsi organ

reproduksi yang sudah berkembang dengan baik. WUS diasumsikan

sebagai wanita dewasa yang siap menjadi seorang ibu. Kebutuhan pada

masa ini berbeda dengan masa anak-anak, remaja, ataupun lanjut usia.

Kebutuhan zat gizi pada masa ini menjadi penting karena merupakan

masa dalam mempersiapkan kehamilan dan menyusui.

WUS sebagai calon ibu merupakan kelompok rawan yang harus

diperhatikan status kesehatannya, terutama status gizinya. Kualitas

seorang generasi penerus akan ditentukan oleh kondisi ibunya sejak

sebelum hamil dan selama kehamilan, masa pernikahan dapat dikaitkan

dengan masa pra konsepsi karena setelah menikah wanita akan menjalani

proses konsepsi (Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah Kurniawati, 2019).

2.1.4 Peran Pasangan Selama Masa Prakonsepsi

Masa prakonsepsi bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan

baik perempuan maupun laki-laki sebelum terjadinya kehamilan.

Tanggung jawab dalam meningkatkan status kesehatan tidak hanya

menjadi tanggung jawab perempuan saja melainkan juga menjadi

tanggung jawab laki-laki, banyak studi yang telah menyebutkan bahwa

status kesehatan laki- laki selama masa prakonsepsi juga berkontribusi

27
terhadap status kesehatan ibu dan anak selama kehamilan. Menurut

(WHO, 2013) peran pasangan dalam meningkatkan status kesehatan pada

masa prakonsepsi diantaranya :

a. Perbaikan Nutrisi

Pada aspek nutrisi diharapkan pasangan dapat mengkonsumsi

makanan sehat dengan menerapkan gizi seimbang, meningkatkan

konsumsi zat besi dan asam folat pada perempuan, Mendeteksi

kemungkinan riwayat anemia dan diabetes dengan mengunjungi

tenaga kesehatan untuk mendapatkan informasi yang tepat terhadap

pencegahannya.

b. Konsumsi Rokok dan Alkohol

Berhenti mengkonsumsi rokok dan alkohol baik bagi laki- laki

maupun perempuan. (Meeker Benediktus, 2013) dalam (Kotelchuck,

2017) mengatakan bahwa asap rokok pada laki- laki dapat berdampak

terhadap perkembangan janin dan bersiko terjadi kecacatan.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Mc Bride et al.

2016) menyatakan bahwa konsumsi alkohol pada laki- laki pada masa

prakonsepsi dapat meningkatkan resiko terjadinya keguguran dan

kecacatan pada janin.

c. Kondisi Genetik

Pasangan dapat melakukan perencanaan keluarga dan mengetahui

riwayat kesehatan keluarga secara menyeluruh sehingga dapat

28
dilakukan pencegahan secara dini jika terdapat riwayat penyakit

menurun.

d. Kesehatan Lingkungan

Melindungi dari paparan radiasi yang tidak perlu dalam pekerjaan,

serta menghindari penggunaan pestisida yang tidak perlu.

2.1.5 Konseling Prakonsepsi

Calon pengantin perlu diberikan konseling mengenai resiko yang

ada dan ditawarkan intervensi yang mungkin memperbaiki prognosis

kehamilan. Konseling berupa kesehatan reproduksi, usia ibu,lifestyle yang

beresiko, diet, olahraga, kekerasan dalam rumah tangga, konseling

kondisi medis spesifik, seperti diabetes, penyakit ginjal, hipertensi dan,

epilepsi, serta kondisi kejiwaan dan masalah psikis yang mungkin

berpengaruh.

Sebaiknya, ada juga kelas individual dibicarakan masalah yang

sangat pribadi. Sementara itu, pada kelas bersama dilakukan diskusi

interaktif antara pasangan lain dibawah bimbingan seorang konselor

(Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah Kurniawati, 2019).

Konseling pra konsepsi dalam praktik pelayanan bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang gizi wanita pra konsepsi dalam

mempersiapkan diri menghadapi kehamilan dan diet yang tepat dan

seimbang untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Dengan konseling

tersebut diharapkan wanita pra konsepsi tersebut diharapkan wanita pra

konsepsi dapat mengatur dan mengubah pola konsumsi makanan yang

29
dimakan sehari-hari. Pola konsumsi makanan dapat berubah maka

diharapkan indeks massa tubuhnya akan berubah juga (Labuan, 2019).

2.1.6 Imunisasi Pranikah

Imunisasi yang dianjurkan diantaranya imunisasi tetanus untuk

mencegah penyakit tetanus (kejang) pada bayi baru lahir akibat tali

pusatnya terinfeksi, imunisasi MMR untuk mencegah penyakit mumps,

measles, dan rubella, serta imunisasi hepatitis (Dieny, Ayu and Dewi

Marfu’ah Kurniawati, 2019).

2.1.7 Menentukan Masa Subur

Masa subur dimulai dari hari ke 14, dihitung dari mulai

mendapatkan menstruasi. Untuk siklus menstruasi 28 hari, ovulasi akan

terjadi dihari ke 14 dan masa subur adalah 2-3 hari sebelum dan sesudah

ovulasi. Jadi masa subur antara hari ke 11 sampai hari ke 17.

Selain itu harus juga diperhatikan tanda-tanda atau sinyal tubuh

jika dalam masa subur kemungkinan bisa berpeluang hamil jika ada

sperma yang mampu menemukan sel telur. Contohnya, suhu badan naik

penyebabnya adalah saat sel telur matang, Rahim akan bersiap menerima

sel telur yang dibuahi. Hal inilah yang membuat suhu tubuh naik. Lendir

leher rahim yang keluar melalui vagina jadi lebih kental. Lendir ini

kenyal, lengket seperti jelly namun tidak terputus jika ditarik. Dimasa

ovulasi, pembuluh darah ditubuh ikut membesar, termasuk pembuluh

30
darah dikelamin. Akibatnya, vulva (organ seksual perempuan) ikut

membengkak dan lebih sensitif sehingga menjadikan kita lebih mudah

terangsang, dan jangan terkejut jika tubuh terlihat gemuk dibandingkan

hari sebelumnya (Puspita, 2010).

Masa infertil wanita sekitar 2/3 dari siklus menstruasi, lebih kurang

5-9 hari sebelum ovulasi dan 7-13 hari setelah ovulasi. Sementara itu pada

pria yang sehat, secara konstan fertile dari remaja hingga meninggal.

Waktu yang terbaik untuk merencanakan kehamilan, yaitu selama fase

masa subur (fertil) pada siklus menstruasi wanita. Pria secara konstan

memproduksi sperma sehingga selalu berada pada masa subur satu

sperma dapat menciptakan mucus fertil, dan sperma dapat bertahan

selama 5-7 hari. Ciri wanita yang berada pada masa fertil, yaitu saat

mucus basah, jernih dan elastis, waktu tersebut merupakan waktu yang

paling tepat untuk berhubungan seksual karena cairan semen dapat

bingung dengan cairan fertil. Hubungan seksual pada waktu lain dapat

mempermudah mengobservasi mukus. Jika tidak berencana untuk hamil

maka jangan melakukan hubungan seksual selama masa fertil, kecuali

menggunakan kondom atau diafragma. Beberapa metode yang digunakan

monitor ovulasi antara lain sebagai berikut.

a. Metode Kalender

Cara menentukan masa subur dapat dilakukan dengan metode

kalkulasi. Identifikasi panjangnya siklus terpendek selama 6 bulan

terakhir. Setelah itu, panjangnya hari setelah siklus terpendek

31
dikurangi 21 hari. Contohnya jika siklus terpendeknya 27 hari maka

27 dihari dikurangi 21 hari dan didapatkan 6, dengan begitu, maka

subur berada dihari ke-6. Bahkan jika tidak ditemukan perubahan

mukus fertil pada hari ke-6 tersebut tetap berada di fase fertil.

Keterbatasan metode kalender adalah variasi yang panjang pada fase

folikuler (pra ovulasi) dan fase-fase luteal (post ovulasi) pada siklus

menstruasi. Penggunaan kontrasepsi oral juga dapat menunda waktu

ovulasi. Walaupun penyesuaian dapat digunakan pada metode

kalender untuk estimasi kehamilan, namun metode kalender kurang

tepat dipergunakan untuk memperkirakan paparan pra konsepsi.

Penggunaan kalender dengan pendekatan waktu ovulasi sering kurang

akurat 1 minggu atau lebih.

b. Metode hari standar

Metode hari standar adalah penentuan masa subur dengan

mengidentifikasi hari ke-8 hingga hari ke-19 siklus menstruasi

(inklusif) sebagai hari ketika terjadi hubungan seksual yang akan

menyebabkan kehamilan. Untuk mencegah kehamilan, pasangan harus

mencegah hubungan seksual selama 12 hari pada masa subur tersebut.

Metode ini sesuai dengan pada wanita yang memiliki siklus

menstruasi 26-32 hari.

c. Metode sympthothermal (STM)

Metode symptothermal didasarkan ada gejala cairan serviks

(sympto) yang menunjukan aktivitas ovarium, perubahan suhu tubuh

32
(thermal) yang mengidentifikasi proses ovulasi, dan tanda operasional

lainya. Tanda operasional tersebut yaitu pengecekan serviks, yang

sangat berguna pada situasi yang tidak jelas seperti saat sekresi mukus

serviks tidak dapat diobservasi divulva. Observasi lainnya adalah

nyeri pada payudara, nyeri intermenstrual (antara menstruasi), dan

sindrom premenstrual dapat digunakan untuk membantu analisis masa

subur.

Terdapat dua cara untuk mengobservasi mukus serviks terkait

dengan penentuan puncak masa subur. Pertama dengan melihat dan

dengan menyentuh dari luar atau dari dalam melalui sensasi vagina

yang tidak terlihat. Kedua pendekatan tersebut terlihat komplementer

karena symptom memberikan prioritas dengan observasi eksternal

untuk menentukan akhir masa fertil (Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah

Kurniawati, 2019).

2.1.8 Kebutuhan Gizi Pada Masa Prakonsepsi

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi

dibedakan menjadi tiga, yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi kurang. Baik

Buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi

makanan dan keadaan kesehatan tubuh infeksi. Dalam ilmu gizi, status gizi

lebih dan status gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni suatu

keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun

absolut satu atau lebih zat gizi (Mardalena.i, 2017).

33
Energi dibutuhkan supaya metabolisme tubuh berjalan dengan baik.

kecukupan yang dianjurkan dibedakan sesuai dengan usia dan jenis

kelamin. Kebutuhan energi pada laki-laki lebih kurang 260-2750 kkl,

sedangkan pada wanita 2100-2250 kkal. Energi tersebut paling banyak

diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein (Dieny, Ayu and Dewi

Marfu’ah Kurniawati, 2019).

Pasangan usia subur yang menginginkan kehamilan diharapkan

mempunyai berat badan ideal. Dengan kondisi ini akan relatife lebih

mudah menjalani kehamilan dibandingkan dengan calon ibu dengan berat

badan berlebih atau terlalu kurus. Kenyataannya adalah, data menunjukan

bahwa sepertiga (35,6%) wanita usia subur menderita kekurangan energi

kronis (KEK). Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan janin sehingga

akan menimbulkan resiko pada bayi dengan BBLR. Mengingat besarnya

angka wanita subur menderita KEK maka terdapat potensi terjadinya gagal

tumbuh antargenerasi.

Pengaturan gizi sebelum hamil (sebelum terjadinya konsepsi) perlu

mendapatkan perhatian, karena status gizi yang baik bagi ibu sebelum

kehamilan datang, akan menjadi dasar yang baik bagi kehamilan yang

membutuhkan asupan gizi lebih dari yang sebelum kehamilan. Ibu hamil

yang berat badanya kurang pada waktu konsepsi mempunyai kemungkinan

bayi lahir dini (prematur) dan mengalami toksemia, lebih-lebih bila ibu

mengalami anemia (Badriah., 2018).

34
2.3 Disminore

2.3.1 Pengertian Dismenorea

Nyeri menstruasi sering terjadi selama periode menstruasi, biasanya

terjadi setelah ovulasi sampai akhir menstruasi. Nyeri menstruasi

kebanyakan terjadi di wilayah perut bagian bawah baik secara terpusat

atau pada samping dan dapat menyebar ke paha atau punggung bagian

bawah. Rasa sakit, cenderung mereda secara bertahap sampai masa

menstruasi berakhir.

Pada bagian awal dari siklus menstruasi tubuh wanita secara

bertahap mempersiapkan dinding rahim untuk kehamilan dengan proses

penebalan lapisan dalam rahim. Setelah ovulasi jika pembuahan tidak

terjadi, lapisan dalam tersebut akan dikeluarkan dari tubuh melalui

menstruasi. Selama proses ini jaringan akan mengalami kerusakan dari

memproduksi senyawa kimia prostaglandin, yang menyebabkan dinding

otot rahim berkontraksi ini membantu untuk membersihkan jaringan dari

rahim melalui vagina dalam bentuk aliran menstruasi. Namun kontraksi ini

cenderung untuk membuat pembuluh darah dari rahim menyempit,

sehingga mengurangi pasokan oksigen kerahim, dan ini mengakibatkan

rasa sakit yang luar biasa seperti kram saat menstruasi. Rasa nyeri saat

menstruasi cenderung berkurang dengan bertambahnya umur dan juga

anak yang dilahirkan. Namun, ketika rasa nyeri menstruasi terjadi secara

berlebihan dan menyakitkan atau mengganggu kegiatan sehari-sehari

35
seorang wanita, maka terjadi tidak normal dan secara medis disebut secara

dismenorea.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi dismenorea

Faktor-faktor ini termasuk usia yang lebih muda, massa tubuh

rendah index (BMI), merokok, menarche awal, lama atau menyimpang

aliran menstruasi, keluhan somatik perimenstrual, panggul infeksi,

sterilisasi sebelumnya, somatisasi, gangguan psikologis, pengaruh genetik,

dan sejarah kekerasan seksual yang mempengaruhi prevalensi dan

beratnya dismenorea. Masalah emosi dan perilaku juga dapat

memperburuk siklus menstruasi dan masalah dismenorea. Misalnya,

depresi atau gejala kecemasan dapat berdampak pada siklus menstruasi,

fungsi dan dismenorea (Alaettin, 2010).

2.3.3 Perbedaan Dismenorea Primer dan Dismenorea Sekunder

Dismenorea Primer Dismenorea Sekunder

Onset (serangan pertama) secara Onset dapat terjadi di waktu

mendadak terjadi setelah apapun setelah menarche

menarche (menstruasi pertama). (umumnya setelah usia 25 tahun).

Nyeri perut atau panggul bawah Wanita dapat mengeluh

biasanya berhubungan dengan mengalami perubahan waktu

onset aliran menstruasi dan serangan pertama nyeri selama

berlangsung selama 8- 72 jam. siklus menstruasi atau dalam

intensitas nyeri.

36
Dapat terjadi nyeri pada paha dan Gejala ginekologis (kelainan

punggung,sakit/nyeri kepala,diare kandungan) lainnya dapat

(mencret), nausea (mual) dan terjadi,misalnya nyeri saat

vomiting (muntah). bersenggama (dyspareunia) dan

siklus menstruasi memanjang

(menorrhagia).

Tidak dijumpai kelainan pada Ada kelainan panggul (pelvic)

pemeriksaan fisik. pada pemeriksaan fisik.

2.3.4 Pencegahan

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan

menyembuhkan nyeri menstruasi, salah satu caranya dengan

memperhatikan pola dan siklus menstruasinya kemudian melakukan

antisipasi agar tidak mengalami nyeri menstruasi. Berikut ini adalah

langkah-langkah pencegahannya :

1. Hindari stress, tidak terlalu banyak fikiran terutama fikiran negatif

yang menimbulkan kecemasan.

2. Memiliki pola makan yang teratur

3. Istirahat yang cukup

4. Usahakan tidak menkonsumsi obat-obatan anti nyeri, jika semua cara

pencegahan tidak mengatasi menstruasi nyeri lebih baik segera

kunjungi dokter untuk mengetahui penyebab nyeri berkepanjangan.

Bisa saja ada kelainan rahim atau penyakit lainnya.

37
5. Hindari mengkonsumsi alkohol, rokok, kopi karena akan memicu

bertambahnya kadar estrogen.

6. Gunakan heating pad (bantal pemanas), kompres punggung bawah

serta minum-minuman yang hangat.

2.3.5 Penanganan

Penatalaksanaan dismenorea menurut prawirohardjo (2005) :

a. Konseling holistik

Holistik adalah pelayanan yang diberikan kepada sesama atau

manusia secara utuh baik secara fisik, mental, sosial, spiritual

mendapat perhatian seimbang. Pelayanan holistik merupakan

pelayanan yang mencerminkan komitmen terhadap pelayanan kepada

seluruh manusia yaitu secara jasmani, sosial ekonomi, sosial

hubungan, mental dan spiritual.

Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenorea adalah

gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya diadakan

penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan dan

lingkungan penderita. Nasehat-nasehat mengenai makanan sehat,

istirahat yang cukup, dan olah raga mungkin berguna. Kemudian

diperlukan psikoterapi.

b. Pemberian obat analgesic

Pada saat ini banyak beredar obat-obatan analgesic yang dapat

diberikan sebagai terapi simptomatik. Jika rasa nyerinya berat,

diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres hangat pada perut

38
bawah untuk mengurangi rasa nyeri. Obat analgetik yang sering

diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein.

Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara lain novalgin, ponstan,

acetaminophen dan sebagainya. Penelitian menunjukan bahwa

pemberian obat herbal dinilai lebih efektif dan aman untuk

pengobatan dismenorea primer, dibandingkan dengan obat asam

mefenamat atau placebo. Namun ini membutuhkan penelitian lebih

lanjut.

c. Pola hidup sehat

Penerapan pola hidup sehat dapat membantu dalam upaya

menangani gangguan menstruasi, khususnya dismenorea. Yang

termasuk dalam pola hidup sehat adalah olah raga cukup dan teratur,

mempertahankan diit seimbang seperti peningkatan pemenuhan

sumber nutrisi yang beragam.

d. Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal adalah penekanan ovulasi. Tindakan

ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa

gangguan benar-benar dismenorea primer, atau untuk memungkinkan

penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu menstruasi

tanpa gangguan, tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu

jenis pil kombinasi kontrasepsi.

e. Terapi obat steroid

39
Terapi dengan obat steroid antiprostaglandin memegang

peranan makin penting terhadap dismenorea primer. Termasuk disini

endometasin, ibuproven dan naproksen kurang lebih 70% penderita

dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Hendaknya

pengobatan diberikan sebelum menstruasi mulai, 1 sampai 3 hari.

2.4 Konsep Dasar Pijat Swedia / Swedish Massage

2.4.1 Pengertian Pijat Swedia

Swedish Massage adalah suatu pijatan yang di lakukan seorang

messure untuk membantu mempercepat proses pemulihan dengan

menggunakan sentuhan tangan dan tanpa memasukkan obat kedalam

tubuh yang bertujuan untuk meringankan atau mengurangi keluhan atau

gejala pada beberapa macam penyakit yang merupakan indikasi untuk di

pijat. Tujuan dari teknik manipulasi tangan (massage) antara lain adalah

rileksasi otot, perbaikan fleksibilitas, pengurangan nyeri, dan perbaikan

sirkulasi darah (Wiyoto, 2011).

Menurut Ali Satya graha dan Bambang Priyonoadi (2009), Swedish

Massage dikembangkan oleh seorang dokter dari Belanda yaitu Johan

Mezger (1839-1909), yang lahir pada tahun yang sama dengan tahun

meninggalnya Ling. Ling dan para pengikutnya menggunakan suatu

sistem yang panjang dan halus yang membuat suatu pengalaman/rasa yang

sangat rileks/santai. Massage merupakan suatu bentuk senam pasif, yang

dilakukan pada bagian tubuh dan sebaliknya dengan bagian tubuh atau

40
seperti halnya jarak/tingkat gerakan (Ali Satya Graha dan Bambang

Priyonoadi, 2009).

2.4.2 Macam-macam Gerakan Swedish Massage

Remedial massage merupakan teknik manipulasi jaringan lunak

dengan tujuan untuk relaksasi otot, perbaikan fleksibilitas dan

pengurangan nyeri dalam upayanya untuk membantu mempercepat proses

penyembuhan beberapa macam penyakit. Remedial massage memiliki

tujuan/target spesifikyang berkaitan dengan permasalahan pada ototdan

dampak dari fungsi otot yang tidak optimal. Adapun teknik-teknik aplikasi

remedial massage yang umum digunakan adalah dengan menggunakan

metode Swedish massage. Teknik remedial massage dengan metode

Swedish massage meliputi :

1. Effleurage atau Gosokan

Gambar 2.1 Effleurage atau Gosokan

41
Efflaurage adalah suatu gerakan dengan mempergunakan

seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagianbagian tubuh

yang digosok. Bentuk telapak tangan dan jarijari selalu menyesuaikan

dengan bagian tubuh yang digosok. Tangan menggosok secara

supel/gentle menuju kea rah jantung (centripetal) dengan dorongan

dan tekanan. Tetapi boleh juga menuju menyamping (centrifugal)

misalnya gosokan ke di bagian dada, perut dan sebagainya. Teknik

efflaurage dilakukan pada permulaan massage dosis 5 kali dan

penutup massage dosis 3 kali baik sebagian maupun untuk seluruh

tubuh. Efflaurage yang dolakukan pada bagian anggota gerak

(extremitas) selalu dengan dorongan dan tekanan yang baik dan setiap

gosokan harus berakhir pada kelenjar limfe (pada ketiak untuk

anggota gerak atas dan lipat paha untuk anggota gerak bawah).

2. Petrisage atau Pijatan

Gambar 2.2 Petrisage atau Pijatan

42
Petrisage adalah suatu gerakan pijatan dengan mempergunakan

empat jari merapat berhadapan dengan ibu jari yang selalu lurus dan

supel. Kesalahan pada umumnya tidak dapatnya jari-jari tersebut

melurus. Bagian tubuh yang dipijat terletak didalam lengkungan

telapak tangan antara jari-jari dan ibu jari. Gerakan memijat dengan

meremas otot yang sedikit ditarik keatas seolah-olah akan

memisahkan otot dari tulang selaputnya atau dari otot yang lain.

Gerakan pijatan harus dilakukan pada tiap kelompok otot dan otot

harus dipijat beberapa kali dengan supel dan rilek.

3. Tapotemen atau Pukulan

Gambar 2.3 Tapotemen atau Pukulan

Tapotemen adalah suatu gerakan pukulan dengan menggunakan

satu tangan atau kedua belah tangan yang dipukul-pukulkan pada

obyek pijat secara bergantian.

4. Friction atau Gerusan

43
Gambar 2.4 Friction atau Gerusan

Friction adalah suatu gerakan gerusan kecil-kecil yang

dilakukan dengan mempergunakan ujung tiga jari (jari telunjuk, jari

tengah dan jari manis) yang merapat, ibu jari, ujung siku, pangkal

telapak tangan dan yang bergerak berputar-putar searah atau

berlawanan arah dengan jarum jam. Berputar-putar dan menggeser ke

samping secara supel dan kontinyu sehingga seperti spiral. Untuk

lebih menguatkan tekanannya tangan lain dapat membantu menekan

diatasnya. Teknik ini dapat dilakukan dibagian pantat, otot-otot para

vertebralis (kanan kiri columna vertebralis) di sepanjang tulang

belakang, telapak kaki dan sekeliling pesendian banyak dilakukan

untuk remedial massage.

5. Vibration atau Getaran

44
Gambar 2.5 Vibration atau Getaran

Vibration adalah suatu gerakan getaran yang dilakukan dengan

mempergunakan ujung jari-jari atau seluruh permukaan telapak

tangan. Sikap siku fleksi ujung jari-jari seluruh pemukaan telapak

tangan diletakkan pada bagian tubuh yang digetar dan tidak boleh

menekan keras-keras. Gerakan getaran harus halus sekali dan

gerakannya sedapat mungkin ditimbulkan pada pergelangan tangan

oleh kontraksi otot-otot lengan atas dan bawah. Untuk mendapatkan

gerakan yang baik apabila arah jurusan getaran itu ke belakang dan

tidak dari samping ke samping.

6. Skin Rolling atau Melipat dan Menggeser Kulit

Skin rolling adalah suatu gerakan melipat atau menggeser kulit.

Sikap pertama seperti mencubit, kemudian kulit digeserkan, jari-jari

menekan bergerak maju dan ibu jari menekan mendorong dibelakang.

Teknik ini dapat menggunakan satu tangan atau kedua belah tangan.

Teknik ini digunakan untuk remedial massage. Efek skin rolling yang

utama adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan fatique atau

kelelahan yang disebabkan antara lain karena terlalu lama akibat

45
aktivitas pekerjaan rekreasi atau pejalanan jauh, terpapar cuaca/iklim

dan suhu lingkungan serta akibat aktivitas lain yang melelahkan.

Akibat adanya rangsangan temperature/suhu yang ekstrim (terlalu

dingin maupun terlalu panas) disekitar kita akan menstimulasi dan

mempengaruhi segmen sarafpada kolumna vertebralis sehingga

elastisitas tubuh menjadi lemah dan reaksi refleknya menurun (tidak

kuat menahan udara dingin). Suhu tubuh kita yang normal antara 36-

37oC bila mendapat rangsangan yang lebih dingin dari luar tubuh,

maka akan menimbulkan reaksi yang hebat berupa terjadinya

penguapan (penguapan udara) dalam tubuh terutama dalam sistem

pencernaan sehingga perut menjadi kembung dan keluarlah flatus

(kentut). Jadi bukan angina yang masuk ke dalam perut, tetapi karena

salah satu bagian organ tubuh (pusat saraf) yang terkena rangsangan

dingin. Gejala masuk angina dapat disembuhkan dengan bermacam-

macam cara antara lain dengan remedial massage teknik skin rolling

tersebut pada bagian para vertebra yaitu di kanan kiri kolumna

vertebralis secara sentripetal sentrifugal.

2.4.3 Pijat Swedia Untuk Kecemasan

Pijat swedia adalah satu set teknik terapi pijat sederhana yang

dirancang untuk mengendurkan jaringan otot dengan menerapkan tekanan

arah sebaliknya otot, tulang dan pijat ke dalam untuk mengembalikan

darah ke jantung. Pijat swedia adalah salah satu metode pengobatan

standar yang digunakan di banyak negara. teknik pijat swedia termasuk

46
effleurage (panjang, gerakan meluncur), petrissage (mengangkat dan

menguleni otot), gesekan (gerakan menggosok yang kuat, dalam,

melingkar), tapotement (mengetuk cepat atau gerakan perkusi), dan vibrasi

(mengguncang atau menggetarkan otot tertentu dengan cepat) (Cherkin et

al., 2011; Gholami-Motlagh et al., 2016).

Perasaan yang dilaporkan oleh pasien yang menjalani pijat terapi

dalam studi oleh Andersson et al., (2008) termasuk peningkatan energi,

rasa senang, pengurangan kelelahan, pola tidur membaik, nyeri berkurang,

meningkatkan mobilitas, dan peningkatan kesehatan fisik secara umum.

Terapi komplementer seperti pijat terapi memiliki potensi besar dalam

mengurangi stres dan kecemasan, memiliki efek positif pada

kesejahteraan, dan kesehatan umum dari individu.

Terapi pijat dianggap sebagai metode intervensi untuk tenaga

kesehatan di seluruh dunia yang memungkinkan tenaga kesehatan

melakukan perawatan kesehatan dari perspektif yang unik. Pasien

membutuhkan penghilang rasa sakit atau bantuan untuk mengurangi stres

dan kecemasan, terapi pijat memungkinkan mereka untuk pengalaman

keperawatan dalam bentuk yang sebenarnya. Dengan memadukan ilmu

keperawatan dan terapi pijat, teknik dan seni digunakan bersama-sama.

Tindakan mandiri dalam terapi pijat memungkinkan tenaga kesehatan

untuk memberikan pasien perawatan unik (Gholami-Motlagh et al., 2016).

Meskipun terapi pijat tidak dapat menyembuhkan kondisi medis

yang serius, terapi pijat efektif mengurangi gejala kecemasan, stres,

47
depresi, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, dan nyeri kronis lainnya.

Studi yang dilakukan oleh Miami School of Medicine’s Touch Research

Institute menunjukkan bahwa terapi pijat dapat memperkuat kekebalan

sistem tubuh. Terapi pijat dapat meningkatkan jumlah alami sel pembunuh

(garis pertahanan pertama tubuh) serta efektif dalam mengobati penyakit

seperti pilek, kanker payudara, asma, dan diabetes. Sebagian besar

penelitian sampai saat ini berkonsentrasi pada terapi pijat sebagai obat

pelengkap berbagai penyakit dan menyelidiki efek terapi pijat pada

individu yang sehat. Terlepas dari teknik yang digunakan, terapi pijat

dapat membuat perbaikan fisiologis dan psikologis dalam kesehatan

individu.

Kecemasan adalah fenomena yang kompleks, tetapi secara klinis

dideskripsikan sebagai kondisi psikososial yang mencampur kekhawatiran

dan ketakutan dengan gejala fisik. Penyebab kecemasan mental adalah

ketegangan otot, ketegangan ini dapat dikurangi dengan menggunakan

terapi pijat yang mengirimkan sinyal ke otak, menenangkan otot-otot.

Tujuan utama terapi pijat adalah pengurangan stres dan relaksasi. Efek

psikologis pijat termasuk relaksasi mental, mengurangi depresi,

kemarahan, ketakutan, dan membuat penerima merasa bahwa seseorang

peduli tentang mereka. Sebuah studi review oleh Benney dan Gibbs (2013)

menunjukkan efektivitas teknik pijat swedia dalam mengurangi kecemasan

pasien onkologi (Benney & Gibbs, 2013; GholamiMotlagh et al., 2016).

48
Respon emosional selama terapi pijat diatur oleh sistem limbik yang

terkait erat dengan saraf otonom sistem dan mengurangi aktivitas sistem

simpatis. Berkurangnya aktivitas dalam sistem simpatis dapat mengurangi

hormon stres yang dapat mengurangi kecemasan pasien. Selain efek

emosional, pijat terapi sangat memengaruhi mekanisme psikologis. Alasan

kurang signifikan perubahan tingkat kecemasan pasien adalah alat yang

digunakan untuk mengukur kecemasan, yaitu skala kecemasan Cattle.

Studi lain menggunakan tes Spielberger yang mengukur kecemasan

langsung pada pasien. Sebaliknya, skala kecemasan Cattle membutuhkan

lebih banyak waktu untuk menunjukkan perubahan skor kecemasan. Oleh

karena itu, perlu adanya waktu intervensi yang lebih lama. Terdapat

kemungkinan bahwa penggunaan tes lain akan menunjukkan perubahan

yang lebih besar dalam skor kecemasan. Faktor kecemasan lain seperti

mengkhawatirkan anggota keluarga selama sesi terapi pijat atau jumlah

yang tidak mencukupi sesi terapi mungkin menjadi alasan di balik

kurangnya perubahan signifikan dalam skor kecemasan. Membandingkan

semua tanda vital dan kecemasan peserta tidak menunjukkan perbedaan

antara kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi. Oleh karena itu,

mungkin untuk menyimpulkan bahwa teknik pijat tidak berpengaruh pada

ratarata tanda vital atau kecemasan peserta penelitian (Gholami-Motlagh et

al., 2016; Karlson, Hamilton, & Rapoff, 2014).

2.4.4 Pijat Swedia untuk Mengurangi Nyeri Dismenorea

49
Terapi non farmakologis nyeri salah satunya dengan pemberian

stimulus fisik (stimulus kutaneus), stimulus kutaneus mendistraksi klien

dan memfokuskan perhatian pada stimulus taktil, mengalihkan dari sensasi

menyakitkan sehingga mengurangi persepsi nyeri. Saat pemberian swedish

massage, pemberian usapan dengan tekanan ringan sampai sedang pada

area pinggang dan perut bawah mampu memberikan kenyamanan dan

ketenangan.

Hal ini sesuai dengan penjelasan oleh Muslimah, Awaludin, &

Kurniawan, (2019) bahwa pijatan atau sentuhan merupakan sebuah teknik

yang dapat merangsang pelepasan hormone endhorpin yang dapat

memblok transmisi stimulus nyeri. Individu merefleksikan sentuhan

sebagai sebuah stimulus yang dapat menenangkan, maka dengan

diberikannya massage akan timbul respon relaksasi. Relaksasi sangat

mempengaruhi dalam peningkatan kenyamanan dan dapat membebaskan

diri dari perasaan khawatir dan stress akibat kondisi yang dirasakan.

Dalam penelitian ini pemberian swedish massage dilakukan dengan

memberikan pijatan dengan kombinasi gerakan: effleurage (menggosok),

petrissage (memijat-mijat), vibration (menggetarkan), tapotement

(memukul-mukul) dan friction (menggerus) selama 15 menit, 10 menit

setelah tindakan dilakukan evaluasi tingkat nyeri (Cahyati, 2018).

Manfaat swedish massage menurut Muslimah, Awaludin, &

Kurniawan, (2019), menjelaskan bahwa stimulus pada swedish massage

ini merangsang saraf parasimpatis untuk mengeluarkan hormon

50
endhorpine yang mampu memblok transmisi nyeri, dimana terjadi

transmisi serabut saraf sensoris A-beta yang lebih besar dan lebih cepat.

Proses ini mengakibatkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A

yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup tansmisi impuls

nyeri. Stimulus yang diberikan merangsang serabut perifer untuk

mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medula spinalis, saat

impuls yang dibawa oleh serabut A-beta mendominasi maka mekanisme

gerbang nyeri akan menutup sehingga impuls nyeri tidak terkirimkan ke

otak, hal inilah yang dapat memberikan kenyamanan pada individu.

Hal ini menjelaskan bahwa pemberian swedish massage itu mampu

memberikan kenyamanan melalui sentuhan yang diberikan, memberikan

rasa rileks dan mempengaruhi tingkat nyeri. Pemberian swedish massage

mampu membantu mempengaruhi tingkat nyeri haid (disminore) yang

dirasakan mahasiswi. Rasa nyeri yang berbeda tingkatannya pada

mahasiswi dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari yang dilakukan,

kenyamanan dan tingkat nyeri yang rendah sampai tidak adanya nyeri haid

(disminore) dapat mengoptimalkan kegiatan mahasiswi saat mentruasi.

Swedish massage dapat menurunkan tingkat nyeri haid (dismenore)

karena massage yang diberikan mampu merangsang pelepasan hormon

endorpine, hormon ini mampu memblok transmisi nyeri dengan merubah

persepsi individu menjadi lebih rileks. Hal ini sesuai dengan penelitian

Muslimah, Awaludin, & Kurniawan, (2019) yang menjelaskan bahwa

51
stimulus pada swedish massage ini merangsang saraf parasimpatis untuk

mengeluarkan hormon endhorpine yang mampu memberikan kenyamanan.

52
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA PRANIKAH & PRAKONSEPSI


PADA NN. S USIA 18 TAHUN DENGAN DISMENOREA PRIMER
DENGAN PERMASALAHAN BIAS GENDER DALAM PERNIKAHAN
USIA DINI DI UPTD PUSKESMAS SUBANG KABUPATEN KUNINGAN

PENGKAJIAN

Tanggal : 18 Januari 2024

Jam : 09.00 WIB

IDENTITAS KLIEN

Identitas Klien Penanggung Jawab

Status : Calon Suami


Nama : Nn. S Nama : Tn. A
Umur : 18 th Umur : 23 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Belum Bekerja Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku bangsa : Sunda Suku bangsa : Sunda
Alamat : Desa Subang-Subang

I. DATA SUBYEKTIF

1. ALASAN DATANG

Klien datang ingin memeriksakan kesehatannya untuk persyaratan calon

pengantin.

KELUHAN UTAMA

Klien mengeluh suka nyeri haid. Klien mengeluh sulit tidur karena cemas

menghadapi persiapan pernikahan.

51
52

RIWAYAT KESEHATAN

Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita :

Klien tidak mempunyai penyakit kronis lain seperti Asma, hipertensi,

DM, tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat penyakit dalam keluarga (menular maupun keturunan) :

Klien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit

menahun seperti jantung, penyakit keturunan seperti hipertensi, DM,

penyakit menular seperti HIV, TB.

RIWAYAT OBSTETRI

Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun Banyaknya : 2 kali ganti

Siklus : 28 hari Nyeri haid : Ada, sering.

Warna darah : merah segar Lama : 5-6 hari

RIWAYAT ALERGI

Tidak ada

KEKHAWATIRAN KHUSUS

Tidak ada

IMUNISASI

Tidak ada kartu imunisasi dan Klien lupa

2. POLA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI

Tabel 3.1 Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari


A. Nutrisi
1) Makan
Frekuensi makan pokok 2-3 X/hari
Komposisi Nasi 2-3 x @ 1 piring sedang

52
53

2-3 x @ 1potong sedang, jenisnya macam-


Lauk
macam
2-3 x @ 1 mangkuk sayur ; jenis sayuran
Sayuran
macam-macam
Buah 1 x dalam seminggu; jenis macam-macam
Camilan 2 x sehari; jenis macam-macam
Pantangan: Tidak ada
Keluhan: Tidak Ada
2) Minum
Jumlah total ±5-8 gelas perhari; jenis air putih
Susu Tidak
Jamu Tidak
Keluhan Tidak Ada
b. Eliminasi
1) BAK
Frekuensi perhari 3-5 x
Warna Jernih
Keluhan Tidak Ada
2) BAB
Frekuensi perhari 1-2 x
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Keluhan Tidak Ada
C.Personal Hygine
Mandi 2 x sehari
Keramas 2-3 x seminggu
Gosok Gigi 2-3 x sehari
Ganti Pakaian 2 x sehari
celana dalam 3-4 x sehari
Kebiasaan memakai alas kaki YA
Keluhan Tidak Ada
e. Istirahat/Tidur
Tidur malam 8 jam
Tidur siang 1 jam
Keluhan/masalah Tidak ada keluhan dalam pola istrahat tidur
f. Aktivitas fisik dan olah
raga
Aktivitas fisik (beban
Ringan
pekerjaan)

53
54

Olah raga Jarang


Frekuensi 1 X seminggu
Perubahan selama hamil ini Tidak Ada
g. Kebiasaan yang
merugikan kesehatan
Merokok aktif Tidak Merokok
Lingkungan perokok Ya
Minuman beralkohol Tidak
Obat-obatan Tidak
Napza Tidak
Aktifitas yang merugikan Tidak
Sumber : Wawancara Responden

3. RIWAYAT PSIKOSOSIAL – SPIRITUAL

a. Riwayat Perkawinan : belum pernah menikah, baru akan menikah.

Respon & dukungan keluarga : baik, keluarga sangat mendukung

pernikahan karena sudah menjadi hal biasa ketika menikah di usia

muda.

b. Cara pemecahan masalah : Komunikasi

c. Tinggal serumah dengan orang tua

d. Pengambilan keputusan utama dalam keluarga : Ayah

e. Orang terdekat klien : Ibu

f. Keyakinan tentang pelayanan kesehatan : klien dapat menerima

segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh nakes wanita maupun

pria

g. Tingkat Pengetahuan

Hal-hal yang sudah diketahui : Kedua calon pengantin belum

mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi pranikah dan

perencanaan kehamilan.

54
55

Hal-hal yang ingin diketahui : perencanaan kehamilan sehat

h. Lingkungan

Kebiasaan kontak dengan binatang : ayam, burung.

i. Paparan dengan polutan : tidak

4. Skrining Kesehatan Jiwa SRQ-20

N Pertanyaan Y T
O

1 Apakah Anda sering merasa sakit kepala? √

2 Apakah Anda kehilangan nafsu makan? √

3 Apakah tidur Anda tidak nyenyak? √

4 Apakah Anda mudah merasa takut? √

5 Apakah Anda merasa cemas, tegang, atau khawatir? √

6 Apakah tangan Anda gemetar? √

7 Apakah Anda mengalami gangguan pencernaan? √

8 Apakah Anda merasa sulit berpikir jernih? √

9 Apakah Anda merasa tidak bahagia? √

10 Apakah Anda lebih sering menangis? √

11 Apakah Anda merasa sulit untuk menikmati aktivitas sehari-hari? √

12 Apakah Anda mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan? √

13 Apakah aktivitas/tugas sehari-hari Anda terbengkalai? √

14 Apakah Anda merasa tidak mampu berperan dalam kehidupan ini? √

15 Apakah Anda kehilangan minat terhadap banyak hal? √

16 Apakah Anda merasa tidak berharga? √

17 Apakah Anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup Anda? √

18 Apakah Anda merasa lelah sepanjang waktu? √

19 Apakah Anda merasa tidak enak di perut? √

55
56

20 Apakah Anda mudah lelah? √

II. DATA OBYEKTIF

1. PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

BB : 41 kg

TB : 148 cm

LILA : 23,5 cm

LP : 70 cm

Tensi : 90/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,30C

RR : 18 x/menit

IMT : 18,7 (Ideal, Normal)

b. Status Present

Kepala : Rambut bersih, tidak rontok

Mata : simetris, sclera putih, konjungtiva merah muda

Hidung : tidak ada secret, polip dan nyeri tekan

Mulut : tidak ada stomatitis, ada caries pada gigi

Telinga : tidak ada serumen

Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening

56
57

Ketiak : tidak ada benjolan

Dada : bentuk simetris, putting susu menonjol

Perut : tidak ada luka bekas oprasi, ada nyeri tekan pada perut bawah

Paha : tidak ada benjolan

Vulva : tidak diperiksa

Ektermitas : tidak ada oedeme, tidak ada varices

Reflek patella : +/+

Punggung : tidak ada kelainan

Anus : tidak ada haemoroid

2. Pemeriksaan Penunjang

Hb : 11,8 g%/dL Golongan Darah : AB +

PPIA 3E : Non Reaktif GDS : 95 mg/dL

PP Test : (-) negatif

III. ANALISA

Nn. S usia 18 tahun dengan dismenorea primer dan pernikahan usia dini.

IV. PELAKSANAAN

1. Melakukan komunikasi terapeutik pada klien dan membina hubungan

baik

Rasionalisasi : Kemampuan komunikasi terapeutik dalam pemberian

informasi harus digunakan dalam menghadapi berbagai reaksi dalam

57
58

interaksi tersebut, salah satunya adalah kemampuan mendengarkan saat

berinteraksi dan terlibat dalam percakapan ( Siti Arifah & Ida Nuraila,

2021).

Hasil : Klien merespon dengan baik.

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada klien bahwa keadaannya baik.

Rasionalisasi : Hak dan kewajiban pasien memperoleh informasi

tentang tata tertib dan peraturan yang berlaku, memperoleh layanan

kesehatan yang manusiwai, adil, jujur dan tanpa diskriminasi bermutu

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional efektif dan

efisien , sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

mendapat informasi yang meliputi : diagnose dan tata cara tindakan

medis, alternatif tindakan resiko dan komplikasi menurut : U.U.R.S No.

44 200 Pasal 32 ttg Hak dan Kewajiban pasien.

Hasil : Klien mengerti atas hasil pemeriksaanya

3. Menjelaskan kepada pasien tentang pranikah sebelum memasuki

pernikahan maka perisiapan harus diutamakan, menikah adalah ikatan

lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan

kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa dan persiapan pra nikah

dimana tidak hanya saling mencintai satu sama lain, tetapi ada faktor-

faktor pendukung seperi kesehatan secara jasmanai dan rohani mulai

dari fisik, gizi, imunisasi, pemeriksaan kesehatan yang nantinya akan

bermanfaat saat memulai perencanaan kehamilan yang akan datang.

58
59

Rasionalisasi : Pemerintah telah melakukan upaya untuk melakukan

skrinning pra konsepsi pad WUS untuk mempersiapakn perempuan

dalam menjalani kehamilan dan persalinan, yang sehat selamat serta

memperoleh bayi yang sehat yang diatur dalam PMK No. 97 tahun

2014 ttg pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil,

persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan kontrasepsi

serta enyuluhan kesehatan seksual skrinning pra konsepsi yang dapat

dilakukan oleh calon pengantin, minimal pemeriksaan tanda – tanda

vital dan imunisasi TT dan pemeriksan gizi.

Hasil : Klien mengerti dengan penjelasan persiapan pra nikah.

4. Memberitahu ke catin untuk fisik sebelum masuk pernikahan dimana

usia ideal saat menikah adalah untuk laki-laki sekitar 25-30 tahun dan

perempuan umur 20-25 tahun, dimana itu merupakan sesuai dimana

sudah cukup dewasa, maka perubahan fisik akan semakin kuat, fungsi

organ reproduksi juga akan berjalan dengan baik dan akan semakin

matang ketika nanti saat dewasa menuju pernikahan.

Rasionalisasi : faktor usia menjadi syarat dalam melangsungkan

pernikahan yang salah satunya adalah melanjutkan generasi penerus,

usia ideal menikah adalah untuk laki-laki sekitar 25-30 tahun dan

perempuan umur 20-25 tahun, dimana itu merupakan sudah cukup

dewasa, maka perubahan fisik akan semakin kuat, fungsi organ

reeproduksi juga akan berjalan dengan baik dan akan semakin matang

ketika nanti saat dewasa menuju pernikahan.

59
60

Hasil : Klien mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

5. Menjelaskan kepada kedua catin mengenai dampak kehamilan terlalu

muda.

Rasionalisasi : usia <20 tahun memiliki dampak dalam kehamilan pada

usia muda antara lain kesulitan dalam persalinan, hipertensi dalam

kehamilan (preeklampsia), keguguran, perdarahan, dan resiko panggul

sempit. Serta menganjurkan catin untuk menghindari 4 Terlalu dalam

kehamilan yaitu teralu muda (<20 tahun), terlalu tua (>35 tahun), terlalu

dekat jarak kehamilan (<2 tahun), dan terlalu banyak anak (>3 anak).

Hasil : klien mengerti atas penjelasan yang diberikan.

6. Memberikan KIE tentang kesehatan reproduksi

Rasionalisasi : meliputi keadaan kesejahteraan fisik, emosional, mental

dan sosial yang utuh berhubungan dengan reproduksi, bukan hanya

bebas dari penyakit atau kecacatan namun dalam segala aspek yang

berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Untuk

menjamin keberlangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi

sehingga generasi berikutnya bisa lebih berkualitas dibanding dengan

generasi pada saat ini.

Hasil : Klien mengerti atas penjelasannya.

7. Memberitahu klien mengenai gizi yang harus terpenuhi sebelum

memulai pernikahan seperni makan-makanan yang bergizi seperti menu

lengkap 4 sehat 5 sempurna dimana dalam mkanan harus ada lauk

sayur buah-buahan supaya nanti menghindarkan ibu dari penyakit yang

60
61

bisa mengancam kesehatan ibu dan bayi KEK (Kekuarngan energi

Kronis) dan pada bayinya bisa mengalami BBLR.

Rasionalisasi : untuk memperbaiki tingkat kecukupan gizi pasangan

sebelum pernikahan, yaitu menganjurkan pada pasangan untuk

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein,

asam folat, vitamin A, E dan B12, mineral Zink, besi, kalsium dan

omega-3. Serta menganjurkan pada pasangan untuk menghindari

vitamin A (retinol) yang berlebihan dari hati/ produk yang terbuat dari

hati karena akan menumpuk di hepar, menghindari alcohol karena akan

mempengaruhi kelancaran sirkulasi terutama ke system reproduksi

yaitu terjadi penurunan fertilitas dan mempengaruhi pertumbuhan janin.

Hasil : Klien mengerti dan sudah mengetahui tentang gizi seimbang

sebelum persiapa pra nikah

8. Memberitahu kepada catin bahwa harus dilakukan

pemeriksaan/imunisasi TT (Tetanus Toxoid) sebelum menikah jadi

imunisasi TT adalah proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai

upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus.

Rasionalisasi : Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk

mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang

dilaksanakan secara terus-menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan

sesuai dengan standar sehingga mampu meberikan perlindungan

kesehatan dan memutus mata penularan. Imunisasi TT adalah proses

membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi

61
62

tetanus yang diatur dalam menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2014).

Hasil : Klien mengerti mengenai imunasi TT dan diberikan imunisasi

TT.

9. KIE tentang penundaan kehamilan terlebih dahulu karena usia klien

masih 18 tahun tergolong dini agar kedepannya dapat merencanakan

kehamilan sehat.

Rasionalisasi : usia matang reproduksi bagi perempuan adalah 19 tahun

keatas, agar dapat mempersiapkan secara fisik dan mental untuk

kesehatan reproduksinya.

Hasil : klien senang dan mengerti atas penjelasannya.

10. Menjelaskan jenis-jenis alat kontrasepsi / KB yang berguna dalam

merencanakan kehamian dengan mengatur kapan waktu yang tepat

untuk hamil, mengatur jarak,dan anak.

Rasionalisasi : Karena Nn. S harus menunda kehamilannya maka

dianjurkan untuk menggunakan kondom untuk menunda kehamilan dan

mencegah terjadinya infeksi menular seksual.

Hasil : Klien mengerti atas penjelasannya.

11. Memberikan terapi non farmakologis berupa Swedish massage untuk

mengurangi nyeri haid dan cemas menghadapi pernikahan.

Rasionalisasi : Swedish massage dalam prosesnya dilakukan dengan

menggunakan oil dengan gerakan penekanan yang halus, lembut

disetiap pijatannya dan juga memberikan pukulan secara ringan.

62
63

Massage ini terdapat 5 gerakan yaitu petrissage, efflurage, friction,

tapotement dan vibration. Beberapa mekanisme dilakukan untuk

mendapatkan efek dari massase tersebut, seperti efek fisiologis,

biomekanik dan neurologis. Swedish massage memberikan pengaruh

mengurangi ketegangan otot dan stres tubuh secara keseluruhan, dengan

tujuan utama adalah agar tubuh dan pikiran menjadi rileks. Hal ini

disebabkan karena pijatan merangsang tubuh untuk melepaskan

senyawa endorphin yang merupakan pereda rasa sakit.

Hasil : Klien merasa senang karena pijatannya membuat nyaman dan

rileks sehingga mengurangi nyeri haid dan rasa cemasnya.

12. Melakukan pendekatan gender tentang pernikahan usia dini kepada

klien bahwa dalam urusan rumah tangga pun seorang perempuan juga

memiliki kebebasan dalam melakukan semua hal, perempuan bukan

hanya ditugaskan menjaga martabat keluarga, memelihara rumah, dan

melayani suami dengan baik tetapi perempuan juga berhak menentukan

keinginannya sendiri. Lalu memberi informasi mengenai tubuh dan

sistem reproduksi diri sendiri ketika nanti akan menikah.

Rasionasisasi : Pendekatan melalui konsep gender ini sangat fleksibel,

dan untuk menuju tercapainya kesetaraan dan keadilan gender jelas

tidak ada salah satu kelompok pun yang di rugikan atau dipinggirkan,

karena dalam gender itu sendiri sebenarnya mencakup kaum laki-laki

dan kaum perempuan yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Hasil : Klien mengerti.

63
64

13. Memberikan suplemen asam folat dan tablet tambah darah (TTD) 1x1

Rasionalisasi : untuk mendukung kesehatan klien.

Hasil : Klien menerima asam folat dan akan meminumnya.

14. Melakukan pendokumentasian asuhan.

64
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 18 Januari 2024 penulis melakukan pengkajian pada Nn. S dan

Tn. A calon pengantin. Pada saat pemeriksaan calon pengantin akan diberikan

pertanyaan tentang keluhan kesehatan yang sedang alami, riwayat kesehatan, dan

deteksi dini adanya masalah kejiwaan. Kemudian catin akan dilakukan

pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA),

tanda- tanda anemia, pemeriksaan darah rutin (Hemoglobin, golongan darah dan

rhesus), pemeriksaan urin rutin, dan pemeriksaan lain atas indikasi medis seperti

gula darah, IMS, HIV, malaria, thalassemia, Hepatitis B, TORCH.

Pada pengkajian kasus Nn. S usia 18 tahun dan Tn. A 23 tahun, hal ini

belum sesuai menurut anjuran mengenai usia ideal untuk untuk laki-laki sekitar

25-30 tahun dan perempuan umur 20-25 tahun, dimana itu merupakan sesuai

dimana sudah cukup dewasa, maka perubahan fisik akan semakin kuat, fungsi

organ reproduksi juga akan berjalan dengan baik dan akan semakin matang ketika

nanti saat dewasa menuju pernikahan.

Anak perempuan kebanyakan diperintahkan untuk segera menikah oleh

orangtuanya, alasan yang melatar belakangi adalah mematuhi hukum adat-istiadat

yang ada sejak jaman nenek moyang dan anjuran agama. Hal tersebut dikarenakan

kekhawatiran orang tua agar anak perempuannya tersebut selamat dari mitos

perawan tua, selain alasan tersebut, alasan ekonomi juga menjadi latar belakang

65
66

orangtua segera menikahkan anak perempuannya, sehingga pendidikan untuk

anak perempuan tidak dianggap penting.

Masyarakat juga menganggap bahwa peran perempuan dalam rumah tangga

hanya sebagai peran pembantu bagi kaum laki-laki. Baik dalam hal mengambil

keputusan, pendidikan, pekerjaan, dan hal-hal yang lain dalam rumah tangga.

Pendidikan tinggi dianggap tidak terlalu penting. Masyarakat beranggapan bahwa

perempuan sebagai istri sekaligus anak yang harus patuh kepada suami dan orang

tua. Sehingga pendidikan agama dianggap sudah cukup sebagai bekal untuk

menikah. Ada banyak dampak yang terjadi pada pernikahan dini.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Perubahan atas Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pada

pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan

wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Permasalahan yang

timbul dalam rumah tangga pasangan yang menikah pada usia dini sesungguhnya

cukup banyak. Hilangnya masa kanak-kanak dan masa remaja, hilangnya

kesempatan melanjutkan sekolah, hilangnya kebebasan dan kesempatan untuk

mengembangkan diri, hubungan seksual yang dipaksakan, kehamilan dan

persalinan di usia yang masih belia adalah konsekuensi fisik, psikologis,

intelektual dan emosional paling mendasar dari pernikahan usia dini. Usia calon

pengantin sering akan mempengaruhi jalannya rumah tangga di kemudian hari.

Jarang sekali sepasang laki-laki dan perempuan ketika akan menikah telah

mendiskusikan terlebih dahulu segala hal yang kemungkinan akan menjadi

sumber konflik dalam rumah tangga mereka di kemudian hari. Kondisi yang

66
67

sering terjadi justru mereka tidak menyadari adanya sumber konflik tersebut.

Kalau pun potensi sumber konflik tersebut disadari maka akan diupayakan untuk

disembunyikan, dihindari untuk dibicarakan atau bahkan yang lebih parah adalah

diyakini akan bisa diatasi bila telah menikah nantinya. Pada pasangan yang sudah

dewasa pun hal seperti ini masih sering terjadi apalagi pada pasangan usia dini.

Perkawinan merupakan proses awal pembentukan generasi penerus bangsa.

Upaya untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas hanya dapat

dicapai bila calon pengantin yang nantinya akan menjadi orang tua dari anak-anak

bangsa ini, juga punya kualitas terbaik. Bila calon pengantin tidak dipersiapkan

secara baik sejak dini, maka upaya untuk memperbaiki generasi masa depan

Indonesia pun akan sia-sia. Mempersiapkan calon pengantin yang dimaksud disini

bukanlah mempersiapkan prosesi perkawinannya, akan tetapi mempersiapkan

kondisi demografi dan kesehatan calon pengantin.

Usia calon pengantin akan besar pengaruhnya pada kematangan kepribadian

seseorang dalam menghadapi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam

perkawinan.Pendidikan calon pengantin erat kaitannya dengan kemampuan cara

berfikir dalam mengelola rumah tangga. Pekerjaan calon pengantin sangat

berhubungan dengan keberlangsungan ekonomi keluarga. Sedangkan kondisi

kesehatan khususnya calon pengantin wanita sangat penting untuk diketahui

sebelum perkawinan karena wanita adalah pemeran utama dalam proses

reproduksi generasi berikutnya. Wanita dapat diibaratkan sebagai ‘pabrik

sekaligus penyedia bahan baku’ generasi yang akan datang. Bila pabrik dan bahan

67
68

bakunya tidak dipersiapkan dengan baik, maka generasi yang akan dihasilkan pun

akan berkualitas ala kadarnya, asal hidup.

Disinilah letak dilema para calon pengantin wanita, yang cukup banyak

berusia dini tersebut. Dilema pertama para calon pengantin wanita tersebut ingin

menikah atau tidak menolak dijodohkan oleh orang tuanya, namun disisi lain

mereka tidak ingin segera punya anak. Dilema kedua, para calon pengantin wanita

tersebut tidak ingin punya anak dalam satu tahun setelah pernikahannya, namun

tidak menggunakan kontrasepsi, sehingga kemungkinan besar dapat terjadi

kehamilan tak direncanakan (unplanned pregnancy) dan kehamilan tak diinginkan

(unwanted pregnancy). Oleh karena itu, dengan berbagai upaya preventif yang

dilakukan, permasalahan demografi yang diakibatkan oleh perkawinan anak dapat

ditekan dan menciptakan masyarakat yang perduli dalam merencanakan masa

depannya. Upaya ini juga diperlukan agar menghindari risiko dan kemungkinan-

kemungkinan seperti kemiskinan yang berkelanjutan, resiko perceraian dan

kekerasan yang terjadi dalam membangun sebuah keluarga. Upaya-upaya solutif

menjadi sebuah tantangan bagi para stakeholder terkait dalam upaya menekan

angka perkawinan usia anak. Diperlukan juga pendekatan bottom up agar dapat

menjangkau lebih jauh dan melihat fakta-fakta di lapangan, yang sebenarnya

penyebab dari tindakan ini semua seperti halnya fenomena gunung es. Banyak

latar belakang permasalahan yang tidak muncul dipermukaan dan luput dari upaya

pencegahan.

Hasil pemeriksaan didapatkan berdasarkan berat badan, tinggi badan, LILA

dan IMT Nn. S semua dalam keadaan normal, serta pada pemeriksaan penunjang

68
69

yaitu laboratorium sederhana didapatkan hasil kadar HB adalah 11,8 gr/dl dan

gula darah sewaktu 95 mg/dL. Dimana status gizi Nn. S dalam keadaan yang

sesuai begitu juga dengan pola makan dimana makan 3x sehari serta pola makan

yang teratur dengan mencakup semua makanan 4 sehat 5 sempurna, dan pada

pemeriksaan fisik lengkap tidak ditemukan kelainan bawaan.

Dari hasil pengkajian tersebut ditemukan data bahwa klien suka mengalami

nyeri haid dan cemas menghadapi pernikahan. Maka bidan memberikan asuhan

non farmakologi untuk mengatasi nyeri haid dan kecemasan menghadapi

pernikahan dengan melakukan pijat swedia. Terapi pijat adalah metode

pengobatan kuno yang digunakan di sebagian besar tradisi medis (Cutshall et al.,

2010). Pijat swedia adalah satu set teknik terapi pijat sederhana yang dirancang

untuk mengendurkan jaringan otot dengan menerapkan tekanan arah sebaliknya

otot, tulang dan pijat ke dalam untuk mengembalikan darah ke jantung. Pijat

swedia adalah salah satu metode pengobatan standar yang digunakan di banyak

negara. teknik pijat swedia termasuk effleurage (panjang, gerakan meluncur),

petrissage (mengangkat dan menguleni otot), gesekan (gerakan menggosok yang

kuat, dalam, melingkar), tapotement (mengetuk cepat atau gerakan perkusi), dan

vibrasi (mengguncang atau menggetarkan otot tertentu dengan cepat) (Cherkin et

al., 2011; Gholami-Motlagh et al., 2016).

Perasaan yang dilaporkan oleh pasien yang menjalani pijat terapi dalam

studi oleh Andersson et al., (2008) termasuk peningkatan energi, rasa senang,

pengurangan kelelahan, pola tidur membaik, nyeri berkurang, meningkatkan

mobilitas, dan peningkatan kesehatan fisik secara umum.

69
70

Manfaat swedish massage menurut Muslimah, Awaludin, & Kurniawan,

(2019), menjelaskan bahwa stimulus pada swedish massage ini merangsang saraf

parasimpatis untuk mengeluarkan hormon endhorpine yang mampu memblok

transmisi nyeri, dimana terjadi transmisi serabut saraf sensoris A-beta yang lebih

besar dan lebih cepat. Proses ini mengakibatkan transmisi nyeri melalui serabut C

dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup tansmisi

impuls nyeri. Stimulus yang diberikan merangsang serabut perifer untuk

mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medula spinalis, saat impuls yang

dibawa oleh serabut A-beta mendominasi maka mekanisme gerbang nyeri akan

menutup sehingga impuls nyeri tidak terkirimkan ke otak, hal inilah yang dapat

memberikan kenyamanan pada individu.

Hal ini menjelaskan bahwa pemberian swedish massage itu mampu

memberikan kenyamanan melalui sentuhan yang diberikan, memberikan rasa

rileks dan mempengaruhi tingkat nyeri. Pemberian swedish massage mampu

membantu mempengaruhi tingkat nyeri haid (disminore) yang dirasakan klien.

Rasa nyeri yang berbeda tingkatannya pada mahasiswi dapat mempengaruhi

aktivitas sehari-hari yang dilakukan, kenyamanan dan tingkat nyeri yang rendah

sampai tidak adanya nyeri haid (disminore) dapat mengoptimalkan kegiatan klien

saat mentruasi.

Pemberian swedish massage dilakukan dengan memberikan pijatan dengan

kombinasi gerakan: effleurage (menggosok), petrissage (memijat-mijat),

vibration (menggetarkan), tapotement (memukul-mukul) dan friction (menggerus)

selama 15 menit, 10 menit setelah tindakan dilakukan evaluasi tingkat nyeri

70
71

(Cahyati, 2018). Swedish massage dapat menurunkan tingkat nyeri haid

(dismenore) karena massage yang diberikan mampu merangsang pelepasan

hormon endorpine, hormon ini mampu memblok transmisi nyeri dengan merubah

persepsi individu menjadi lebih rileks.

Berdasarkan beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, pemberian swedish

massage berpengaruh untuk mengurangi tingkat nyeri haid (dismenore) karena

pada saat pemberian sentuhan menstimulus pelepasan endorfin yang memberikan

perasaan rileks.

71
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Asuhan kebidanan pada Nn. S usia 18 tahun dan Tn. A 23 tahun

merupakan calon pengantin. Keputusan untuk merencanakan kehamilan segera

setelah menikah merupakan keputusan yang belum tepat mengingat usia Nn. S

masih 18 tahun, sehingga perlunya penundaan kehamilan minimal usia 20 tahun.

Hasil analisis dari kasus ini berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan

objektif pada Nn. S dan Tn. A sebagai calon pasangan pengantin, yaitu pasangan

usia subur dengan persiapan pernikahan dan perencanaan kehamilan

(prakonsepsi) yang dini. Sehingga, tata laksana yang diberikan, selain persiapan

pernikahan sesuai panduan calon pengantin yang telah ditetapkan oleh

Kemenkes, juga diberikan tambahan konseling dan anjuran terkait dengan

penundaan kehamilan, tanda bahaya kehamilan usia muda serta perencanaan

kehamilan, seperti KIE persiapan kehamilan, masa subur, dan anjuran konsumsi

makanan yang mengandung kaya zat besi dan asam folat. Sehingga, dengan tata

laksana yang sesuai diharapkan dapat membantu pasangan calon pengantin

mencapai tujuan secara optimal yakni segera memperoleh keturunan yang sehat

atau generasi platinum dalam ikatan pernikahan yang sah.

72
73

5.2 Saran

1. Bagi Klien / Calon Pengantin

Diupayakan untuk terus melaksanakan anjuran yang diberikan tenaga

kesehatan agar tujuan mendapatkan keturunan sehat dapat dicapai

2. Bagi UPTD Puskesmas Subang

Pemberian asuhan kebidanan pada masa pra konsepsi harus terus

ditingkatkan, dapat dilakukan dengan cara konseling pranikah karena

melahirkan generasi yang cerdas dimulai dari dalam kandungan, dan

pemberian vaksin sebelum pranikah seperti HPV, Hepatitis B, serta perlunya

dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti Hb dan golongan darah pada

pranikah wanita. Pada pemeriksaan kehamilan disarankan dilakukan

pemeriksaan 10 T ibu hamil agar mencegah terjadinya komplikasi pada ibu

hamil dan janinnya.

3. Bagi Bidan dan Tenaga Kesehatan

Dalam pemberian asuhan kebidanan pada pranikah dan prakonsepsi harus

diberikan sesuai standar kemenkes kebidanan agar penatalaksanaan yang

diberikan pada calon pengantin lebih baik lagi terutama apabila ada masalah

dalam kasus maka diberikan penatalaksanaan yang lebih kritis lagi.

4. Bagi Program Studi Profesi Bidan STIKES Kuningan

Agar lebih meningkatkan dan mengembangkan lagi pengetahuan

mahasiswanya tentang menstruasi terutama dismenorea sehingga kedepannya

dapat memberikan asuhan yang komprehensif dan meningkatkan pelayanan

73
74

berkualitas dengan menambah jumlah buku sumber khususnya materi asuhan

pranikah dan prakonsepsi.

74
DAFTAR PUSTAKA

Benney, S., & Gibbs, V. (2013). Radiography A literature review evaluating the
role of Swedish massage and aromatherapy massage to alleviate the anxiety
of oncology patients. Radiography, 19(1), 35–41. https://doi.org/10.1016/
j.radi.2012.09.006

Cahyati, A. (2018). Effektifitas Swedish Massage Terhadap Tingkat Nyeri dan


Tekanan Darah Pasien Pasca Bedah Jantung. Buletin Media Informasi
Kesehatan, 85-95.

Cherkin, D. C., Sherman, K. J., Kahn, J., Wellman, R., Cook, A. J., Johnson, E.,
… Deyo, R. A. (2011). A comparison of the effects of 2 types of massage
and usual care on chronic low back pain: A randomized, controlled trial.
Annals of Internal Medicine, 155(1), 1–9. https://doi.org/10.7326/0003-
4819-155-1-201107050-00002

Cutshall, S. M., Wentworth, L. J., Engen, D., Sundt, T. M., Kelly, R. F., & Bauer,
B. A (2010). Effect of massage therapy on pain, anxiety, and tension in
cardiac surgical patients: A pilot study. Complementary Therapies in
Clinical Practice, 16(2), 92–95. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2009.10.006

Gholami-Motlagh, F., Jouzi, M., & Soleymani, B. (2016). Comparing the effects
of two Swedish massage techniques on the vital signs and anxiety of healthy
women. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 21(4), 402–
409. https://doi. org/10.4103/1735-9066.185584

Gray, K. (2009). Swedish Massage. Amerika: Emperior. Laila, N. N. (2011). Buku


Pintar Menstruasi. Yogyakarta: Buku Biru.

Kaewcum, N., & Siripornpanich, V. (2018). The effects of unilateral Swedish


massage on the neural activities measured by quantitative
electroencephalography (EEG). Journal of Health Research, 32(1), 36–46.
https://doi.org/10.1108/JHR-11-2017-004

Larasati, & Alatas, F. (2016). Dismenore Primer dan Faktor Resiko Dismenore
Primer pada Remaja. Majority , 79-84.

Marmi. (2013). Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Martin, S. (2011).


Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Muslimah, N., Awaludin, S., & Kurniawan, A. (2019). Implementasi Terapi Pijat
Swedia Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dan menstabilkan
Tandatanda Vital pada Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah
Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo. Journal of Bionursing , 216-224.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Citra.

Novia, I., & Puspitasari, N. (2018). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian


Dismenore Primer. The Indonesian Journal Of Public Health , 96-104.

Patricia A, P., Perry, A. G., & Albar, M. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC Medical Publisher.

Proverawati, A., & Misaroh, S. (2012). Menarche Menstruasi Pertama Penuh


Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pundati, T. M., Sistiarani, C., & Hariyadi, B. (2016). Faktor-faktor Yang


Behubungan dengan Kejadian Dismenore pada Mahasiswa Semester VII
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmuilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman , 40-48.

Puspita, L., & Wardani, P. K. (2016). Hubungan Usia Pertama Menstruasi


(menarche) dan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Dismenore pada
Remaja Putri Kelas VII di SMP N 1 Gadingrejo Kecamatan Gadingrejo
Kab. Pringsewu. Jurnal Kalitbangan Pengembangan dan Inovasi Iptek
Kabupaten Pringsewu , 1-16.

Rianawati, V. F. (2018). Pengaruh pemberian Swedish Massage terhadap


Penurunan Nyeri Menstruasi pada Mahasiswa PGSD Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 1-8.

Sukarni, I. (2013). Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Windastiwi, W., Pujiastuti, W., & Mundarti. (2017). Pengaruh Abdominal


Stretching exercise terhadap Intensitas Nyeri Dismenore. Jurnal Kebidanan,
17-16.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai