Oleh :
Ima Safitri Puji Utami
NIM. 105070201111001
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
MELUKIS DENGAN BIJI-BIJAN PADA PASIEN RETARDASI
MENTAL
DI DESA BANTUR KAB.MALANG
Oleh :
Ima Safitri Puji Utami
NIM. 10507020001
: Sabtu
: 1 November 2014
Perseptor Klinik
Perseptor
Akademik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari studi pendahuluan dan pengkajian yang telah kelompok
lakukan, didapatkan data bahwa masalah terbanyak yang terdapat di
Desa Bantur
terapi
modalitas
keperawatan
untuk
mendukung
dan
psikologik
yang
dilakukan
dalam
sebuah
aktivitas
dan
verbal.
Terapi
modalitas
ini
merupakan
terapi
yang
umum
TAK
Stimulasi
Sensori
yaitu
peserta
dapat
2.
dengan tepat
Peserta mampu menyelesaikan masalah dari stimulus yang
dialami
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien
dengan retardasi mental untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain dalam kelompok secara bertahap
1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa
secara holistik
Sebagai terapi
modalitas
yang
dapat
dipilih
untuk
pengelola dan
asuhan
pada
khususnya,
sehingga
diharapkan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Retardasi Mental
2.1.1 Definisi
Menurut Crocker AC (dikutip dari Soetjiningsih, 1995:191), retardasi
mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah,
yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya
timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman
(dikutip dari Soetjiningsih, 1995: 191), seseorang dikatakan retardasi
mental jika memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) fungsi intelektual umum
dibawah normal, (2) terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial, (3)
gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18
tahun.
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal adalah IQ yang
kurang dari 70. Anak dengan retardasi mental tidak mampu untuk
mengikuti pendidikan di sekolah biasa seperti anak lainnya karena cara
berpikirnya yang terlalu sederhana. Anak ini bersekolah di sekolah luar
biasa tingkat C (SLB-C), yang dikhususkan untuk anak tunagrahita atau
retardasi mental.
Menurut PPDGJ-III (2003), retardasi mental atau tunagrahita
adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan
selama masa perkembangan sehingga berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik, dan sosial. Beberapa orang yang mengalami retardasi mental
bersifat pasif dan tergantung, sedangkan yang lain bersikap agresif dan
impulsif (Videbeck, 2008:560).
Jadi retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi
yang rendah yang disertai kendala ketrampilan dan penyesuaian perilaku
selama masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
2.1.2 Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab dapat dibagi empat golongan,
yaitu (Soetjiningsih, 1995):
a. Faktor genetik
Akibat kelainan kromosom, seperti: (1) kelainan jumlah kromosom,
misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan Mongolia atau Down
Syndrome, (2) kelainan bentuk kromosom.
b. Faktor prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada
sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan
sebabnya. Ada beberapa kemungkinan penyebab, antara lain: (1)
keracunan pada saat di dalam kandungan, (2) faktor psikologi ibu
ketika
mengandung,
(3)
infeksi
di
dalam
kandungan,
(3)
kekurangan gizi pada saat hamil, (4) penyakit karena virus yang
diderita ibu ketika hamil, (5) konsumsi beragam obat yang
dilakukan oleh sang ibu untuk mengurangi penderitaan ketika hamil
muda, (6) kelainan pada kelenjar gondok, yang mengakibatkan
pertumbuhan kurang wajar, (7) penyinaran dengan sinar rontgen
dan radiasi atom yang mengakibatkan kelainan bayi dalam rahim
ibunya (Mulya, 2011).
c. Faktor perinatal
Yang menjadi faktor perinatal yang pertama adalah proses
kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali
umbilicus. Faktor yang kedua posisi janin yang abnormal seperti
letak bokong atau melintang, anomaly uterus, dan kelainan bentuk
jalan lahir. Kemudian faktor yang terakhir adalah kecelakaan waktu
lahir dan distress fatal. Menurut Mulya (2011), kekurangan zat
asam yang menyebabkan kerusakan pada sel otak dan sesak
napas ketika dilahirkan juga berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi mental.
d. Faktor pascanatal
nilai
IQ-nya,
maka
intelegensi
seseorang
dapat
IQ adalah MA / CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes.
CA = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal
lahir.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Dalam diagnosis retardasi mental biasanya ditetapkan tingkatan
cacat dengan tingkatan IQ dan taraf kemampuan penyesuaian diri sosial
(Semiun, 2006:266). Tingkatan tersebut dibagi menjadi moron, imbisil,
dan idiot. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, manifestasi yang
ditimbulkan dalam tingkatan tersebut adalah sebagai berikut (Semiun,
2006):
a. Moron
Dengan dilatih orang-orang yang cakap dan dengan penuh kasih
sayang, mereka dapat mencapai kelas V atau kelas VI sekolah
dasar (Semiun, 2006). Anak pada tingkatan ini masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan meskipun tidak maksimal.
Dengan pelatihan dan pendidikan, anak-anak pada tingkat ini
dapat membaca, menulis, dan berhitung meskipun cara berpikirnya
masih sederhana. Mereka juga dapat menyesuaikan diri dan
sedikit menggantungkan diri pada orang lain, serta masih memiliki
ketrampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
Menurut pembagian secara klinis, moron dibagi atas dua tipe yaitu
tipe stabil dan tipe tidak stabil (Semiun, 2006). Dalam tipe stabil,
mereka
masih
mempunyai
minat
dan
perhatian
pada
2.1.5 Terapi
Memberi layanan pembelajaran pada anak dengan retardasi
mental tentunya banyak menemui hambatan. Namun, ada banyak cara
yang bisa dicoba untuk memdudahkan hal tersebut, yaitu dengan
menggunakan terapi permainan. Ada beberapa peran terapi permainan
dalam pembelajaran, yaitu (Mulya, 2011):
a. Terapi permainan sebagai saranan pencegahan. Mencegah
kesulitan, menambah masalah, dan mencegah terhambatnya
proses pembelajaran.
b. Terapi permainan sebagai sarana penyembuhan. Dalam hal ini
terapi permainan dapat mengembalikan fungsi, psiko-terapi, fungsi
sosial, melatih komunikasi, dan lain-lain.
c. Terapi permainan sebagai saranan
penginderaan.
Misalinya
permainan
untuk
sebagai
mempertajam
sarana
untuk
mengembangkan kepribadian.
d. Terapi permainan sebagai saran untuk melatih aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari. Khususnya anak perempuan.
Menurut Sutini dkk (2009), penyuluhan kesehatan untuk keluarga
berisi tentang perkembangan anak untuk tiap tahap usia didukung
keterlibatan orang tua dalam perawatan anak, bimbingan antisipasi dan
manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit, informasikan sarana
pendidikan yang ada.
2.2 Terapi Aktivitas Kelompok
2.2.1 Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(stuart dan Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari
berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya,
seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan,
kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001).
Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika
anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti
dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
menjadi
empat,
yaitu
terapi
aktivitas
kelompok
stimulasi
stimulasi
kognitif/Sensori
melatih
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK MEMBUAT
LUKISAN DARI BIJI-BIJIAN DI DESA BANTUR KECAMATAN BANTUR
KABUPATEN MALANG
3.1 AKTIVITAS DAN INDIKASI
Klien yang mempunyai indikasi mengikuti TAK adalah klien dengan
gangguan sebagai berikut berikut:
1.
2.
3.
4.
Proses seleksi
1. Mengobservasi klien dengan retardasi mental
3.2 TUGAS DAN WEWENANG
1. Tugas Leader dan Co-Leader
-
2. Tugas Fasilitator
-
3. Tugas Observer
-
4. Tugas Klien
-
Peringatan lisan
SESI 1: Melukis
Tema
Bijian
Sasaran
: Pasien Retardasi Mental dan halusinasi
Hari/ tanggal : Sabtu, 1 November 2014
Waktu
: 45 menit
Tempat
: Di Balai Desa Desa Bantur Kecamatan Bantur
Terapis
:
1. Leader
: Ima Safitri P.U
2. Co Leader
: Retno Triastuti R
3. Fasilitator 1
: Maqhviroh
4. Fasilitator 2
: Afrida Dian
5. Fasilitator 3
: Laelis S
6. Observer
: Exsa W.
Tahapan Sesi
:
Sesi 1: memperkenalkan diri
Sesi 2 : membuat lukisan dari biji-bijian
A. Tujuan
E. MAP
F
K
K
K
K
C
F
K
K
O
Keterangan :
L : Leader
C : Co Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien
F. Alat
G. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu membuat lukisan dari biji-
bijian
2) Menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
-
I. Evaluasi
a. Kemampuan verbal
No.
1.
2.
3.
Menyebutkan alamat
4.
Menyebutkan hobi
Nama Klien
Jumlah
b. Kemampuan nonverval
No.
1.
Kontak mata
2.
Duduk tegak
3.
Nama Klien
4.
1.
Nama Klien
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika
ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.
Perseptor Klinik
M.MKes
DAFTAR RUJUKAN
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada
Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga
terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8
No.2, 2006.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang
Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among
Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An
Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support.
Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Mulya, Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Klasifikasi Anak
Tunagrahita, (Online), s(http://tunagrahita.com/2011/04/klasifikasi-anaktunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Mulya , Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Peran Terapi Permainan
Untuk Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/terapipermainan-untuk-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Peshawaria et al. 2009. Asia Pasific Disability Rehabilitation Journal, 2009: A
Study of Facilitators and Inhibitors That Affect Coping in Parents of
Children
With
Mental
Retardation
in
India,
(Online),
(http://www.dinf.ne.jp/doc/english/asia/resource/apdrj/z13jo0100/z13jo01
08.html, diakses pada 20 Agustus 2011).
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon
Masalah