Anda di halaman 1dari 29

KEHAMILAN PADA REMAJA

Disusn Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu :

OLEH :

1. Nur Chasan Efendi (010115a086)


2. Said Agil (010115a108)
3. Setyani (010115a114)
4. Siti Nurul Hikmah (010115a122)
5. Thalia Florencia.Da.Cc. (010115a127)
6. Zahra Nur Hanifa (010115a140)
7. Putu Novi Ernawati (010115a141)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Maternitas 1 |
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN

2017 / 2018

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kehamilan pada remaja.

Tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
beberapa sumber yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan tak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini ibu

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan dan cara pengeditan kerapiaan dalam tugas ini. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari dosen
pembibing dan pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang dan dapat memberikam manfaat maupun inspirasi terhadap para pembaca.

Ungaran, 25 maret 2017

Penyusun

Maternitas 2 |
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang .....................................................................................................................1


b. Tujuan .................................................................................................................................2
c. Rumusan Masalah ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

a. Perkembangan Remaja, Seksualitas, Dan Kehamilan .........................................................3


b. Seksualitas Remaja ............................................................................................................10
c. Kehamilan Remaja .............................................................................................................16
d. Menjadi Orangtua Pada Masa Remaja ...............................................................................19
e. Resiko Konsekuensi Kehamilan ........................................................................................21

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ........................................................................................................................25
b. Saran ..................................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................26

Maternitas 3 |
BAB I

PENDAHULAUAN

A. Latar Belakang
Kelompok usia remaja (10-25tahun), orang berjumlah hampir separuh dari penduduk
Indonesia, merupakan kelompok yang secara potensial berperan dalam meningkatkan
produktivitas nasional dan dalam penguasaan IPTEK pada masa depan, tetapi juga
potensial untuk menggagalan keberhasilan program KB yang udah tercapai dengan relatif
baik. perubahan-perubahan mendasar dalam sikap dan perilaku seksual dan produksi di
kalangan remaja telah menjadi salah satu masalah sosial yang banyak mendapat
keprihatinan masyarakat Indonesia, terutama dalam satu dekade terakhir ini. Berbagai
kasus dan juga hasil-hasil penelitian yang diungkap media massa yang mulai dipicu oleh
penelitian Eko S dan kelompok Dasakung pada 1980-an sampai hasil terbaru survai
Presidium SMA debritto April lalu menunjukkan kecenderungan adanya pergeseran nilai-
nilai tersebut.
Ada beberapa faktor penyebab yang saling terkait satu sama lain dari timbulnya
perubahan-perubahan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : usia pubertas
rata-rata remaja yang lebih dini, kecenderungan penundaan usia nikah, peningkatan
dorongan seks pada usia remaja, kurang memadainya pengetahuan remaja tentang proses
dan kesehatan reproduksi, menajamnya penambahan jumlah remaja yang sexually active,
miskinnya pelayanan dan bimbingan tentang kesehatan reproduksi untuk remaja, dan
pengaruh negatif budaya pop serta industri turisme yang menyebarkan nilai casual sex
atau easy sex melalui berbagai media massa.
Perubahan-perubahan sikap dan perilaku seksual remaja ini pada gilirannya
mengakibatkan peningkatan masalah-masalah seksual seperti meningkatnya perilaku seks
sebelum menikah, unprotected sexuality, penyakit kelamin, tingkat mortalitas ibu muda
dan bayinya, aborsi, pemikahan usia muda, dan masalah kehamilan tak dikehendaki atau
tak direncanakan (unwanted atau unintended pregnancy). Masalah-masalah ini disebut
oleh WHO (1989) sebagai masalah kesehatan reproduktif remaja, yang telah mendapat
perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional.
Munculnya keprihatinan internasional terhadap masalah-masalah sosial-budaya yang
berhulu pada masalah seksualitas remaja menunjukkan bahwa masalah ini bersifat lintas-

Maternitas 4 |
budaya. Penelitian-penelitian cross-cultural mengenai masalah masalah kesehatan
reproduksi di kalangan remaja, seperti aborsi, unprotected sexuality, sexually transmitted
disease, dan adolescent pregnancy dikalangan remaja, memberi tahu kita bahwa hampir
seluruh negara baik negara-negara maju di Amerika Utaradan Eropa maupun negara-
negara berkembang di Afrika, Amerika Latin, dan Asia menghadapi masalah serupa
(Kulin, 1988). Ini memastikan bahwa masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja
adalah sindrom global-mondial yang sedang dan akan terus mengimbas secara pasti dan
signifikan ke tingkat nasional bila tidak diatasi secara tepat.
Kehamilan Remaja di Indonesia, Sulit untuk diketahui angka pasti kasus unwanted
pregnancy dikalangan remaja (yang selanjutnya disebut adolescent pregnancy atau
kehamilan remaja) di Indonesia karena kasus ini selalu disembunyikan rapat oleh
pelakunya. Meskipun demikian, data yang tercatat di klinik kebidanan, biro konsultasi
psikologi, klinik dokter kandungan, maupun klinik konsultasi KB, menunjukkan bahwa
jumlah remaja hamil pranikah yang datang meminta jasa konsultasi psikologi, perawatan
medis untuk kehamilan, maupun yang meminta aborsi, semakin meningkat tajam dari
tahun ke tahun.

B. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Perkembangan Remaja, Seksualitas, Dan Kehamilan
2. Untuk Mengetahui Seksualitas Remaja
3. Untuk Mengetahui Kehamilan Remaja
4. Untuk Mengetahui Menjadi Orangtua Pada Masa Remaja
5. Untuk Mengetahui Resiko Konsekuensi Kehamilan

C. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Perkembangan Remaja, Seksualitas, Dan Kehamilan.?
b. Bagaiman Seksualitas Remaja.?
c. Bagaimana Kehamilan Pada Remaja.?
d. Bagaiman Menjadi Orangtua Pada Masa Remaja.?
e. Apa Saja Resiko Konsekuensi Kehamilan.?

Maternitas 5 |
BAB I

PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN REMAJA, SEKSUALITAS, DAN KEHAMILAN


Istilah adolescent (remaja) berasal dari bahasa latin adlescere, yang bertumbuh.
Sepanjang fase perkembangan ini. Sejumlah masalah fisik, sosial, dan psikologis
bergabung untuk menciptakan karakteristik, perilaku, dan kebutuhan yang unik.
Penggunaan strategi kesehatan, yang direncanakan dan diimplementasi dengan berlandas
pada pemahaman tentang perkembangan remaja, akan lebih berhasil dari pada strategis
yang direncanakan dan diimplementasi tanpa pemahaman. Profesional dan kesehatan
yang bekerja sama dengan remaja perlu memahami tingkat-tingkat perkembangan
kognitif, lingkungan budaya, sistem nilai, dan fungsi biologis remaja agar dapat
merencanakan dan menimplementasi strategi perawatan kesehatan.
Peningkatan angka kehamilan pada masa remaja memiliki makna bawah pada suatu
waktu kebayakan perawat perintal akan memberi perawatan kepada remaja hamil atau
bayi mereka. Bab ini memberi beberapa informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kesehatan remaja hamil.
1. Masa Remaja Dan Perkembangan
Masa remaja adalah ialah periode waktu individu beralih dari fase anak ke fase
dewasa. Selama periode ini, individu bertanya dan menjawab pertanyaan siapa
saya?
2. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja
Anak-anak harus melakukan tugas perkembangan pada masa remaja sebelum mejadi
individu dewasa yang matang. Tugas-tugas ini bervariasi sesuai budaya, individu itu
sendiri, dan tujuan hidup mereka. Tugas-tugas perkembangan ini terdiri dari dari :
a. Menerima citra butuh
b. Menerima identitas seksual
c. Mengembangkan sistem nilai personal
d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri
e. Menjadi mandiri/bebas dari orang tua
f. Memgembangkan ketrampilan

Maternitas 6 |
g. Memgembangkan identitas seorang yang dewasa

Masa remaja di tandai dengan awitan perubahan fisik pada masa pubertas dan
perkembangan psikososial ego, yang membanu individu memahami diri sendiri.

Perkembangan fisik, perilaku, masalah-masalah tertentu umum mucul pada berbagai


usia selama masa remaja. Namun, setiap remaja adalah unik dan berkembang dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Selain perkembangan biologis, setiap perkembangan
remaja dipengaruhui oleh keluarga, masyarakat, kelompok sebaya, agama, dan
kondisi sosioekonomi.

Periode masa remaja dapat dibagi ke dalam tiga tahap, tahap awal, menengah, dan
akhir (lihat Kotak 25-1). Semakin tinggi tahap perkembangannya, semakin besar
kesiapan untuk untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan orang lain. Remaja
tahap awal (usia 10-14 tahun) hanya memiliki pemahamam yang tentang dirinya.
Mereka tidak mampu mengaitkan perilaku mereka dengan konseksueksi perilaku
tersebut. Remaja tahap menengah ( usia 15-16 tahun) bergumul dengan perasaan
tergantung versus mendiri karena kawan-kawan sebaya menggantikan kedudukan
orang Tua. Mereka memiliki kecenderungan lebih besar untuk menunjukkan variasi
emosi mereka yang luas. Remaja tahap awal dan menengah belajar dan menerima
informasi, tersebut dalam kehidupan mereka. Seringkali mereka melakukan triap and
error tanpa memperhitunkan konsekuensinya. Remaja tahap akhir (usia 17-21 tahun)
memahami dirinya dengan lebih baik dan dapat mengaitkan dengan jelas informasi
yang abstrak ke dalam hidupnya. Supaya dapat berintraksi efektif dengan remaja,
perawat perlu memahami perkembangan psikososial dan tugas perkembangan
kelompok usia ini. Satu tugas penting remaja ialah mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan. Keputiusan yang berkenaan dengan aktivitas seksual,
kehamilan, dan menjadi orangtua juga dihadapi remaja (Gbr.25-1).
Tugas lain pada masa remaja ialah menetapkan identitas seorang yang dewasa.
Kombinasi perubahan tubuh yang dramatis, maturasi seksual, perpindahan dari
pemikiran konkret ke abstrak, emansipasi dari orangtua, dan peningkatan keterlibatan
dengan teman sebaya, semua ini, dapat menimbulkan rasa bingung tentang siapa
mereka sebenarnya. Kelompok reka sebaya nberfungsi sebagai mekanisme yang

Maternitas 7 |
digunakan remaja untuk menghilagkan rasa cemasnya tentang pemisahan diri mereka
dari orang tua mereka dan menjadi eorang dewasa. Pembentukan identitas
memberikan kekuatan ego dan membantu remaja mengenali peran seksual mereka.
Dengan mengidentifiksi peran seksual mereka, remaja mampu terlibat dalam
keintiman seksual dengan dengan individual lain tanpa kehilangan identitas mereka
(Erikson, 1968). Satu tantangan bagi remaja ialah menetapkan identitas seksual.
Identitas seksual mengacu pada perasaan di dalam diri individu dan persiapan dirinya
tentang sifat kewanitaan dan kelaki-lakian, yang terus berkembang. Awitan pubertas
menghasilkan

Maternitas 8 |
KOTAK 25-1

Perkembangan Remaja

REMAJA TAHAP AWAL (USIA 10-14 Tahun)

1. Berpikir konkret
2. Ketertariakn utama ialah pada teman sebaya denga jenis kelaminan sama, di sisi lain
ketertarikan pada lawan jenis di mulai.
3. Mengalami konflik dengan orangtua.
4. Remaja berperilaku sebgai seorang anak pada waktu tertentu dan sebagai orang
dewasa pada waktu selanjutnya.

REMAJA TAHAP MENENGAH (USIA 15-16 Tahun)

1. Penerimaan kelompok sebaya merupakan isu utama dan sering kali menentukan
harga diri.
2. Remaja mulai melamun, berfantasi, dan berpikir tentang hal-hal magis.
3. Remaja berjuang untuk mandiri/bebas dari orangtuanya.
4. Remaja menunjukkan perilaku idealis dan narsisistik.
5. Remaja menunjukkan emosi yang labil, sering meledak-ledak, dan mood sering
berubah.
6. Hubungan heteroseksual merupakan hal yang penting.

REMAJA TAHAP AKHIR (USIA 17-21 Tahun)

1. Remaja mulai berpacaran dengan lawan jenisnya.


2. Remaja mengembangkan pemikiran abstrak.
3. Remaja mengembangkan rencana untuk masa depan.
4. Remaja berusaha untuk mandiri secara emosiaonal dan finonsial dari orangtua.
5. Cinta adalah bagian dari hubungan heteroseksual yang intim.
6. Kemampuan untuk mengambil keutusan telah berkembang.
7. Perasaan kuat bawah dirinya adalah seorang dewasa berkembang.

Perubahan drastis pada pertumbuhan fisik, fungsi normal, dan ketentangan seksual
remaja. Ketentangan seksualmereda saat muncul perilaku, seperti masturbasi,

Maternitas 9 |
hubungan seksual, atau hal lain yang tidak disadari (misalnya, pengeluaran semen
pada malam hari [nocturnal emission]). Pengalaman-pengalaman ini merupakan hal
yang baru bagi remaja muda. Tekanan kelompok dari teman sebaya dapat menjadi
faktor yang kuat untuk mendorong atau menghambat pengalaman seksual. Tekanan
tersebut dapat mengesampaingkan harpan orangtua.

Pengambilan keputusan seksual pada remaja antara lain adalah memiliki apakah ia
akan menjadi seorang yang aktif secara seksual atau tidak dengan satu atau lebih
pasangan, apakah ia akan menggunakan kontrasepsi atau tidak untuk mengcegah
kehamilan, dan apakah ia akan menggunakan kondom atau tidak untuk mengurangi
resiko penyakit menular seksual (PMS). Jika terjadi hamil, harus diambil keputusan,
apakah akan dilakukan abotus kehamilan akan di perhatikan, remaja harus
memutuskan apakah ia akan merawat bayinya sendiri atau menyerahkannya untuk
diadopsi (Gbr. 25-1). Tingkat perkembangan kognitif remaja, sistim nilai, persepsi
tentang kontrol eksternal, dan identitas diri secara keselurhan mempengaruhi
pengambilan keputusan seksual. Perawat mengenali pengaruh-pengaruh tersebut
harus memahami proses ini untuk membantu remaja mengembangkan pemikiran
yang lebih efektif tentang seksualitas.

3. Perkembangan Kognitif Dan Moral


Secara kognitif remaja tahap awal yang sedang hamil adalah seseorang
pemikirkonkret yang memiliki kemampuan berpikir dengan akal sehat (reasoning)
yang terbatas atau tidak memiliki kemampuan ini. Remaja tersebut tidak mampu
mengonsepsualisasi apa yang mungkin terjadi. Ia gagal mengaitkan bagaimana
hubungan seksual malam ini dapat menghasilkan kelahiran anak dalam 9 bulan.
Hanya melalui pemikiran abstrak (formal operation), ia dapat menyelesaikan masalah
dengan mengevaluasi alternatif jika maka. Perkembangan moralitas bergantung
kepada perkembangan perkembangan kognitif. Sebagian besar remaja tahap
menengah mengikuti aturan agar mendapat persetujuan dari orang lain (moralitas
tingkat konvensional). Pada saat remaja tahap akhir mencapai kematangan secara
kognitif dan memperoleh pemgalaman hidup tentang yang baik dan yang buruk,

Maternitas 10 |
mereka mengembangkan aturan moral mereka sendiri (moralitas pascakonvensional)
(kohlberg,1980).
4. Perkembangan fisiologis
Interaksi hormon neuredonkrin menstimulasi awitan pubertas. Ketika otak matur,
stimulasi hipotalamus membuat gonadottropin-releasinghormonesdisekresi. Hormon
ini menstimulasi hipofisis anterior melepas gonodoropin (fillicle-stimulating hormone
dan luteinizing hormone) yang menstimulasi gonad menjadi matur dan melepas
sperma pada pria. Perubahan-perubahan ini menbuat remaja untuk bereproduksi.
Pelepasan hormone-hormone bertumbuhan dari hipotalamus mencetuskan awitan
bertumbuhan fisik yang pesat (Greydanus, Shearin, 1990). Percepatan bertumbuhan
ini berlanjut selama periode 3 tahun dan terjadi kira-kira 2 tahun lebih awal pada
wanita daripada pria. Ukuran fisik remaja tidak dapat digunakan sebagai satu- satunya
dasar untuk merencanakan perawatan.
Saat anak bertumbuh dari seorang remaja menjadi dewasa, mereka harus
menyelesaikan proses yang dibutuhkan untuk perkembangan biologis, kongnitif, dan
psikososisal. Setiap remaja harus dikaji secara individual untuk memastikan status
maturitasnya karena setiap orang mencapai kematangan dengan kecepatan yang
berbeda masa remaja merupakan suatu proses perkembangan yang harus diselsaikan.
Peristiwa kehidupan dapat memaksa anak muda memasuki peran seorang dewasa
sebelum ia menyelesaikan masa remajanya, tetapi seorang remaja tidak dapat
mengubah urutan yang telah ditepatkan dan menjadi dewasa karena ia akan segera
menjadi orangtua.
5. Alur Kehamilan Remaja
Alur kehamilan dan melahirkan pada remaja terdiri atas serangkaian pilihan diarea
seksualitas. Flick (1986) mengidentifikasikan empat langkah atau keputusan yang
dibuat oleh remaja baik secara sadar maupun tidak sadar yang mengarah ke masa
menjadi orang tua. Sayangnya, keputusan yang bertanggunag jawab berhubungan
dengan aktivitas seksual dan menjadi orang tua membutuhkan keterampilan khusus
yang sering kali kurang dimiliki remaja. Kondisi tersebut meliputi kemampuan
sebagai berikut :
a. Memahami informasi factual yang berlaku pada mereka (kognisi)

Maternitas 11 |
b. Memasukakan identitas seksual meraka yag tengah berkembang dengan tekanan
dari teman sebaya (sosialisasi)
c. Mengevaluasi banyak factor yang memengaruhi mereka setiap hari dan yang
berubah dari hari ke hari (prilaku yang spesifik terhadap situasi).

Tugas perkembangan masa remaja menjadi masa orang tua dan prilaku yang menimbulkan
konflik
Masa remaja Masa menjadi orang tua Perilaku yang menimbulkan
konflik
Narsisme dan egosentrisme Pembentukan hubungan Persaingan antara remaja dan
berfokus pada diri sendiri mutualisme dan empati bayi baru lahir untuk
dan kebutuhan diri bayi baru lahir mendapatkan perhatian dari
pasangan, keluarga, teman;
tidak mampu membedakan
persaan diri sendiri dari
perasaan bayi baru lahir
Pembentukan identitas : Identifikasi peran maternal Menolak mengemban tanggu
Mengembangkan hubungan dan pembedaan peran jawab menjadi orang tua; marah
dengan teman sebaya, terhadap bayi baru lahir
melakukan eksprimen peran;
membutuhkan masa
moratorium
Pembentukan citra tubuh Menerima perubahan citra Penolakan terhadap perubahan
dan pembentukan identitas tubuh akibat kehamilan, citra tubuh; menolak untuk
seksual persalinan dan perlahiran menyusui
dan pasca partum
Emansipasi dari keluarga Pengukuhan kembali peran Tidak suka bergantung pada
dalam keluarga keluarga untuk mendapat
bantuan keuangan dan dukung
lainnya; konflik dengan ibu
tentang pola pengasuh anak

Maternitas 12 |
Perkembangan kognitif: Pengambian keputusan Kesulitan memahami prinsip
masa transisi dari pemikiran dan perencanaan masa umum tentan perkembangan
konkrit ke pemikiran depan berhubungan anak, permainan bayi dan
operasional formal dengan pengasuhan anak keamanan anak.

B. SEKSUALITAS REMAJA
Pendekatan yang efektif untuk meneyelesaikan masalah kehamilan remaja dimulai
dengan suatu definisi masalah tersebut. Mendefinisikan kehamilan remaja sebagai suatu
masalah sosial masyarakat, bukan masalah sosial dalam masyarakat, dapat meberikan
penyelesaian yang lebih komprehensif. Ada moralisme yang meluas dalam masyarakat
Amerika, yang memandang aktivitas seksual remaja sebagai suatu tidak dapat diterima.
Seks di luar nikah, terlepas dari usia individu, tidak dapat diterima oleh banyak individu.
Berbagai opinin muncul tenteang apakah issu utama pada kehamilan remaja diakibatkan
kurangnya akses untuk memperoleh kontrak sepsi atau merupakan sala satu akibat
aktivitas seksual pra menikah yang tidak seharusnya. Beberapa orang khawatir bahwa
pemberian pendidikan seks dan penyediaan kontrasepsi mengijikan atau mendorong
aktivitas seksual.
Seksualitas adalah komponen indentitas personal individu yang tidak terpisahkan
dan berkembangan dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak
sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologi, psikologi personal,
dan lingkungan. Fungsi biologis. Mengacu pada kemampuan pada individu untuk
memberi dan menerima kenikmatan bereproduksi. Indentitas dan konsep diri seksual
psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas, seperti
citra diri, indetifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran masculin
atau femenin. Nilai atau aturan sosio-budaya membantu dalam membentuk individu
berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual dengan
orang lain.
a. Perilaku Seksual
Banyak remaja di Amerika Serikat adalah remaja yang aktif secara seksual dan
berisiko untuk hamil. Setiap tahun lebih dari satu juta remaja Amerika Serikat hamil.
Amerika serikat memiliki angka kehamilan remaja, angka kelahiran, dan angka

Maternitas 13 |
abortus yang lebih tinggi daripada kebanyakan negara maju lain. Pusat Statistik
Kesehatan Nasional (National Centers For Health Statistics) (1993) melaporkan
bahwa 86% remaja putra dan 95% remaja putri merupakan remaja yang aktif secara
seksual sebelum berusia 19 tahun. Peningkatan terbesar kelahiran hidup per 1000
wanita ditemukan pada kelompok remaja tahap awal. Dewasa ini hampir separuh
remaja usia 14 tahun hamil sebelum mencapai usia 20 tahun. Kebanyakan remaja
putri melakukan hubungan seksual pertama kali di rumah mereka. Hubungan seksual
paling banyak dimulai pada musim panas. Selain itu, 22% siswa SMP/SMU di
Amerika Serikat melaporkan bahwa mereka memiliki sekurang-kurangnya empat
pasangan seks (Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit [Center For Disease
Control and Prevention],1991). Remaja yang pernah melakukan hubungan seksual
jarang berhenti melakukan aktivitas seksual. Sekitar 63% kasus PMS terjadi di antara
anak muda berusia kurang dari 24 tahun (Tyre, Rothbart, Anderson, 1990). Suatu
peninjauan ulang catatan remaja berusia 15 tahun atau kurang, yang datang ke klinik
keluarga berencana, menunjukkan bahwa 41% di antaranya melakukan hubungan
seksual pertama pada usia antara 12 dan 13 tahun, 18% antara usia 14 dan 15 tahun,
dan sisanya sebelum usia 12 tahun. Meskipun lebih dari 7% remaja ini melaporkan
bahwa mereka mengalami penganiayaan seksual dan diperkosa, 19% remaja lainnya
menjelaskan situasi di rumah atau menampilkan gejala-gejala yang berkaitan dengan
riwayat penganiayaan seksual, 11% pernah menderita dua atau tiga PMS (Swenson,
1992).
Perilaku yang berhubungan dengan penyebab utama morbiditas dan mortalitas remaja
memiliki tema yang sama, yakni mengambil resiko. Mengambil resiko didefinisikan
sebagai perilaku disengaja yang hasil akhirnya tidak pasti (Irwin, 1989). Para remaja
mengatakan bahwa mereka mengambil resiko karena resiko tersebut menyenangkan,
konsekuensinya tampaknya tidak besar, dan semua temannya mengambil kesempatan.
Perilaku mengambil resiko terkait dengan kehamilan remaja. Meskipun banyak
remaja yang sehat, bahagia, dan menikmati kehidupan seks secara aktif, mereka
bertanggung jawab dan sadar akan dampak ekspresi seksual mereka, amerika serikat
adalah salah satu negara industri yang memiliki angka kehamilan dan melahirkan
terbesar pada masa remaja.

Maternitas 14 |
Media (televisi, musik, film, radio, vidio dan media cetak) mempengaruhi gagasan
remaja tentang seksualitas. Tema dan aktivitas seksual meningkat sebesar 103%
dalam opera sabun sejak tahun 1980 (Fine, mortimer, roberts, 1990). Pesan-pesan
bertentangan yang disampaikan media memberi tekanan pada remaja yang tidak
berkeinginan untuk aktif secara seksual. Dua alasan remaja terhadap awal memilih
untuk aktif secara seksual adalah meningkatnya gairah seksual dan semakin dininya
awitan menarke, yang kini terjadi antara usia 10 dan 12 tahun. Penganiayaan seksual
atau persetubuhan dengan saudara kandung (incest) harus di curigai pada remaja
tahap awal yang aktif secara seksual. Sebuah studi pada remaja hamil keturunan
afrika-amerika berusia 14 tahun menunjukkan bahwa pengambilan keputusan seksual
berkaitan dengan empat faktor kunci: upaya untuk menetapkan hubungan berdasarkan
kepercayaan, sikap hal itu tidak akan terjadi pada saya, struktur keluarga mereka, dan
keyakinan mereka tentang alternatif yang tersedia jika kehamilan terjadi (Pete,
Desantis, 1990).
Remaja putra mengungkapkan seksualitas mereka dengan berbagai cara. Usia rata-
rata pria melakukan hubungan seksual untuk pertama kali ialah 15 tahun. Remaja pria
seringkali membual tentang kemenangan seks mereka. Seorang remaja pria mungkin
tidak ingin menerima stigma menjadi satu-satunya perjaka dalam kelompoknya.
Akibatnya, saat remaja yang tidak pernah melakukan hubungan seksual mendengar
cerita isapan tentang petualangan seksual ini, mereka tidak mengetahui bahwa banyak
cerita ini dikembangkan untuk membuat para pendengar terkesan. Banyak remaja pria
menjadi aktif secara seksual, bukan karena gairah seksnya, tetapi lebih karena
kebutuhan untuk menjadi bagian dalam kelompok (Alder, dkk., 1990)
b. Kontrasepsi
Remaja yang aktif secara seksual seringkali tidak menggunakan kontrasepsi secara
konsisten dan benar. Data terbaru menunjukkan peningkatan pemakaian kondom
diantara remaja. Namun, lebih dari setengah jumlah remaja wanita yang aktif seksual
tidak mengguanakan kondom saat pertama kali berhubungan seks. Rata-rata menjadi
aktif secara seksual 15 bulan sebelum mulai menggunakan kontrasepsi secara regular.
Menurut white dan kellinger (1989), sebagaian besar remaja berhenti menggunakan
kontrasepsi dalam tahun pertama setelah pertama kali menggunakannya.remaja putri

Maternitas 15 |
lupa meminum pil KB atau mereka menyembunyikannya. Mereka tidak ingin pil-
pil tersebut mengotori tubuh mereka. Remaja putra sering membawa kondom didalam
dompet mereka hanya sebagai sebuah symbol. Remaja mengatakan bahwa mereka
tidak menggunakan kontrasepsi karena mereka yakin mereka tidak akan hamil atau
mereka tidak mengantisipasi untuk melakukan senggama. Banyak remaja putri
mereka akan dianggap sebagai gadis nakal jika mereka memakai kontrasepsi karena
dengan menggunakannya berarti mereka merencanakan untuk melakukan hubungan
seksual.
Karena remaja putra tidak mampu berpikir secara abstrak atau melihat situasi dari
perspektif orang lain, mereka mungkin menemukan kesulitan dalam memahami
pentingnya pengguaan kontrasepsi. Remaja putri seringkali memandang secara
romantic keptusan kekasih pria mereka untuk menggunakan kontrasepsi dengan
mempersepsikan hubungan seksual tanpa cinta atau komitmen.
Saat menasehati remaja tentang kontrasepsi, perawat harus mempertimbangkan
tingkat maturitas remaja, motivasi untuk menghindari kehamilan, keyakinan romal
dan religious, frekuensi hubungan seksual, keteraturan menstruasi, dan resiko terkena
PMS.
Lebih banyak remaja menggunakan kontrasepsi oral dari pada kondom, yang
merupakan metode kontrasepsi kedua yang paling popular. Remaja awal dan wanita
diawal usia 20-an yang memiliki resiko paling kecil untuk mengalami kompilkasi
berat pengguna kontrasepsi oral. Kekhawatiran terdahulu bahwa kontrasepsi oral akan
menyebabkan penutupan efipisis yang premature tidak terbukti. Walaupun demikian,
remaja putri disarankan mengalami 12 bulan siklus menstruasi secara regular
sebelum mulai mengguanakan kontrasepsi oral.
Remaja harus diberiakan pendidikan tentang semua metode kontrasepsi, termasuk
pantang senggama. Metode yang dipilih harus mencerminkan gaya hidup remaja,.
Remaja juga harus mengetahui bahwa pengguanaan kontrasepsi oral dan oral secara
kontinue akan membatu mereka terlindung dari PMS.
c. Aborsi
Sekitar 39% kehamilan remaja diakhiri dengan abortus induksi. Sekitar sepertiga
semua aborsi di amerika serikat dilakukan pada remaja (McAnarney Hendee,1989a).

Maternitas 16 |
tingkat pendidikan orang tua remaja merupakan factor yang mempertimbangkan
apakah ia akan melakukan abortus. Dalam suatu studi nasioanal yang dilakukan di
Negara-negara bagian, dimana undang-undang keterlibatan orangtua tidak
berpengaruh, ditemukan bahwa 61% remaja melakukan abortus mengatakan salah
satu atau kedua orangtua mereka (biasanya ibu) mengetahui aborsi tersebut. Alasan
paling umum diberakan remaja untuk tidak memberitahukan orangtua mereka adalah
keinginan untuk mempertahakan hubungan mereka dengan orangtua dan keinginan
untuk melindungi orangtua mereka dari stress atau konflik. Sekitar sepertiga remaja
yang tidak bercerita kepada orangtua mereka, mengalami atau merasa takut terhadap
kekerasan dalam keluarga. Remaja yang telah melakukan aborsi lebih dari satu kali
selama remaja mungkin membutuhkan rujuakan untuk konseling yang lebih intensif
dari pada wanita dewasa saat berkoping terhadap aborsi. Jika isu tersebut tidak di
selesaikan dengan adekuat, remaja dapat mengalami mesalah terkait dengan
seksualitas dan peran sebagai orangtua dikemudian hari.
d. Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks dimasa lalu berfokus pada anatomi dan fisiologi reproduksi.
Baru-baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas manusia yang
dihadapi remaja. Misalnya program-program yang berfokus pada upaya membantu
remaja untuk mengatakan tidak. Pihak oponen progam pendidikan seks di sekolah
percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas meningkatkan aktivitas seksual
diantara dan mengecilkan peran orangtua. Pihak pendukung mengatakan, tidak
adanya diskusi semacam itu dari orangtua dan kegagalan mereka untuk memberi
anak-anak mereka informasi yang diperlukan secara nyata telah menghambat upaya
mencegah kehamilan pada remaja. Peran keluarga, gereja, dan sekolah kompleks dan
kontroversial tentang pendidikan seks.
Orangtua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan seks anak-anaknya karena
beberapa alasan, seperti:
1. orangtua tidak memiliki informasi yang adekuat,
2. orangtua tidak merasa nyaman dengan topik seks, dan
3. para remaja tidak merasa nyaman bila orangtua mereka membahas seks.

Maternitas 17 |
Beberapa orangtua mendapat kesulitan untuk mengakui anaknya adalah individu
seksual yang memilih perasaan dan perilaku seksual. Penolakan orangtua untuk
membahas perilaku seksual dengan putri mereka bisa menyebabkan putrinya
merahasiakan aktivitas seksnya dan dapat menghambat upaya untuk memperoleh
bantuan.

Survei nasional pada orangtua menunjukan bahwa semakin banyak orangtua


mendukung dimasukannya pendidikan seks pada usia dini (Center for Disease
Control and Prevention, 1991, Donovan, 1989, Rosoff, 1989). Progam pendidikan
seks harus dimulai sebelum masa pubertas dan beberapa orang yakni sejak taman
kanak-kanak. Progam ini harus memberi remaja pengalaman dalam mengambil
keputsan pribadi dan menerapkan informasi ini dalam kehidupannya. Progam yang
harus membaas cara tekanan dari teman sebaya, berfokus kepada pria dan wanita, dan
melibatkan orangtua dalam upaya meningkatkan kopmunikasi orangtua dan remaja
dan meningkatkan ikatan keluarga.

Institusi di masyarakat (misalnya, gereja, kelompok masyarakat setempat, dan


kelompok profesional) juga harus dilibatkan dan memberi dukungan kepada progam
pendidikan seks ini. Dukungan terbut dapat berupa batuan keungan atau sukarelawan.
Progam-progam ini harus didasarkan pada serangkaian nilai yang dikomunikasikan
dengan jelas (Lockhart, Wodarski, 1990). Misalnya, kurikulum tentang pantang
berkala versus pantang berkala saja lebih dapat detrima oleh lebih banyak individu
dan kelompok. Namun, penelitian sitematis tentang efek pendidikan seks tetap tidak
dapat menyimpulkan sesuatu.

e. Penyakit Hubungan Seksual dan Human Immunodeficiency Virus

Insiden PMS meningkat dengan lebih pesat di antara remaja daripada di antara
kelompok penduduk yang lain (Brown, 1989). Remaja memiliki risiko terendah
terpanjan penyakit Humam Immunodeficiency Virus (HIV), kecuali bila mereka
dianiaya secara seksual oleh orang dewasa yang HIV positif. Pelacur remaja memiliki
risiko lebih besar. Remaja yang mengidap HIV melalui tranfusi untuk hemofilia atau
kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan darah, melalui dengan penggunaan

Maternitas 18 |
obat intravena, atau melalui aktivitas seksual harus diberi konseling bahwa ia
memiliki potensinuntuk pasangan seksnya. Insiden tertinggi gonore dan sifilis terjadi
dikelompok usia 15 sampai 19 tahun. Pada kelompok anak usia kurang dari 15 tahun
dan posistiv HIV, jumlah kemtian aikibat penyakit HIV dan komplikasinya lebi dari
70%. Para peneliti memperkirakan bahwa HIV akan meningkat pada populasi remaja.
Oleh karena itu, progam pendidikan seks harus membentuk suatu rantai antara
pencegahan AIDS dan pencegahan PMS lain.

C. KEHAMILAN REMAJA

Kehamilan pada masa remaja menghentikan proses pembentukan indentitas dan tugas
perkembangan. Mencoba secara simultan memenuhi tugas-tugas perkembangan pada
masa hamil dan pada masa remaja normal dapat sangat menyulitkan. Beban psikologis
dapat menyebabkan depresi dan dan penundaan dalam memperoleh identitas seseorang
yang dewasa

Pencegahan primer, sekunder,dan tersier diperluakan untuk mencegah kehamilan


pada masa remaja. Pencegahan primer meliputi, tetapi tidak terbatas pada mengajarkan
kaum muda tentang seksualitas. Selain itu, masyarakat harus membahas ketidakadialan
dalam memberiakan kesempatan, yang menempatkan wanita dan etnik minoritas dalam
kondisi dimana mereka beresiko lebih besar untuk menjadi korban masalah sosial, seperti
kehamilan pada remaja. Pelayan kesehatan yang komprehensif bagi para remaja harus
tersedia. Pencegahan sekumder harus mencakup pelayanan kontrasepsi bagi remaja yang
aktif secara seksual. Akhirnya, pencegahan tersier harus mencakup kemudahan untuk
memperoleh perawatan prenatal, keluarga berencana, dan perawatan lanjutan untuk bayi
dan anak-anak para remaja ini (McAnarney, Hendee, 1989b).

Banyak factor risiko terkait dengan kehamilan pada remaja, termasuk status sosio-
ekonomi yang rendah, status minoritas etnis, dibesarkan dalam keluarga dengan satu
orangtua, pendidikan rendah, aspirasi pekerjaan yang rendah, dan dibesarkan dalam
masyarakat yang memiliki angka insiden yang tinggi untuk semua factor. Remaja yang
hamil sebelum tamat SMU rata-rata mengalaminya dua tahun sebelum mereka lulus.
Remaja berusia kurang dari 16 memiliki resiko lebih besar untuk hamil. (McAnarney,

Maternitas 19 |
Hendee, 1989b). remaja yang hamil secara social mungkin tidak sekompeten atau sebaik
teman temen sebayanya yang tidak hamil dalam keterampilan penyelesaian masalah
(passion, dkk, 1993).

Remaja seringkali memperpanjang periode waktu anatara mencuriga mereka


hamil dan memastikan kehamilan tersebut. Hal ini biasanya disebabkan mereka
menyangkal bahwa mereka hamil. Karena remaja tidak rela mencurigai bahwa diri
mereka hamil, para petugas kesehatan harus secara langsung menanyai remaja tentang
aktivitas seksual mereka dan mendiskusikan pentingnya pemeriksaan dini jika dicurigai
terjadi kehamilan (Bluestein, Rutledge, 1992).

1. Tugas Perkembangan Pada Masa Hamil


a. Menerima realitas biologis kehamilan
Banyak remaja muda ketika mereka hamil tidak mau mengakui sampai tanda-
tandanya sangat jelas. Sering kali remaja muda menyembunyikan realitadari
orang tua dengan cara memakai pakaian ketat dan melakukan diet.
Menurut young , dkk (1989) Merahasiakan kehamilan merupakan alasan utama
remaja muda gagal memperoleh pereawatan prenatal sebelum trimester
tiga.Sebaliknya, Motivasi yang kurang seringkali jadi alasan yang diberikan oleh
remaja lanjut
b. menerima realitas tentang bayi belum dilahirkan
Remaja mungkin hanya menerima fantasi memiliki bayi yang lucu, gembira,
sehat. Ia mengenakan pakaian dan mengajaknya bermain seperti boneka. Ia tidak
menerima kenyataan bahwa bayi tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang besar.
c. Menerima Realitas menjadi orang tua
Disini berarti mencintai, menyanyangi, member perhatian, dan mampu merawat
bayi dengan baik. Meskipun ia punya keinginan seperti diatas, akan tetapi
wawasan hidup terbatas, sehingga jumlah dan jenis dukungan sangat diperlukan
untuk orang tua usia remaja.

Maternitas 20 |
2. Pengaruh Budaya
Angka kehamilan pada remaja berpenghasilan rendah dan remaja dari etnis minoritas
tinggi. Remaja yang dalam kelompok minoritas cenderung aktif secara seksual dan
usia yang lebih dini. Pada kelompok tersebut juga memiliki akses yang kecil pada
KB. Kurangnya perhatian, wawasan, supervisi dan serta sedikit kesempatan untuk
tujuan social dan pendidikan menyebabkan remaja ini hamil lebih dini.
Orang dari etnis tertentu mempunyai mitos atau kepercayaan tertentu , misal
Amerika Asli yakin bahwa Alat KB dalam Rahim dapat membuat bayi memiliki
tanda ketika lahir. Demikian juga remaja keturunan afrika amerika menganggap alat
KB tidak bisa diterima.
Perawat harus menyadari perbedaan yang ada dalam keyakinan budaya supaya terjadi
komunikasi yang terbuka. Dengan mengkaji dan menggabungkan keyakinan
keyakinan dengan rencana keperawatan maka dapat memberikan pelayanan yang
efektif untuk mencegah kehamilan dini.
3. Reaksi Keluarga Terhadap Kehamilan Remaja
Salah satu tugas yang paling sulit ialah member tahu pada keluarga atau orang tua
mengenai kehamilannya, Biasanya mereka memberi tahu ketika Kehamilan Semakin
jelas dan terlihat. Reaksi awal keluarga terhadap kehamilan biasanya syok, marah,
malu, merasa bersalah, dan sedih. Perawat harus mengkaji setiap ketidakharmonisan
dalam keluarga. Perawat juga harus membantu Percepatan adaptasi Keluarga tentang
kehamilan.
4. Ayah usia remaja
Ayah remaja kebanyakan lebih miskin dan kurang berpendidikan daripada laki laki
yang tidak menjadi ayah usia muda. Ayah remaja juga keungkinan lebih besar berasal
dari orang tua yang juga menjadi orang tua pada masa remaja.
Menurut elster, lamb dan kimmerly, kurang dari 9% remaja hamil mengenal
pasangannya kurang dari 6 bulan sebelum konsepsi dan lebih dari 50% mengenal
pasangannya lebih dari 2 tahun. Ayah remaja berusaha memberikan bantuan dalam
bentuk uang, hadiah dan kendaraan. Mereka juga ingin telibat dalam prosess
keputusan yang berhubungan dengan kehamilan tersebut. Namun seringkali keluarga

Maternitas 21 |
dari pasangan tidak melibatkannya karena merasa marah akan kehamilan tersebut
atau merasa anaknya belum mampu mengambil keputusan dengan baik.
Jika pasangan remaja tidak menikah, umumnya hubungan diantara mereka akan
perlahan hilang, apabila mereka menikah, rasa puas terhadap pernikahan cenderung
rendah. Perawat harus mengkaji hubungan pasangan remaja saat menyusun rencana
keperawatan. Perawat juga harus mengerti undang undang agar tindakannya sesuai
dengan hokum yang berlaku.
5. Ibu usia remaja
Usia pertama kali remaja hamil sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan
kehamilan terhadapa kehidupan remaja tesebut. Kehamilan yang tidak dikehendaki
memiliki implikasi yang berbeda bagi remaja yang usia 18 / 19 tahun yang lulus
sekolah menengah atas dibandingkan bayi remaja usia 13 / 14 tahun yang masih
sekolah mengah pertama. Umumnya para remaja yang menjadi orangtua
kemungkinan kecil untuk menyelesaikan sekolah mengah atas, kuliah, mencari
pekerjaan tetap, atau dapat menyokong dirinya-sendiri dibangdikan mereka yang
menjadi ornag tua pada usia yang lebih tua. Seiring dengan makin bertambahnya
sekolah yang menyediakan perbagai macam program khusus untuk anak dibawah
umur yang hamil dan ibu muda, kehamilan remaja factor yang kurang menentukan
apakah seorang remaja dapat menyelesaikan pendidikan sekolah mengah atas mereka.
Namun menjadi orang tua sebelum waktunya seringkali menyebabkan keterlambatan
remaja untuk menyelesaikan sekolah, mengubah pilihan ibu muda untuk tetap
memilih melanjutkan sekolah dan seringkali menghalangi rencana mereka
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

D. MENJADI ORANG TUA PADA MASA REMAJA


Transisi menjadi orangtua mungkin sulit bagi orangtua yang masih remaja. Koping
dengan tugas-tugas perkembangan orangtua seringkali diperburuk oleh kebutuhan dan
tugas perkembangan remaja yang belum dipenuhi. Remaja dapat mengalami kesulitan
dalam menerima perubahan citra-diri dan menyesuiakan peran-peran baru yang
berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi. Mereka mungkin merasa berbeda
dari teman sebayanya,diasingkan dari kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, dan

Maternitas 22 |
terpaksa masuk keperan sosial orang dewasa lebih dini. Konflik antara keinginan mereka
sendiri dan kebutuhan bayi, selain toleransi yang rendah terhadap frustasi, yang
merupakan ciri khas remaja, lebih jauh turut membentuk stres psikologis normal yang
dialami saat melahirkan anak.
Beberapa perbedaan antara ibu remaja dan ibu dewasa telah diamati, misalnya ibu remaja
memberi perawatan fisik yang hangat dan penuh perhatian. Akan tetapi, mereka
menggunakan lebih sedikit interaksi verbal daripada orangtua dewasa dan remaja
cenderung kurang responsif terhadap bayi mereka daripada ibu berusaha lebih tua.
Meskipun dari beberapa hasil pengamatan ditemukan bahwa beberapa remaja
memperlihatkan perilaku yang lebih agresif, tidak ditemukan insiden penganiyayaan anak
yang lebih tinggi. Sebagai perbandingan dengan ibu dewasa, ibu remaja memiliki
pengetahuan yang terbatas tentang perkembangan anak. Mereka cenderung berharap
terlalu banyak dan terlalu cepat dari anak-anak mereka dan seringkali mengatakan bahwa
bayi mereka rewel. Pengetahuan yang terbatas ini dapat membuat remaja tidak memberi
respons yang tepat terhadap bayi mereka.
1. Tugas Perkembangan Orangtua (Tugas perkembangan orangtua terdiri dari) :
a. Menyatukan gambaran anak yang dibayangkan dengan anak sesungguhnya
b. Menjadi terampil dalam aktivitas merawat
c. Menyadari kebutuhan bayi, dan
d. Menyatukan bayi ke dalam keluarga.

Meskipun secara biologis adalah mungkin bagi seorang remaja puteri untuk menjadi
orangtua, tetapi egisentrisme dan pikiran konkret remaja menghambat kemampuan
mereka dalam berperan sebagai orangtua yang efektif. Remaja tahap awal tidak
berpengalaman dan tidak siap untuk mengenali tanda-tanda awal penyakit, bahaya
potensial, atau bahaya dalam rumah tangga. Bayi lahir dapat tanpa sengaja terabaikan.
Bayi yang terlahir dari remaja berisiko sembilan kali lebih besar meninggal akibat
kecelakaan dan penganiyayaan daripada bayi yang terlahir dari ibu berusia lebih tua
(McAnarney,Greydanus,1989). Angka kematian bayi yang lebih tinggi ini antara lain
disebabkan ibu remaja tidak berpengalaman, memiliki pengetahuan yang kurang, dan
tidak dewasa. Hal ini menyebabkan ia tidak mampu mengenali masalah dan
memperoleh sumber-sumber yang penting. Sekalipun demikian, pada banyak kasus,

Maternitas 23 |
dengan dukungan yang adekuat dan penyuluhan tentang tahap perkembangan yang
sesuai, remaja dapat mempelajari keterampilan menjadi orangtua yang efektif.

Upaya mempertahankan hubungan dengan ayah bayi akan bermanfaat bagi ibu dan
anaknya bermanfaat bagi ibu dan anaknya. Keterlibatan ayah secara langsung
berhubungan dengan perilaku ibu yang tepat (Ruff,1990), peningkatan rasa percaya
diri dan rasa aman ibu, dan rasa percaya yang sehat dari ibu bayi, harga diri, dan
keterampilan sosial (Sander,Rosen,1989).

2. Keluarga Besar
Masa usia subur pada keluarga berpenghasilan rendah seringkali dilalui tanpa
dukungan dan kehadiran ayah bayi yang baru lahir. Bagi remaja tahap awal, anggota
keluarga lain dapat berperan penting dalam perawatan bayi. Sering kali nenek bayi
tersebut mendukung, malatih, atau mengawasi ibu remaja ini saat ia mempelajari
peran ibu. Sering kali nenek bayi melakukan peran tugas petugas kesehatan primer
karena iya berfikir putrinya terlalu muda atau tidak dapat menga,bil keputusan yang
penting sebagai pengasuh.

E. RESIKO KONSEKUENSI KEHAMILAN


Efek usia ibu pada hasil akhir obstetri dan neonatus seringkali sulit dipisahkan dari
pengaruh status sosio-ekonomi, latar belakang etnik, kurangnya pendidikan, penyalah
gunaan substansi, kondisi tempat tinggal yang terlalu padat, PMS, status pernikahan, dan
kurangnya dukungan sosial. Remaja muda memiliki risiko lebih besar untuk dipengaruhi
oleh satu atau lebih faktor tersebut. Pengaruh-pengaruh ini, bukan usia si remaja, dapat
meningkatkan risiko remaja tersebut selama hamil. Walau demikian, karena usia maternal
yang muda berkaitan dengan resiko lebih tinggi untuk memperoleh hasil akhir yang
merugikan bagi ibu dan neonatus, berhubungan antara usia dan hasil akhir kehamilan
dibahas.
1. Risiko fisiologis pada ibu
Pada masa lalu orang percaya bahwa remaja memiliki kecenderungan lebih besar
untuk menderita hipertensi kehamilan dan disproporsi sefalopelvis (CPD) dari pada
orang dewasa. Meskipun dilaporkan bahwa insiden solusio plasenta lebih tinggi pada

Maternitas 24 |
remaja tahap awal, remaja yang mendapat perawatan prenatal yang adekuat akan
lebih dini tidak akan memperoleh hasil akhir obstetri yang merugikan daripada wanita
dewasa dengan latar belakang sosio demografi yang sama. Studi terbaru belum
menguatkan hasil laporan sebelumnya, yang mencatat peningktan resiko CPD
diantara remaja hamil dibandingkan dengan orang dewasa (McAnarney, Hendree,
1989a) pada kenyataannya, kelahiran bayi operatif lebih sering berhubungan dengan
bayi berat lahir rendah daripada dari pada dengan bayi CPD.
Anemia defisiensi besi merupakan suatu masalah yang potensial pada semua wanita
hamil. Remaja yang menderita anemia pada awal kehamilan, memiliki resiko lebih
besar dan harus ditindaklanjuti dengan seksama serta diberi konsultasi terinci tentang
nutrisi selama hamil.
Masalah lain yang ditemukan pada remaja ialah ibu merokok dan penyalah gunaan
substansi. Kerusakan janin akibat ibu merokok dan menggunakan zat bahkan bisa
terjadi saat ibu dinyatakan hamil.
2. Resiko fisiologi pada neonatal
Seiring peningkatan usia ibu, risiko ibu untuk melahirkan bayi berat lahir rendah
menurun. Remaja multipara dan remaja tahap awal memiliki kemungkinan lebih
besar melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Bayi mereka juga memiliki resiko
lebih tinggi untuk meinggal dalam 28 hari pertama kehidupannya. Angka kematian
yang lebih tinggi ini BBLR yang dilahirkan oleh para remaja ini. Perawatan prenatal
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Orang tua remaja tahap awal ini
memiliki angka kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome[SIDSI]),
dan jumlah penyakit dan cedera pada masa kanak-kanak yang lebih tinggi.
3. Resiko sosioekonomi
Kehamilan pada usia remaja sejak lama merupakan penyebab utama remaja puteri
berhenti sekolah lebih awal. Berhenti sekolah berhubungan dengan pengangguran dan
kemiskinan. Akibatnya orangtua remaja ini seringkali gagal menyelesaikan
pendidikan dasar mereka, memiliki sedikit kesempatan untuk bekerja dan
meningkatkan karier, dan berpotensi memiliki peghasilan yang terbatas.lebih banyak
ibu muda dari pada ibu yang lebih tua tinggal dalam keluarga dengan pendapatan
tahunan mendekati garis kemiskinan. Dana yang diberikan bantuan untuk anak-anak

Maternitas 25 |
yang membutuhkan (Aid Dependent children [ADC]) seringkali tidak memberi
dukungan yang memadai bagi perkembangan optimal anak-anak. Ibu remaja
cenderung memiliki lebih banyak anak daripada yang mereka cenderung berdekatan.
Penelantaran anak, penganiayan anak, serta perpisahan dan perceraian terjadi dua
sampai empat bagian lain orang tua perlu diberi tatu sebelum suatu kelompok yang
belum mandiri (unemancipated musinor) dapat melakukan abortus. Undang-undang
sterilisasi juga bervariasi disetiap negara bagian. Beberapa negara melarang sterilisasi
efektif pada individu berusia kurang 18 tahun.
4. Remaja tahap awal yang hamil
Remaja tahap awal hamil berisiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam
masa hamil dan melahirkan anak. Insiden bayi berat lahir rendah, kematian bayi, dan
abortus dua sampai tiga kali lebih tinggi pada wanita kelompok usia ini daripada
wanita berusia lebih dari 25 tahun (National center for health statistics,1993).
Karena remaja tahap awal cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat
daripada remaja berusia lebih tua dan wanita dewasa, mereka memiliki risiko tinggi.
Memperoleh perawatan prenatal lebih lambat dapat menyebabkan ibu tidak memiliki
cukup waktu (sebelum melahirkan) untuk mengatasi masalah-masalahnya. Remaja
kelompok ini juga memiliki resiko lebih besar untuk mengalami kondisi yang
berhubungan dengan kehamilan pertama (misalnya, hipertensi kehamilan). Jika
perawatan prenatal dilakukan secara dini dan konsisten serta faktor risiko yang tinggi
diperhitungkan (misalnya, faktor sosio ekonomi), risiko ibu dan bayi akan sama
dengan risiko wanita hamil yang berusia lebih tua. Untuk mengurangi risiko dan
konsekuensi kehamilan pada remaja, perawat perlu mendorong perawatan prenatal
dini dan berkesinambungan dan bila perlu merujuk remaja tersebut ke pelayanan yang
mendukungnya secra sosial serta dapat membantu memperbaiki lingkungan sosial
ekonomi yang negatif.
Resiko kehamilan pada remaja menurut (Dr.Taufan Nugroho & Ari Setiawan,
2010).
a. Resiko Obstetri
1) Bila mendapat ANC dini dan teratur, resikonya relative sama dengan dewasa

Maternitas 26 |
2) Resiko umur berkaitan dengan paritas, ras, status sosek, pendidikan dan
status perkawinan
b. Resiko bagi anak yang dilahirkan
1) Mortalitas neonatal (karena BBLR)
2) Morbiditas neonatal
3) Morbiditas dan mortalitas postneonatal
Deficit kognitif pada usia sekolah
c. Resiko psikososial
1) Sekolah yang tak selesai
2) Kemiskinan
3) Perkawinan yang tak stabil (70% cerai)
4) Masalah pengasuh anak

Maternitas 27 |
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehamilan pada masa remaja dan menjadi orang tua pada usia remaja berhubungan
secara bermakna dengan resiko medis dan psikososial baik terhadap ibu maupun bayinya.
Kehamilan usia remaja berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu
remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya. Banyak faktor yang menyebabkan
kehamilan remaja usia antara lain faktor pendidikan, status ekonomi, dan sosial budaya.
Semakin dini seseorang melakukan perkawinan semakin rendah tingkat pendidikannya
dan berisiko untuk hamil di usia dini. Pendidikan yang rendah akan merugikan posisi
ekonomi wanita. Faktor ekonomi yang berkenaan dengan lapangan pekerjaan dan
kemiskinan penduduk memberikan andil bagi berlangsungnya perkawinan dan
kehamilan di usia dini. Beberapa faktor seperti budaya juga memberikan konstribusi
terhadap dengan keputusan wanita untuk hamil di usia muda. Kebudayaan sangat
mempengaruhi kehidupan seorang individu apalagi terhadap anak remaja yang sedang
berada dalam masa transisi atau masa peralihan.
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat kami berikan untuk mengurangi masalah kehamilan
remaja saat ini antara lain :
1. Kepada setiap remaja agar mempunyai pengetahuan dan mengembangkan
keterampilan yang diperlukan agar mereka dapat terhindar dari masalah-masalah pada
remaja, contohnya kehamilan pada usia remaja dan aborsi.
2. Perlunya pendidikan seks yang diberikan orang tua terhadap si anak sehingga anak
tidak cenderung mencari informasi dari tempat yang salah dan perlunya pengawasan
ketat dari orang tua serta selalu menyediakan waktu berdiskusi tentang masalah
masalah terhadap si anak.
3. Kepada petugas kesehatan untuk memberikan pembinaan bagi remaja yang bertujuan
untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan prilaku
hidup sehat bagi remaja, memberi pelayanan kontrasepsi, disamping menangani
masalah yang ada pada remaja tersebut.

Maternitas 28 |
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jesen.2004.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.E/4.Jakarta : EGC

Reeder, Martin, Koniak Griffin.2011.Keperawatan Maternitas, Kesehatan Wanita, Bayi &


Keluarga.E/18.Vol 2.Jakarta : EGC

Dr.Taufan Nugroho, Ari Setiawan.2010.Kesehatan Wanita Jender.Nuha Medika, Yogyakarta

Maternitas 29 |

Anda mungkin juga menyukai