Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KIE PERSIAPAN KEHAMILAN DAN SKRINING PRANIKAH


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kebidanan Keluarga

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
 Wiwin Purwini  Rizka Sri Yulianti
 Suminah  Yeni Sri Mulyani
 Lia Rodiah  Anih Yunita
 Devi Fitriani  E. Evy Silvia
 Putri Inayatunnisa  Umisisia Pigai

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

STIKES ABDI NUSANTARA

JAKARTA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, atas berkat

dan rahmatnyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Shalawat serta salam

semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw semoga kita semua mendapat

syafaat nya hingga yaumul akhir nanti amiin.

Saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam

menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan kali ini saya menyelesaikan tugas mata kuliah

kebidanan keluarga yang berjudul “Kie Persiapan Kehamilan dan Skrining Pranikah”

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan.

Akhir kata saya meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat

serta saya meminta kritik dan saran yang mendukung demi kebaikan penyusunan makalah

dimasa yang akan datang.

Pandeglang,

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO (2002) kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan

kesejahteraan fisik, emosional, mental dan sosial yang utuh berhubungan dengan

reproduksi, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun dalam segala

aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Ruang

lingkup pelayanan kesehatan repoduksi menurut International Conference Population

and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak,

keluarga berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk

HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan infertilitas,

kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta

kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunnat perempuan dan

sebagainya. (Eni Kusmiran, 2013).

Masalah-masalah kesehatan reproduksi di Indonesia masih sangat perlu

diberikan perhatian khusus, United Nations Development Economic and Social

Affairs (UNDESA, 2010) menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara ke-37

dengan persentase pernikahan usia muda tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.

Masalah lainnya adalah HIV/AIDS, Estimasi dan proyeksi jumlah orang dengan

HIV/AIDS pada umur ≥15 tahun di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebanyak

785.821 orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak 90.915 orang dan kematian

sebanyak 40.349 orang (Profil Kesehatan Indonesia 2016).

Pernikahan adalah suatu hal yang didambakan oleh setiap orang serta

merupakan suatu kebutuhan dasar manusia. Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir
dan batin pada pria dan wanita dengan ikatan suami isteri yang bertujuan untuk 2

membangun kehidupan rumah tangga yang utuh dan bahagia berdasarkan ketuhanan

yang maha esa (UU RI, 1974). Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung

mencatat di Jawa Timur pada September 2016 angka perceraian di Jatim sudah

mencapai 51.000 perkara. Sedangkan di Kota Malang pada tahun 2017 tercatat 6.752

perkara cerai yang masuk dari total 8.354 kasus yang ditangani dan sepanjang 2018

sejak Januari hingga Oktober, sudah ada 5.998 perkara. Terjadinya angka perceraian

tersebut dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan pasangan suami isteri terhadap

kesehatan reproduksi yang pada akhirnya menimbulkan ketidak harmonisan dalam

kehidupan berumah tangga (Wan, 2017). Menurut Amalia dan Siswantara (2018)

dalam penelitiannya tentang Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota

Surabaya, dari total 32 total responden 62.5% memiliki pengetahuan yang kurang

tentang kesehatan reproduksi. Dalam penelitian lain juga menggambarkan dari total

100 calon pengantin (catin) terdapat 12% – 88% yang belum mengetahui tentang

kesehatan reproduksi dan seksual dalam hal ini pendidikan kesehatan reproduksi dan

seksual yang sudah dijabarkan dalam masing-masing aspek seperti bagaimana

merawat kesehatan reproduksi, organ reproduksi, kehamilan, proses perkembangan

janin, imunisasi tetanus, alat kontrasepsi, dan sebagainya (Nugraheni, 2018). Jumlah

presentase pengetahuan catin tentang kesehatan reproduksi yang digambarkan

tersebut masih cukup besar dan perlu perhatian khusus dari pemerintah.

Tujuan pernikahan adalah untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang

bahagia, tentram, aman serta nyaman. Maka dari itu, setiap calon pengantin

hendaknya mempunyai bekal yang cukup untuk menyiapkan kebutuhan yang nantinya

akan dihadapi dalam membina rumah tangga, baik moril maupun materil (Amalia,

2018). Oleh karenaya sangat dibutuhkan adanya tindakan pencegahan, 3 tindakan


pencegahan ini tidak cukup hanya diterapkan kepada pasangan yang telah menikah,

namun sangat penting untuk diketahui sejak dini oleh pasangan yang berencana

melakukan pernikahan atau pada calon pengantin. Hal ini dilakukan agar calon

pengantin dapat mempersiapkan diri menjalani kehidupan berkeluarga.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) memutuskan

untuk mengadakan program Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang

kesehatan reproduksi dan seksual pada calon pengantin yang dilaksanakan diseluruh

Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan program ini, KEMENKES bekerjasama

dengan Kementerian Agama sebagai institusi yang mengurusi masalah pernikahan.

Tujuan dari program ini adalah agar catin dapat mempersiapkan diri menjalani

kehidupan berkeuarga termasuk merencanakan kehamilan yang sehat sehingga dapat

melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Program ini dilaksanakan oleh petugas

puskesmas dan jaringannya serta petugas dari lembaga keaagamaan setempat pada

seluruh catin yang akan menikah. Pemberian KIE akan dilakukan dengan

menggunakan alat bantu/media KIE yaitu berupa lembar balik yang berisi informasi

kesehatan tentang persiapan pranikah, kesetaraan gender dalam pernikahan, keluarga

berencana, kehamilan, pencegahan komplikasi, persalinan dan pasca salin, infeksi

saluran reproduksi, infeksi menular seksual serta HIV dan AIDS, termasuk

pencegahan penularan HIV-AIDS dari ibu ke anak (PPIA), informasi tentang deteksi

dini kanker leher rahim dan kanker payudara, gangguan dalam kehidupan seksual

suami istri dan mitos pada perkawinan.

Catin yang kini telah menjadi pasangan suami isteri (pasutri) yang telah

mengikuti program KIE kesehatan reproduksi dan seksual di Puskesmas KendalKerep

ini belum dilakukan evaluasi tentang persepsi mereka terhadap program tersebut

sedangkan sebuah program perlu dievaluasi agar dapat mengetahui keefektifan dari
program tersebut, oleh karenanya peneliti ingin mengetahui “Persepsi Pasangan

Suami Isteri terhadap Program KIE Calon Pengantin tentang Kesehatan Reproduksi

dan Seksual di Wilayah Kerja Puskesmas KendalKerep Kota Malang”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Perencanaan Kehamilan ?

2. Apa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Kehamilan ?

3. Apa yang dimaksud dari Pernikahan ?

4. Bagaimana Fungsi dari Pernikahan ?

5. Bagaiman Persiapan Pranikah ?

6. Bagaimana Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam Kesehatan ?

7. Bagaimana pelaksanaan KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual pada Calon

Pengantin ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian dari Perencanaan Kehamilan

2. Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Kehamilan

3. Untuk mengetahui yang dimaksud dari Pernikahan

4. Untuk mengetahui Fungsi dari Pernikahan

5. Untuk mengetahui Persiapan Pranikah

6. Untuk mengetahui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam Kesehatan

7. Untuk mengetahui pelaksanaan KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual pada

Calon Pengantin
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

A. Pengertian Perencanaan Kehamilan

Perencanaan kehamilan merupakan perencanaan berkeluarga yang optimal

melalui perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah

satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Menjaga

jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi kesehatan, namun

juga memperbaiki kualitas hubungan psikologi keluarga (Mirza, 2008). Perencanaan

kehamilan merupakan hal yang penting untuk dilakukan setiap pasangan suami istri.

Baik itu secara psikolog/mental, fisik dan finansial adalah hal yang tidak boleh

diabaikan (Kurniasih, 2010). Merencanakan kehamilan merupakan perencanaan

kehamilan untuk mempersiapkan kehamilan guna mendukung terciptanya kehamilan

yang sehat dan menghasilkan keturunan yang berkualitas yang diinginkan oleh

keluarga (Nurul, 2013).

B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Kehamilan

Menurut Mirza (2008) ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam merencanakan

kehamilan, antara lain:

1. Kesiapan aspek psikologis

Apabila memutuskan untuk hamil, sebaiknya mulai menjalani konseling prahamil.

Konseling ini merupakan berisi saran dan anjuran, seperti dengan cara melakukan

pemeriksaan fisik (pemeriksaan umum dan kandungan) dan laboratorium. Sebab,

tujuan dari konseling prahamil ini akan mempersiapkan calon ibu beserta calon

ayah dan untuk menyiapkan kehamilan yang sehat sehingga bisa menghindari hal-

hal yang tidak diinginkan. Dengan begitu, bisa segera dideteksi bila ada penyakit

yang diturnkan secara genetis, misalnya: diabetes militus, hipertensi, dan


sebagainya. Konseling prahamil dilakukan untuk mencegah cacat bawaan akibat

kekurangan zat gizi tertentu atau terpapar zat berbahaya.

2. Kesiapan fisik

Pengaruh fisik juga sangat mempengaruhi proses kehamilan. Tanpa ada fisik yang

bagus, kehamilan kemungkinan tidak akan terwujud dan bahkan kalau kehamilan

itu terwujud, kemungkinan fisik yang tidak prima akan memengaruhi janin. Oleh

karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan, antara lain:

 Mulai menata pola hidup

Selain kondisi tubuh, gaya hidup dan lingkungan juga memengaruhi

keprimaan fisik. Akan lebih baik lagi, bila persiapan fisik ini dilakukan

secara optimal kira-kira 6 bulan menjelang konsepsi.

 Mencapai berat badan ideal

Berat badan sangat besar pengaruhnya pada kesuburan. Karena berat badan

kurang atau berlebihan, keseimbangan homon dalam tubuh akan ikut-ikutan

terganggu. Akibatnya siklus ovulasi terganggu. Berat badan yang jauh dari

ideal juga memicu terjadinya berbagai gangguan kesehatan.

 Menjaga pola makan

Disiplin membenahi pola makan bukannya tanpa alasan. Karena, zat-zat

gizi akan mengoptimalkan fungsi organ reproduksi, mempertahankan

kondisi kesehatan selama hamil, serta mempersiapkan cadangan energy

bagi tumbuh kembang janin. Caranya sebagai berikut:

 Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Masukkan

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam menu

makanan sehari-hari secara bervariasi dan dalam jumlah yang pas,

sesuai kebutuhan.
 Hindari zat pengawet atau atau tambahan pada makanan, karena

dapat menyebabkan kecacatan pada janin dan alergi.

 Perbanyak makan-makanan yang segar dan tidak terlalu lama

diolah, sehingga kandungan zat-zat gizinya tidak hilang.

 Olahraga secara teratur

Olahraga memang berkhasiat untuk melancarkan aliran darah.

Peredaran nutrisi dan pasokan oksigen ke seluruh organ tubuhpun jadi

efisien, sebab benar-benar bebas hambatan. Jadi, kondisi seperti ini

dibutuhkan untuk pembentukan sperma dan sel telur yang baik.

Berolahraga secara rutin bisa pula memperbaiki mood karena

meningkatnya produksi hormon endoprin. Tubuh juga jadi sehat dan

bugar. Kalau ini yang terjadi, proses kehamilan, persalinan, serta

kembalinya bentuk tubuh ke keadaan semula jadi lebih mudah. Yang

cocok dilakukan yaitu, olahraga joging, jalan kaki, berenang, bersepeda

dan senam.

 Menghilangkan kebiasaan buruk Kebiasaan buruk seperti merokok, minum

minuman beralkohol, serta mengkonsumsi kafein (kopi, minuman bersoda),

sebaiknya dihentikan saja. Sebab, zat yang terkandung didalamnya bisa

memengaruhi kesuburan. Akibatnya, peluang terjadinya pembuahan makin

kecil. Sering stress juga bukan kebiasaan yang baik. Apalagi, kalau sibuk

kerja dan lupa istirahat.

 Bebas dari penyakit Bila mengidap penyakit tertentu, seperti cacar, herpes,

campak jerman, atau penyakit berbahaya lain, sebaiknya periksakan diri ke

dokter. Sebab, penyakit tersebut bisa membahayakan diri dan janin.


 Stop pakai kontrasepsi Apabila memutuskan untuk hamil, hentikan

penggunaan kotrasepsi. Apabila belum berkeinginan untuk hamil maka

harus memakai kontrasepsi. Misalnya, pil, obat suntik, serta susuk KB

mengandung hormone yang brtugas terjadinya ovulasi.

 Meminimalkan bahaya lingkungan Lingkungan, termasuk lingkungan kerja,

bisa juga berdampak buruk sebelum hamil. Misalnya, gangguan hormonal

atau gagguan pada pembentukan sel telur. Lingkungan yang sarat

mikroorganisme (jamur, bakteri, dan virus), bahan kimia beracun (timah

hitam dan pestisida), radiasi (sinar X, sinar ultraviolet, monitor komputer,

dan lainnya), dan banyak lagi.

3. Kesiapan Finansial Persiapan finansial bagi ibu yang akan merencanakan

kehamilan merupakan suatu kebutuhan yang mutlak yang harus disiapkan,

dimana kesiapan finansial atau yang berkaitan dengan penghasilan atau

keuangan yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhan selama kehamilan

berlangsung sampai persalinan (Kurniasih, 2010).

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan kesiapan finansial, diantaranya:

a) Sumber keuangan Memiliki anak memang tidak murah. Makanya,

perlu merancang keuangan keluarga sejak jauh-jauh hari. Disadari

atau tidak, anak ternyata membutuhkan alokasi dana yang cukup

besar.

b) Dana yang wajib ada

inilah beberapa dana yang wajib disiapkan sebagai calon orang tua,

yaitu:
a) Saat hamil Yaitu biaya memeriksakan kehamilan,

pemeriksaan penunjang (laboratorium, USG, dan

sebagainya), serta mengatasi penyakit (bila ada).

b) Saat bersalin Meliputi biaya melahirkan (secara normal atau

operasi caesar), “menginap” di rumah sakit pilihan,

obatobatan, serta biaya penolong persalinan.

c) Setelah bayi lahir Prioritas keuangan keluarga jadi berubah

dan perlu memperhitungkan masa depan anak.

4. Persiapan Pengetahuan

Dalam merencanakan kehamilan yang sehat dan aman, maka setiap

pasangan suami istri harus mengetahui hal-hal yang berpengaruh dalam

perencanaan kehamilan atau dalam kehamilan. Diantaranya:

1) Masa subur Masa subur adalah masa dimana tersedia sel telur yang

siap untuk dibuahi. Masa subur berkaitan erat dengan menstruasi

dan siklus menstruasi. Adanya hasrat antara suami dan istri adalah

sesuatu yang wajar, penyaluran hasrat tersebut akan memulai hasil

yang baik jika pertemuan antara suami dan istri diatur waktunya.

2) Kecenderungan memilih jenis kelamin anak Setiap pasangan yang

menikah pastilah mendambakan anak di tengah kehidupan

keluarganya. Bagi yang telah mempunyai anak berjenis kelamin

tertentu, pastilah 15 menginginkan anak dengan jenis kelamin yang

belum mereka miliki, sehingga lengkap yaitu laki-laki dan

perempuan (Nurul, 2013).

5. Kesiapan aspek usia


Pada usia dibawah 20 tahun merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perencanaan kehamilan, karena pada usia dibawah 20

tahun apabila terjadi kehamilan maka akan beresiko mengalami tekanan

darah tinggi, kejang-kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu atau

bayinya, dan beresiko terkena kanker serviks.

C. Pengertian Pernikahan

Menurut Undang-Undang Pernikahan Pasal 1 No 1 tahun 1974 menyatakan

bahwa pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita

sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sigelman (2003:37) mendefinisikan

pernikahan sebagai sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin

dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta

tanggung jawab dari suami dan istri yang di dalamnya terdapat unsur keintiman,

pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.

D. Fungsi Pernikahan

Menurut Soewondo (2001:154), dalam sebuah pernikahan perlu adanya

fungsi-fungsi yang harus dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau

tidak terpenuhi maka tidak ada perasaan puas dan bahagia pada pasangan. Menurut

Duvall dan Miller (1986:21), setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam

pernikahan, antara lain :

1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang. Pernikahan

memberikan cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri, orang tua dan

anak, dan antar anggota keluarga lainnya. Idealnya pernikahan dapat

memberikan kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya sehingga

berkontribusi terhadap perkembangan anak.


2. Menyediakan rasa aman dan penerimaan. Mayoritas orang mencari rasa aman

dan penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga

dapat belajar darinya dan dapat menerima kekurangan pasangannya.

3. Memberikan kepuasan dan tujuan. Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia

kerja terkadang menghasilkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat

diatasi dengan pernikahan melalui kegiatan yang dilakukan bersama-sama

anggota keluarga. Dengan pernikahan seseorang juga dipaksa untuk memiliki

tujuan dalam hidupnya.

4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus. Melalui pernikahan rasa

kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh para anggota keluarga.

5. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi. Sebuah keluarga yang

terikat oleh pernikahan memberikan status sosial pada anggotanya. Anak yang

baru lahir secara otomatis mendapatkan status sosial sebagai seorang anak

yang berasal dari kedua orang tuanya.

6. Memberikan pengawasan dan pembalajaran tentang kebenaran. Dalam

pernikahan, individu mempelajari mengenai peraturan-peraturan, hak,

kewajiban serta tanggung jawab. Pada pelaksanaannya individu tersebut akan

mendapatkan pengawasan dari aturan-aturan tersebut. Individu dalam

pernikahan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar atau

salah.

E. Persiapan Pranikah

Persiapan pranikah adalah hal-hal yang harus dipersiapkan oleh calon pengantin

(catin) sebelum menikah. Persiapan pranikah tersebut meliputi hal-hal berikut:

a. Aspek fisik/biologis Menurut WHO (World Health Organization) tentang

persiapan perkawinan dari aspek fisik dan biologis meliputi:


1. Usia. Usia yang ideal menurut kesehatan dan juga program KB, maka usia

antara 20- 25 tahun bagi wanita dan usia antara 25-30 tahun bagi pria adalah

masa yang paling baik untuk berumah tangga. Lazimnya usia pria lebih

daripada usia wanita, perbedaan usia relatif sifatnya.

2. Kondisi fisik Kondisi fisik bagi mereka yang hendak berkeluarga amat

dianjurkan untuk menjaga kesehatan, sehat jasmani dan sehat rohani.

Kesehatan fisik meliputi kesehatan dalam arti orang itu tidak menghidap

penyakit (apalagi penyakit menular) dan bebas dari penyakit keturunan.

b. Aspek Mental / Psikologis, meliputi:

1. Kepribadian Aspek kepribadian sangat penting karena hal ini akan

mempengaruhi pasangan dalam kemampuan beradaptasi antar pribadi.

Pasangan yang memiliki kematangan pribadi akan memiliki kemampuan

yang baik dalam memberikan kebutuhan afeksional sebagai unsur penting

dalam berumah tangga. Kenyataannya, tidak ada orang yang memiliki

kepribadian ideal yang sempurna, tapi paling tidak masing-masing pasangan

bisa saling memahami dan menghargai kelebihan dan kelemahan masing-

masing, sehingga diharapkan akan bisa saling mengisi dan melengkapi.

2. Pendidikan Tingkat kecerdasan dan pendidikan masing-masing pasangan

hendaknya diperhatikan. Umumnya taraf kecerdasan dan pendidikan pria

lebih tinggi dari wanita, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi hal

yang sebaliknya. Kalaupun hal ini terjadi, hendaknya keduanya memiliki

kemampuan adaptasi dan saling menghargai yang cukup tinggi, karena

walau bagaimanapun, laki-lakilah yang kelak manjadi pemimpin dalam

rumah tangganya, sebagai pihak yang nantinya akan banyak mengambil

keputusan penting dalam keluarga. Karenanya, laki-laki dituntut memiliki


kemampuan berfikir yang cukup baik dan alangkah lebih baiknya lagi

apabila tingkat kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, terlebih

lagi kecerdasan spiritual (dalam hal iini tingkat pemahaman terhadap agama)

laki-laki lebih tinggi daripada wanita.

c. Aspek Psikososial dan Spiritual

1. Beragama dan Berakhlak Mulia

Maksud dari karakter ini ialah memiliki nilai keagamaan yang baik,

konsisten pada hokum-hukum syara‟, mengerjakan ketaatan dan amal

shalih, jauh dari perkaraperkara yang diharamkan, akhlak yang terpuji, dan

perilaku yang lurus. Semua itu demi terjaminnya kesuksesan interaksi yang

baik dan keawetan berumah tangga di atas jalan yang benar, agar laki-laki

yang hendak meminang dan hendak dipinang sama-sama agamis dan

berakhlak mulia. Abu Hurairah r.a meriwayatkan sebuah hadis yang erat

kaitannya dengan ciri ideal dalam memilih calon pasangan hidup yaitu; Dari

Abu Huraira r.a dari Nabi SAW bersabda: “Perempuan dikawini lumrahnya

karena empat hal: 1) karena hartanya, 2) karena keturunannya, 3) karena

kecantikannya, 4) karena 18 agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang

beragama (Islam), niscaya kedua tanganmu kaya (nescaya engkau akan

selamat).” (HR. Bukhari).

Hikmah yang terkandung dari mempertimbangkan agama dan akhlak

dalam memilih pasangan hidup ialah; bahwa beragama (agamis) itu akan

menguatkan hubungan keseharian rumah tangga, sedangkan akhlak yang

baik akan memperkokoh dan meluruskan pernikahan, sehingga rumah

tangga akan berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Artinya, dengan


mempertimbangkan agama dalam mencari pasangan hidup lebih menjamin

kekokohan dan kebahagiaan berumah tangga.

2. Nasab (keturunan yang baik) Hendaknya pasangan yang akan dinikahi

berasal dari keturunan yang baik, karena nasab itu memiliki pengaruh kuat

terhadap etika dan perilaku seseorang. Umumnya orang yang berlatar

belakang dari keturunan yang baik, akan terhindar dari kehinaan,

kerendahan dan penyimpangan (jatuhnya buah tidak akan jauh dari

pohonnya). Nasab yang baik merupakan media untuk memperoleh

keturunan yang baik dan lebih mendekati pergaulan yang baik.

3. Latar belakang Budaya Perbedaan suku bangsa bahkan perbedaan

kebangsaan bukanlah halangan untuk bisa melakukan pernikahan, asalkan

masih seagama/ seaqidah. Meskipun demikian, tetap memperhatikan faktor

adat istiadat / budaya yang berlaku diantara keduanya untuk diketahui

masing-masing pihak agar dapat saling menghargai dan menyesuaikan diri

dengan ralatif muda.

4. Pergaulan Sebagai persiapan menuju pernikahan, sudah tentu masing-

masing pasangan harus saling mengenal terlebih dahulu. Tapi perlu

diperhatikan bahwa dalam pergaulan keseharian antar calon pengantin harus

tetap memegang nilai-nilai moral, etika dan kaidah agama yang berlaku.

5. Persiapan Material Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistik,

yaitu hidup hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami,

yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan

adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi pihak wanita,

adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014) menjelaskan bahwa

hal-hal yang harus dipersiapkan oleh catin sebelum menikah adalah sebagai

berikut:

 Persiapan Fisik:

1. Pemeriksaan status kesehatan:

- Tanda-tanda vital (suhu,nadi,frekuensi nafas,tekanan

darah)

2. Pemeriksaan Darah rutin:

- Hb, Trombosit, Leukosit,

3. Pemeriksaan Darah yang dianjurkan:

- Golongan Darah dan Rhesus

- Gula Darah Sewaktu (GDS)

- Thalasemia

- Hepatitis B dan C

- TORCH (toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus dan

herpes simpleks)

- Pemeriksaan Urin: urin rutin

 Persiapan Gizi: Peningkatan status gizi calon pengantin terutama

perempuan melalui penanggulangan KEK (Kekurangan Energi

Kronis) dan anemia gizi beserta defisiensi asam folat.

 Status Imunisasi TT Pencegahan dan perlindungan diri yang aman

terhadap penyakit tetanus dilakukan dengan pemberian 5 dosis

imunisasi TT untuk mencapai kekebalan penuh.

Tabel 2.1 Status Imunisasi TT

Status TT Interval (selang minimal Lama Perlindungan


waktu)
TTI 0
TTII 4 minggu setelah TTI 3 tahun
TTIII 6 bulan setelah TTII 5 tahun
TTIV 1 tahun setelah TTIII TTIII 10 tahun
TTV tahun setelah TTIV 25 tahun

 Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi

1. Pakaian dalam diganti minimal kali 2 sehari.

2. Tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat dan berbahan

nonsintetik.

3. Membersihkan organ reproduksi luar dari depan kebelakang

dengan menggunakan air bersih dan dikeringkan menggunakan

handuk atau tisu.

4. Pakailah handuk yang bersih, kering, tidak lembab/bau.

5. Khusus untuk perempuan:

Tidak boleh terlalu sering menggunakan cairan pembilas

vagina.

Jangan memakai pembalut tipis dalam waktu lama.

Pergunakan pembalut ketika menstruasi dan diganti

paling lama setiap 4 jam sekali atau setelah buang air.

Bagi perempuan yang sering keputihan, berbau dan

berwarna harap memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

Bagi laki-laki dianjurkan disunat untuk kesehatan.

F. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam Kesehatan

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan baik dalam bentuk verbal, non

verbal maupun emosional antara komunikator kepada komunikan, sehingga terjadi


proses saling berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai saling pengertian dan

saling memiliki (Everett M. Rogers). Informasi adalah data yang sudah diproses dan

diorganisir untuk memberi arti bagi penggunanya (Romney dan Steinbart: 2009).

Edukasi atau pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan adalah

suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi

pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek

pendidikan, oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan

yang diaplikasikan pada bidang kesehatan (Noto Admodjo:2003).

Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi

kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit atau

kelemahan. Hal ini diharapkan agar adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi

antara individu dengan masyarakat dan makhluk hidup lain serta lingkungannya

(Mubarak, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan dalam Pusat Promosi Kesehatan

(2015), Tujuan KIE dalam kesehatan adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersigh dan sehat.

b) Meningkatnya peran serta masyarakat, melalui interaksi antara petugas

kesehatan dengan masyarakat, sehingga dapat terbangun hubungan yang

baik, saling menguntungkan, saling mengisi, saling dapat memenuhi

harapan dengan masyarakat.

c) Menyampaikan informasi yang akurat kepada pengambil keputusan untuk

mendapatkan dukungan kebijakan, dana, sarana dan sumberdaya lainnya

dalam mendukung upaya pelayanan kesehatan di puskesmas.

d) Menggalang kemitraan dalam bidang kesehatan


e) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas

puskesmas.

f) Melalui KIE dalam bidang kesehatan dapat dihasilkan hal-hal sebagai

berikut :

1) Terjadi perubahan pendapat (opinion change): pengetahuan, ide,

keyakinan dan pemikiran

2) Membangun sikap positif / perubahan sikap (attitude change) pada

sasaran KIE 3) Terjadi perubahan perilaku (behavior change) kearah

PHBS

3) Terjadi perubahan terhadap kehidupan sosial (social change) yang

lebih sehat.

4) Terjadi perubahan terhadap kehidupan sosial (social change) yang

lebih sehat

G. Fungsi KIE dalam Bidang Kesehatan

Fungsi dari KIE dalam bidang kesehatan meliputi:

1. Menyampaikan informasi (to inform)

2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence/ persuasive).

5. Promosi (to promote)

6. Bimbingan (to guidance)

7. Konseling (to councel)

8. Motivasi (to motivate)

9. Memberikan instruksi ( to instructive)

10. Negosiasi (to negosiate)


11. Memprovokasi (to provoke)

12. Meyakinkan (to convince)

H. Jenis KIE dalam Upaya Promosi Kesehatan

 Berdasarkan proses komunikasi : komunikasi langsung dan tidak

langsung.

 Berdasarkan penyampaian pesan : komunikasi verbal, non-verbal, emosional

 Berdasarkan arah penyampaiannya : satu arah dan timbal balik 4. Berdasrkan

 jumlah sasaran : Komunikasi individu, kelompok dan massa

 Berdasrkan model pendekatan KIE : Komunikasi Risiko, Komunikasi

Persuasif, Komunikasi Antar dan Lintas Budaya

 Berdasarkan strategi promkes : advokasi, bina suasana, gerakan

pemberdayaan masyarakat dan kemitraan

I. Pelaksanaan KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual pada Calon Pengantin

KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin dilakukan

dengan menggunakan alat bantu/media KIE yaitu Lembar Balik Kesehatan

Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin. Lembar balik tersebut

diperuntukkan bagi petugas kesehatan. Informasi kesehatan reproduksi yang

diberikan dalam lembar balik adalah:

1) Persiapan pranikah

2) Kesetaraan gender dalam pernikahan

3) Keluarga berencana

4) Kehamilan, pencegahan komplikasi, persalinan dan pasca salin

5) Infeksi saluran reproduksi, infeksi menular seksual serta hiv dan aids,

termasuk pencegahan penularan hiv-aids dari ibu ke anak (ppia)


6) Informasi tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara

gangguan dalam kehidupan seksual suami istri, dan

7) Mitos pada perkawinan.

1. Jenis Pelayanan dan Tempat Pelayanan Pelayanan kesehatan reproduksi dan

seksual yang diberikan kepada pasangan calon pengantin adalah:

1) KIE kesehatan reproduksi dan seksual: penyuluhan, konseling

2) Pemeriksaan kesehatan: pemeriksaan fisik dan penunjang (jika

diperlukan)

3) Imunisasi Tetanus Toxoid sesuai skrining status T

Pelaksanaan kegiatan KIE ini bertempat di Puskesmas. Puskesmas

berperan dalam:

1) Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab dan koordinator

pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon

pengantin di wilayah kerjanya.

2) Tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan

kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin (identifikasi

klien, koordinasi dengan stake holder, fasilitasi pertemuan,

monitoring, evaluasi dan pelaporan).

2. Fasilitator dan Narasumber Fasilitator pelayanan kesehatan reproduksi dan

seksual bagi calon pengantin adalah tenaga kesehatan yang memiliki

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di puskesmas dan jajarannya.

Kriteria petugas kesehatan dapat bidan, dokter, dokter gigi, perawat, sarjana

kesehatan masyarakat atau petugas kesehatan yang telah mendapat orientasi

tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin.

Dalam pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon


pengantin, fasilitator dapat meminta bantuan narasumber untuk menyampaikan

materi bidang tertentu.

3. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

melaksanakan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin

adalah:

1) Ruangan atau aula

2) Alat tulis menulis (papan tulis, kertas, spidol, balpoin)

3) Lembar Balik Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon pengantin

4) Buku Saku Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon pengantin

5) Buku/media kesehatan ibu dan anak seperti Buku KIA, poster gizi dll.

6) Komputer/laptop dan LCD 4.

4. Tahapan Pelaksanaan

Beberapa tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan KIE kesehatan

reproduksi dan seksual bagi calon pengantin:

a) Persiapan Pelaksanaan Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum

pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon

pengantin:

 Melakukan koordinasi dengan

KUA/BP4/Gereja/parisada/vihara setempat untuk memastikan

adanya peran aktif dan dukungan terhadap pelaksanaan

kegiatan tersebut.

 Mempersiapkan tempat dan sarana pelaksanaan untuk KIE

kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin,

misalnya di Puskesmas/Poskesdes/KUA/gereja/

parisada/vihara, dan lain-lain.


 Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal

pelaksanaan, serta mempelajari materi yang akan disampaikan.

b) Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan pertemuan pelayanan kesehatan

reproduksi dan seksual bagi calon pengantin dilakukan sesuai

kesepakatan antara petugas kesehatan dengan pihak KUA. Oleh karena

itu perlu adanya kerja sama dengan lembaga/kelompok keagamaan

setempat. Alur Pelaksanaan KIE calon pengantin adalah sebagai

berikut:

 Calon pengantin datang ke KUA/Gereja/parisada/vihara untuk

mengurus pernikahannya.

 Calon pengantin mengisi formulir N1, N2 dan N4 dari

kelurahan/desa yang membawahi tempat tinggal calon pengantin.

 Calon pengantin membawa surat pengantar yang diperoleh dari

KUA/Gereja/parisada/vihara ke Puskesmas untuk mendapatkan surat

keterangan sehat dan imunisasi TT (melalui skrining status T).

 Di Puskesmas petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan,

KIE kesehatan reproduksi dan imunisasi TT bila diperlukan.

 Calon pengantin kembali ke KUA/ Gereja/ parisada/ vihara dengan

membawa surat keterangan sehat dan status imunisasi TT.

 KUA akan mencatatkan pernikahan pasangan pengantin yang telah

menyerahkan formulir N1, N2, N4, surat keterangan sehat dan

imunisasi TT.

 Untuk pasangan calon pengantin diluar agama Islam, pencatatan

pernikahan, sesuai dengan aturan masing-masing agama.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

a. Bagi Tenaga Kesehatan


Tenaga kesehatan yang menangani kasus mengenai kie persiapan

kehamilan dan skrining pranikah dapat memberikan konseling kepada

pasien atau pasangan catin.

b. Bagi pasien dan keluarga


Hendaknya pasangan catin yang akan melangsungkan pernikahan
melakukan pemeriksaan atau krining terleih dahulu.
c. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat lebih
memahami pengetahuan mengenai kie persiapan kehamilan dan skrining
pranikah

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.umm.ac.id/51742/3/BAB%20II.pdf

http://repository.unika.ac.id/15143/2/13.93.0036%20Mega%20Kartika%20Anugerah

%20Nurani%20BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai