PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka
kematian anak. Indikator ngka kematian yang berhubungan dengan anak yakni angka
kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB), dan angka kematian balita
(AKABA). Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari)
menjadi penting karena kematian neonatal member kontribusi terhadap 59%
kematian bayi.(DepKe,2014)
Berdasarkan hasil survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017, angka kematian neonatal pada tahun 2017 sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan hasil laporan kegiatan sarana pelayanan
kesehatan, pada tahun 2018 jumlah kematian bayi yang terjadi di Kota Semarang
sebanyak 160 dari 25.074 kelahiran hidup, sehingga didapatkan Angka Kematian
Bayi (AKB) sebesar 6,38 per 1.000 KH (Dinkes Kota Semarang, 2019).
Faktor yang mempengaruhi kematian diantaranya sosial ekonomi, pendidikan,
prilaku hidup sehat, lingkungan upaya kesehatan, status gizi, akses pelayanan
kesehatan, fertilitas dan pemeliharaan kesehatan. Bayi baru lahir atau neonatus
sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologis supaya bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik baiknya, oleh karena itu Bidan berperan dalam
menjaga dan memberikan asuhan bayi baru lahir yang tepat dan komprehensif
tujuannya untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir, salah satu caranya
dengan melakukan kunjungan neonatal yaitu Kunjungan Neonatal 1 (6-48 jam),
Kunjungan Neonatal II ( hari ke 3-7). Kunjungan Neonatal III ( hari ke 8-28).
Berdasarkan alasan yang telah diuraikan datas, penulis tertarik mengangkat
asuhan kebidanan bayi baru lahir normal sebagai topik laporan komprehensif asuhan
kebidanan pada BBL fisiologis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana aplikasi asuhan kebidanan bayi baru lahir fisiologis di PMB Thoiffah
Astuti?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan yang tepat pada BBL fisiologis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif secara
komprehensif.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif secara
menyeluruh.
c. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa dan interpretasi data secara
tepat.
d. Mahasiswa mampu melakukan perencanaan dan implementasi tindakan
sesuai kebutuhan pada kasus.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi BBL fisiologis pada kasus.
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian hasil asuhan
kebidanan pada BBL fisiologis sesuai standar.
D. Manfaat
1. Untuk Institusi Pendidikan (Poltekkes Semarang)
Studi kasus ini dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi terhadap mahasiswa
kebidanan untuk mengukur kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan
asuhan kebidanan BBL normal, penambah bahan kepustakaan yang dapat
dijadikan studi banding bagi studi kasus selanjutnya.
2. Untuk Pelayanan Kesehatan (PMB Thoiffah Astuti)
Studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak pelayanan kesehatan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam
kesehatan ibu dan anak.
3. Manfaat untuk Penulis
a. Melatih dalam mengembangkan ketrampilan membaca yang efektif
b. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber
c. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan
d. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan
A.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Tahapan BBL
Pada waktu kelahiran, tubuh bayi baru lahir mengalami sejumlah
adaptasi psikologik. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan
masa transisi kehidupannya ke kehidupan luar uterus berlangsung baik. Bayi
baru lahir juga membutuhkan asuhan yang dapat meningkatkan kesempatan
untuknya menjalani masa transisi dengan baik.
1. Periode Transisional
Periode transisional ini dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode
pertama reaktivitas, fase tidur dan periode kedua reaktivitas.
Karakteristik masing-masing periodememperlihatkan kemajuan bayi baru
lahir kearah mandiri (Muslihatun, 2010)
a. Periode pertama reaktivitas
Periode pertama reaktivits berakhir pada 30 menit pertama setelah
kelahiran. Karakteristik pada periode ini, antara lain: denyut nadi
apical berlangsung cepat dan irama tidak teratur, frekuensi
pernapasan mencapai 80 kali permenit, pernafasan cuping hidung,
ekspirasi mendengkur dan adanya retraksi.
Pada periode ini, bayi membutuhkan perawatan khusus, antara lain:
mengkaji dan memantau frekuensi jantung dan pernafasan setiap 30
menit pada 4 jam pertama setelah kelahiran, menjaga bayi agar tetap
hangat (suhu aksila 36,5-37,50C), menempatkan ibu dan bayi
bersama-sama kulit ke kulit untuk memfasilitasi proses perlekatan,
menunda pemberian tetes mata profilaksis 1 jam pertama.
b. Fase tidur
Fase ini merupakan interval tidak responsive relative atau fase tidur
yang dimulai dari 30 menit setelah periode pertama reaktivitas dan
berakhir pada 2-4 jam. Karakteristik pada fase ini adalah frekuensi
pernafasan dan denyut jantung menurun kembali ke nilai dasar,
warna kulit cenderung stabil, terdapat akrosianosis dan bisa terdengar
bising usus.
Bayi tidak banyak membutuhkan asuhan, karena bayi tidak
memberikan respon terhadap stimulus eksternal pada fase ini.
Meskipun demikian,orang tua dapat menikmati fase ini dengan
memeluk atau menggendong bayi.
c. Periode kedua reaktivitas
Periode kedua reaktivitas ini berakhir sekitar 4-6 jam setelah
kelahiran. Karakteristik pada periode ini adalah bayi memiliki tingkat
sensitivitas yang tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan.
Frekuensi nadi berkisar 120-160 kali permenit dan frekuensi
pernapasan berkisar 30-60 kali permenit. Terjadi fluktuasi warna kulit
dari warna merah jambu atau kebiruan ke sianosis ringan disertai
bercak-bercak. Bayi sering berkemih dan mengeluarkan mekonium
pada periode ini. Terjadi peningkatan sekresi mukus dan bayi bisa
tersedak saat sekresi. Refleks mengisap bayi sangat kuat dan bayi
sangat aktif.
Kebutuhan asuhan bayi pada eriode ini antara lain memantau secara
ketat kemungkinan bayi tersedak saat mengeluarkan mukus
berlebihan, memantau setiap kejadian apnea dan mulai melakukan
metode stimulasi/rangsangan taktil segera, seperti mengusap
punggung, memiringkan bayi serta mengkaji keinginan dan
kemampuan bayi untuk menghisap dan menelan.
d. Periode pascatransisional
Pada saat bayi telah melewati periode transisi, bayi dipindah ke ruang
bayi / rawat gabung bersama ibunya. Asuhan bayi baru lahir normal
umumnya mencakup pengkajian tanda-tanda vital setiap 4 jam,
pemeriksaan fisik setiap 8 jam, pemberian ASI on demand,
mengganti popok serta menimbang berat badan setiap 24 jam. Selain
asuhan pada periode transisional dan pasca transisional, asuhan bayi
baru lahir juga diberikan pada bayi usia 2-6 hari serta 6 minggu
pertama.
F. Telaah Jurnal
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai umur
enam bulan bergantung pada keberhasilan praktik inisiasi menyusu dini.
Inisiasi Menyusu Dini atau Permulaan Menyusu Dini adalah bayi mulai
menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia juga seperti
mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan
dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam
segera setelah lahir. Cara melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the
breast crawl atau merangkak mencari payudara sendiri (Irawan, 2013).
Manfaat Inisiasi Menyusu Dini, bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak
stres, pernafasan dan detak jantung lebih stabil, dikarenakan oleh kontak
antara kulit ibu dan bayi. Sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting susu
ibu akan merangsang pengeluaran hormon oxytosin yang menyebabkan rahim
berkontraksi sehingga mengurangi perdarahaan ibu dan membantu pelepasan
plasenta. Bayi juga akan terlatih motoriknya saat menyusu, sehingga
mengurangi kesulitan posisi menyusu dan mempererat hubungan ikatan ibu
dan anak (JNKPK-KR, 2013).
Upaya meningkatkan pemberian ASI sedini mungkin di Indonesia
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian Adam, Alim and Sari
(2016) yang berjudul “Pemberian Inisiasi Menyusu Dini pada Bayi Baru
Lahir” menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian IMD.
Sedangkan, Tidak ada hubungan antara sosial budaya dengan IMD. Dari 185
Responden yang diambil, yang tidak mendapatkan dukungan tenaga
kesehatan dan tidak memberikan IMD sebesar 72 (94,74%), sedangkan yang
memberikan Inisiasi Menyusu Dini sebesar 4 (5,26%). Selain itu, yang
mendapat dukungan tenaga kesehatan tapi tidak memberikan IMD sebesar 9
(37,50%) dan yang melakukan IMD sebesar 15 (62,50%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara dukungan tenaga kesehatan
dengan pemberian inisiasi menyusu dini. Selain itu, Responden yang tidak
percaya dan tidak melakukan Inisiasi Menyusu adalah sebesar 55 (80,88%)
dan yang melakukan Inisiasi Menyusu Dini adalah sebesar 13 (19,12%)
sedangkan responden yang percaya dan tidak melakukan Inisiasi Menyusu
Dini adalah sebesar 26 (81,25%) dan yang melakukan Inisiasi Menyusu Dini
adalah sebesar 6 (18,75%). Sehingga tidak ada hubungan antara sosial budaya
dengan pemberian inisiasi menyusu dini.
Penelitian lain, Khosidah (2018) menguji faktor pengaruh pada
pemberian kolostrum pada bayi baru lahir. Hasil penelitian menunjukan
bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu paritas ibu, dan peran tenaga kesehatan
dalam pemberian kolostrum pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, upaya
pemberian pendidikan kesehatan serta dukungan tenaga kesehatan khususnya
bidan sebagai lini pertama kesehatan bayi perlu terus dipertahankan dan
ditingkatkan.
Banyak manfaat yang ditimbulkan dalam pemberian IMD, salah
satunya adalah menjada suhu bayi tetap hangat dan mencegah kehilangan
panas. Hutagaol, Darwin and Yantri (2014) menguji terhadap 40 bayi baru
lahir yang lahir normal dengan observasi setelah dilakukan IMD dan yang
tidak. Dalam penelitian tersebut, Pengukuran yang dilakukan adalah
pengukuran suhu aksila, suhu kulit, suhu udara, suhu dinding, kecepatan
angin yang dilakukan segera setelah lahir dan satu jam setelah kelahiran.
Didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan IMD selama satu jam suhu aksila
meningkat 0,4 ± 0,30C sedangkan pada kelompok non IMD selama satu jam
kelahiran hanya terdapat peningkatan suhu 0,03 ± 0,30C. Sedangkan,
kehilangan panas secara konduksi, radiasi, dan panas kering lebih rendah
terjadi pada kelompok IMD.
Manfaat lain, Herawati and Indriati (2017) menganalisis pengaruh
pemberian ASI awal usia 0-7 hari terhadap kejadian ikterus pada 46 bayi baru
lahir normal. Penelitian ini menggunakan case control dengan data pemberian
ASI awal diambil pada bayi usia 0-3 hari dan data ikterus diambil pada bayi
usia 1-7 hari. hasil penelitian didapatkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI
awal dan mengalami ikterus adalah sebanyak 10.80%, sedangkan yang tidak
mengalami ikterus sebanyak 13.12%. kemudian bayi yang diberi ASI awal
dan mengalami ikterus yaitu sebanyak 8.76%, sedangkan yang tidak icterus
sebanyak 67.32%. dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
pemberian ASI awal terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari.
Pada perawata tali pusat, Astari and Nurazizah (2019)
membandingkan metode perawatan dengan metode kolostrum dan metode
terbuka terhadap lama pelepasan tali pusat. Perawatan kolostrum adalah
perawatan tali pusat dengan menggunakan cairan kental berwarna kekuningan
yang keluar sebelum ASI matur, atau ASI yang keluar pada hari ke 1 sampai
hari ke 3 paska lahir. Peneliti membagi dua kelompok masing-masing 15
responden dimana kelompok kontrol adalah perawatan dengan metode
terbuka. Sampel penelitian ini adalah bayi dengan persalinan normal, berat
lahir 2500-4000 gram dan 6 jam postnatal sesudah dimandikan. Hasil
penelitian didapatkan bahwa rata – rata lama pelepasan tali pusat pada bayi
baru lahir adalah antara 4,93 atau sekitar 4,9 hari pada metode kolostrum dan
5,8 hari pada metode terbuka. Ini menunjukkan terdapat perbedaan lama
pelepasan tali pusat antara metode kolostrum dan metode terbuka dengan
selisih waktu 0,87 hari atau 20,88 jam.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS
PADA BAYI NY. T USIA 1 JAM JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PERIODE
TIDUR
DI PMB THOIFFAH ASTUTI
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 20 februari 2021
Waktu : 15.30 WIB
Tempat : PMB Thoiffah Astuti
IDENTITAS
a. Identitas bayi
Nama : Bayi Ny. T
Tanggal/ Jam lahir : 20 februari 2021 / 14.20 WIB
Jenis Kelamin : Laki-Laki
b. Identitas orang tua
1. Nama : Ny. T 1. Nama :Tn y
2. Umur : 34 tahun 2. Umur : 35 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMU 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : Swasta
6. Suku bangsa : Jawa 6. Suku Bangsa : Jawa
7. Alamat : Jln. Seruni III 8. Alamat : Jln. Seruni III
DATA SUBYEKTIF
1. Riwayat kehamilan ibu
a. Umur kehamilan : 39 minggu
b. Riwayat penyakit dalam hamil : tidak ada
c. Kebiasaan selama hamil :
Merokok : ibu mengatakan selama hamil ini tidak pernah
merokok
alcohol : ibu mengatakan selama hamil ini tidak perna mengkonsumsi
alcohol
Jamu-jamuan, narkoba, maupun obat-obatan bebas: ibu mengatakan
selama hamil ini tidak pernah mengkonsumsi jamu – jamuan,
narkoba, dan obat – obatan bebas.
d. Riwayat Natal :
Tanggal lahir : 20 februari 2021
BB : 3000 gram
PB : 49 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tunggal/ Gemelli : Tunggal
Lama persalinan : Kala I selama 8 jam dan Kala II selama 20 menit
Komplikasi persalinan: Tidak ada komplikasi dalam persalinan
e. Riwayat Perinatal : Penilaian Apgar Score
Appearanc Grimac Respirator
Pulse Activity Score
e e y
1 Menit 2 2 2 1 1 8
5 Menit
2 2 2 2 2 10
ke-1
5 Menit
2 2 2 2 2 10
ke-2
DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital sign : N = 120 x/mnt
RR = 38 x/mnt
S = 36,80 C
Pengukuran antropometri :
BB : 3000 gr PB : 50 cm
Lingkar Kepala : 33 cm Lingkar dada : 34 cm
Lingkar lengan : 11 cm
2. Status Present
Kepala : Mesochepal, tidak ada benjolan,sutura belum tertutup
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Hidung : Tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung,
tidak ada pembesaran polip
Mulut : Bibir lembab, lidah bersih, tidak ada labioskisiz dan
labiopalatoskisiz
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, segaris dengan mata
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan
kelenjar limfe
Dada : Pengembangan dada simetris, tidak ada retraksi dinding
dada
Pulmo/jantung : Tidak ada wheezing dan ronkhi, irama jantung normal
Abdomen : Tidak ada benjolan abnormal, terdapat cord klem pada tali
pusat, tidak ada perdarahan pada tali pusat
Genetalia : Tidak ada kelainan, testis sudah turun
Punggung : Tidak ada spina bifida, tidak ada kelainan tulang belakang
Anus : Berlubang
Ekstremitas :
Atas (tangan) : Tidak ada kelainan, jumlah jari tangan lengkap
Bawah (kaki) : Tidak ada kelainan, jumlah jari kaki lengkap
Kulit : Warna kemerahan, turgor kulit baik dan lembap
Reflek :
1) Rooting reflex : (+) bayi membuka mulut dan
memiringkan kepala apabila ada jari yang menyentuh
daerah sekitar mulut bayi
2) Sucking reflek : (+) bayi menghisap kuat saat
pemeriksa memasukkan jari kelingkingnya
3) Grasp reflek : (+) bayi dapat menggenggam tangan
dengan kuat apabila pemeriksa menyentuh telapak tangan
bayi
4) Moro reflek : (+) saat dikejutkan kedua tangan dan kaki
bayi memperlihatkan gerakan seperti memeluk
5) Tonic neck reflek : (+) saat kepala bayi digerakan ke
samping, lengan pada salah satu sisi lurus dan yang
berlawanan menekuk
6) Babinski reflek : (+) gerakan jari jari mencengkeram
ketika bagian kaki diusap.
II. ANALISA :
Bayi Ny. T usia 1 jam jenis kelamin Laki-laki Fase tidur
Masalah : -
Kebutuhan : pemeriksaan fisik, pemberian vit. K dan salep mata.
VI. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 20 februari 2021 jam : 15.40 WIB
1. Melakukan IMD segera setelah bayi lahir setelah pemotongan tali pusat
Hasil : IMD telah dilakukan pada bayi Ny. t selama 1 jam dari jam 14.20
sampai dengan 15.20 WIB
2. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan dipakaikan pakaian, dibedong, dan
diberi penutup kepala.
Hasil : Bayi Ny. t telah dipakaikan pakaian, dibedong lalu di beri penutup
kepala.
3. Memberikan suntikan vitamin K 1 mg di 1/3 paha kiri anterolateral secara
IM untuk mencegah perdarahan
Hasil : bayi Ny. t telah mendapatkan vitamin K
4. Mengoleskan salep mata antibiotika Erlamicetyn Clorampenicol 1% pada
kedua mata untuk mencegah infeksi pada mata.
Hasil : Bayi Ny. t telah dioleskan salep mata Erlamicetyn Clorampenicol
1% dikedua matanya setelah pemberian Vitamin K.
5. Melakukan pengukuran antropometri
Hasil : BB= 3000 gr, PB= 49 cm, LK= 33 cm, LD= 34 cm, LILA= 11 cm
6. Memberitahu ibu jika 1 jam lagi bayi kan diberikan imunisai Hb 0 yaitu
untuk mencegah penyakit hepatitis B.
Hasil : ibu mengerti dan bersedia untuk anaknya diberi imunisasi HB 0.
7. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan melakukan bounding attachment
(bayi berada di sisi ibu )
Hasil : telah dilakukan bounding attachment pada By.Ny. T
CATATAN PERKEMBANGAN
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS
PADA BY. NY. T USIA 2 JAM JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PERIODE KEDUA
REAKTIFITAS
Analisa (A) By. Ny. T Usia 2 Jam Jenis Kelamin Laki-Laki Periode Kedua
Reaktifitas
Masalah : -
Kebutuhan : memberikan imunisasi hb0 dan menjaga kehangatan
bayi
Pelaksanaan (P) 1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayinya
dalam keadaan sehat.
Hasil : Ibu terlihat senang.
2. Memberi KIE mengenai imunisasi HB0 yaitu pengertian,
manfaat, dan efek yang mungkin timbul.
Hasil : ibu bersedia anaknya diberi imunisasi Hb0
3. Memberikan imunisasi Hb0 pada 1/3 paha kiri anterolateral
secara IM
Hasil : hb0 telah diberikan dan respon bayi menangis.
4. Menjaga kehangatan bayi dan melakukan bounding attachment
dengan meletakkan di dekat ibu
Hasil : ibu bersedia
5. Meletakkan bayi dengan posisi miring untuk mencegah
tersedak karena pada fase ini bayi banyak mengeluarkan
mukus.
Hasil : bayi diletakkan di dekat ibu dengan posisi miring.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap bisa menyusui bayinya untuk
merangsang produksi ASI dan mencegah perdarahan ibu.
Hasil : ibu mengerti dan bersedia menyusui bayinya lagi.
CATATAN PERKEMBANGAN
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS
PADA BY. NY. T USIA 13 JAM JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PERIODE
PASCATRANSISI
Laporan kasus ini memuat Asuhan Kebidanan Pada bayi baru lahir Fisiologis Pada By.
Ny. T Usia 1 jam jenis kelamin laki-laki periode tidur di PMB Thoiffah Astuti kota
Semarang. Laporan ini membahas setiap detail asuhan dari pengkajian hingga evaluasi
juga mencari kesenjangan antara teori dengan praktik menggunakan sumber-sumber
informasi yang relevan.
1. Pengkajian
Laporan ini dibuat pada tanggal 20 februari 2021 pukul 15.30 WIB dilakukan di
PMB Thoiffah Astuti. Pengkajian dimulai dari biodata pasien, biodata penanggung
jawab, data subyektif, data objektif, riwayat kelahiran serta riwayat kesehatan
lainnya. Hal ini dilakukan untuk menskrining setiap kelainan dan kemungkinan
kegawatdaruratan yang terjadi. Pengkajian data subjektif dilakukan melalui
wawancara dengan ibu atau keluarga. Data ini memuat riwayat kehamilan ibu,
riwayat kelahiran dan perinatal, serta riwayat pemenuhan kebutuhan bayi.
Pengkajian ini memusatkan pada informasi riwayat kehamilan ibu dan perinatal bayi
sehingga dapat menskrining dini kelainan dan kondisi yang memerlukan tindakan
segera. Pada kasus ini, by. ny. t masuk periode tidur yaitu 1 jam setelah lahir.
Pengkajian data objektif dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik bayi. By. Ny.
t dilakukan pemeriksaan antropometri, diperiksa nilai tanda-tanda vitalnya, dan
pemeriksaan refleks bayi baru lahir. Pengkajian ini memusatkan tanda-tanda yang
mengarah pada keadan patologis dan tanda vital bayi. Pada kasus ini, tidak
ditemukan kelainan dan kondisi yang berisiko menimbulkan risiko komplikasi.
Tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik tidak ada kelainan bawaan
dan semua reflek bayi positif. Namun, pemantauan selama periode transisi bayi yaitu
selama 6-8 jam setelah lahir perlu terus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan
tanda vital yang memburuk.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
2. Intepretasi data
Pada langkah data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa kebidanan. Diagnosa kebidanan yang ditegakkan dalam kasus
ini yaitu By. Ny. T Usia 1 Jam Jenis Kelamin Laki-Laki Periode tidur. Menurut
Muslihatun (2020), periode tidur dimulai dari setelah 30 menit kelahiran sampai 2
jam.
Tidak ada masalah yang muncul dari pengkajian subjektif dan objektif. Sehingga,
intervensi pada BBL normal dapat diberikan, diantaranya yaitu pemeriksaan fisik,
pengukuran antropometri, pemberian vit. K IM dan salep mata serta bounding
attachment dengan ibu.
Dasar ini bersesuaian dengan gejala yang dialami Ny. T sehingga penulis tidak
menemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Faktor penghambat pada langkah ini
tidak ada dan faktor pendukung dalam interpretasi data ini adalah data yang
diberikan pada pasien, sehingga memudahkan untuk mengelompokkan data dan
menegakkan diagnosa kebidanan.
3. Diagnosa potensial
Kasus pada by. Ny. t usia 1 jam jenis kelamin laki-laki adalah hal yang fisiologis,
maka tidak dibutuhkan penanganan segera. Selain itu tidak terdapat masalah yang
membutuhkan tindakan kegawatdaruratan dan kolaborasi atau rujukan serta
penanganan secara team, sehingga diagnosa potensial tidak ditegakkan.
4. Antisipasi segera
Tidak ditegakkannya diagnosa potensial, maka tidak dilakukan tindakan antisipasi
dalam langkah keempat ini.
5. Rencana tindakan
Langkah ini adalah merencanakan asuhan kebidanan bayi baru lahir normal
usia 1 jam periode tidur secara menyeluruh dengan didukung berdasarkan
langkah-langkah sebelumnya. Rencana tindakan tersebut adalah :
a. Melakukan IMD segera setelah bayi lahir setelah pemotongan tali pusat
selama 1 jam. Banyak penelitian telah membuktikan beberapa manfaat,
diantaranya adalah penelitian Hutagaol, Darwin and Yantri (2014) yang
menguji terhadap 40 bayi baru lahir yang lahir normal dengan observasi
setelah dilakukan IMD dan yang tidak. Dalam penelitian tersebut,
Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran suhu aksila, suhu kulit,
suhu udara, suhu dinding, kecepatan angin yang dilakukan segera setelah
lahir dan satu jam setelah kelahiran. Didapatkan hasil bahwa setelah
dilakukan IMD selama satu jam suhu aksila meningkat 0,4 ± 0,3 0C
sedangkan pada kelompok non IMD selama satu jam kelahiran hanya
terdapat peningkatan suhu 0,03 ± 0,30C. Sedangkan, kehilangan panas
secara konduksi, radiasi, dan panas kering lebih rendah terjadi pada
kelompok IMD. Manfaat lain, Herawati and Indriati (2017) menganalisis
pengaruh pemberian ASI awal usia 0-7 hari terhadap kejadian ikterus pada
46 bayi baru lahir normal. Penelitian ini menggunakan case control dengan
data pemberian ASI awal diambil pada bayi usia 0-3 hari dan data ikterus
diambil pada bayi usia 1-7 hari. hasil penelitian didapatkan bahwa bayi
yang tidak diberi ASI awal dan mengalami ikterus adalah sebanyak
10.80%, sedangkan yang tidak mengalami ikterus sebanyak 13.12%.
kemudian bayi yang diberi ASI awal dan mengalami ikterus yaitu
sebanyak 8.76%, sedangkan yang tidak ikterus sebanyak 67.32%. dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pemberian ASI awal
terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari.
b. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan dipakaikan pakaian, dibedong, dan
diberi penutup kepala.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas dari tubuh
bayi adalah Keringkan bayi secara seksama, Selimuti bayi dengan selimut
atau kain bersih, dan Tutup bagian kepala bayi ((Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial, 2010).
c. Memberikan suntikan vitamin K 1 mg di 1/3 paha kiri anterolateral secara
IM untuk mencegah perdarahan.
Semua bayi baru lahir harus segera diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg
intramuskuler di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan
pada bayi baru lahir akibatdefesiensi vitamin K yang dapat dialami oleh
sebagian bayi baru lahir (Indrayani, 2013)
d. Mengoleskan salep mata antibiotika Erlamicetyn Clorampenicol 1% pada
kedua mata untuk mencegah infeksi pada mata.
Pencegahan infeksi mata dapat diberikan kepada bayi baru
lahir.Pencegahan infeksi tersebut di lakukan dengan menggunakan salep
mata tetrasiklin 1%. Salep antibiotika tersebut harus diberikan dalam
waktu 26 satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis infeksi mata tidak
efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran (Indrayani,
2013).
e. Melakukan pengukuran antropometri.
Hal ini untuk mendeteksi BBLR dan bayi besar atau makrosomia. Menurut
Rohan (2013), Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah lahir aterm antara 37
– 42 minggu, berat badan 2500 – 4000 gram, panjang lahir 48 – 52 cm.
lingkar dada 30 – 38 cm, lingkar kepala 33 – 35 cm, lingkar lengan 11 –
12 cm, frekuensi denyut jantung 120 – 160 kali/menit.
f. Memberitahu ibu jika 1 jam lagi bayi kan diberikan imunisai Hb 0 yaitu
untuk mencegah penyakit hepatitis B.
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah terjadinya infeksi
disebabkan oleh virus Hepatitis B terhadap bayi (Saifuddin AB, 2014).
Terdapat 2 jadwal pemberian imunisasi Hepatitis B. jadwal pertama,
imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali pemberian, yaitu usia 0 hari (segera
setelah lahir menggunakan uniject), 1 dan 6 bulan. Jadwal kedua,
imunisasi hepatitis B sebanyak 4 kali pemberian, yaitu pada 0 hari (segera
setelah lahir) dan DPT+ Hepatitis B pada 2, 3 dan 4 bulan usia bayi
(Indrayani, 2013).
g. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan melakukan bounding attachment
(bayi berada di sisi ibu). Menurut indrayani (2013), salah satu upaya untuk
mencegah kehilangan panas bayi adalah anjurkan ibu untuk memeluk dan
menyusui bayinya.
6. Implementasi
Dari semua rencana tindakan sebagian besar dapat diterapkan dan dilaksanakan
dengan baik, karena adanya kerjasama yang baik antara ibu dan penulis.
7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan di akhir asuhan. Evaluasi merupakan reaksi dan respon
pasien terhadap setiap asuhan yang telah diberikan oleh bidan. Pada kasus ini
evaluasi baik, bayi dapat dilakukan intervensi sesuai kebutuhan dan ibu dapat
merespon dengan baik setiap anjuran yang diberikan terkait bayinya.
Pendokumentasian evaluasi dijadikan satu dengan penatalaksanaan, yaitu hasil
penatalaksanaan.
Evaluasi yang ditulis pada catatan perkembangan juga dilakukan pada periode
kedua reaktifitas dan pascatransisi.
Pada periode kedua reaktifitas, bayi sudah bisa menyusu dan refleks menghisap
kuat. Tanda-tanda vital bayi normal dan tali pusat dalam keadaan normal.
Penatalaksanaan sesuai kebutuhan bayi, yaitu memberi hb 0, menjaga kehangatan
serta meletakkan bayi posisi miring untuk mencegah bayi tersedak karena keluarnya
mukus. Menurut Muslihatun (2012), Kebutuhan asuhan bayi pada periode ini antara
lain memantau secara ketat kemungkinan bayi tersedak saat mengeluarkan mukus
berlebihan, memantau setiap kejadian apnea dan mulai melakukan metode
stimulasi/rangsangan taktil segera, seperti mengusap punggung, memiringkan bayi
serta mengkaji keinginan dan kemampuan bayi untuk menghisap dan menelan.
Pada periode pascatransisi, Ibu mengatakan anaknya sudah menyusu, sudah
BAK dan mengeluarkan mekonium, sudah tertidur. Pada periode ini dilakukan
penatalaksanaan diantaranya KIE pada ibu mengenai ASI ekslusif, perawatan tali
pusat, tanda bahaya, serta kunjungan neonatal kedua. Pada periode ini juga
dilakukan penatalaksanaan memandikan bayi karena bayi sudah ebih dari 6 jam.
Menurut Indrayani (2013), salah satu upaya untuk mencegah kehilangan bayi adalah
menunda memandikan bayi sampai usia 6 jam.
Pada tahap evaluasi kasus tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik
serta tidak ada kendala yang menyertai.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah penulis melakukan asuhan manajemen kebidanan dengan
menggunakan pendekatan komprehensif dan pendokumentasian secara SOAP pada
by. Ny. T yang dilakukan pada tanggal 20 februari 2021, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Setelah dilakukan pengkajian data subjektif, didapatkan hasil ny. Ny. T umur
umur 1 jam jenis kelamin laki-laki periode tidur, bayi lahir pukul 14.20 WIB
tanggal 20 februari 2021, sudah melakukan IMD selama 1 jam, apgar score 10,
belum BAK dan belum mengeluarkan mekonium. Pengkajian data subjektif
telah dilakukan sesui teori.
2. Setelah dilakukan pengkajian data objektif tidak didapatkan masalah, namun
pemantauan dan pegawasan tanda vital perlu diperhatikan pada masa transisi
BBL. Pengkajian data objektif telah dilakukan sesuai prosedur.
3. Diagnosa ditegakkan pada kasus ini adalah asuhan BBL normal pada Pada Bayi
Ny. T usia 1 jam jenis kelamin Laki-laki Fase tidur normal.
4. Setelah menyelesaikan pengkajian, dilakukan perencanaan dan pelaksanaan
yaitu memberikan asuhan bayi baru lahir normal usia 1 jam.
5. Setelah menyelesaikan perencanaan dan pelaksanaan, dilakukan evaluasi
dengan hasil bayi dalam keadaan baik.
6. Setelah menyelesaikan pengkajian data subjektif,data objektif, assesment dan
pelaksanaan maka akan dilakukan pendokumentasian sesuai dengan metode
SOAP.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari kasus-kasus
pada saat praktik dalam bentuk manajemen SOAP serta menerapkan asuhan
sesuai standar pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan sesuai dengan
kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif terhadap klien.
2. Bagi Lahan Praktek
Asuhan yang sudah diberikan pada klien sudah cukup baik dan kepada lahan
diharapkan untuk tetap mempertahankan asuhan BBL normal sesuai evidence
based.
3. Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menjadi Penambah bahan kepustakaan yang dapat dijadikan
studi banding bagi studi kasus selanjutnya
4. Bagi pasien
Agar klien memiliki kesadaran untuk selalu memeriksakan keadaan bayi baru
lahir secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan nyaman karena
mendapatkan gambaran tentang pentingnya pengawasan pada saat di fasilitas
kesehatan dengan melakukan pemeriksaan rutin neonatus di pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, A., Alim, A. and Sari, N. P. (2016) ‘Pemberian Inisiasi Menyusu Dini
pada Bayi Baru Lahir’, Jurnal Kesehatan MANARANG, 2(2), pp.
76–82.
Astari, R. Y. and Nurazizah, D. (2019) ‘Perbandingan Metode Kolostrum dan
Metode Terbuka Terhadap Lama Pelepasan Tali Pusat pada Bayi
Baru Lahir’, Faletehan Health Journal, 6(3), pp. 91–98. Available
at: www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ.
Cunningham, F. G. (2012). Obstetri Williams. Jakarta: EGC
Dinkes Kota Semarang. 2019. Profil Kesehatan 2018. Semarang
Herawati, Y. and Indriati, M. (2017) ‘Pengaruh Pemberian ASI Awal
terhadap Kejadian Ikterus pada bayi Baru Lahir 0-7 Hari’, Jurnal
Bidan, 3(01), pp. 67–72.
Hutagaol, H. S., Darwin, E. and Yantri, E. (2014) ‘Pengaruh Inisiasi
Menyusu Dini ( IMD ) terhadap Suhu dan Kehilangan Panas pada
Bayi Baru Lahir’, Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), pp. 332–338.
Available at:
http://www.jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m/article/view/1
9/18.
Indrayani, Djami M.E.U. 2013. Asuhan Persalinan dan bayi Baru Lahir.
Jakarta : CV. Trans Info Media
Kemenkes RI. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta
___________. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta
Khosidah, A. (2018) ‘Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian
Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Baturaden
Kabupaten Banyumas Tahun 2016’, Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan Vol.9, 9(1), pp. 75–81. Available at:
https://core.ac.uk/download/pdf/235014788.pdf.
Marmi, S.ST & Kukuh Rahardjo.2015. Asuhan neonatus, bayi, balita, dan
anak prasekolah. yokyakarta: pustaka pelajar
Muslihatun, WafiNur. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Fitramaya
Rohan, Hasdianah Hasan dan Siyoto H Sandu. (2013). Kesehata Reproduksi.
Yogyakarta: Nuha Medika
Saifuddin, A. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiharohardjo.
Saleha S. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: SalembaMedika;
2013.
Wahyuni, S. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: EGC.
Walyani, S.E. & Purwoastuti, E. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi
Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Williamson, Amanda. 2013. Buku Ajar Asuhan Neonatus. Jakarta: EGC