MAKALAH - TUGAS GILUT - B3 - MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DG CEREBRALPALSY
MAKALAH - TUGAS GILUT - B3 - MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DG CEREBRALPALSY
Oleh :
Dosen Pembimbing
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY”
Penyusun :
1. I Made Kumara Danta (22710090)
2. Komang Aneni Mugi Rahayuni (22710096)
3. Zanuba Arifa (22710108)
Mengetahui,
Kepala Bagian KSM Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat “MANIFESTASI ORAL YANG
BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY” ini dengan baik sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bersama ini saya
juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya laporan kasus ini, terutama kepada dokter pembimbing saya yang telah
membimbing, memberi arahan, dan masukan kepada saya sehingga referat ini dapat saya susun.
Dalam penyusunan laporan kasus ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat saya harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan referat ini dan untuk pelajaran
bagi kita semua.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah gangguan yang mempengaruhi tinis otot, Gerakan dan
keterampilan motoric. Cerebral palsy juga dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya
, termasuk masalah penglihatan, pendengaran dan bicara, serta ketidakmampuan belajar
dan masalah gigi.
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain trauma kepala,
infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan),
anoksia, dan luka parut pada otak setelah operasi.
2
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi
hipersensitivitas adalah: BBLR dan prematus, Apgar score rendah, letak
sungsang, frekuensi control kehamilan, umur kehamilan < 37 minggu, masalah
persalinan seperti bayi terlilit tali pusar, pendarahan hebat saat persalinan.
4
dengan ventrikel, lesi pada serabut ini paling sering menyebabkan displagia
spastik.
Leukomalasia periventricular dan infark perdarahan periventrikular adalah
merupakan lesi otak klasik pada kasus CP spastik diplegik, yang relatif
berhubungan dengan kejadian prematur, yang menyebabkan gangguan motorik
murni dengan kemampuan kognitif yang masih baik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gangguan kelemahan kontrol motorik, dan spastisitas pada ekstremitas
bawah lebih berat dibandingkan dengan gangguan pada ekstremitas atas. Secara
muskuloskeletal patologi spastik cerebral palsy sering digambarkan sebagai “short
muscle disease‟ karena spastisitas dan reduksi aktivitas volunter menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan secara longitudinal pada otot skeletal. Sehingga ada
kecenderungan pertumbuhan pada otot dan tendon lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan pada tulang, sehingga menghasilkan kontraktur yang menetap,
torsional sekunder pada tulang dan ketidakstabilan sendi.
Pada kuadriparesis spastik yang dominan pada ekstremitas atas yang
berkaitan dengan buruknya perfusi pada zona batas anterial dan zona akhir
daerah. Cedera korteks iskemik fokal dan multifocal menunjukkan patologi yang
sama tetapi mengenai daerah sirkulasi lemah yang lebih terlokalisasi seperti yang
diakibatkan dari anomali vaskular, vaskulopati, atau obstruksi vaskular. Lesi-lesi
ini berkaitan dengan terjadinya hemi atau kuadriparesis.
5
d. Adanya gerakan involunter pada spastisitas yang bersifat flaksid, rigiditas, atau
campuran. Seperti Gerakan tremor, khoreoatetosis dan atetosis
e. Adanya gangguan koordinasi pada ataksia yang di akibatkan kerusakan serebelum
dimana terjadi hipotonia, dan keterlambatan perkembangan motoriik sperti
berjalan sangat lambat, canggung dalam melakukan gerak-gerakan.
f. Tidak munculnya beberapa reflek seperti reflek landau dan parasut serta
menetapnya reflek-reflek primitive
g. Adanya juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau
kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas
h. Masih munculnya reflek Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex yang
harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan
i. Saat posisi anak telentang, posisi hip terlalu adduksi dan rotasi sehingga terjadi
gerakan menggunting pada tungkai
j. Pada saat posisi anak duduk, maka anak duduk di sacrum dengan posisi tungkai
menggunting dimana posisnya adduksi, endorotasi, plantar fleksi
k. Pada Cp Spatik Quadriplegia terdapat fleksi patron dan tanpa rotasi saat
melakukan gerakan anak berguling dan gerakan keduduk.
2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan,
perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy.
Sebelum melakukan perawatan sebaiknya pertama tama dilakukan pengisian inform
consent terlebih dahulu. Kemudian yang penting adalah dokter gigi harus mengetahui
riwayat penderita secara lengkap dari lahir sampai saat datang ke dokter gigi.
a. Pulpitis ireversibel
Merupakan radang pada pulpa yang disebabkan oleh invasi bakteri yang sudah
menyebar sehingga sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki
dan pulpa tidak dapat pulih kembali (Kartinawanti and Asy’ari, 2021)
b. Maloklusi (protrusi, open bite anetrior)
Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari oklusi
normal atau suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal suatu gigi
6
terhadap gigi yang lainnya. Salah satu gambaran klinis maloklusi berupa
crowding, protrusive, crossbite (Riyanti and Indriyanti, 2018)
c. Gingivitis (Gingivitis Marginalis Kronis)
Merupakan peradangan pada gusi. Gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri
pLak karena kebersihan mulut yang buruk, kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi
gigi yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung (Riyanti, 2010)
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan penyakitnya, seperti :
A. Pulpitis ireversibel
Perawatan pulpektomi utamanya dilakukan untuk mencegah berlanjutnya
inflamasi pulpa Ada tiga langkah utama pada pulpektomi,yaitu pengambilan seluruh
jaringan pulpa, membentuk saluran akar, dan mengisi ruang saluran akar yang telah
dibentuk. Anestesi, Teknik aseptik, Akses dan persiapan ruang saluran akar,
Obturasi.
B. Maloklusi
Perawatan pendahuluan dengan kawat gigi dimulai dengan penggunaan
kawat NiTi ukuran kecil sampai besar. Dilanjutkan dengan kawat stainless steel
untuk mempersiapkan rahang sebelum dilakukan operasi. Setelah operasi, pasien
kembali ke klinik ortodonti untuk dilakukan tahap penyelesaian akhir untuk
mendapatkan gigitan yang baik selama kurang lebih 3 bulan.
7
C. Gingivitis
Perawatan gingivitis marginalis kronis. karena gingivitis banyak disebabkan
oleh iritasi lokal yaitu plak, kalkulus, materia alba, karies, bakteri oral, dan
gabungan deposit terkalsifikasi dan non kalsifikasi, maka dapat dilakukan dengan
cara menghilangkan faktor-faktor lokal dan instruksi kepada pasien untuk menjaga
kebersihan mulut.
2.9 Prognosis
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik, tetapi semakin
banyak gejala penyertanya seperti retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan
penglihatan dan pendengaran dan makin berat gejala motoriknya, maka semakin buruk
prognosisnya. Perawatan gigi anak dengan Cerebral Palsy tergantung dari berat din
ringannya kasus tersebut, sebaiknya dilakukan dengan koordinasi tim yang terdiri dari
dokter gigi anak, orang tua, spesialis anak dan spesialis anestesi. Banyak anak yang dapat
dirawat dengan perawatan rutin (pendekatan non farmakologi) yang dilengkapi dengan
peralatan khusus di praktek dokter gigi dan banyak pula memerlukan pendekatan
farmakologi sarnpai dengan anestesi umum. Sangat disarankan prosedur pencegahan
seperti home care dan perawatan periodik yang dilakukan secara teratur. Perawatan
dental pada anak Cerebral Palsydapat dilakukan dengan pendekatan non farmakologi dan
farmakologi tergantung dari berat ringannya kasus dan sangatlah penting prosedur
pencegahan penyakit gigi dan mulut.
8
BAB III
RESUME JURNAL
3.1 Manifestasi Oral yang berhubungan dengan cerebral palsy : Pendekatan terpadu
LAPORAN KASUS
9
kedalaman yang dangkal sampai sedang diamati pada semua molar dan premolar
(Gambar 2). tidak mungkin untuk menyelesaikan pemeriksaan radiografi pasien ini
karena kesulitan dengan stabilisasi, posisi, dan refleks gigitan.
Evaluasi motorik oral dilakukan segera setelah pemeriksaan gigi. Pemeriksaan
mengungkapkan pasien tidak menunjukkan refleks rooting atau muntah dan refleks
gigitan tetap ada. Hipotonia otot diamati di bibir dan pipi, tetapi lidah memiliki tonisitas
normal. Lidah menonjol saat menelan, mengakibatkan persistensi gigitan terbuka
anterior. Bibir tetap terbuka sebagian saat istirahat dan lidah diposisikan di dasar rongga
mulut, memperlihatkan pola pernapasan mulut. Pasien menunjukkan hipersensitivitas
intra- oral. Ibu diamati memegang pasien di lengannya dan memberinya makan dalam
posisi miring, sebagian makanan keluar dari mulut pasien karena segel bibirnya yang
buruk dan gerakan mengisap yang tidak memadai
Selama penilaian motorik dengan terapis fisik, pasien menunjukkan tingkat tinggi
kelenturan keseluruhan dan ketergantungan penuh pada ibunya untuk semua aktivitas
hidup sehari-hari, termasuk makan, berpakaian, dan kebersihan. Pasien juga
menunjukkan refleks otot patologis, kekakuan sendi, hipertonia pada ekstremitas atas dan
bawah, deformitas akibat spastisitas pada ekstremitas, dan kebiasaan postural yang tidak
wajar karena kurangnya stimulasi neuropsikomotor dari terapi fisik dengan waktu yang
tepat (Gambar 3).
Semua sesi perawatan gigi dilakukan dengan pasien di lengan ibunya di kursi
gigi, diposisikan diam-diam di dekubitus lateral kanan dengan tulang belakang lurus dan
didukung dan kepala kursi ditinggikan untuk mencegah aspirasi cairan (Gambar 4).
10
Gambar 1. Anak dan ibunya pada pertemuan awal, pasien menderita cerebral palsy tetraplegia
spastik.
11
Gambar 3. Gambar menunjukkan hypertonia pada ekstremitas atas pasien dan kebiasaan
posturnya yang terganggu.
Gambar 4. Posisi ibu dan anak di kursi gigi untuk perawatan gigi
12
DISKUSI
Perawatan gigi didasarkan pada konsep promosi kesehatan Pasien dan ibunya
menerima instruksi untuk meningkatkan kebersihan mulut pasien. Penggunaan pasta gigi
berfluoride setiap hari yang dioleskan dalam porsi kecil pada sikat gigi kering. Keputusan
dibuat untuk menggunakan pasta gigi anak-anak dengan rasa ringan karena pasien
hipersensitif terhadap rasa yang kuat.
Untuk gigi dengan karies, restorasi atraumatik dengan semen ionomer kaca
direncanakan. perawatan restoratif pengangkatan sebagian jaringan dentin karies
dikombinasikan dengan penutupan kavitas akan menghentikan proses karies. Perawatan
diselesaikan di klinik gigi dengan dua yang bekerja secara bersamaan. (empat tangan)
dalam sesi yang dijadwalkan 2 minggu terpisah (Gambar 4). ibu terbukti cukup merawat
sehingga peningkatan yang signifikan dalam kesehatan mulut pasien.
Setelah perawatan gigi yang direncanakan, pasien ditindak lanjuti dengan
kunjungan selama 1 tahun. Dia menunjukkan penurunan signifikan dalam pembentukan
plak, yang menunjukkan kepatuhan ibu terhadap instruksi yang diberikan tentang
kebersihan mulut. ibu melaporkan bahwa pasien tidak mengalami sakit gigi dan kesulitan
makan telah berkurang.
Hasil ini menyoroti kemampuan ibu untuk menjaga kesehatan mulut anak.
Penting untuk menunjukkan bahwa, selama periode tindak lanjut, semua instruksi tim
kesehatan diperkuat. Setelah 1 tahun konseling nutrisi, terapi fisik, terapi wicara, dan
manajemen gigi, pasien menunjukkan peningkatan yang cukup besar.
Perawatan rawat jalan untuk anak dengan cerebral palsy tetraplegia spastik dan
gangguan motorik berat menggunakan adaptasi harus multidisiplin dan berdasarkan
pengetahuan tentang cerebral palsy. Perawatan gigi pasien ini semakin terhambat oleh
keterbatasan mental dan fisiknya meskipun demikian, perawatan gigi dapat dilakukan
tanpa penggunaan obat pengontrol perilaku, yang dikontraindikasikan karena gangguan
pernapasan pasien. Perawatan gigi diselesaikan tanpa pengekangan hanya partisipasi aktif
dari pengasuh yang dibutuhkan.
13
KESIMPULAN
TELAAH JURNAL
KELEBIHAN JURNAL
1. Jurnal sudah disertai dengan gambar yang jelas dan membantu memahami
laporan kasus
2. Laporan kasus mengenai manifestasi oral pada cerebal palsy
3. Jurnal laporan kasus ini telah di lengkapi dengan beberbagai sumber yng
mendukung penjelasan dan isi dari jurnal
KEKURANGAN JURNAL
3.2 Laporan Kasus : Pendekatan terpadu untuk perawatan gigi rawat jalan pasien
LAPORAN KASUS
15
Gambar 1 Pasien memiliki bibir inkompeten, dan rahan atas prognatik yang menyebabkan
ketidak mampuan untuk menutup mulut.
16
Gambar 3 Belatung di keluarkan dari rongga mulut
DISKUSI
Musca nebulo adalah lalat rumah India yang paling umum. Siklus hidup lalat
dimulai dengan tahap telur diikuti oleh larva, pupa dan akhirnya lalat dewasa. Evolusi
perkembangan melalui tahap larva membutuhkan inang perantara. Pasien dalam kasus ini
adalah status sosial ekonomi rendah dengan kondisi kehidupan yang buruk. Kebersihan
mulut yang buruk, kurangnya ketangkasan manual, inkompetensi bibir, gigitan terbuka
17
dan tempat tinggal di daerah pedesaan dianggap sebagai faktor predisposisi infestasi larva
pada pasien ini. Kantung periodontal berkontribusi untuk dukungan mekanis, dan
menyediakan substrat dan suhu yang sesuai untuk kelangsungan hidup larva. Selain itu,
pasien bergantung pada kerabatnya untuk kegiatan rutin yang menyebabkan kebersihan
mulut yang buruk dan ia menjadi target utama untuk kondisi ini.
KESIMPULAN
Myiasis didefinisikan sebagai infestasi manusia hidup dan hewan vertebrata
dengan larva dipterous yang memakan jaringan mati atau hidup inang, cairan zat tubuh,
atau makanan yang tertelan, Kondisi ini dapat sepenuhnya jinak dan tanpa gejala,
mengakibatkan nyeri ringan hingga akut, atau dalam kasus ekstrim menyebabkan
kematian pasien. Faktor predisposisi myiasis oral adalah luka ekstraksi, kebersihan mulut
yang buruk, kepikunan, pernapasan mulut saat tidur, lesi supuratif, jaringan nekrotik,
diabetes dan penyakit perivaskular terutama pada orang tua, halitosis parah, alkoholisme,
18
cerebral palsy, keterbelakangan mental dan hemiplegia, dan faktor yang mendukung non-
penutupan mulut yang persisten.
Pasien dalam kasus ini status sosial ekonomi rendah dengan kebersihan mulut
yang buruk, inkopetensi bibir, gigitan terbuka dan tempat tinggal di daerah pedesaan
dianggap sebagai factor predisposisi infestasi larva pada pasien ini dan dalam kebersihan
diri pasien bergantung pada kerabtnya untuk kegiatan rutin menyebabkan kebersihan
mulut yang buruk, pengobatan standar termasuk debridement local, penghapusan manual
larva, pemeliharaan kebersihan muut dan terapu antimikroba untuk infeksi sekunder.
(Suryaprawira, 2018)
TELAAH JURNAL
KELEBIHAN JURNAL:
3.3 Laporan Kasus : Rehabilitasi Mulut pada Pasien Cerebral Palsy dibawah General
Anestesi di Rumah Sakit Zonal
Laporan kasus 1
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan datang dibawa oleh orang
tuanya dengan cerebral palsy tipe spastik. Orang tua memberikan keluhan nyeri
pada daerah gigi belakang atas dan bawah selama 6 bulan terakhir. Orang tua
menginformasikan bahwa anak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan
dan setelah selesai pemeriksaaan umum terdeteksi kekurangan gizi, anak sedang
mengalami perawatan fisioterapi untuk cerebral palsy tipe spastik dan tidak
responsive terhadap perintah verbal. Orang tua telah membawa anak sebelumnya
19
ke pusat lain untuk perawatan gigi, tetapi perawatan tidak dapat dilakukan karena
masalah perilaku anak. Riwayat keluarga dan riwayat prenatal terungkap tidak ada
yang signifikan. Riwayat postnatal anak mengungkapkan tangisan kelahiran
tertunda dan intubasi berikutnya dan masuk di unit perawatan intensif neonatal
selama 7 hari.
Laporan kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang sebelumnya didiagnosis
sebagai kasus cerebral palsy datang dengan orang tuanya. Orang tua memberikan
keluhan bahwa anak tidak bisa mengunyah makanan dengan baik dan tidurnya
terganggu. Orang tua menginformasikan bahwa mereka merasa sangat sulit untuk
menjaga kebersihan mulut anak, karena anak tidak responsive terhadap perintah
verbal. Anak ini juga sedang menjalani perawatan dan fisioterapi untuk cerebral
palsy tipe spastik. Ini merupakan perawatan gigi pertama. Riwayat keluarga dan
riwayat prenatal tidak mengungkapkan apapun yang signifikan. Riwayat anak
setelah lahir didapatkan demam tinggi untuk waktu yang lama dan disertai kejang
pada usia 6 bulan.
20
21
Diskusi
Cerebral mengacu pada otak dan palsy mengacu pada gangguan gerakan atau
postur. Cerebral palsy adalah gangguan sistem saraf pusat gerakan, koordinasi,
dan postur, mencerminkan kelainan nonprogresif atau penghinaan terhadap otak
yang belum matang. Kondisi ini adalah salah satu bentuk paling umum dari
disabilitas neuromuskular yang menyerang anak-anak. Etiologi yang tepat dari
kondisi ini dapat dibagi menjadi faktor prenatal, perinatal, dan postnatal, dan
patologi utama akhirnya adalah trauma pada otak yang sedang berkembang.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan secara luas menjadi spastik, diskinetik,
ataksia, dan tipe campuran. Cacat ini biasanya melibatkan berbagai masalah
terkait seperti keterbelakangan mental, gangguan kejang, defisit sensorik, bicara
dan gangguan perilaku, kontraktur sendi abnormal, penyakit periodontal, karies
gigi, maloklusi, dan bruxism. Anak-anak ini juga lebih rentan terhadap trauma.
Penatalaksanaan anak-anak ini merupakan tantangan bagi ahli bedah gigi yang
merawat karena gerakan involunter yang tidak terkontrol, kesulitan dalam
komunikasi, ketidakmampuan untuk membuka mulut dengan benar, postur
abnormal, dan beberapa prosedur gigi yang harus dilakukan, seperti yang terlihat
pada kasus ini. Oleh karena itu, manajemen anestesi umum anak-anak tersebut
dengan beberapa masalah gigi adalah metode yang paling efektif untuk
memberikan perawatan yang komprehensif. Anak-anak ini memiliki beberapa
gigi yang memiliki lesi karies yang dalam, dan mengingat usia anak-anak ini,
sangat penting untuk menyelamatkan gigi ini untuk memungkinkan
perkembangan lengkung rahang yang normal. Terapi pulpa dalam adalah cara
terbaik untuk melengkapi perawatan terapeutik di bawah anestesi umum untuk
kesejahteraan anak secara keseluruhan. Mahkota baja tahan karat adalah bahan
restorasi terbaik pada gigi sulung, penggunaan mahkota ini pada anak-anak
dengan cerebral palsy bahkan lebih relevan mengingat tingginya insiden bruxism
di antara anak-anak ini. Tindak lanjut pasca operasi dengan bimbingan kepada
22
orang tua/pengasuh juga sangat penting dalam keberhasilan pengobatan jangka
panjang.
Pentingnya memberikan higiene mulut, diet, dan bimbingan terkait perawatan
di rumah kepada pengasuh sebelum anak dipulangkan. Masalah terkait kesehatan
mulut pada anak-anak dengan cerebral palsy mungkin disebabkan oleh penurunan
pentingnya kesehatan mulut. Dengan demikian, pendekatan multidisiplin dengan
keterlibatan aktif orangtua/pengasuh dan tindak lanjut dengan jangka panjang
merupakan strategi penting dalam mempromosikan kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup terkait kesehatan mulut.
3.4 Laporan Kasus : Manajemen Ortodontik Pasien dengan Cerebral Palsy: Enam
Tahun Tindak Lanjut
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun 2 bulan dibawa oleh orang tuanya
untuk perawatan ortodontik, mengeluhkan oklusi yang tidak memuaskan dan efikasi
mengunyah yang buruk. Anak itu berada di bawah perawatan medis selama tahun
pertama kehidupannya karena krisis kejang. Ia selalu diasuh oleh orang tuanya dalam
segala aktivitasnya sehari-hari. Anak tersebut telah ditindaklanjuti oleh tim
multidisiplin termasuk dokter anak, fisioterapis, psikolog dan ahli saraf.
Pemeriksaan fisik pada saat rujukan menunjukkan malformasi vaskular pada
lengan kanan dan tungkai kanan, terutama pada pergelangan kaki. Pemeriksaan
ekstraoral menunjukkan profil cembung. Pemeriksaan intraoral menunjukkan pasien
berada dalam periode gigi bercampur dengan hubungan molar kelas II, overjet 10 mm
dan overbite 4 mm. Selain itu, lengkung rahang atas dan rahang bawahnya sangat
padat (Gambar 1 dan 2).
Evaluasi sefalometrik pasien menunjukkan malokuklusi skeletal kelas II,
pasien memiliki profil cembung dan peningkatan bidang mandibula, menekan rotasi
posterior mandibula, menununjukkan bahwa pasien memiliki wajah yang Panjang
(gambar 1 dan 3)
23
Fase Perawatan: tahap pertama perawatan melibatkan penggunaan blok
kembar dengan tabung tutup kepala untuk mencoba beberapa modifikasi
pertumbuhan dan mengurangi overjet, setelah 2 minggu orang tua pasien melaporkan
bahwa anak telah menerima alat dengan baik, pasien secara berkala ditindaklanjuti
untuk mengontrol dan membersihkan peralatan, menerapkan fluoride topical,
mengintruksikan orang tua pasien tentang kebersihan mulut, pasien sangat kooperatif
sehingga overjet berkurang secara substansial dalam jangka waktu 6 bulan . Gigi
premolar pertama rahang atas dan rahang bawah dicabut untuk menghilangkan
crowding kemudian band dan braket menggunakan alat “ straight wire” dan archiware
NiTi ditempatkan. 0,014” NiTi dan 0,016” NiTi karet lengkung NiTi dipasang untuk
perawatan awal. Setelah fase laceling, kawat lengkung 0,016” x 0,022” ditempatkan
pada gigi atas dan bawah dan penutupan ruang akhir dicapai dengan menggunakan
pegas penutup NiTi dan elastic kelas II.
Segera setelah pelepasan, essix retainer ditempatkan. Pasien diminta untuk
memakai penuh waktu untuk 6 bulan dan pada malam hari. Hasil akhir menunjukkan
lengkung sejajar yang dapat diterima dengan overjet berhasil dikurangi dan
meningkatkan interdigitasi pada segmen bukal dan terapi orofasial (Gambar 4 hingga
6). Anak tetap di bawah intervensi lanjutan oleh tim multidisiplin
Gambar 1: Tampilan
ektraoral sebelum perawatan
24
Gambar 2: Tampilan intraolar sebelum perawatan
25
Gambar 3A dan B : (A) Radiografi panoramic sebelum
perawatan, (B) Radiografi sefalometrik sebelum perawatan
26
Gambar 4: Tampilan ekstraolar pasca perawatan
Gambar 5: Tampilan intraolar pasca perawatan
DISKUSI
Kurangnya informasi, yang menimbulkan prasangka dan kurangnya persiapan
di pihak masyarakat. Manfaat dari peningkatan pengetahuan di bidang diagnosis dan
pengobatan bagi mereka dengan CP akan memungkinkan ortodontis dan staf mereka
menjadi lebih nyaman dan efektif dalam memberikan perawatan terbaik.
Informasi tentang kejadian kerusakan gigi pada individu dengan CP masih
saling bertentangan, terutama karena banyak penelitian sebelumnya menggunakan
subjek yang dilembagakan yang memiliki diet yang sangat terkontrol. Studi terbaru
menunjukkan bahwa orang dengan CP mengalami tingkat kerusakan gigi yang agak
lebih tinggi, terutama karena kebersihan mulut yang buruk. Kebersihan mulut yang
27
buruk ini adalah akibat langsung dari ketidakmampuan banyak pasien CP untuk
secara fisik mengatasi aktivitas menyikat gigi dan flossing. Banyak faktor lain yang
berkontribusi pada masalah pembusukan, termasuk diet lunak, hipoplasia email,
pernapasan mulut, obat antidrooling, dan makanan yang tertahan di mulut lebih lama
dari biasanya karena disfasia. Namun, tidak ada lesi karies yang terdiagnosis pada
pasien yang dijelaskan dalam kasus ini. Ini mungkin dijelaskan oleh fakta bahwa
orang tua telah menerima intruksi kebersihan mulut dan diet di klinik pediatrik ketika
anak masih sangat kecil dan selalu sangat berhatihati dengan kebersihan mulut anak.
Peningkatan insiden penyakit periodontal dan gingivitis pada pasien CP,
insiden penyakit periodontal telah diperkirakan 3 kali lebih tinggi dari paa populasi
umum. Kebersihan mulut yang buruk dan hiperplasia gingiva akibat terapi dilantin
adalah kontributor utama masalah ini. Dalam kasus ini, sebelum perawatan ortodontik
pasien menerima scaling, kuretase subgingiva untuk mengendalikan peradangan dan
selama masa perawatan ortodontik perawatan gigi profesional dilakukan secara
teratur.
Sebuah peningkatan kejadian maloklusi kelas II adalah temuan umum pada
orang dengan CP. Gerakan otot dan lidah yang tidak normal bertanggung jawab atas
dorongan lidah, yang kemudian menciptakan gigitan terbuka anterior. Sebagian besar
maloklusi kelas II mewakili masalah tulang, bukan hanya malalignment gigi. Gigitan
terbuka anterior dengan gigi anterior yang menonjol, bersama dengan gerakan otot
yang abnormal dan masalah postur, bertanggung jawab atas sebagian besar trauma
pada gigi anterior yang terlihat pada populasi ini. Trauma anterior ini, dengan akibat
fraktur dan avulsi gigi, juga merupakan masalah utama bagi gigi. Bibir kering, karena
pernapasan mulut, juga merupakan temuan umum. Dalam kasus ini, tujuan perawatan
fase pertama melibatkan penggunaan blok kembar dengan tabung penutup kepala
adalah terapi myofungsional perawatan dan pada fase kedua, koreksi oklusal adalah
lengkap.
Bruxism adalah temuan umum pada orang dengan CP, terutama mereka yang
paling parah terkena. Insiden 58% pada populasi CP yang dilembagakan telah
dilaporkan. Efek dari bruxism ini diperparah oleh hipoplasia, seperti yang telah
dikutip sebelumnya. Meskipun bruxism yang terlihat pada populasi ini jauh lebih
28
parah secara klinis daripada bruxism stres yang sering terlihat pada populasi umum,
eksposur pulpa jarang terjadi. Keausan parah yang terlihat pada bruxism pada banyak
pasien ini terlihat pada cusp lingual dari molar permanen atas dan cusp bukal dari
molar permanen bawah, yang menyebabkan hilangnya dimensi vertikal dan dapat
menyebabkan masalah pada sendi temporomandibular. Namun, tidak ada bruxism
yang menyebabkan keausan gigi parah yang didiagnosis pada pasien yang dijelaskan
dalam kasus ini.
Karakteristik utama yang terkait dengan prevalensi maloklusi pada pasien
dengan CP adalah kelainan muskuloskeletal, perubahan hubungan dasar tengkorak,
erupsi gigi prematur dan inkompetensi bibir. Perawatan dini multidisiplin dapat
membantu meminimalkan efek berbahaya dari maloklusi dan meningkatkan kualitas
hidup pasien ini, seperti dalam kasus ini.
Tidak ada perbedaan dalam waktu erupsi gigi sulung atau gigi permanen yang
dilaporkan pada individu dengan CP jika dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan perawatan ortodontik untuk pasien dengan ketidakmampuan belajar
harus dimodifikasi untuk mencapai hasil yang 'ideal'. Dokter harus bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang dapat diterima secara estetis dan fungsional, tetapi belum
tentu kesempurnaan ortodontik. Ini membutuhkan pragmatisme dan kemampuan
untuk memilih rencana perawatan yang tidak terlalu konvensional. Sangat penting
bahwa kunjungan dibuat singkat dan tidak terlalu membuat stres baik bagi pasien atau
operator
KESIMPULAN
Penyediaan perawatan gigi untuk individu dengan CP menimbulkan tantangan
khusus bagi praktisi gigi. Keterbatasan pilihan pengobatan harus dijelaskan dengan
hati-hati kepada orang tua jika harapan yang tidak tepat harus dihindari. Seperti yang
ditunjukkan dalam laporan kasus kami, keberhasilan pengobatan tergantung pada
kerja sama pasien dan orang tuanya.
TELAAH JURNAL
KELEBIHAN JURNAL
1. Memebri gambaran Kesehatan lain yang disebabkan oleh cerebral palsy
29
2. Jurnal menyajikan beberapa gambar untuk menjelaskan kelainan oral yang
berhubungan dengan cerebral palsy
3. Bahasa yang disajikan cukup mudah dipahami
KEKURANGAN JURNAL
1. Jurnal merupakan terbitan lama yaitu terbit di tahun 2014
2. Penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan jurnal
DAFTAR PUSTAKA
Dias, B. L. S., Fernandes, A. R., & Maia Filho, H. de S. (2016). Sialorreia em crianças com
paralisia cerebral. Jornal de Pediatria, 92(6), 549–558.
https://doi.org/10.1016/j.jped.2016.03.006
Katz, C. R. T. (2012). Integrated approach to outpatient dental treatment of a patient with
cerebral palsy: A case report. Special Care in Dentistry, 32(5), 210–217.
https://doi.org/10.1111/j.1754-4505.2012.00267.x
Mariati, N. W. (2015). Pencegahan Dan Perawatan Karies Rampan. Jurnal Biomedik (Jbm), 7(1).
https://doi.org/10.35790/jbm.7.1.2015.7288
Santa, M., & Trilaksana, A. C. (2015). Penanganan kedaruratan endodontik pada pulpitis
ireversibel. Makassar Dent J, 4(5), 172–176.
Suryaprawira, A. (2018). Penatalaksanaan Kasus Maloklusi Skeletal Kelas Iii (Hipoplasia
Maksila) Dengan Teknik Ortodonti Dan Bedah Ortognatik : Laporan Kasus. Jurnal Ilmiah
Dan Teknologi Kedokteran Gigi, 14(2), 60. https://doi.org/10.32509/jitekgi.v14i2.605
30
Shrestha, N., Paudel, S. and Thapa, R. (2018). Children with Cerebral Palsy and their Quality of
Life in Nepal. Journal of Nepal Paediatric Society, 37(2), pp. 122–128.
Lisnaini (2021) Fisioterapi Pediatri Neuromuskuler Dan Genetik.
Sabuncuoglu, F. A. and Özcan, E. (2015) ‘Orthodontic management of a patient with
cerebral palsy: Six years follow-up’, Journal of Contemporary Dental Practice, 15(4), pp. 491–
495. doi: 10.5005/jp-journals-10024-1567.
31