Disusun Oleh :
KELOMPOK B2a
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
KATA PENGANTAR 2
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................................3
1.4 Manfaat.........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Proses Penuaan............................................................................................... 5
2.2 Konsep Hambatan komunikasi verbal..........................................................12
2.3 Konsep Penyakit Stroke................................................................................20
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Menurut Teori A.Miller................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 38
1. Kemampuan ADL....................................................................................45
2. MMSE (Mini Mental Status Exam)........................................................ 46
3. Tes Keseimbangan...................................................................................48
4. GDS.........................................................................................................49
5. Status Nutrisi...........................................................................................48
6. Fungsi sosial lansia..................................................................................49
7. Pengkajian kualitas tidur (PSQI).............................................................51
Analisa Data....................................................................................................53
Prioritas Diagnosis Keperawatan :..................................................................54
Rencana Asuhan Keperawatan........................................................................55
Format Implementasi & Evaluasi................................................................... 58
BAB 4 PEMBAHASAN 62
BAB 5 PENUTUP 71
5.1 Kesimpulan...................................................................................................71
5.2 Saran.............................................................................................................71
i
ii
ii
iii
Semoga Allah SWT senantiasa membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan
akhir ini
BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1
2
Kelumpuhan pada saraf motorik yang mengatur pergerakan bibir dan lidah
menyebabkan gangguan dalam bicara (cedal) pada pasien stroke (Mardjono &
Sidharta, 2009). Demikian pula menurut Lindsay & Bone (2004) defisit
komunikasi verbal pada pasien stroke disebabkan kelumpuhan otot sekitar mulut
dan lidah seperti otot stiloglosus, hipoglosus, genioglosus, longitudinalis superior
inferior, otot masetter, bucinator dan pallatum. Kelumpuhan pada otot ini
menyebabkan gangguan dalam proses menghasilkan suara dalam berbicara, maka
diperlukan latihan bicara yang dapat meningkatkan kekuatan otot agar artikulasi
menjadi jelas (Lof, 2006). Pasien dengan disartria berbicara lirih, kesulitan
menggerakkan lidah, rahang dan mulut saat ingin berbicara. Selayaknya yang
terjadi pada pasienpasien disartria dimana disartria adalah motor speech disorder.
Otot-otot mulut, wajah dan sistem pernapasan menjadi lemah, sulit digerakkan
atau dapat tidak berfungsi sama sekali (Ghina, 2014). Orang dengan kesulitan
bicara (misalnya pasien disartria) akan di evaluasi (American speech language
hearing association, 2014). Sifat dan tingkat keparahan akan ditentukan.
Kemudian akan dilakukan latihan bicara yang bertujuan; memperlambat
kecepatan bicara; meningkatkan breath support; meningkatkan gerakan mulut,
lidah dan bibir; meningkatkan artikulasi agar berbicara lebih jelas; pengajaran
kepada pengasuh; anggota keluarga dan guru untuk berkomunikasi lebih baik
dengan pasien disartria.
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan
hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran
pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi
pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk
memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat
tersebut (Pearson dan Nelson dalam Mulyana, 2009:5)
Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan seseorang tersebut
mengenai kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal
pada pasien lanjut usia, atau selanjutnya penulis sebut sebagai lansia tidak hanya
bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada
kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya,
ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya dari pasien tersebut. Walaupun
seperti kita ketahui pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu mengalami
3
perbaikan yang cukup signifikan pada pasien lansia, namun mereka pada akhirnya
tetap memerlukan komunikasi yang baik dan empati juga perhatian yang “cukup”
dari berbagai pihak, terutama dari keluarganya sebagai bagian penting dalam
penanganan masalah kesehatan mereka. Purwaningsih dan Karlina (2012)
menyebutkan bahwa hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan
pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik
perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat. Komunikasi terapeutik
sangat penting dan berguna bagi pasien, karena komunikasi yang baik dapat
memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam meng
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat kesulitan dalam berbicara
dan dapat mengalami hambatan komunikasi verbal, maka perlu teknik perawatan
perawatan yang harus diajarkan kepada keluarga dan pasien. Oleh karena itu
dilakukanlah home care yang dilakukan oleh pihak poli geriatri RSUD Dr
Soetomo Surabaya dengan beberapa mahasiswa profesi ners Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga. Dari kasus tersebut, maka penulis tertarik
mengangkat kasus tersebut sebagai bahan seminar keperawatan gerontik.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan Asuhan keperawatan pada klien lansia dengan penyakit sroke
dengan masalah keperawatan immobilisasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dari proses penuaan
2. Menjelaskan konsep dari komunikasi terhadap lansia
3. Menjelaskan konsep penyakit stroke
4. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan menurut teori A. Miller
1.4 Manfaat
5
6
Tanda dan Gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan Organik
a. Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat.
b. Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya
menghilang.
c. Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
d. Jumlah lemak meningkat.
e. Penggunaan oksigen menurun.
f. Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
g. Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
h. Ekskresi hormon menurun.
i. Aktivitas sensorik dan persepsi menurun
j. Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
k. Lumen arteri menebal
9
2. Sistem Persarafan
Tanda :
a. Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
neuroglial.
b. Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
c. Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
d. Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.
Gejala :
a. Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler,
parkinsonisme
b. Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
c. Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
d. Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek,
dan menekukke depan
e. Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala
3. Sistem Pendengaran.
Tanda :
a. Hilangnya neuron auditorius
b. Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah
c. Peningkatan serumen
d. Angiosklerosis telinga
Gejala
a. Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khususnya,
penurunan kemampuan untuk mendengar konsonan)
b. Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang
mengganggu, atau bila percakapan cepat.
c. Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. Sistem Penglihatan
Tanda :
a. Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
b. Penumpukan pigmen.
c. Penurunan kecepatan gerakan mata.
d. Atrofi otot silier.
e. Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
f. Penurunan sekresi air mata.
Gejala :
a. Penurunan ketajaman penglihatan,lapang penglihatan, dan adaptasi
terhadap terang/gelap
b. Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
c. Peningkatan insiden glaucoma
d. Gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
10
4. Penurunan vaskularisasi
5. Cross-link kolagen
6. Tidak adanya lemak sub kutan
7. Penurunan melanosit
8. Penurunan poliferasi dan fibroblas
Gejala :
a. Penipisan kulit dan rentan sekali robek
b. Kekeringan dan pruritus
c. Penurunan keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
d. Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
e. Tidak adanya bantalan lemak yang melindungi tulang dan
menyebabkan timbulnya nyeri
f. Penyembuhan luka makin lama
12. Sistem Muskuloskletal
Tanda :
a. Penurunan massa otot
b. Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
c. Perburukan dan kekeringan pada kartilago sendi
d. Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
Gejala :
a. Penurunan kekuatan otot
b. Penurunan densitas tulang
c. Penurunan tinggi badan
d. Nyeri dan kekakuan pada sendi
e. Peningkatan risiko fraktur
f. Perubahan cara berjalan dan postur
Disorientasi ruang
Disorientasi waktu
Tidak bicara
Dispnea
Ketidakmampuan bicara dalam bahasa pemberi asuhan
Ketidakmampuan menggunakan ekspresi tubuh
Ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah
Ketidaktepatan verbalisasi
Defisit visual parsiaI
Pelo
Sulit bicara
Gagap
Defisit penglihatan total
Bicara dengan kesulitan
Menolak bicara
hanya jago dalam teori namun praktiknya pun harus bisa melakukan
dengan baik dan benar.
1. Stroke trombotik
Stroke yang terjadi akibat oklusi pembuluh darah akibat adanya aterosklerosis
dan penyempitan lumen arteri serebri dengan pembentukan trombus (Morton,
2011). Stroke trombotik adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya
oklusi pembuluh darah yang disebabkan adanya trombus. Oklusi dapat terjadi
di satu atau lebih pembuluh darah. Oklusi terjadi karena adanya aterosklerosis
dan pertumbuhan yang berlebihan pada jaringan fibrous di muscular, serta
adanya timbunan lemak yang membentuk plak di pembuluh darah yang
mengakibatkan menyempitnya atau bahkan tertutupnya pembuluh darah
(Caplan, 2005). Menurut Gallow (1996) stroke trombotik terbagi menjadi:
a. TIA (Transiet Iskemik Attack)
TIA merupakan gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang
dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi
Stroke involusi merupakan stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit
Stroke komplit merupakan gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.
2. Stroke emboli
Stroke emboli terjadi akibat adanya penyumbatan oleh bekuan darah, lemak,
atau udara (Morton, 2011). Iskemia otak yang disebabkan oleh emboli.
Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung.Penyebab emboli
antara lain:
a. Berasal dari jantung: Aritmia dan gangguan irama jantung lainnya, infark
jantung disertai dengan mural thrombus, endokarditis bakterial akut
maupun sub akut, kelainan jantung lainnya, komplikasi pembedahan
jantung, katub jantung protese, vegetasi endokardial non bakterial, prolaps
katub mitral, myxoma dan emboli paradoksikal.
20
4. Diabetes mellitus
Orang dengan diabetes mellitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan
peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah
yang abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang
Amerika menderita diabetes. Berdasarkan studi case control pada pasien
stroke dan studi epidemiologi prospektif telah menginformasikan bahwa
23
1. Hemiparesis
2. Parestesia satu sisi tubuh, mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh
3. ketidakmampuan untuk berbicara
4. kehilangan penglihatan
5. vertigo dan sakit kepala mungkin terjadi (Wells, 2015)
6. Gambaran klinis stroke iskemik tergantung pada area otak yang
mengalami iskemik (Sjahrir et al., 2011).
15) Tidak ada kebutuhan untuk langkah agresif dalam menurunkan tekanan
darah hingga batasyang telah disebutkan di atas(Gofir, 2011).
b. Antikoagulan merupakan terapi untuk mencegah terjadinya trombus pada
arteri kolateral. Antikoagulan yang dapat digunakan adalah warfarin,
heparin atau golongan LMWH (Low Molecular Weight Heparin) (Sjahrir
et al., 2011). Selain itu juga dapat digunakan Direct Thrombin Inhibitor
yaitu dabigatran dan Direct Factor Xa Inhibitoryaitu rivaroxaban dan
apixiban (Jauch et al., 2013). Warfarin merupakan pengobatan yang paling
efektif untuk pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada
pasien dengan fibrilasi atrialdan sejarah stroke atau TIA, resiko
kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang diketahui.
Pada percobaan yang dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi Trial (EAFT),
dengan sampel sebanyak 669 pasien yang mengalami fibrilasi atrial non
valvular dan sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA. Pasien pada
kelompok plasebo, mengalami stroke, infark miokardium atau kematian
vaskular sebesar 17% per tahun, 8% per tahun pada kelompok warfarin
dan 15% per tahun pada kelompok asetosal. Ini menunjukan pengurangan
sebesar 53% risiko pada penggunaan antikoagulan (Fagan and Hess,
2014). Secara umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah
stroke iskemik tidak direkomendasikan karena pemberian antikoagulan
(heparin, LMWH, atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan
komplikasi perdarahan yang serius. Penggunaan warfarin
direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun sekunder pada
pasien dengan atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati- hati karena
dapat meningkatkan risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin
terhadap pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki
outcome neurologic atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang
tidak direkomendasi (PERDOSSI, 2011).
c. Antiplatelet merupakan untuk mencegah terjadinya trombus, The
American Heart Association / American Stroke Association (AHA/ASA)
merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai
27
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan stroke trombotik
(Morton, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Akibat mobilisasi yang terganggu menimbulkan keadaan yang rentan
terhadap infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis
b. Akibat kondisi paralisis dapat menimbulkan nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh
28
5. Pengkajian
a. Identitas pasien
Anamnesa identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit.
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan atau gangguan dalam imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan
otot, kelelahan, tingkat imobilitas, daerah terganggunya karena imobilitas, dan
lama terjadinya gangguan mobilitas.
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem metabolik
Ketika mengkaji fungsi metabolik, perawat menggunakan pengukuran
antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatatan
asupan dan haluaran serta data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan,
elektrolit maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka untuk
mengevaluasi perubahan transport nutrien, mengkaji asupan makanan dan pola
eliminasi klien untuk menentukan perubahan fungsi gastrointestinal.
Pengukuran asupan dan haluaran membantu perawat untuk menentukan
apakah terjadi ketidakseimbnagan cairan. Dehidrasi dan edema dapat
meningkatkan laju kerusakan kulit pada klien imobilisasi. Pengukuran
laboratorium terhadap kadar elektrolit darah juga mengindikasikan
ketidakseimbangan elektrolit.
Apabila klien imobilisasi mempunyai luka, maka cepatan penyembuhan
menunjukkan indikasi nutrien yang di bawa ke jaringan. Kemajuan
penyembuhan yang normal mengindikasikan kebutuhan metabolik jaringan
luka terpenuhi.
Pada umumnya anoreksi terjadi pada klien imobilisasi. Asupan makanan klien
harus dikaji terlebih dahulu sebelum nampan diberikan, untuk menentukan
jumlah yang dimakan. Ketidakseimbangan nutrisi dapat dihidari apabila
perawat mengkaji pola makan klien dan makanan yang disukai sebelum
keadaan imobilisasi.
2) Sistem respiratori.
Pengkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal setiap 2 jam pada klien
yang mengalami keterbatasan aktivitas. Pengkajian pada sistem respiratori
meliputi :
- Inspeksi : pergerakan dinding dada selama sikus inspirasi-ekspirasi penuh.
Jika klien mempunyai area atelektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris.
3) Sistem kardiovaskuler.
Pengkajian sistem kardiovaskular yang harus dilakukan pada pasien
imobilisasi, meliputi :
- memantau tekanan darah, tekanan darah klien harus diukur, terutama jika
berubah dari berbaring (rekumben) ke duduk atau berdiri akibat risiko
terjadinya hipotensi ortostatik.
- mengevaluasi nadi apeks maupun nadi perifer, berbaring dalam posisi
rekumben meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan nadi
meningkat. Pada beberapa klien, terutama lansia, jantung tidak dapat
mentoleransi peningkatan beban kerja, dan berkembang menjadi gagal
jantung. Suara jantung ketiga yang terdengar di bagian apeks merupakan
indikasi awal gagal jantung kongestif. Memantau nadi perifer
memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan jantung memompa
darah.
- observasi tanda-tanda adanya stasis vena (mis. edema dan penyembuhan
luka yang buruk), edema mengindikasikan ketidakmampuan jantung
menangani peningkatan beban kerja. Karena edema bergerak di area tubuh
yang menggantung, pengkajian klien imobilisasi harus meliputi sakrum,
tungkai dan kaki. Jika jantung tidak mampu mentoleransi peningkatan
beban kerja, maka area tubuh perifer seperti tangan, kaki, hidung, dan daun
telinga akan lebih dingin dari area pusat tubuh. Terakhir, perawat mengkaji
sistem vena karena trombosis vena profunda merupakan bahaya dari
keterbatasan mobilisasi. Embolus adalah trombus yang terlepas, berjalan
mengikuti sistem sirkulasi ke paru-paru atau otak dan menggangu sirkulasi.
Emboli yang ke paru-paru ataupun otak mengancam otak.
Pengkajian rentang gerak adalah penting data dasar yang mana hasil
hasil pengukuran nantinya dibandingkan untuk mengevaluasi terjadi
kehilangan mobilisasi sendi. Rentang gerak di ukur dengan menggunakan
geniometer. Pengkajian rentang gerak dilakukan pada daerah seperti bahu,
siku, lengan, panggul, dan kaki.
5) Sistem Integumen
6) Sistem Eliminasi
Status eliminasi klien harus dievaluasi setiap shift, dan total asupan dan
haluaran dievaluasi setiap 24 jam. Perawat harus menentukan bahwa klien
menerima jumlah dan jenis cairan melalui oral atau parenteral dengan benar.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke
otak dikarenakan stroke.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan imobilisasi.
d. Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan imobilitas.
e. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru.
f. Retensi urine berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik.
g. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine.
h. Konstipasi berhubungan dengan penurunan menurunnya motilitas usus.
i. Risiko cedera berhubungan dengan ketidaktepatan teknik pemindahan.
j. Ketidakefektifan mekanisme koping berhubungan dengan pengurangan tingkat
aktivitas.
7. Intervensi Keperawatan
permintaan
5. Dengarkan dengan penuh perhatian
6. Berdiri didepan pasien ketika berbicara
7. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar, daftar kosakata bahasa
asing, computer, dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang
optimal
8. Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan
9. Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara
(misalnya, prostesi trakeoesofagus dan laring buatan
10. Berikan pujian positive jika diperlukan
11. Anjurkan pada pertemuan kelompok
12. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi
13. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi (bahasa
isyarat)
Communication Enhancement : Hearing Deficit
Communication Enhancement : Visual Deficit
Anxiety Reduction
Active Listening
37
BAB 3
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA
ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
3.1.1 IDENTITAS :
PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 71 Tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Juwingan 42 B Surabaya
Tgl. Homecare : 16 Juli 2019, jam 10:00 WIB
3.1.2 DATA :
KELUARG
A
Nama : Ny. J
Hubungan : Istri
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Babatan indah Surabaya Telp : -
3.1.3 STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: pasien mengalami kelemahan tubuh bagian kanan dan terpasang NGT untuk
feeding. Keluarga mengeluh pasien tidak bisa diajak komunikasi. Keluarga sudah melatih
miring kanan dan miring kiri serta melatih gerakan ekstremitas tubuh pasien.
Obat-obatan:
1. Amlodipin 5 mg/24 jam PO (malam)
2. Lisinopril 5 mg/24 jam PO (pagi)
3. Aptor 100 mg/24 jam PO
4. Vit B1 mg/24 jam PO
5. Vit B6 mg/24 jam PO
6. Vit B12 mg/24 jam PO
7. N-Asetil sistein 200 mg/8 jam PO
8. Azitromisin 500 mg/24 jam
38
2. Integumen Ya Tidak
Lesi / luka :
Pruritus :
Perubahan pigmen :
Memar :
Pola penyembuhan lesi :
KETERANGAN : Tidak ditemukan luka lesi, dekubitus, tidak pruritus, tidak
ada perubahan pigmen ataupun memar. S: 37 0C.
Tidak ada masalah keperawatan
3. Hematopoetic Ya Tidak
Perdarahan abnormal :
Pembengkakan kelenjar :
limfe
Anemia :
KETERANGAN : Pasien tidak mengalami anemia, konjungtiva tidak
anemis. Tidak ada masalah keperawatan
4. Kepala Ya Tidak
Sakit kepala :
Pusing :
Gatal pada kulit kepala :
KETERANGAN : Rambut berminyak dan tampak kotor, keluarga
mengatakan pasien jarang kramas pasien. Kramas 1 bulan
1 kali. MK: Defisit perawatan diri (D.0109)
39
5. Mata Ya Tidak
Perubahan penglihatan :
Pakai kacamata :
Kekeringan mata :
Nyeri :
Gatal :
Photobobia :
Diplopia :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : Pasien tidak mengalami perubahan penglihatannya,
pasien tidak memakai kacamata.
Tidak ada masalah keperawatan
6. Telinga Ya Tidak
Penurunan pendengaran :
Discharge :
Tinitus :
Vertigo :
Alat bantu dengar :
Riwayat infeksi :
Kebiasaan :
membersihkan telinga
Dampak pada ADL :
KETERANGAN : Fungsi pendengaran sulit dievaluasi
Tidak ada masalah keperawatan
Perdarahan gusi :
Caries :
Perubahan rasa :
Gigi palsu :
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : Pasien jarang sikat gigi, kadang seminggu 2-3 kali
KETERANGAN : Gigi tampak kotor, pasien mengalami kesulitan menelan
akibat penyakit stroke, tidak ada sariawan, tidak ada
perdarahan gusi.
MK: Defisit perawatan diri (D.0109)
9. Leher Ya Tidak
Kekakuan :
Nyeri tekan :
Massa :
KETERANGAN : Tidak terdapat luka, massa dan nyeri tekan pada leher.
Tidak ada masalah keperawatan
Perubahan nafsu :
makan
Massa :
Jaundice :
Perubahan pola BAB :
Melena :
Hemorrhoid :
Pola BAB : BAB pasien rutin setiap hari 1x pada pagi hari.
KETERANGAN : Pasien menpat terapi diet sonde susu 200 cc tiap 4 jam
dalam sehari, dan diet jus via sonde 200cc tiap hari. Tidak
ada hematemesis.
MK: Resiko aspirasi (D0006)
15 Muskuloskeletal Ya Tidak
Nyeri Sendi :
Bengkak :
Kaku sendi :
Deformitas :
Spasme :
Kram :
Kelemahan otot :
Masalah gaya berjalan : Tidak terkaji
Nyeri punggung :
Pola latihan : Latihan gerak pasif
Dampak ADL : ADL dibantu keluarga sepenuhnya
KETERANGAN : Pasien mengalami kekakuan pada sendi pada daerah
kaki dan tangan terutama pada bagian kanan, untuk
kelemahan otot dan gaya berjalan tidak dapat dikaji
oleh karena pasien mengalami kelemahan pada tubuh
bagian kanan.
kekuatan otot
1 3
1 3
MK: Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
16 Persyarafan Ya Tidak
Seizures :
Syncope :
Tic/tremor :
Paralysis :
Paresis :
Masalah memori :
KETERANGAN : Pasien mengalami paresis sebelah kanan.
MK: Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
3.1.6 LINGKUNGAN :
Kamar : kondisi kamar pasien kotor, berdebu, pengap, ventilasi kurang, terlalu
banyak barang berserakan, pencahayaan kurang, berdekatan dengan kandang
kucing yang kotor dan bau
Lampiran
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
Tahun : ..........................................
Hari :...............................................
Musim : ..........................................
Bulan : ...........................................
Tanggal :........................................
2 Orientasi 0 - Dimana sekarang kita berada ?
Negara: …………..........……..….…
Panti : ……………………….…..…..
Propinsi: …………………................
Wisma : …………………………......
Kabupaten/kota : ……………….….
3 Registrasi 0 - Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi,
meja, kertas), kemudian ditanyakan
kepada pasien, menjawab :
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72
5). 65
ATAU
Pasien menjawab :
........................................................
Total nilai 0 -
Keterangan : Pasien tidak dilakukan pemeriksaaan MMSE dikarenakan kondisi yang tidak
memungkinkan
47
3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
Interpretasi hasil -
4. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 -
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 -
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 -
4. Anda sering merasa bosan 1 0 -
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 -
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 -
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 -
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 -
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 -
sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 -
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 -
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 -
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 -
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 -
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 -
Jumlah
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi: Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Kesimpulan: Sulit Dievaluasi, dikarenakan pasien kesulitan dalam berkomunikasi,
pasien tampak bingung dalam mencerna kata – kata
5. Status Nutrisi
Skrining Skor
A Mengalami penurunan asupan makanan lebih dari tiga bulan selama adanya
penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, menelan dan kesulitan menelan
makanan
49
Hasil : Pasien tidak dapat dilakukan pemeriksaan PSQI karena pasien tidak bisa
berbicara
52
ANALISA DATA
latihan bersama.
7. Anjurkan melakukan latihan
gerak aktif atau pasif secara
sistematis dari tangan sampai ke
kaki.
Kolaborasi:
8. Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan
melaksanakan program latihan
ROM aktif dan pasif.
2. Defisit perawat diri SLKI : SIKI :
(D.0109) 1. Perawatan diri (L.05042) Dukungan perawatan diri mandi
(I.11352)
Setelah dilakukan
intervensi selama 2 x 60 Terapeutik :
menit diharapkan 1. Sediakan lingkungan yang aman
perawatan diri meningkat, dan nyaman
dibuktikan dengan kriteria 2. Fasilitasi menggosok gigi,
hasil: sesuai dengan kebutuhan
1 Kebersihan rambut 3. Fasilitasi kramas, sesuai
meningkat (3) kebutuhan
2 Kebersihan mulut Edukasi :
meningkat (3) 4. Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
5. Anjurkan keluarga merawat
kebersihan mulut pasien
6. Anjurkan keluarga merawat
kebersihan rambut pasien
7. Ajarkan cara melakukan oral
hygiene
8. Ajarkan cara mencuci rambut
pasien
Observasi :
9. Monitor kebersihan tubuh
(rambut, mulut, kuku, kulit)
3 Managemen SLKI : SIKI :
kesehatan keluarga 1. Managemen kesehatan Dukunan keluarga merencanakan
tidak efektif keluarga (L.121005) perawatan (I.13477)
(D.0115) Terapeutik :
Setelah dilakukan 1. Motivasi pengembangan sikap
intervensi selama 2x60 dan emosi yang mendukung
menit diharapkan upaya kesehatan
managemen kesehatan 2. Ciptakan perubahan lingkungan
keluarg dapat meningkat, rumah secara optimal
dibuktikan dengan kriteria 3. Gunakan sarana dan aktivitas
hasil: yang ada dalam keluarga
1 kemampuan Edukasi :
menjelaskan masalah 4. Informasikan fasilitas kesehatan
kesehatan yang dialami yang ada di lingkungan keluarga
meningkat (3) 5. Anjurkan menggunakan fasilitas
57
geraskan sendi pasif atau aktif 2. Latihan gerak sendi dilakukan 1x dalam
Hasil: Pasien diposisikan semi fowler 45 sehari tepatnya pada pagi hari
derajat, agar gerak sendi lebih optimal 3. Tonus otot kaki kanan dan tangan kanan
3. Memfaasilitasi menyusun jadwal latihan 1 sedangkan tonus otot pada kaki kiri dan
rentang gerak aktif maupun pasif tangan kiri 2
Hasil: Latihan gerak sendi dilakukan 1x
dalam sehari tepatnya pada pagi hari. A: Masalah gangguan mobilitas fisik pada
4. Melakukan latihan gerak sendi teratur sesuai pasien belum teratasi
toleransi dan mobilitas sendi
Hasil: pasien dilakukan ROM pasif pada P: Lanjutkan Intervensi No1,2,5,6,7,8
ekstremitas kanan dan kiri.
5. Memberikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Hasil: pasien merasa semangat dalam
melakukan latihan gerak sendi bersama
dengan perawat.
6. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
tujuan dan rencanakan latihan bersama.
Hasil: keluarga pasien mengerti tujuan dan
manfaat latihan gerak sendi
7. Menganjurkan melakukan latihan gerak aktif
atau pasif secara sistematis
Hasil: keluarga menerima saran.
8. Melakukan kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan melaksanakan
program latihan.
Selasa, Defisit perawat diri 1. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien S: keluarga pasien mengatakan mengerti
60
18 Juni (D.0109) untuk menyediakan lingkungan yang aman tentang pentingnya kebersihan diri
2019 dan nyaman (mengunci roda tempat tidur, O:
memasang pagar pengaman, lantai tidak licin) 1. Keluarga mampu menerangkan kembali
Hasil: keluarga pasien mendengarkan dan tentang pentingnya kebersihan diri
mendemontrasikannya) 2. Keluarga mampu mendemonstrasikan
2. Mengajarkan cara melakukan oral hygiene. cara melakukan oral hygiene, mencuci
Hasil: keluarga pasien mengerti bagaimana rambut di tempat tidur
cara oral hygiene. A: masalah defisit perawatan diri belum
3. Mengajarkan/mendemonstrasikan cara teratasi
mencuci rambut pasien di tempat tidur P: intervensi no. 1,2,3,4,5,6 dilanjutkan
Hasil: keluarga pasien mengerti cara mencuci
rambut pasien di tempat tidur.
4. Memberikan edukasi tentang manfaat
kebersihan diri (mandi, oral hygiene, cuci
rambut) dan dampak jika tidak menjaga
kebersihan diri.
Hasil: keluarga mengerti tentang pentingnya
kebersihan diri
Selasa, Managemen kesehatan 1. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien S: keluarga pasien mengatakan mengerti
keluarga tidak efektif tentang pentingnya menjaga kebersihan tentang pentingnya menjaga kebersihan
18 Juni
(D.0115) lingkungan rumah lingkungan baik untuk pasien maupiun
2019
Hasil: pasien mengerti tentang pentingnya anggota keluarga lainnya
menjaga kebersihan lingkungan
2. Memberikan edukasi kepada keluarga O:
menciptakan perubahan lingkungan rumah 1. Keluarga pasien membuka kaca jendela
secara optimal dan korden kamar pasien
Hasil: keluarga pasien mengerti tentang 2. Keluarga pasien menghidupkan lampu
61
Selasa, Resiko aspirasi (D0006) 1. Memposisikan semi fowler 30-45 derajat, 30 S: Keluarga pasien mengatakan sekarang
18 Juni menit sebelum memberikan supan oral lebih mengerti tentang bagaimana cara
2. Mengajarkan pada keluarga pasien cara yang benar memasukkan sonde
2019
mengukur residu cairan lambung sebelum
memberikan diit O:
3. Memberikan makanan kecil atau lunak Keluarga pasien merubah posisi pasien 30-
4. Memberikan obat dalam bentuk cair 45 derajat sebelum makan
5. Mengajarkan keluarga cara mencegah aspirasi
6. Mengajarkan keluarga cara memberi makan A: masalah resiko aspirasi belum teratasi
melalui NGT dengan benar
7. Monitoring tingkat kesadaran, muntah dan P: intervensi no: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
kemampuan menelan dilanjutkan
8. Monitor bunyi pernapasan terutama setelah
makan / minum
9. Memeriksa kepatenan jalan nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
62
BAB 4 PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
62
63
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakara (2016) yang
mengatakan bahwa ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke dapat
meningkatkan rentang sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama
gerakkan ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran
serabut otot dan peningkatan aliran darah pada daerah sendi sehingga terjadi
peningkatan penambahan rentang sendi abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan
bawah hanya pada sendi-sendi besar. Sehingga ROM pasif dapat dilakukan
sebagai alternatif dalam meningkatkan rentang sendi pada pasien stroke.
Pada penanganan masalah keperawatan defisit perawatan diri, perawat
melakukan intervensi dukungan perawatan diri mandi (I.11352). Perawat
mengajarkan keluarga pasien tentang oral hygiene, mencuci rambut dan
memberikan edukasi tentang pentingnya kondisi bersih klien dengan lansia yang
mudah terkena infeksi. Menurut Linda dkk.(2010), menyebutkan bahwa kesehatan
dan kebersihan badan klien secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit pada tubuh serta meminimalisasi kontaminasi silang dan
infeksi nosokomial dirumah. Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan
kesehatan yang tepat merupakan sebab utama timbulnya suatu infeksi.
Risiko aspirasi merupakan diagnosa lain dari kasus Ny. R. Klien yang
tidak bisa menelan dan hanya dapat menggunakan selang NGT akan sangat riskan
terjadi aspirasi pada paru-paru klien dan dapat menyebabkan pneumonia.
Intervensi yang dilakukan adalah pencegahan aspirasi (I.01018). Didalam
intervensi tersebut, petugas medis mendemonstrasikan pemberian nutrisi parental
dengan baik dan benar dan kemudian dapat dipraktikan keluarga. Keluarga
dengan ketakutan dan pendidikan yang kurang, dapat menjadikan penanganan
nutrisi kurang adekuat sehingga dapat mencederai klien.
71
BAB 5 PENUTUP
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Klien lansia dengan stroke trombotik memunculkan masalah yang
kompleks antara lain immobilisasi, infeksi karena pemasangan selang NGT
dan kebersihan anggota badan klien yang buruk dan manajemen kesehatan
keluarga yang tidak baik. Oleh karena itu, sangat baik sekali jika dilakukan
kegiatan home care yang dilakukan petugas medis poli geriatri RSUD Dr.
Soetomo Surabaya untuk mengatasi masalah pada lansia tersebut. Klien
dengan hambatan mobilitas fisik karena stroke akan lama mengalami
kelumpuhan namun dengan kondisi yang mampu bertahan hidup, maka dari
itu jika klien dibawa dan dirawat di Rumah Sakit, makan akan menimbulkan
masalah lain dikarenakan impecunity. Sehingga dengan metode home care,
akan meningkatkan kualitas kesehatan klien agar lebih baik dengan risiko
yang lebih minimal.
5.2 Saran
1. Bagi Poli Geriatri RSUD Dr. Soetomo
Makalah ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan bagi
tenaga kesehatan khususnya perawat home care supaya mengetahui
kebutuhan pasien lansia dengan stroke. Selain itu juga diharapkan dapat
lebih banyak lagi klien yang dapat ditolong dengan metode home care.
2. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran tentang
bagaimana merawat klien lansia dengan metode home care. Selain itu,
metode home care dapat dikembangkan lagi untuk meningkatkan kesiapan
mahasiswa sebelum masuk kedalam dunia kerja.
71
72
DAFTAR PUSTAKA
Eka, I. et al. (2017) ‘Perbedaan jenis kelamin sebagai faktor risiko terhadap
keluaran klinis pasien stroke iskemik’, 6(2), pp. 655–662.
Fagan, S. C and Hess, D. C. 2014. Stroke in: Dipiro, JT. Pharmacotherapy: a
patophysiologic approach. United state: Mc Graw Hill Companise.
P. 165-170
Ginting, D. B., Waluyo, A. and Sukmarini, L. (2015) ‘Mengatasi Konstipasi
Pasien Stroke Dengan Masase ,18(1), pp. 23–30.
Gofir, A. 2011. Manajemen Stroke, edisi kedua. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press. Hal. 241-244
Lindsay & Bone, I. 2004. Neurology and Neurosurgery Ilustrated. Edisi 4. China:
Churchill Lingstone.
Mardjono, M & Sidharta, P. 2009. Neurologis Klinis Dasar. Jakarta: Dian rakyat.
73
Miller, A.C. (2004). Nursing Care Of Older Adult Theory And Practices. (2nd
Ed).Philadelphia: Jb. Lippincott Company
Potter,P. A & Perry, A.G. (2005). Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, Dan
Praktik). Edisi 4. Volume 1. Jakarta:Egc.