Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS

Disusun untuk memenuhi tugas laporan praktik profesi ners departemen keperawatan jiwa di
Puskesmas Ardimulyo Singosari

Oleh :

KELOMPOK 1

KELOMPOK 2

KELOMPOK 3

KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam
mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan mental juga penting
diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. There is no health without mental health,
sebagaimana definisi sehat yang dikemukakan oleh World Health Organization
(WHO) bahwa “health as a state of complete physical, mental and social well-being
and not merely the absence of disease or infirmity.”
Kesehatan mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan.
Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka,
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif, dan
berkontribusi pada komunitas mereka. Oleh karena itu adanya gangguan kesehatan
mental tidak bisa kita remehkan, karena jumlah kasusnya saat ini masih cukup
mengkhawatirkan. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental dan
perilaku di seluruh dunia.
Diperkirakan satu dari empat orang akan menderita gangguan mental
selama masa hidup mereka. Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO)
jumlah kasus gangguan depresi terbanyak di India (56.675.969 kasus atau 4,5% dari
jumlah populasi), terendah di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari populasi).
Adapun di Indonesia sebanyak 9.162.886 kasus atau 3,7% dari populasi. Sistem
kesehatan di dunia dianggap belum cukup menanggapi beban gangguan mental,
sehingga terdapat kesenjangan antara kebutuhan akan perawatan dan
persediaannya yang sangat besar.
Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007, total jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6% dari populasi dan 0,46% menderita gangguan jiwa
berat atau 46 per mil. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Depkes,2007)
menyatakan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan
hingga berat, kondisi ini diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Data jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
terus bertambah, data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh Indonesia.
Kondisi mental yang sehat pada tiap individu tidaklah dapat disamaratakan.
Kondisi inilah yang semakin membuat urgensi pembahasan kesehatan mental yang
mengarah pada bagaimana memberdayakan individu, keluarga, maupun komunitas
untuk mampu menemukan, menjaga, dan mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada kelompok gangguan jiwa, kelompok

resiko, dan kelompok sehat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor presipitasi pada kelompok gangguan jiwa

b. Mengidentifikasi faktor predisposisi pada kelompok gangguan jiwa

c. Mengidentifikasi diagnosa yang muncul pada kelompok gangguan jiwa

d. Mengetahui implementasi pada kelompok gangguan jiwa

e. Mengidentifikasi jenis penyakit yang muncul pada kelompok resiko

f. Mengidentifikasi diagnosa yang muncul pada kelompok resiko

g. Mengetahui implentasi yang dapat mencegah gangguan jiwa pada pada

kelompok resiko

h. Mengidentifikasi jenis perkembangan pada kelompok sehat

i. Mengetahui implementasi yang dapat mencegah gangguan jiwa pada

kelompok sehat
D. Manfaat

1. Teoritis

Sebagai bahan kajian pustaka untuk mengembangkan ilmu keperawatan

khususnya di bidang keperawatan jiwa komunitas

2. Praktis

a. Bagi STIKES Widyagama Husada

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

keperawatan khususnya di bidang keperawatan jiwa komunitas untuk

meningkatkan pengetahuan mahasiswa profesi ners STIKES Widyagama

Husada Malang.

b. Bagi Puskesmas Ardimulyo

Memberikan informasi mengenai kelompok gangguan jiwa, kelompok

resiko dan kelompok sehat

c. Bagi Mahasiswa

Memberikan informasi serta mengaplikasikan pengetahuan mengenai

keperawatan jiwa komunitas secara general


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Jiwa Dengan Halusinasi


1. Definisi
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah
tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja,
(2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu
gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan,
perabaan penghiduan, atau pendengaran.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya
gangguan halusinasi, yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih detail
dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak
bayi (Unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkunagannya.
3) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam khayal.
4) Faktor Genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tuaSkizofrenia cenderung anak akan mengalami Skizofrenia. Hasil
studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Prespitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi, yaitu faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan
faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-
masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :
1) Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Faktor Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3) Faktor Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Fase Halusinasi
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh
intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui
empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase
controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan.klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan.Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan.Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat
mengontrolnya
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah.Klien asyik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien.Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien :Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
4. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu
Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan,
senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah
sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi Penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.
d. Halusinasi Pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan
seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5. Rentang Respon Halusinasi
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon yang terjadi dapat berada
dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di
bawah ini:

Respon adaptif Respon Transisi Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang 1. Kelainan pikiran atau delusi


2. Persepsi logis 2. Ilusi 2. Halusinasi

3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosional 3.Ketidakmampuan untuk

berlebihan mengenali kesenangan

4. Perilaku sesuai 4. Perilaku ganjil 4. Ketidakteraturan

5. Hubungan social 5. Menarik diri 5. Isolasi Social.

6. Manifestasi Klinis
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurut Direja , 2011 sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga
Data Subjektif : Mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara
yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya
b. Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan kepada
sesuatu yang tidak jelas
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Data Objektif : menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu,
menutup hidung
Data Subjektif : Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feces,
kadang-kadang bau itu tidak menyenangkan.
d. Halusinasi Perabaan
Data Objektif : Mengaruk-garuk permukaan kulit
Data Subjektif : Menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik
e. Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urin atau feces
7. Patofisiologi
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Akibat )

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

(Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri

(Penyebab)
8. Penatalaksanaan
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai
berikut :
a. Terapi Farmakologi
1) Haloperidol (HLP)
a) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptic, butironefron
b) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada anak-anak.
c) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami
sepenuhnya, tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal
formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
d) Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan
sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson
dan anak dibawah usia 3 tahun.
e) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan
anoreksia.
b. Terapi Nonfarmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
2) Electro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun
dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya
serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain.
3) Pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei
pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan
membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai
menunjukan perilaku kekerasan diantaranya: marah-
marah/mengamuk.
9. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Jiwa Dengan Halusinasi
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses Asuhan Keperwatan
dimana pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui
wawancara, pengumpulan data, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratoium dan pemeriksaan diagnostik. Adapun dalam
data disusun berdasarkan faktor predisposisi, faktor presipitasi,
manifestasi klinis dan manifestasi klinis dan mekanisme koping yaitu :
1) Faktor Predisposisi
a) Biologis
Karena adanya gangguan perkembangan otak menyebabkan
neurobiologis yang maladaptif hal-hal yang terkait didalamnya
adalah karena adanya perkembangan otak, khususnya korteks
frontal, temporal dan limbik.Adapun gejala yang muncul adalah
hambatan dalam belajar, daya ingat dan perilaku menarik diri atau
kekerasan.
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
kekerasan dalam kehidupan klien, penolakan dapat dirasakan dari
ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, dan tidak
sensitive, pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat
misalnya tidak ada kasih sayang, dan adanya perengkaran
orangtua, aniaya dan kekerasan rumah tangga.
c) Sosial Budaya
Kehidupan social budaya dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas seperti konflik sosial budaya dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress yang menumpuk.
d) Genetik
Halusinasi umunya ditemukan pada klien schizophrenia dan
angka kejadian cukup tinggi dan juga bila dalam keluarga tersebut
ada anggota keluarga yang sudah menderita schizophrenia.
2) Faktor Prespitasi
Sikap persepsi : merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Dari data-data tersebut faktor presipitasi
dikelompokan sebagai berikut :
a) Stressor Biologis
Yaitu yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak
yang mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
melakukan secara selektif menanggapi rangsangan.
b) Stressor Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
c) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurologic termasuk :
(1) Regresi : Dalam menghadapi stress, perilaku, perasaan dan
cara berfikir mundur kembali ke tahap perkembangan
sebelumnya.
(2)Proyeksi : Mencoba menjelaskan gangguan persepsi
denganmengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
suatu benda.
(3) Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
(4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi
2) Isolasi Sosial : Menarik diri
3) Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan.

B. Konsep Kelompok Resiko Dengan Ansietas


1. Definisi
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman
seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas
berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap
ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012).
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan
dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada individu
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu
6) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasan
b. Faktor Prespitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya
hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap intergritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya .
(Eko Prabowo, 2014)
3. Rentang Respon Ansietas

4. Tingkat Ansietas
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan
bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan
akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons-respons
fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali
mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dannadi, muka
berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.Respons
kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah lapang persepsi
yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara
efektif.Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami
ansietas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,
suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang
mengalami ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan
tekanan darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan
gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang
adalah lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Adapun respons
perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak, meremas
tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit,
individu cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikanhal-hal
lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak
pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respons-
respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan
tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala,
penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.Respon kognitif pada
orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang persepsi sangat
sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah.Adapun
respons perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman,
verbalisasi yang cepat, dan blocking.
5. Manifestasi Klinis
a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Nyeri atau ketidaknyamanan dada
f. Distress abdomen
g. Derealisasi atau depersonalisasi
h. Takut kehilangan kendali
i. Merasa pusing
Gangguan lain gangguan ansietas meliputi:
a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan
ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai
peristiwa traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma (episode
kilas balik), kesulitan merasakan emosi (afek datar), insomnia dan
iritabilitas atau marah yang meledak–ledak (gangguan stres pasca
trauma)
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan
kekerasan, kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas
yang tidak bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa,
menyentuh (gangguan obsesif-kompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu
(fobia spesifik), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada
dalam satu situasi yang membuat individu terjebak (agorafobia) (Eko
Prabowo, 2014)
6. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencakup fisik (somatik), psikologik, dan psikososia. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neurotransmiter (sinyal penghantar syaraf) di susunan saraf pusat
otak.Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam,
buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terai somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan
3) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya
ingat.
4) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. (Eko Prabowo,
2014)
7. Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Resiko Dengan Ansietas
a. Pengkajian
1) Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,
gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti;
footshuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian
berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan
gelisah
2) Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,
gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri
sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin dan mencemaskan
3) Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih (parasimpatis), nadi meningkat,
dilasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,
perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar ,
diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan,
nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial,
berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih,
pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat.
4) Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan,
perhatian, lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak
khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi,
kemampuan berkurang terhadap:(memecahkan masalah dan belajar) ,
kewaspadaan terhadap gejala fisiologis .
5) Factor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai
atau tujuan hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan, kebutuhan
yang tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi, krisis situasional,
maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan
zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status
kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas
2) Harga diri Rendah
3) Gangguan Citra Tubuh
4) Koping Individu Inefektif
5) Kurang Pengetahuan

C. Konsep Kelompok Sehat Dengan Kesiapan Meningkatkan Kesehatan


Asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu, keluarga dan kelompok
dan masyarakat menggunakan proses keperawatan terdiri dari pengkajian dan
perumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian (evaluasi).
Asuhan ini harus didokumentasikan dengan baik agar berfungsi sebagai
dokumen asuhan keperawatan juga berfungsi sebagai pembuktian legal
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.Menurut Asosiasi North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2011) diagnosis keperawatan
adalah “interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian dan interpretasi ini
digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi serta
evaluasi.” Penerapan proses keperawatan dan dokumentasi sampai saat ini
masih menemui berbagai kendala antara lain sulitnya merumuskan diagnosis
keperawatan dan belum seragamnya diagnosis yang ditetapkan sehingga
menyulitkan dalam penetapan imbal jasa menggunakan DRG’s system. Oleh
karena itu, diagnosis keperawatan terus menerus dikembangkan dan diteliti oleh
perawat serta asosiasi diagnosis keperawatan NANDA (NANDA, 2011).
Diagnosis yang dikembangkan belum semua dapat diadopsi langsung
karena respon sistem klian (individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) sangat
unik dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada serta kualifikasi pendidikan
perawat yang ada saat ini teutama yang melaksanakan Primary Health Nursing
(PHN) atau Community Health Nursing (CHN) bervariasi mulai SPK, AMK, Ners,
dan spesialis keperawatan komunitas. dengan demikian perlu ditelaah dan
disepakati bersama panduan diagnosis keperawatan untuk PHN/CHN.
1. Potensial mencakup promosi kesehatan/sejahtera/wellness:
Penilaian klinis dari motivasi seseorang, keluarga, atau komunitas, dan
keinginan untuk meningkatkan keejahteraan mewujudkan potensi kesehatan
manusia dan menguatkan perilaku sehat secara khusus, misalnya melalui
nutrisi dan olahraga.Diagnosis promosi kesehatan dapat dapat digunakan di
seluruh status kesehatan.Namun kesiapan individu, keluarga dan
masyarakat untuk melakukan promosi kesehatan mempengaruhi mereka
untuk mendapatkan diagnosis promosi kesehatan. Setiap label diagnosis
promosi kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan” (NANDA,
2012-2014). Selanjutnya agar tidak membingungkan dengan label sejahtera
maka label promosi kesehatan dan sejahtera disatukan menjadi label
Promosi Kesehatan. Contoh Diagnosis promosi kesehatan adalah:
a. Kesiapan meningkatkan nutrisi
b. Kesiapan meningkatkan komunikasi
c. Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
d. Kesiapan meningkatkan koping keluarga
e. Kesiapan meningkatkan koping komunitas
f. Kesiapan meningkatkan pengetahuan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengkajian
Faktor Presipitasi

Klien gangguan jiwa yang minum obat rutin sebanyak 50,8 %, sedangkan klien
yang tidak minum obat sebanyak 40,2%

Faktor Predisposisi

Faktor pemberat gangguan jiwa yang disebabkan karena psikologis sebanyak


55,4%, biologis 13,8%, sosial sebanyak 18,5% dan penyebab lain sebanyak
12,8%.
Diagnosa jiwa yang dominan adalah Halusinasi sebanyak 24,6%, sedangkan
diagnosa yang paling sedikit adalah diagnosa Defisit perawatan diri yaitu
sebanyak 7,7%.

Pada kelompok resiko penyakit terbanyak yang muncul adalah Hipertensi yaitu
sebanyak 53,8% sedangkan yang paling sedikit muncul adalah penyakit Asma
sebanyak 1,5%.
Diagnosa yang paling banyak muncul pada kelompok resiko adalah Ansietas
sebanyak 33,8% dan diagnosa yang paling sedikit adalah berduka sebanyak 3,1%.

Pada kelompok sehat yang dominan berada pada kelompok anak sekolah sebanyak
38,5% dan yang paling sedikit pada kelompok dewasa sebanyak 3,1%.

B. Prioritas Masalah Keperawatan


1. Masalah keperawatan pada kelompok gangguan jiwa
a. Gangguan Sensori Presepsi : Halusinasi
2. Masalah Keperawatan pada kelompok Resiko
a. Ansietas
3. Masalah Keperawatan pada kelompok sehat
a. Kesiapan menigkatkan derajat kesehatan
C. Implementasi yang dilakukan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
saat ini. Mahasiswa bekerjasama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan
lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan
keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya serta meningkatkan
keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa bekerja
dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan
memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi.
1. Implementasi pada kelompok gangguan jiwa
Adapun implementasi yang dilakukan pada pasien halusinasi di wilayah
kerja Puskesmas Ardimulyo adalah sebagai berikut :
Fokus Implementasi Kegiatan yang dilakukan
Pasien 1. Melakukan bina hubungan saling percaya antara
pasien dan mahasiswa
2. Mengidentifikasi masalah yang dialami pasien
3. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan bercakap-cakap.
4. Motivasi dan mendampingi pasien untuk minum
obat secara rutin
Keluarga 1. Menjelaskan kepada keluarga tentang masalah
yang dialami pasien
2. Menjelaskan kepada keluarga tentang cara
merawat pasien dengan halusinasi
3. Memotivasi keluarga untuk memberikan dukungan
kepada pasien agar minum obat secara rutin
4. Menyarankan keluarga untuk memenuhi syarat
(Fotocopy KTP dan KK) dalam pengambilan obat
gratis di Puskesmas Ardimulyo dalam upaya
mengontrol sehingga pasien tidak putus obat
Kolaborasi dengan tim 1. Mengikuti kegiatan posyandu jiwa pada tanggal 22
kesehatan April 2019 bertempat di Balaidesa Wonorejo.
Adapun kegiatan pada posyandu jiwa adalah
sebagai berikut :
a. Penyuluhan tentang Pendamping Minum Obat
(PMO)
b. Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK):
Sosialisasi

2. Implementasi pada kelompok resiko


Adapun implementasi yang dilakukan pada pasien resiko : Ansietas di
wilayah kerja Puskesmas Ardimulyo adalah sebagai berikut :
Fokus Implementasi Kegiatan yang dilakukan
Pasien 1. Melakukan bina hubungan saling percaya antara
pasien dan mahasiswa
2. Membantu pasien mengenal ansietas
3. Mengajarkan pasien teknik relaksasi untuk
meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri
4. Memotivasi pasien melakukan teknik relaksasi
setiap kali ansietas muncul
Keluarga 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2. Mendiskusikan tentang proses terjadinya ansietas
dan tanda gejalanya
3. Mendiskusikan tentang penyebab dan akibat dari
ansietas
4. Mendiskusikan cara merawat pasien dengan
ansietas dengan cara mengajarkan teknik
relaksasi.
Kolaborasi dengan tim 1. Mengikuti kegiatan posyandu Lansia pada tanggal
kesehatan 24 April 2019 bertempat di Desa Dengkol dan
Wonorejo.
Adapun kegiatan pada posyandu Lansia adalah
sebagai berikut :
c. Penyuluhan tentang Sehat Jiwa Pada Lansia
d. Penyuluhan Tugas Perkembangan Lansia
e. Penyuluhan tentang Manajemen Stress

3. Implementasi pada kelompok Sehat


Adapun implementasi yang dilakukan pada pasien sehat : Kesiapan
Meningkatkan Derajat Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Ardimulyo
adalah sebagai berikut :
Fokus Implementasi Kegiatan yang dilakukan
Pasien dan 1. Melakukan pendidikan kesehatan untuk
Keluarga meningkatkan derajat kesehatan pasien.
Kolaborasi dengan tim 1. kegiatan posyandu Balita pada tanggal 24 April
kesehatan 2019 bertempat di Desa Randuagung
Adapun kegiatan pada posyandu Balita adalah
sebagai berikut :
a. Penyuluhan tentang Tugas Perkembangan
pada Balita

D. Solusi
1. Akan lebih baik jika program yang sudah berjalan seperti adanya kader sehat
jiwa dan kegiatan posyandu jiwa dapat dilakukan tidak hanya di Desa
Wonorejo saja akan tetapi juga di Desa Dengkol serta Randu Agung.
2. Sebaiknya di adakan pelatihan pada kader sehat jiwa untuk screening klien
yang beresiko dan juga sakit jiwa.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada wilayah kerja Puskesmas Ardimulyo terdapat sejumlah 74
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang diantaranya di Desa Randuagung
sebanyak 12 orang, di Desa Dengkol sebanyak 10 orang, di Desa Ardimulyo
sebanyak 3 orang, di Desa Losari sebanyak 2 orang di Desa Wonorejo
sebanyak 32 orang, dan di Desa Toyomarto, Tamanharjo dan Baturetno
sebanyak 15 orang. Dari jumlah tersebut angka masalah kesehatan jiwa
yang terbanyak di 3 Desa yakni Desa Randuagung, Dengkol dan Wonorejo
yaitu ODGJ dengan halusinasi.
Implementasi yang yang telah dilakukan yakni mengenai bagaimana
cara menghardik yang benar dan juga berkolaborasi dengan kader
kesehatan jiwa di wilayah tersebut untuk membantu meningkatkan kepatuhan
klien untuk minum obat dan ke posyandu jiwa. Hal ini dilakukan sebagai
upaya pencegahan agar halusinasi tidak bertambah parah dan dapat
terkontrol.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Ardimulyo
Diharapkan program yang sudah berjalan seperti adanya kader sehat
jiwa dan kegiatan posyandu jiwa dapat dilakukan tidak hanya di Desa
Wonorejo saja akan tetapi juga di Desa Dengkol serta Randu Agung.
2. Bagi Kader Sehat Jiwa
Diharapkan kader keswa dapat mendapatkan pelatihan mengenai
screening klien yang beresiko dan juga sakit jiwa.

Anda mungkin juga menyukai