Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY

Oleh :

1. I Made Kumara Danta (22710090)


2. Komang Aneni Mugi Rahayuni (22710096)
3. Zanuba Arifa (22710108)

Dosen Pembimbing

drg. Enny Wilianti, M.Kes


drg. Theodora, Sp.Ort
drg. Wahyuni Dyah Parmasari, Sp.Ort

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER MUDA


KSM ILMU GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY”

Penyusun :
1. I Made Kumara Danta (22710090)
2. Komang Aneni Mugi Rahayuni (22710096)
3. Zanuba Arifa (22710108)

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari/Tanggal: Selasa/ 26 Juli 2022

Mengetahui,
Kepala Bagian KSM Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER MUDA


KSM ILMU GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2022

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat “MANIFESTASI ORAL YANG
BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY” ini dengan baik sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bersama ini saya
juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya laporan kasus ini, terutama kepada dokter pembimbing saya yang telah
membimbing, memberi arahan, dan masukan kepada saya sehingga referat ini dapat saya susun.
Dalam penyusunan laporan kasus ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat saya harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan referat ini dan untuk pelajaran
bagi kita semua.

Surabaya, 21 Juli 2022


Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ii


KATA PENGANTAR .........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii
BAB I
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi ......................................................................................................................2
3.2 Etiologi dan Faktor Resiko........................................................................................2
3.3 Klasifikasi dan Patofisiologi......................................................................................3
3.4 Manifestasi Klinis .....................................................................................................4
3.5 Diagnosis ...................................................................................................................5
3.6 Diagnosis Banding.....................................................................................................5
3.7 Tatalaksana................................................................................................................5
3.8 Prognosis ...................................................................................................................6
BAB III
RESUME JURNAL ............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cerebral palsy adalah gangguan neuromuskular permanen, nonprogresif, yang
disebabkan oleh kerusakan otak yang belum matang. Tingkat keparahan lesi otak sangat
bervariasi menyebabkan kelemahan dalam koordinasi aksi otot, mengakibatkan ketidak
mampuan untuk mempertahankan postur atau melakukan gerakan normal dengan dampak
serius pada kulitas hidup, gangguann motorik dapat bervariasi dari tetraplegia, hemiplegia
atau diplegia.
Berbagai kondisi klinis dan sejumlah besar perubahan yang terkait dengan ganguan
motorik seperti kejang, maslah pernafasan , msalah pendengaran dan bicara, masalah nutisi,
ganguan kognitif dan masalah mata. Motorik yang terkait dengan cerebral palsy memiliki
pengaruh pada kesehatan mulut. Otot-oto wajah dan rongga mulut berperan dalam
pertumbuhan wajah dan perkembangan oklusal, orang dengan cerebral palsy mungkin datang
dengan tantangan fisik dan mental yang berimplikasi pada perawatan mulut. Maloklusi pada
orang dengan cerebral palsy biasanya melibatkan lebih dari sekedar gigi yang tidak sejajar
merupakan masalah musculoskeletal. Gigitan terbuka dengan gigi depan yang menonjol
sering terjadi dan biasanya berhubungan dengan dorongan lidah. Ketidak mampuan untuk
menutup bibir karena gigitan terbuka juga berkontribusi pada air liur yang berlebihan. Air
Liur yang menetes, terkadang menjadi masalah utama pada anak-anak, bisa menjadi
manifestasi dari fungsi otot orofasial yang buruk.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Cerebral palsy?
2. Bagaimana hubungan manifestasi oral dengan cerebral palsy?
3. Bagaimana perawatan manidestasi oral dengan cerebral palsy?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang Cerebral palsy.
2. Mengetahui hubungan manifestasi oral dengan cerebral palsy.
3. Mengetahui perawatan manifestasi oral dengan cerebral palsy.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah gangguan yang mempengaruhi tinis otot, Gerakan dan
keterampilan motoric. Cerebral palsy juga dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya
, termasuk masalah penglihatan, pendengaran dan bicara, serta ketidakmampuan belajar
dan masalah gigi.

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab Cerebral Palsy dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu:
a. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan malformasi otak
kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma,
asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,
kelainan umbilikus dll), toksemia gravidarum, maternal seizure disorder, dan
sangat jarang yaitu faktor genetik, kelainan kromosom.
b. Perinatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia/hipoksia,
perdarahan otak, prematuritas, postmaturitas, hyperbilirubinemia, bayi kembar.
c. Postnatal

Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain trauma kepala,
infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan),
anoksia, dan luka parut pada otak setelah operasi.

2
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi
hipersensitivitas adalah: BBLR dan prematus, Apgar score rendah, letak
sungsang, frekuensi control kehamilan, umur kehamilan < 37 minggu, masalah
persalinan seperti bayi terlilit tali pusar, pendarahan hebat saat persalinan.

2.3 Klasifikasi dan Patofisiologi


Klasifikasi pada penderita CP sangat beragam, beberapa pengelompokkan
CP dibagi menjadi 2 bagian, yakni:

2.3.1 Berdasarkan gejala klinis cerebral palsy dibagi menjadi 4, yakni


a. Cerebral palsy spastik, merupakan bentukan cp yang terbanyak, otot
mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur.
b. Cerebral palsy diskinetik, karakteristik Gerakan yang tidak terkontrol
pada tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus,
otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan
selalu mengeluarkan air liur.
c. Cerebral palsy ataksik, menunjukkan koordinasi yang buruk, seperti
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan
kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan. Kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat
d. Cerebral palsy campuran (spastik-atetoid, rigid-spastik, spastikataksia),
merupakan kombinasi dari beberapa klasifikasi cerebral palsy seperti
spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga dapat ditemukan.

2.3.2 Berdasarkan lokasi anatomi, cerebral palsy dibagi menjadi 5, yakni


a. Monoplegia, yaitu mengenai satu ekstremitas
b. Diplegia, yaitu mengenai keempat ekstremitas, tetapi kedua kaki lebih
berat dari kedua lengan
c. Triplegia, yaitu mengenai tiga ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai lengan dan kaki
d. Quadriplegia, yaitu keempat ekstremitas terkena degan derajat yang sama
3
e. Hemiplegia, yaitu mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan yang
terkena lebih berat
2.3.3 Patofisiologi
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral
ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan
defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–26 sampai ke–34 menyebabkan
periventricular leucomalacia atau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40
menyebabkan fokal atau multifokal cedera otak. Cedera otak akibat vascular
insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat terjadinya cedera, antara lain
distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan sistem peredaran
darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi.
Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada
keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang
menyeluruh.
Pada keadaan yang lebih ringan terjadi bercak nekrosis di daerah
paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia
grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat
yang terkena. Tekanan secara fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami
kelahiran sehingga terjadi gangguan imaturitas pada otak dan vaskularisasi
cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan mengapa prematuritas
merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian cerebral palsy.
Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan
tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter.
Hipoperfusi dapat menyebabkan perdarahan pada matrik germinal atau
periventricular leukomalacia dimana terdiri atas nekrosis simetris, fokal, pada
substansia alba dorsal dan lateral terhadap sudut eksternal ventrikel lateral. Hal ini
dapat membuat terjadinya rongga kistik, sementara pada kasus yang lebih ringan,
mielin dapat berkurang dan ventrikel lateral mengalami dilatasi. Karena serabut
motoric desendens dari korteks ke ekstremitas bawah adalah yang paling dekat

4
dengan ventrikel, lesi pada serabut ini paling sering menyebabkan displagia
spastik.
Leukomalasia periventricular dan infark perdarahan periventrikular adalah
merupakan lesi otak klasik pada kasus CP spastik diplegik, yang relatif
berhubungan dengan kejadian prematur, yang menyebabkan gangguan motorik
murni dengan kemampuan kognitif yang masih baik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gangguan kelemahan kontrol motorik, dan spastisitas pada ekstremitas
bawah lebih berat dibandingkan dengan gangguan pada ekstremitas atas. Secara
muskuloskeletal patologi spastik cerebral palsy sering digambarkan sebagai “short
muscle disease‟ karena spastisitas dan reduksi aktivitas volunter menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan secara longitudinal pada otot skeletal. Sehingga ada
kecenderungan pertumbuhan pada otot dan tendon lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan pada tulang, sehingga menghasilkan kontraktur yang menetap,
torsional sekunder pada tulang dan ketidakstabilan sendi.
Pada kuadriparesis spastik yang dominan pada ekstremitas atas yang
berkaitan dengan buruknya perfusi pada zona batas anterial dan zona akhir
daerah. Cedera korteks iskemik fokal dan multifocal menunjukkan patologi yang
sama tetapi mengenai daerah sirkulasi lemah yang lebih terlokalisasi seperti yang
diakibatkan dari anomali vaskular, vaskulopati, atau obstruksi vaskular. Lesi-lesi
ini berkaitan dengan terjadinya hemi atau kuadriparesis.

2.4 Manifestasi Klinis


Kriteria gejala klinis menurut Bax ( dalam Soetijiningsih, 1995) sebagai berikut:
a. Adanya ciri depresi/asimetri dari refleks primitif seperti refleks moro, suscking
reflek, rooting reflek, tonic neck reflek, palmar dan stepping reflek pada masa
neonatal
b. Terjadinya keterlambatan perkembangan motorik kasar seperti berguling, duduk
atau jalan. Pada usis lebih dari 1 tahun
c. Adanya kelumpuhan yang bersifat spastik, pleksid dan campuran pada cerbral
palsy type hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia dan triplegia

5
d. Adanya gerakan involunter pada spastisitas yang bersifat flaksid, rigiditas, atau
campuran. Seperti Gerakan tremor, khoreoatetosis dan atetosis
e. Adanya gangguan koordinasi pada ataksia yang di akibatkan kerusakan serebelum
dimana terjadi hipotonia, dan keterlambatan perkembangan motoriik sperti
berjalan sangat lambat, canggung dalam melakukan gerak-gerakan.
f. Tidak munculnya beberapa reflek seperti reflek landau dan parasut serta
menetapnya reflek-reflek primitive
g. Adanya juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau
kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas
h. Masih munculnya reflek Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex yang
harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan
i. Saat posisi anak telentang, posisi hip terlalu adduksi dan rotasi sehingga terjadi
gerakan menggunting pada tungkai
j. Pada saat posisi anak duduk, maka anak duduk di sacrum dengan posisi tungkai
menggunting dimana posisnya adduksi, endorotasi, plantar fleksi
k. Pada Cp Spatik Quadriplegia terdapat fleksi patron dan tanpa rotasi saat
melakukan gerakan anak berguling dan gerakan keduduk.

2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan,
perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy.
Sebelum melakukan perawatan sebaiknya pertama tama dilakukan pengisian inform
consent terlebih dahulu. Kemudian yang penting adalah dokter gigi harus mengetahui
riwayat penderita secara lengkap dari lahir sampai saat datang ke dokter gigi.
a. Pulpitis ireversibel
Merupakan radang pada pulpa yang disebabkan oleh invasi bakteri yang sudah
menyebar sehingga sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki
dan pulpa tidak dapat pulih kembali (Kartinawanti and Asy’ari, 2021)
b. Maloklusi (protrusi, open bite anetrior)
Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari oklusi
normal atau suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal suatu gigi

6
terhadap gigi yang lainnya. Salah satu gambaran klinis maloklusi berupa
crowding, protrusive, crossbite (Riyanti and Indriyanti, 2018)
c. Gingivitis (Gingivitis Marginalis Kronis)
Merupakan peradangan pada gusi. Gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri
pLak karena kebersihan mulut yang buruk, kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi
gigi yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung (Riyanti, 2010)

2.6 Diagnosa Banding


a. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa sudah mati, aliran pembuluh darah
sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi Kembali.
b. Periodontitis Apikalis Akut
Peradangan yang terjadi pada ligamentum periodontal didaerah apikal. Penyebab
utama adalah iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa ke jaringan periapical.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan penyakitnya, seperti :
A. Pulpitis ireversibel
Perawatan pulpektomi utamanya dilakukan untuk mencegah berlanjutnya
inflamasi pulpa Ada tiga langkah utama pada pulpektomi,yaitu pengambilan seluruh
jaringan pulpa, membentuk saluran akar, dan mengisi ruang saluran akar yang telah
dibentuk. Anestesi, Teknik aseptik, Akses dan persiapan ruang saluran akar,
Obturasi.

B. Maloklusi
Perawatan pendahuluan dengan kawat gigi dimulai dengan penggunaan
kawat NiTi ukuran kecil sampai besar. Dilanjutkan dengan kawat stainless steel
untuk mempersiapkan rahang sebelum dilakukan operasi. Setelah operasi, pasien
kembali ke klinik ortodonti untuk dilakukan tahap penyelesaian akhir untuk
mendapatkan gigitan yang baik selama kurang lebih 3 bulan.

7
C. Gingivitis
Perawatan gingivitis marginalis kronis. karena gingivitis banyak disebabkan
oleh iritasi lokal yaitu plak, kalkulus, materia alba, karies, bakteri oral, dan
gabungan deposit terkalsifikasi dan non kalsifikasi, maka dapat dilakukan dengan
cara menghilangkan faktor-faktor lokal dan instruksi kepada pasien untuk menjaga
kebersihan mulut.

2.9 Prognosis
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik, tetapi semakin
banyak gejala penyertanya seperti retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan
penglihatan dan pendengaran dan makin berat gejala motoriknya, maka semakin buruk
prognosisnya. Perawatan gigi anak dengan Cerebral Palsy tergantung dari berat din
ringannya kasus tersebut, sebaiknya dilakukan dengan koordinasi tim yang terdiri dari
dokter gigi anak, orang tua, spesialis anak dan spesialis anestesi. Banyak anak yang dapat
dirawat dengan perawatan rutin (pendekatan non farmakologi) yang dilengkapi dengan
peralatan khusus di praktek dokter gigi dan banyak pula memerlukan pendekatan
farmakologi sarnpai dengan anestesi umum. Sangat disarankan prosedur pencegahan
seperti home care dan perawatan periodik yang dilakukan secara teratur. Perawatan
dental pada anak Cerebral Palsydapat dilakukan dengan pendekatan non farmakologi dan
farmakologi tergantung dari berat ringannya kasus dan sangatlah penting prosedur
pencegahan penyakit gigi dan mulut.

8
BAB III
RESUME JURNAL

3.1 Manifestasi Oral yang berhubungan dengan cerebral palsy : Pendekatan terpadu

untuk perawatan gigi rawat jalan pasien dengan cerebral palsy

 LAPORAN KASUS

Perempuan bule berusia 11 tahun dibawa ibunya ke Klinik Pasien Khusus


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Negeri Pernambuco di Brazil karena anaknya
sering sakit gigi. Ibu mengatakan anaknya memiliki penyakit cerebral palsy dan tinggal
bersama orang tua di pedesaan pedalaman negara bagian Pernambuco di timur laut
Brasil. Pasien tidak memiliki kursi roda dan datang dengan dipikul di atas bahu ibunya.
Sang ibu mengeluh sulit memberi makan anaknya dan melaporkan bahwa berat
badannya turun. Diet pasien terdiri dari cairan dan makanan pucat, dengan dominasi susu
dan yogurt. Diet pasien dianggap hipokalori untuk kebutuhannya. Pada usia 3 tahun,
pasien tmenjalani perawatan gigi untuk mencabut gigi sulung yang karies perawatan
diselesaikan tanpa premedikasi di klinik gigi umum. Pasien memiliki riwayat sering
dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan, termasuk pneumonia. ibu mengatakan
bahwa satu-satunya obat anak adalah antikonvulsan (fenobarbital, 50 mg, sekali sehari).
Pasien hanya mengalami kejang pada tahun pertama kehidupannya, dan sejak itu telah
dikendalikan.
Pemeriksaan fisik Pasien memiliki cerebral palsy spastik tetraplegia (Gambar 1).
Pemeriksaan wajah sialorrhea intens karena otot-otot wajah hipotonik dan kurangnya
bibir segel. Karena refleks gigitan yang bertahan, pemeriksaan mulut dilakukan dengan
bantuan pembuka mulut yang dibuat dari dua spatula kayu yang dibungkus kain kasa dan
pita perban. Temuan berikut terdapat penumpukan plak pada gigi posterior, hipoplasia
email gigi insisivus bawah, open bite anterior dengan penonjolan dan overjet pada gigi
insisivus atas, gingivitis ringan, dan hiperplasia gingiva. Kavitas kelas I dengan

9
kedalaman yang dangkal sampai sedang diamati pada semua molar dan premolar
(Gambar 2). tidak mungkin untuk menyelesaikan pemeriksaan radiografi pasien ini
karena kesulitan dengan stabilisasi, posisi, dan refleks gigitan.
Evaluasi motorik oral dilakukan segera setelah pemeriksaan gigi. Pemeriksaan
mengungkapkan pasien tidak menunjukkan refleks rooting atau muntah dan refleks
gigitan tetap ada. Hipotonia otot diamati di bibir dan pipi, tetapi lidah memiliki tonisitas
normal. Lidah menonjol saat menelan, mengakibatkan persistensi gigitan terbuka
anterior. Bibir tetap terbuka sebagian saat istirahat dan lidah diposisikan di dasar rongga
mulut, memperlihatkan pola pernapasan mulut. Pasien menunjukkan hipersensitivitas
intra- oral. Ibu diamati memegang pasien di lengannya dan memberinya makan dalam
posisi miring, sebagian makanan keluar dari mulut pasien karena segel bibirnya yang
buruk dan gerakan mengisap yang tidak memadai
Selama penilaian motorik dengan terapis fisik, pasien menunjukkan tingkat tinggi
kelenturan keseluruhan dan ketergantungan penuh pada ibunya untuk semua aktivitas
hidup sehari-hari, termasuk makan, berpakaian, dan kebersihan. Pasien juga
menunjukkan refleks otot patologis, kekakuan sendi, hipertonia pada ekstremitas atas dan
bawah, deformitas akibat spastisitas pada ekstremitas, dan kebiasaan postural yang tidak
wajar karena kurangnya stimulasi neuropsikomotor dari terapi fisik dengan waktu yang
tepat (Gambar 3).
Semua sesi perawatan gigi dilakukan dengan pasien di lengan ibunya di kursi
gigi, diposisikan diam-diam di dekubitus lateral kanan dengan tulang belakang lurus dan
didukung dan kepala kursi ditinggikan untuk mencegah aspirasi cairan (Gambar 4).

10
Gambar 1. Anak dan ibunya pada pertemuan awal, pasien menderita cerebral palsy tetraplegia
spastik.

Gambr 2. Gigi dan jaringan mulut setelah pengangkatan plak.

11
Gambar 3. Gambar menunjukkan hypertonia pada ekstremitas atas pasien dan kebiasaan
posturnya yang terganggu.

Gambar 4. Posisi ibu dan anak di kursi gigi untuk perawatan gigi

12
 DISKUSI

Perawatan gigi didasarkan pada konsep promosi kesehatan Pasien dan ibunya
menerima instruksi untuk meningkatkan kebersihan mulut pasien. Penggunaan pasta gigi
berfluoride setiap hari yang dioleskan dalam porsi kecil pada sikat gigi kering. Keputusan
dibuat untuk menggunakan pasta gigi anak-anak dengan rasa ringan karena pasien
hipersensitif terhadap rasa yang kuat.
Untuk gigi dengan karies, restorasi atraumatik dengan semen ionomer kaca
direncanakan. perawatan restoratif pengangkatan sebagian jaringan dentin karies
dikombinasikan dengan penutupan kavitas akan menghentikan proses karies. Perawatan
diselesaikan di klinik gigi dengan dua yang bekerja secara bersamaan. (empat tangan)
dalam sesi yang dijadwalkan 2 minggu terpisah (Gambar 4). ibu terbukti cukup merawat
sehingga peningkatan yang signifikan dalam kesehatan mulut pasien.
Setelah perawatan gigi yang direncanakan, pasien ditindak lanjuti dengan
kunjungan selama 1 tahun. Dia menunjukkan penurunan signifikan dalam pembentukan
plak, yang menunjukkan kepatuhan ibu terhadap instruksi yang diberikan tentang
kebersihan mulut. ibu melaporkan bahwa pasien tidak mengalami sakit gigi dan kesulitan
makan telah berkurang.
Hasil ini menyoroti kemampuan ibu untuk menjaga kesehatan mulut anak.
Penting untuk menunjukkan bahwa, selama periode tindak lanjut, semua instruksi tim
kesehatan diperkuat. Setelah 1 tahun konseling nutrisi, terapi fisik, terapi wicara, dan
manajemen gigi, pasien menunjukkan peningkatan yang cukup besar.
Perawatan rawat jalan untuk anak dengan cerebral palsy tetraplegia spastik dan
gangguan motorik berat menggunakan adaptasi harus multidisiplin dan berdasarkan
pengetahuan tentang cerebral palsy. Perawatan gigi pasien ini semakin terhambat oleh
keterbatasan mental dan fisiknya meskipun demikian, perawatan gigi dapat dilakukan
tanpa penggunaan obat pengontrol perilaku, yang dikontraindikasikan karena gangguan
pernapasan pasien. Perawatan gigi diselesaikan tanpa pengekangan hanya partisipasi aktif
dari pengasuh yang dibutuhkan.

13
 KESIMPULAN

Konseling dan pelatihan berkelanjutan orang tua untuk membantu memperoleh


keterampilan yang diperlukan untuk stimulasi di rumah yang efektif mengarah pada sikap
yang lebih dinamis dan aktif terhadap pengobatan pasien dengan cerebral palsy. Harus
ditekankan bahwa, meskipun ibu pasien adalah satu-satunya pengasuh, berasal dari strata
sosial yang kurang beruntung, dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah, faktor-
faktor ini tidak menghalangi partisipasi aktifnya dalam pengobatan dan pelaksanaan
perawatan yang diperlukan di rumah. Perkembangan motorik yang lebih baik dari anak
ini merupakan hasil dari tindakan terpadu dari dokter gigi, ahli terapi fisik, dan ahli terapi
wicara, serta partisipasi aktif ibu, yang memberikan kontinuitas dengan merangsang anak
di rumah, dan dengan demikian memberikan peningkatan yang signifikan dalam kualitas
hidup anak.

 TELAAH JURNAL
KELEBIHAN JURNAL
1. Jurnal sudah disertai dengan gambar yang jelas dan membantu memahami
laporan kasus
2. Laporan kasus mengenai manifestasi oral pada cerebal palsy
3. Jurnal laporan kasus ini telah di lengkapi dengan beberbagai sumber yng
mendukung penjelasan dan isi dari jurnal

KEKURANGAN JURNAL

1. Adanya beberapa penjelasan yag kurang di pahami


2. Dari segi peerawatan pada pasien kurang spesifik

3.2 Laporan Kasus : Pendekatan terpadu untuk perawatan gigi rawat jalan pasien

dengan cerebral palsy

 LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dengan cerebral palsy dirujuk


oleh departemen neurologi dengan keluhan pembengkakan di daerah gigi depan atas dan
14
bau busuk sejak tiga hari. Orang tua pasien memperhatikan struktur seperti cacing di
daerah gigi depan atas. Dia tidak minum obat untuk cerebral palsy. Pada pemeriksaan,
pasien memiliki bibir yang tidak kompeten, dan rahang atas prognatik yang menyebabkan
ketidakmampuan untuk menutup mulut dan kebersihan mulut yang sangat buruk
(Gambar.1). Pemeriksaan intraoral menunjukkan pembesaran gingiva menyeluruh
dengan belatung hidup dan jaringan nekrotik pada sulkus gingiva gigi insisivus sentral
dan lateral atas (Gambar.2). Kantong yang dalam terdapat pada gingiva labial dan palatal
dan berisi sekitar 10-12 belatung hidup yang terlihat. Pemeriksaan radiografi
menunjukkan tidak ada kelainan pada tulang di bawahnya atau sinus paranasal.
Pemeriksaan rutin lainnya normal.
Awalnya belatung superfisial dikeluarkan secara manual menggunakan forsep
setelah area tersebut diirigasi dengan cermat dengan saline. Sepotong kain kasa kecil
yang diresapi dengan terpentin adalah kemudian ditempatkan pada pembukaan luka
selama lima menit. 10-12 belatung terlihat keluar dari luka, yang kemudian dikeluarkan
secara manual, dengan bantuan forsep klinis, dan dikirim untuk pemeriksaan entomologi
(Gambar.3). Prosedur ini dilakukan dua kali sehari dan total 38 belatung telah
dikeluarkan. Pada hari keempat, rongga mulut bebas dari belatung dengan penyembuhan
jaringan lunak yang memuaskan (Gabar.4).tab. Amoksisilin 250 mg selama lima hari
diresepkan untuk mencegah infeksi sekunder. Instruksi dan penguatan kebersihan mulut
(kepada orang tua dan wali) dilakukan secara ekstensif laporan entomologi
mengungkapkan bahwa belatung tersebut adalah larva lalat rumah (Musca nebulo).

15
Gambar 1 Pasien memiliki bibir inkompeten, dan rahan atas prognatik yang menyebabkan
ketidak mampuan untuk menutup mulut.

Gambar 2 Pembesaran gingiva menyeluruh dengan

16
Gambar 3 Belatung di keluarkan dari rongga mulut

 DISKUSI

Musca nebulo adalah lalat rumah India yang paling umum. Siklus hidup lalat
dimulai dengan tahap telur diikuti oleh larva, pupa dan akhirnya lalat dewasa. Evolusi
perkembangan melalui tahap larva membutuhkan inang perantara. Pasien dalam kasus ini
adalah status sosial ekonomi rendah dengan kondisi kehidupan yang buruk. Kebersihan
mulut yang buruk, kurangnya ketangkasan manual, inkompetensi bibir, gigitan terbuka

17
dan tempat tinggal di daerah pedesaan dianggap sebagai faktor predisposisi infestasi larva
pada pasien ini. Kantung periodontal berkontribusi untuk dukungan mekanis, dan
menyediakan substrat dan suhu yang sesuai untuk kelangsungan hidup larva. Selain itu,
pasien bergantung pada kerabatnya untuk kegiatan rutin yang menyebabkan kebersihan
mulut yang buruk dan ia menjadi target utama untuk kondisi ini.

Pilihan pengobatan standar termasuk debridement lokal, penghapusan manual


larva, pemeliharaan kebersihan mulut dan terapi antimikroba untuk infeksi sekunder.
Aplikasi lokal zat kimia seperti minyak terpentin, minyak mineral, eter, kloroform, etil
klorida, fenol, kalomel, minyak zaitun dan iodoform dapat digunakan untuk memicu
asfiksia larva dan mendorong mereka keluar dari luka untuk memastikan pengangkatan
larva sepenuhnya. Pecahnya larva harus dihindari.

kegagalan untuk menyelesaikan pengeluaran belatung dapat menyebabkan reaksi


benda asing Pengobatan sistemik meliputi, Ivermectin dalam dosis 150-200 mcg/kg berat
badan dan diulang setelah 24 jam. Ivermektin bekerja dengan memblokir ujung saraf
melalui pelepasan asam butirat gamma amino yang menyebabkan kelumpuhan dan
menyebabkan kematian parasit dan eliminasi spontan dengan membasuh larva.
Ivermectin dikontraindikasikan pada anak-anak di bawah usia lima tahun, atau mereka
yang memiliki berat badan kurang dari 15 kilogram dan mereka yang memiliki penyakit
hati atau ginjal. Dalam kasus saat ini pasien kekurangan berat badan sehingga
penggunaan ivermectin dihindari dan antibiotik spektrum luas harus dihindari. diberikan
untuk mencegah infeksi sekunder.

 KESIMPULAN
Myiasis didefinisikan sebagai infestasi manusia hidup dan hewan vertebrata
dengan larva dipterous yang memakan jaringan mati atau hidup inang, cairan zat tubuh,
atau makanan yang tertelan, Kondisi ini dapat sepenuhnya jinak dan tanpa gejala,
mengakibatkan nyeri ringan hingga akut, atau dalam kasus ekstrim menyebabkan
kematian pasien. Faktor predisposisi myiasis oral adalah luka ekstraksi, kebersihan mulut
yang buruk, kepikunan, pernapasan mulut saat tidur, lesi supuratif, jaringan nekrotik,
diabetes dan penyakit perivaskular terutama pada orang tua, halitosis parah, alkoholisme,

18
cerebral palsy, keterbelakangan mental dan hemiplegia, dan faktor yang mendukung non-
penutupan mulut yang persisten.
Pasien dalam kasus ini status sosial ekonomi rendah dengan kebersihan mulut
yang buruk, inkopetensi bibir, gigitan terbuka dan tempat tinggal di daerah pedesaan
dianggap sebagai factor predisposisi infestasi larva pada pasien ini dan dalam kebersihan
diri pasien bergantung pada kerabtnya untuk kegiatan rutin menyebabkan kebersihan
mulut yang buruk, pengobatan standar termasuk debridement local, penghapusan manual
larva, pemeliharaan kebersihan muut dan terapu antimikroba untuk infeksi sekunder.
(Suryaprawira, 2018)

 TELAAH JURNAL

KELEBIHAN JURNAL:

1. Jurnal yang berisi kelengkapan dari isi dan penanganan


2. Memberikan gambaran yang jelas dari penyakit oral myiasis
3. Menjelaskan terapi apa saja yang diberikan
4. Menjelaskan tatalaksana kasus pasien disertai proses penyembuhannya
KEKURANGAN JURNAL:

1. Ada penjelasan yang kurang dimengerti.

3.3 Laporan Kasus : Rehabilitasi Mulut pada Pasien Cerebral Palsy dibawah General
Anestesi di Rumah Sakit Zonal
 Laporan kasus 1
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan datang dibawa oleh orang
tuanya dengan cerebral palsy tipe spastik. Orang tua memberikan keluhan nyeri
pada daerah gigi belakang atas dan bawah selama 6 bulan terakhir. Orang tua
menginformasikan bahwa anak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan
dan setelah selesai pemeriksaaan umum terdeteksi kekurangan gizi, anak sedang
mengalami perawatan fisioterapi untuk cerebral palsy tipe spastik dan tidak
responsive terhadap perintah verbal. Orang tua telah membawa anak sebelumnya

19
ke pusat lain untuk perawatan gigi, tetapi perawatan tidak dapat dilakukan karena
masalah perilaku anak. Riwayat keluarga dan riwayat prenatal terungkap tidak ada
yang signifikan. Riwayat postnatal anak mengungkapkan tangisan kelahiran
tertunda dan intubasi berikutnya dan masuk di unit perawatan intensif neonatal
selama 7 hari.
 Laporan kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang sebelumnya didiagnosis
sebagai kasus cerebral palsy datang dengan orang tuanya. Orang tua memberikan
keluhan bahwa anak tidak bisa mengunyah makanan dengan baik dan tidurnya
terganggu. Orang tua menginformasikan bahwa mereka merasa sangat sulit untuk
menjaga kebersihan mulut anak, karena anak tidak responsive terhadap perintah
verbal. Anak ini juga sedang menjalani perawatan dan fisioterapi untuk cerebral
palsy tipe spastik. Ini merupakan perawatan gigi pertama. Riwayat keluarga dan
riwayat prenatal tidak mengungkapkan apapun yang signifikan. Riwayat anak
setelah lahir didapatkan demam tinggi untuk waktu yang lama dan disertai kejang
pada usia 6 bulan.

20
21
 Diskusi
Cerebral mengacu pada otak dan palsy mengacu pada gangguan gerakan atau
postur. Cerebral palsy adalah gangguan sistem saraf pusat gerakan, koordinasi,
dan postur, mencerminkan kelainan nonprogresif atau penghinaan terhadap otak
yang belum matang. Kondisi ini adalah salah satu bentuk paling umum dari
disabilitas neuromuskular yang menyerang anak-anak. Etiologi yang tepat dari
kondisi ini dapat dibagi menjadi faktor prenatal, perinatal, dan postnatal, dan
patologi utama akhirnya adalah trauma pada otak yang sedang berkembang.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan secara luas menjadi spastik, diskinetik,
ataksia, dan tipe campuran. Cacat ini biasanya melibatkan berbagai masalah
terkait seperti keterbelakangan mental, gangguan kejang, defisit sensorik, bicara
dan gangguan perilaku, kontraktur sendi abnormal, penyakit periodontal, karies
gigi, maloklusi, dan bruxism. Anak-anak ini juga lebih rentan terhadap trauma.
Penatalaksanaan anak-anak ini merupakan tantangan bagi ahli bedah gigi yang
merawat karena gerakan involunter yang tidak terkontrol, kesulitan dalam
komunikasi, ketidakmampuan untuk membuka mulut dengan benar, postur
abnormal, dan beberapa prosedur gigi yang harus dilakukan, seperti yang terlihat
pada kasus ini. Oleh karena itu, manajemen anestesi umum anak-anak tersebut
dengan beberapa masalah gigi adalah metode yang paling efektif untuk
memberikan perawatan yang komprehensif. Anak-anak ini memiliki beberapa
gigi yang memiliki lesi karies yang dalam, dan mengingat usia anak-anak ini,
sangat penting untuk menyelamatkan gigi ini untuk memungkinkan
perkembangan lengkung rahang yang normal. Terapi pulpa dalam adalah cara
terbaik untuk melengkapi perawatan terapeutik di bawah anestesi umum untuk
kesejahteraan anak secara keseluruhan. Mahkota baja tahan karat adalah bahan
restorasi terbaik pada gigi sulung, penggunaan mahkota ini pada anak-anak
dengan cerebral palsy bahkan lebih relevan mengingat tingginya insiden bruxism
di antara anak-anak ini. Tindak lanjut pasca operasi dengan bimbingan kepada

22
orang tua/pengasuh juga sangat penting dalam keberhasilan pengobatan jangka
panjang.
Pentingnya memberikan higiene mulut, diet, dan bimbingan terkait perawatan
di rumah kepada pengasuh sebelum anak dipulangkan. Masalah terkait kesehatan
mulut pada anak-anak dengan cerebral palsy mungkin disebabkan oleh penurunan
pentingnya kesehatan mulut. Dengan demikian, pendekatan multidisiplin dengan
keterlibatan aktif orangtua/pengasuh dan tindak lanjut dengan jangka panjang
merupakan strategi penting dalam mempromosikan kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup terkait kesehatan mulut.

3.4 Laporan Kasus : Manajemen Ortodontik Pasien dengan Cerebral Palsy: Enam
Tahun Tindak Lanjut

 LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun 2 bulan dibawa oleh orang tuanya
untuk perawatan ortodontik, mengeluhkan oklusi yang tidak memuaskan dan efikasi
mengunyah yang buruk. Anak itu berada di bawah perawatan medis selama tahun
pertama kehidupannya karena krisis kejang. Ia selalu diasuh oleh orang tuanya dalam
segala aktivitasnya sehari-hari. Anak tersebut telah ditindaklanjuti oleh tim
multidisiplin termasuk dokter anak, fisioterapis, psikolog dan ahli saraf.
Pemeriksaan fisik pada saat rujukan menunjukkan malformasi vaskular pada
lengan kanan dan tungkai kanan, terutama pada pergelangan kaki. Pemeriksaan
ekstraoral menunjukkan profil cembung. Pemeriksaan intraoral menunjukkan pasien
berada dalam periode gigi bercampur dengan hubungan molar kelas II, overjet 10 mm
dan overbite 4 mm. Selain itu, lengkung rahang atas dan rahang bawahnya sangat
padat (Gambar 1 dan 2).
Evaluasi sefalometrik pasien menunjukkan malokuklusi skeletal kelas II,
pasien memiliki profil cembung dan peningkatan bidang mandibula, menekan rotasi
posterior mandibula, menununjukkan bahwa pasien memiliki wajah yang Panjang
(gambar 1 dan 3)

23
Fase Perawatan: tahap pertama perawatan melibatkan penggunaan blok
kembar dengan tabung tutup kepala untuk mencoba beberapa modifikasi
pertumbuhan dan mengurangi overjet, setelah 2 minggu orang tua pasien melaporkan
bahwa anak telah menerima alat dengan baik, pasien secara berkala ditindaklanjuti
untuk mengontrol dan membersihkan peralatan, menerapkan fluoride topical,
mengintruksikan orang tua pasien tentang kebersihan mulut, pasien sangat kooperatif
sehingga overjet berkurang secara substansial dalam jangka waktu 6 bulan . Gigi
premolar pertama rahang atas dan rahang bawah dicabut untuk menghilangkan
crowding kemudian band dan braket menggunakan alat “ straight wire” dan archiware
NiTi ditempatkan. 0,014” NiTi dan 0,016” NiTi karet lengkung NiTi dipasang untuk
perawatan awal. Setelah fase laceling, kawat lengkung 0,016” x 0,022” ditempatkan
pada gigi atas dan bawah dan penutupan ruang akhir dicapai dengan menggunakan
pegas penutup NiTi dan elastic kelas II.
Segera setelah pelepasan, essix retainer ditempatkan. Pasien diminta untuk
memakai penuh waktu untuk 6 bulan dan pada malam hari. Hasil akhir menunjukkan
lengkung sejajar yang dapat diterima dengan overjet berhasil dikurangi dan
meningkatkan interdigitasi pada segmen bukal dan terapi orofasial (Gambar 4 hingga
6). Anak tetap di bawah intervensi lanjutan oleh tim multidisiplin

Gambar 1: Tampilan
ektraoral sebelum perawatan

24
Gambar 2: Tampilan intraolar sebelum perawatan

25
Gambar 3A dan B : (A) Radiografi panoramic sebelum
perawatan, (B) Radiografi sefalometrik sebelum perawatan

26
Gambar 4: Tampilan ekstraolar pasca perawatan
Gambar 5: Tampilan intraolar pasca perawatan

Gambar 6A dan B: (A) Radiografi panoramic pasca perawatan, (B)


Radiografi sefalometrik pasca perawatan

 DISKUSI
Kurangnya informasi, yang menimbulkan prasangka dan kurangnya persiapan
di pihak masyarakat. Manfaat dari peningkatan pengetahuan di bidang diagnosis dan
pengobatan bagi mereka dengan CP akan memungkinkan ortodontis dan staf mereka
menjadi lebih nyaman dan efektif dalam memberikan perawatan terbaik.
Informasi tentang kejadian kerusakan gigi pada individu dengan CP masih
saling bertentangan, terutama karena banyak penelitian sebelumnya menggunakan
subjek yang dilembagakan yang memiliki diet yang sangat terkontrol. Studi terbaru
menunjukkan bahwa orang dengan CP mengalami tingkat kerusakan gigi yang agak
lebih tinggi, terutama karena kebersihan mulut yang buruk. Kebersihan mulut yang

27
buruk ini adalah akibat langsung dari ketidakmampuan banyak pasien CP untuk
secara fisik mengatasi aktivitas menyikat gigi dan flossing. Banyak faktor lain yang
berkontribusi pada masalah pembusukan, termasuk diet lunak, hipoplasia email,
pernapasan mulut, obat antidrooling, dan makanan yang tertahan di mulut lebih lama
dari biasanya karena disfasia. Namun, tidak ada lesi karies yang terdiagnosis pada
pasien yang dijelaskan dalam kasus ini. Ini mungkin dijelaskan oleh fakta bahwa
orang tua telah menerima intruksi kebersihan mulut dan diet di klinik pediatrik ketika
anak masih sangat kecil dan selalu sangat berhatihati dengan kebersihan mulut anak.
Peningkatan insiden penyakit periodontal dan gingivitis pada pasien CP,
insiden penyakit periodontal telah diperkirakan 3 kali lebih tinggi dari paa populasi
umum. Kebersihan mulut yang buruk dan hiperplasia gingiva akibat terapi dilantin
adalah kontributor utama masalah ini. Dalam kasus ini, sebelum perawatan ortodontik
pasien menerima scaling, kuretase subgingiva untuk mengendalikan peradangan dan
selama masa perawatan ortodontik perawatan gigi profesional dilakukan secara
teratur.
Sebuah peningkatan kejadian maloklusi kelas II adalah temuan umum pada
orang dengan CP. Gerakan otot dan lidah yang tidak normal bertanggung jawab atas
dorongan lidah, yang kemudian menciptakan gigitan terbuka anterior. Sebagian besar
maloklusi kelas II mewakili masalah tulang, bukan hanya malalignment gigi. Gigitan
terbuka anterior dengan gigi anterior yang menonjol, bersama dengan gerakan otot
yang abnormal dan masalah postur, bertanggung jawab atas sebagian besar trauma
pada gigi anterior yang terlihat pada populasi ini. Trauma anterior ini, dengan akibat
fraktur dan avulsi gigi, juga merupakan masalah utama bagi gigi. Bibir kering, karena
pernapasan mulut, juga merupakan temuan umum. Dalam kasus ini, tujuan perawatan
fase pertama melibatkan penggunaan blok kembar dengan tabung penutup kepala
adalah terapi myofungsional perawatan dan pada fase kedua, koreksi oklusal adalah
lengkap.
Bruxism adalah temuan umum pada orang dengan CP, terutama mereka yang
paling parah terkena. Insiden 58% pada populasi CP yang dilembagakan telah
dilaporkan. Efek dari bruxism ini diperparah oleh hipoplasia, seperti yang telah
dikutip sebelumnya. Meskipun bruxism yang terlihat pada populasi ini jauh lebih

28
parah secara klinis daripada bruxism stres yang sering terlihat pada populasi umum,
eksposur pulpa jarang terjadi. Keausan parah yang terlihat pada bruxism pada banyak
pasien ini terlihat pada cusp lingual dari molar permanen atas dan cusp bukal dari
molar permanen bawah, yang menyebabkan hilangnya dimensi vertikal dan dapat
menyebabkan masalah pada sendi temporomandibular. Namun, tidak ada bruxism
yang menyebabkan keausan gigi parah yang didiagnosis pada pasien yang dijelaskan
dalam kasus ini.
Karakteristik utama yang terkait dengan prevalensi maloklusi pada pasien
dengan CP adalah kelainan muskuloskeletal, perubahan hubungan dasar tengkorak,
erupsi gigi prematur dan inkompetensi bibir. Perawatan dini multidisiplin dapat
membantu meminimalkan efek berbahaya dari maloklusi dan meningkatkan kualitas
hidup pasien ini, seperti dalam kasus ini.
Tidak ada perbedaan dalam waktu erupsi gigi sulung atau gigi permanen yang
dilaporkan pada individu dengan CP jika dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan perawatan ortodontik untuk pasien dengan ketidakmampuan belajar
harus dimodifikasi untuk mencapai hasil yang 'ideal'. Dokter harus bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang dapat diterima secara estetis dan fungsional, tetapi belum
tentu kesempurnaan ortodontik. Ini membutuhkan pragmatisme dan kemampuan
untuk memilih rencana perawatan yang tidak terlalu konvensional. Sangat penting
bahwa kunjungan dibuat singkat dan tidak terlalu membuat stres baik bagi pasien atau
operator
 KESIMPULAN
Penyediaan perawatan gigi untuk individu dengan CP menimbulkan tantangan
khusus bagi praktisi gigi. Keterbatasan pilihan pengobatan harus dijelaskan dengan
hati-hati kepada orang tua jika harapan yang tidak tepat harus dihindari. Seperti yang
ditunjukkan dalam laporan kasus kami, keberhasilan pengobatan tergantung pada
kerja sama pasien dan orang tuanya.

 TELAAH JURNAL
KELEBIHAN JURNAL
1. Memebri gambaran Kesehatan lain yang disebabkan oleh cerebral palsy

29
2. Jurnal menyajikan beberapa gambar untuk menjelaskan kelainan oral yang
berhubungan dengan cerebral palsy
3. Bahasa yang disajikan cukup mudah dipahami

KEKURANGAN JURNAL
1. Jurnal merupakan terbitan lama yaitu terbit di tahun 2014
2. Penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan jurnal

DAFTAR PUSTAKA

Dias, B. L. S., Fernandes, A. R., & Maia Filho, H. de S. (2016). Sialorreia em crianças com
paralisia cerebral. Jornal de Pediatria, 92(6), 549–558.
https://doi.org/10.1016/j.jped.2016.03.006
Katz, C. R. T. (2012). Integrated approach to outpatient dental treatment of a patient with
cerebral palsy: A case report. Special Care in Dentistry, 32(5), 210–217.
https://doi.org/10.1111/j.1754-4505.2012.00267.x
Mariati, N. W. (2015). Pencegahan Dan Perawatan Karies Rampan. Jurnal Biomedik (Jbm), 7(1).
https://doi.org/10.35790/jbm.7.1.2015.7288
Santa, M., & Trilaksana, A. C. (2015). Penanganan kedaruratan endodontik pada pulpitis
ireversibel. Makassar Dent J, 4(5), 172–176.
Suryaprawira, A. (2018). Penatalaksanaan Kasus Maloklusi Skeletal Kelas Iii (Hipoplasia
Maksila) Dengan Teknik Ortodonti Dan Bedah Ortognatik : Laporan Kasus. Jurnal Ilmiah
Dan Teknologi Kedokteran Gigi, 14(2), 60. https://doi.org/10.32509/jitekgi.v14i2.605

30
Shrestha, N., Paudel, S. and Thapa, R. (2018). Children with Cerebral Palsy and their Quality of
Life in Nepal. Journal of Nepal Paediatric Society, 37(2), pp. 122–128.
Lisnaini (2021) Fisioterapi Pediatri Neuromuskuler Dan Genetik.
Sabuncuoglu, F. A. and Özcan, E. (2015) ‘Orthodontic management of a patient with
cerebral palsy: Six years follow-up’, Journal of Contemporary Dental Practice, 15(4), pp. 491–
495. doi: 10.5005/jp-journals-10024-1567.

31

Anda mungkin juga menyukai