Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan yang sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0-28 hari setelah bayi lahir, baik di fasilitas
kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1. Kunjungan Neonatal Ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam
setelah lahir.
2. Kunjungan neonatal ke- 2 (KN 2) dilakuka pada kurun waktu hari ke 3
samapi dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.

Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus


terhadap pelayanan kesehtan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan atau maalah kesehatan pada neonatus. Resiko terbesar pada neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama, dan bulan pertama
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas ksesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.

Dewasa ini 45 % kematian bayi terjadi pada usia kurang dari 1 bulan.
Penyebab utama kematian neonatus adalah tetanus neonatorum, gangguan
yang timbul pada bayi berat lahir rendah (BBLR), dan asfiksia. Upaya yang
dilakukan untuk mencegah kematian neonatus diutamakan pada pemeliharaan
kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalianan “3 bersih” (bersih tangan
penolong, alat pemotong tali pusat dan alas tempat tidur ibu) dan peralatan
bayi baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higienis.
Selain hal terebut di atas, dilakukan pula upaya deteksi dini neonatus resiko
tinggi agar segera dapat diberikan pelayanan yang diperlukan. Resiko tinggi
pada neonatus meliputi :

1. BBLR (Berat Lahir kurang dari 2500 gram)


2. Bayi dengan tetanus neonatorum
3. Bayi baru lahir dengan asfiksia
4. Bayi dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 hari setelah lahir).
5. Bayi lahir dengan sepsis
6. Bayi lahir dengan berat > 4000 gram
7. Bayi preterm dan post-term
8. Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
9. Bayi lahir dari proses persalian dengan tindakan.

B. Tanda Bahaya Neonatus


Berikut berapa tanda yang perlu anda perhatikan dalam mengenali
kegawatan pada bayi baru (neonatus) :
1. Bayi tidak mau menyusu
Bidan harus merasa curiga jika bayi anda tidak mau menyusu. Seperti
yang kita ketahui bersama, ASI adalah makanan pokok bagi bayi, jika bayi
tidak mau menyusu maka asupan nutrisinya akan berkurang dan ini akan
berefek pada kondisi tubuhnya. Biasanya bayi tidak mau menyusu ketika
sudah dalam kondisi lemah, dan mungkin justru dalam kondisi dehidrasi
berat.
2. Kejang
Kejang pada bayi memang kadang terjadi. Yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana kondisi pemicu kejang. Apakah kejang terjadi saat bayi
demam. Jika ‘ya’, kemungkinan kejang dipicu dari demamnya. Ibu perlu
selalu menyediakan obat penurun panas sesuai dengan dosis anjuran
dokter. Jika bayi kejang namun tidak dalam kondisi demam, maka curigai
ada masalah lain. Perhatikan freksuensi dan lamanya kejang, dan
konsultasikan pada dokter.
3. Lemah
Jika bayi terlihat tidak seaktif biasanya, maka perlu diwaspadai.
Jangan biarkan kondisi ini berlanjut. Kondisi lemah bisa dipicu dari diare,
muntah yang berlebihan ataupun infeksi berat.
4. Sesak nafas
Frekuensi nafas bayi pada umumnya lebih cepat dari manusia dewasa,
yaitu sekitar 30-60 kali permenit. Jika bayi bernafas kurang dari 30 kali
permenit atau lebih dari 60 kali per menit maka anda wajib waspada. Lihat
dinding dadanya, ada tarikan atau tidak.
5. Merintih
Bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Ketika bayi
merintih terus menerus kendati sudah diberi ASI atau sudah dihapuk-
hapuk, maka perlu dicurigai. Bisa jadi ada ketidaknyamanan lain yang
bayi rasakan.
6. Pusar kemerahan
Tali pusat yang berwarna kemerahan menunjukkan adanya tanda
infeksi. Yang harus diperhatikan saat merawat tali pusat adalah jaga tali
pusat bayi tetap kering dan bersih. Bersihkan dengan air hangat dan
biarkan kering. Jangan mengompres betadine atau alcohol ke tali pusat,
namun cukup bungkus menggunakan kasa steril dengan prinsip bersih dan
kering.
7. Demam atau tubuh merasa dingin
Suhu normal bayi berkisar antara 36,50C – 37,50C. Jika kurang atau
lebih perhatikan kondisi sekitar bayi. Apakah kondisi di sekitar membuat
bayi kehilangan panas tubuh seperti ruangan yang dingin atau pakaian
yang basah.
8. Mata bernanah banyak
Nanah yang berlebihan pada mata bayi menunjukkan adanya infeksi
yang berasal dari proses persalinan. Bersihkan mata bayi dengan kapas
dan air hangat lalu konsultasikan pada dokter untuk masalah pengobatan.
9. Kulit terlihat kuning
Kuning pada bayi biasanya terjadi karena bayi kurang ASI. Namun
jika kuning pada bayi terjadi pada waktu ≤ 24 jam setelah lahir atau ≥ 14
hari setelah lahir, kuning menjalar hingga telapak tangan dan kaki bahkan
tinja bayi berwarna kuning maka hal tersebut bisa menjadi tanda ikterus
neonatorum atau penyakit kuning pada bayi baru lahir.

C. Deteksi Dini Neonatus


Deteksi dini neonates adalah usaha menemukan seawal mungkin
adanya kelainan, komplikasi, dan tanda bahaya pada neonates, serta
menyiapkan bayi untuk mengalami pertumbuhan dan perkembanagan normal.
Deteksi dini dalam pelayanan neonatal mengarah pada penemuan neonatus
beresiko agar dapat ditangani secara memadai, sehingga kesakitan atau
kematian dapat dicegah. Untuk pengenalan tanda bahaya neonates dan
komplikasi neonates, banyak poster dan leaflet disebarkan kepada masyarakat
khususnya ibu hamil dan nifas yang berkunjung dalam pelayanan neonatal,
maupun pada kegiatan kunjungan rumah dalam pemantauan kesehatan
masyarakat. Selain itu digunakan juga suatu alat bantu yang lebih
memungkinkan dilibatkannya ibu untuk secara aktif mengamati sendiri
keadaan bayinya. Alat bantu tersebut juga bermanfaat bagi petugas kesehatan
dalam mengidentifikasi factor resiko dan komplikasi neonates, sehingga dapat
memberikan informasi dan saran yang tepat. Alat bantu tersebut dikenal
dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Deteksi dini neonatal dengan faktor risiko merupakan kegiatan yang
dilakukan  untuk menemukan neonatus yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi. Tujuan dari deteksi dini neonatus adalah untuk mendapatkan 
penanganan yang adekuat sedini mungkin (dengan melakukan rujukan tepat
waktu). Deteksi dini pada neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-
gejala sebagai berikut :
1. Tidak mau minum atau menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang atau letargis
4. Frekuensi nafas <=30x/menit >=60x/menit.
5. Suhu tubuh <=35,5 C dan >=37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih
8. Ada pustul kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah <2500 gram
15. Kelainan congenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Deteksi Dini Seseorang
Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya deteksi dini seseorang terhadap
tanda bahaya neonates, yaitu :
1. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendukung perilaku ibu
dalam upaya deteksi dini tanda bahaya dan komplikasi neonatus. Ibu
dengan tingkat pendidikan tinggi lebih mudah memperoleh informasi
tentang kesehatan, sehingga akan mampu mengenali bila terdapat tanda
bayaha pada bayinya. Sebaliknya, ibu dengan tingkat pendidikan rendah
cenderung sulit menerima informasi dan menyebabkan terjadinya
keterlambatan dalam deteksi dini.
2. Informasi
Seseorang yang telah terpapar banyak informasi tentang kesehatan,
tentu pengetahuan dan pemikirannya akan lebih terbuka dan berkembang,
sehingga dalam praktiknya juga akan lebih terorganisasi. Sama halnya
dnegan ibu yang sudah diberi informasi tentang tanda bahaya dan deteksi
dini neonates akan lebih mempu mengimplementasikannya, dibanding ibu
yang tidak memperoleh informasi tersebut.
3. Budaya
Kebudayaan terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari
kehidupan suatu masyarakat bersama. Jadi masyarakat yang masih
mempercayai berbagai mitos berkaitan dengan kesehatan, yang sekiranya
mitos tersebut tidak mampu merubah sikap ibu untuk lebih baik, maka
masyarakat tersebut juga tidak akan paham tentang bagaimana lingkup
hidup sehat yang harus diterapkan. Sama halnya dengan deteksi neonates.
Kebanyakan ibu yang masih mempercayai dukun bayi, lebih memilih
membawa anaknya ke dukun bayi untuk dipijit jika misalnya ada tanda
demam, karena mereka percaya jaman dahulu demam dapat sembuh hanya
dengan dipijit. Namun mereka tidak mau menganalisis bahwa penyebab
demam bukan hanya karena pengaruh rendahnya suhu sekitar, bisa saja
karena itu tanda infeksi atau bahkan sepsis.
4. Sosial ekonomi
Status ekonomi keluarga berperan bagi seseorang dalam mengambil
keputusan bertindak, termasuk tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan. Ibu dengan status ekonomi mampu, cenderung akan segera
membawa bayinya ke petugas kesehatan jika menemukan tanda bahaya,
karena mereka lebih mempercayai tindakan medis dan tidak
mempermasalahkan berapa biaya yang akan dibandrol. Berbeda dengan
ibu berstatus ekonomi rendah. Mereka lebih memilih mengobati anaknya
di rumah atau mencari alternative lain yang sekiranya tidak mengeluarkan
biaya.

E. Penanganan Tanda Bahaya Pada Neonatus


Tanda dan gejala sakit berat pada bayi baru lahir dan neonates sering
tidak spesifik. Tanda ini dapat terlihat pada saat atau sesudah bayi lahir, saat
bayi baru lahir datang atau saat perawatan di rumah sakit. Pengelolaan awal
bayi baru lahir dengan tanda ini adalah stabilisasi dan mencegah keadaan yang
lebih buruk. Tanda ini mencakup :
1. Tidak bisa menyusu
2. Kejang
3. Mengantuk atau tidak sadar
4. Frekuensi napas <20 kali/menit atau apneu (pernapasan berhenti selama
>15 detik)
5. Frekuensi napas > 60 kali/menit
6. Merintih
7. Tarikan dada bawah ke dalam yang kuat
8. Sianosis sentral
Tatalaksana kedaruratan neonatus :

1. Beri oksigen melalui nasal prongs atau kateter nasal jika bayi mengalami
sianosis atau distres pernapasan berat.
2. Beri VTP dengan balon dan sungkup dengan oksigen 100% (atau udara
ruangan jika oksigen tidak tersedia) jika frekuensi napas terlalu lambat
(<20 kali/menit).
3. Jika terus mengantuk, tidak sadar atau kejang, periksa glukosa darah. Jika
glukosa < 45 mg/dL koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg BB dekstrosa
10% (2 ml/kg BB) IV selama 5 menit, diulangi sesuai keperluan dan infus
tidak terputus (continual) dekstrosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg
BB/menit harus dimulai. Jika tidak mendapat akses IV, berikan ASI atau
glukosa melalui pipa lambung.
4. Beri fenobarbital jika terjadi kejang.
5. Beri ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin jika dicurigai infeksi bakteri
berat (lihat bagan dosis obat bayi baru lahir).
6. Rujuk jika pengobatan tidak tersedia di rumah sakit ini.
7. Pantau bayi dengan ketat.

Hal yang cukup penting diperhatikan ketika membawa bayi ke fasilitas


kesehatan :

1. Usahakan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan ke tempat


pemeriksaan dengan cara :
a. Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain kering, hangat, dan
tebal.
b. Jangan meletakkan bayi di tepi jendela atau pintu kendaraan.
c. Kalau memungkinkan dapat pula dilakukan metode kanguru.
2. Bayi terus disusui selama dalam perjalanan.
F. Upaya Peningkatan Deteksi Dini Neonatus
Mengingat masih tingginya angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia,
sebenarnya ada Tiga “T” penyebab bayi baru lahir meninggal, di antaranya :
1. Terlambat mengetahui tanda bahaya
2. Terlambat memutuskan untuk membawa bayi berobat ke dokter, bidan,
atau perawat
3. Terlambat sampai ke tempat pengobatan

Mengapa penting mengetahui tanda bahaya pada bayi baru lahir? Karena :

1. Bayi baru lahir rentan sakit dan kalau sakit cenderung cepat menjadi berat
dan serius bahkan bisa meninggal
2. Gejala sakit pada bayi baru lahir sulit dikenali
3. Dengan mengetahui tanda bahaya, bayi akan cepat mendapat pertolongan
sehingga dapat mencegah kematian
Secara umum, upaya peningkatan pelayanan deteksi dini neonates dan
penanganannya sudah selalu dilakukan masyarakat dengan menggalakan
berbagai program dan sosialisasi. Di antaranya dengan menggunakan buku
KIA yang bisa dibaca ibu dan suami, yang mana informasi di dalamnya
diharapkan mampu membuat ibu dan suami sadar mengenai kesehatannya dan
bayi. Namun apakah kasus kematian bayi sudah menurun secara drastic?
Tidak, karena faktanya menurut survey, buku KIA tidak dibaca dan hanya
dianggurkan di rumah. Ini menandakan bukan hanya pemerintah atau petugas
kesehatan saja yang sepatutnya berperan dalam upaya peningkatan pelayanan
deteksi dini neonates, tetapi juga diperlukan kontribusi dari masyarakat,
khususnya ibu. Bagaimana? Bisa dengan merubah sikap dan perilaku untuk
lebih sadar pada kesehatannya dan bayi, rutin membaca buku KIA, dan
bersedia datang ke kegiatan penyuluhan kesehatan yang ketua wilayah
setempat.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2003. Manajemen Terpadu Bayi Muda Umur 1 Hari samapi 2 Bulan.
Jakarta: Departemen Kesehatan.

Eni, Retna.2011. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta:   Nuha Medika.

Hacker, Neville F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

Hermawan. 2011. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Jakarta: Departemen Kesehatan.

Meilani, Niken. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Syafrudin, Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Yulifah, Rita dan Tri Johan Agus Yuswanto. 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas.
Jakarta: Salemba Medika.

Yulifah, Rita. 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: SalembaMedika.

Anda mungkin juga menyukai