Anda di halaman 1dari 16

PERMASALAHAN SECARA

PSKOLOGIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IV

1. NIKMA KURNIA ( A1A221200 )


2. MUSDALIFA SYARIF ( A1A221240 )
3. NURPINA ( A1A221230 )
4. NOVIANTIKA LESTARI ( A1A221248 )
5. ASTIKA RAHMAN ( A1A221223 )
6. SYAMSINAR PAEMBONAN ( A1A221222 )
7. FITRIANI ( A1A221201 )

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena

dengan berkat dan karunianyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah

“Permasalahan Secara Pisikologis”.

Penyusun mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak dan

kerjasama kelompok atas keberhasilan penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat digunakan secara efektif dan dapat menjadi

media untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan untuk memahami

Kebijakan pelayanan kebidanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi.

Makassar, 02 April 2022

Tim penyusun

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. .Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 2

C. Tujuan Masalah ............................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 4

A. Kelainan Mental Dan Jiwa ................................................................ 4

B. Riiwayat Kehilangan dan Kematian .................................................. 5

C. Kehamilan Yang Tidak Diingikan .................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................... 15

A. Kesimpulan........................................................................................... 15

Daftar Pustaka ........................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah suatu penyakit yang bisa terjadi pada semua
orang dan tanpa mengenal ras, budaya, anak-anak, dewasa, miskin ataupun
kaya, jiwa merupakan salah satu gangguan mental yang di sebabkan oleh
beragam faktor yang berasal dari dalam maupun luar. Gangguan mental ini
dapat dikenali dengan perubahan pola pikir, tingkah laku dan emosi yang
berubah secara mendadak tanpa disertai alasan yang jelas. Stres yang menjadi
pemicu awal teijadinya gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu
beraktivitas secara normal. Jika stres ini tidak ditangani secara cepat maka
akan berlanjut pada gejala gangguan kejiwaan.
Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan
manusia. Kematian merupakan fakta hidup yang harus diterima oleh semua
makhluk yang bernyawa di dunia ini, termasuk manusia. Kematian
merupakan sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu terjadinya.
Sehingga kematian tidak hanya dialami oleh kaum yang berusia lanjut, tetapi
juga dapat dialami oleh orang-orang yang masih muda, usia remaja, atau
bahkan masih bayi. Penyebab kematian pun juga dapat bermacam-macam,
ada yang meninggal dikarenakan sakit, usia lanjut, kecelakaan, dan
sebagainya. Jika peristiwa kematian terjadi, maka hal tersebut tentu saja
tidak hanya melibatkan dirinya sendiri, namun juga melibatkan orang-orang
yang ditinggalkan.
Masa remaja merupakan penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun
adalah masa penting bagi kehidupan reproduksi individual, masa tersebut
seorang remaja membentuk pondasi kehidupan reproduksinya (Kemenkes
RI, 2015).
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
umumnya berakar dari kurangnya informasi, pemahaman, dan kesadaran

1
untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Banyak remaja yang
menunjukkan perilaku yang positif dan berprestasi di berbagai bidang,
namun, banyak juga dari mereka yang berperilaku negatif seperti merokok,
penggunaan narkotika psikotrotropika dan zat adiktif (Napza), tawuran,
sampai adanya tindakan aborsi, dan seks bebas yang dapat menyebabkan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular lainnya. Untuk itu
diperlukan pemahaman mengenai pemeliharaan kebersihan alat reproduksi
(Irianti dan Herlina, 2012).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
PERMASALAHAN SECARA PSIKOLOGIS ini yaitu sebagai berikut :
1. Kelainan mental atau jiwa?
2. Riwayat kehilangan dan kematian (rief and bereavement)?
3. Kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnency, gagal KB)?

C. TUJUAN MASALAH
Tujuan dari penulisan ialah sebagai berikut :

1. Sebagai pengetahuan kepada penulis dan pembaca dalam mengetahui


kelainan mental ata jiwa.

2. Untuk mengetahui riwayat kehamilan dan kematian (rief and


bereavement).

3. Untuk mengetahui kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted


pregnency, gagal KB).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KELAINAN MENTAL ATAU JIWA


Gangguan mental ini dapat dikenali dengan perubahan pola pikir, tingkah
laku dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alasan yang
jelas. Stres yang menj adi pemicu awal teijadinya gangguan jiwa akan
membuat seseorang tidak mampu beraktivitas secara normal. Jika stres ini
tidak ditangani secara cepat maka akan berlanjut pada gejala gangguan
kejiwaan.
Pada umumnya terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi kejiwaan
seseorang yakni. Faktor Keturunan, jika di dalam silsilah keluarga tersebut
mempunyai riwayat ganguan jiwa maka keturunan-keturunan dari keluarga
tersebut bisa dan sangat mungkin juga akan mengalami ganguan medis
tersebut karena ada hubungan darah dari orang tua mereka yang menyebabkan
si anak juga bisa mengalami ganguan jiwa tersebut. Faktor Lingkungan,
Faktor lingkungan di sini juga bisa berpengaruh terhadap penyakit medis
ganguanjiwa tersebut. Contoh di dalam sebuah lingkungan ada seseorang yang
mengalami suatu masalah atau juga miliki sebuah aib dan dalam lingkungan
tersebut ada beberapa orang yang dengan sengaja mengucilkan dan mengejek
orang tersebut, maka orang terbebut akan mengalami beban pikiran yang berat
sehingga menyebabkan depresi yang mengakibatkan ganguan jiwa.
Penggunaan obat-obat terlaran. Penggunaan obat-obatan terlarang yang
bersifat adiksi untuk mengurangi stres akan tekanan hidup nyatanya justru
dapat memicu terjadinya gejala gangguan kejiwaan pada si pemakainya
tersebut, zat adiksi yang mempunyai efek ketergantungan bagi pemakainya ini
akan merubah persepsi seseorang kedalam hal-hal yang dapat merusak saraf
motorik didalam tubuh.Selain itu, prosesberpikir yang melibatkan kinerja otak
tidak akan berjalan sebagaimana mestinya akibat pengaruh dari zat adiksi
yang terkandung didalam obat-obatan terlarang tersebut.

3
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan psikotik (penyakit mental berat)
yang relatif sering. Skizofrenia merupakan sindrom dengan berbagai
presentasi dan satu variabel, perjalanan penyakit umumnya jangka
panjang,serta sering kambuh.Meskipun skizofrenia sering disalah artikan
sebagai kepribadian terbelah (split personality), diagnosisnya memiliki
kesahihan yang baik, bahkan pada berbagai usia dan budaya, meskipun tidak
ada penanda biokimia.
Faktor penyebab Skizofrenia diduga faktor lingkungan serta genetika
berperan dalam pembentukan kondisi Skizqfrenia yang merupakan penyakit
gangguan jiwa berat ini, di idap sekitar 24 juta penduduk dunia. Dan usia
rentan kondisi ini berkisar antara 15 hingga 35 tahun, Skizofrenia sebaiknya di
diagnosis secepat mungkin. Makin cepat masalah kesehatan jiwa ini ditangani,
peluang sembuhnya makin besar,dan penderitanya bisa kembali hidup secara
normal.
Melihat keadaan dari para pasien Skizefronia timbulah keingin tahuan
tentang bagaimana pola komunikasi yang dilakukan pegawai dengan pasien
Skizefronia yang ada di Desa Paringan Kecamatan Jenangan Kabupaten
Ponorogo untuk melakukan pendekatan dan berinteraksi dengan pasien yang
memeliki kondisi tidak setabil, psikologis yang tidak kondusif, pola pikir yang
di penuhi halusinasi serta ada yang sampai cuma diam saja saat di ajak
komunikasi bahkan ada yang suka mengamuk, agar mau mendegarkan para
petugas atau perawat yang ada di yayasan tersebut, untuk menerima perintah
agar mau melakkan sesuatu. Contohnya bagaimana para petugas atau perawat
mengajak pasien Skizefronia yang tengah asik dengan dunianya agar mau
mengalihkan dunianya dengan berinteraksi dengan orang lain dan membujuk
untuk mau mengikuti terapi makan dan juga melakukan aktifitas mereka
,seperti bersih—bersih,menyapu,melakukanibadah,mandi,makan sendiri,cuci
piring, cuci baju,dan lain-lain.
Kondisi pasien yang memiliki banyak kekurangan dan juga tidak stabil ini
menyebabkan banyak hambatan serta rintangan yang akan di hadapi para
petugas atau perawat,namun tetap saja para petugas harus bisa mengahadapi

4
kesulitan tersebut,tetapi berkat kesabaran,keuletan, serta usaha yang di
lakukan hingga akhirnya ia mampu membuat interaksi yang baik serta bisa
menenangkan para pasien Skizefronia tersebut. Sebenarnya yang memliki
kewajiban untuk menyembukan pasien Zkizefronia tersebut bukan cuma
yayasan atau rumah sakit dan instansi -insatansi lainya, tapi juga masyrakat
luas termasuk keluarganya sendiri karena pasien tersebut juga merupakan
masyarakat dan anggota keluarganya sendiri.
Karena ada juga pasien Skizefronia yang sebelum di rawat oleh suatu
yayasan mereka di pasung hingga puluhan tahun oleh keluarganya
sendiri,namun akibat kurangnya informasi tentang penyakit Skizefronia dan
bagaimanakah cara berkomunikasi dengan pasien tersebut, menyebabkan
masyarakat mempunyai fikiran negatif tentang mereka, masyarakat merasa
takut dan juga menganggap mereka sangat berbahaya untuk di ajak
komunikasi serta dapat membahayakan orang lain serta tidak dapat di
sembuhkan sehingga mengusulkan kepada keluarga pasien untuk di pasung.
Namun pandangan buruk masyarakat tersebut terus saja melekat dalam
diri penderita Skizefronia, pandangan buruk dan diskriminasi terhadap
penyakin ini akan membuat penderita merasa semakin di kucilkan dan tidak
dipedulikan, Serta membuat para keluarga memasung mereka seperti yang
sudah di jelaskan di atas tadi karena merasa berbahaya dan dapat
menimbulakan kegaduhan serta berbahaya bagi orang lain. Padahal hal
tersebut justru akan membuat mental si penderita Skizefronia semakin
menurunkarena merasa di kucilkan.

B. RIWAYAT KEHILANGAN DAN KEMATIAN


Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan manusia.
Kematian dapat menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang mencintai
orang yang meninggal tersebut. Kematian orang-orang terdekat merupakan
kehilangan paling menyakitkan yang dapat dialami oleh seseorang. Ketika
orang yang dicintai meninggal dunia, individu dapat merasa seolah-olah
kehilangan bagian dari dirinya.

5
Kehilangan sesorang yang dekat dan dicintai karena kematian merupakan
suatu peristiwa yang tidak dapat dibandingkan dengan peristiwa- peristiwa
lain bagi seseorang yang ditinggalkan, karena hal tersebut tidak hanya
berdampak pada orang itu saja, tetapi juga berdampak pada orang di
sekitarnya. Setiap orang yang meninggal disertai dengan adanya orang lain
yang ditinggalkan, untuk setiap orangtua yang meninggal akan ada anak-anak
yang ditinggalkan.
Kematian dari seseorang yang dikenal dekat dan sangat dicintai, akan
sangat berpengaruh terhadap kehidupan selanjutnya pada orang yang
ditinggalkan. Begitu juga yang teijadi apabila salah satu orangtua yang
meninggal, tentu akan sangat berpengaruh pada kehidupan anak yang
ditinggalkan selanjutnya. Apalagi jika orang tersebut dekat, orang yang
dikasihi, maka akan ada masa dimana orang yang ditinggalkan akan meratapi
kepergian mereka dan merasa kesedihan yang mendalam. Selain itu dapat
juga menimbulkan perasaan kehilangan, tidak bahagia, dan kurang dapat
menjalani kehidupan dengan baik.
Peristiwa kematian akan membuat seorang anak yang mengalami
menjadi shock dan merasa terpukul, juga merasa kehilangan seseorang yang
dinilai sangat berarti bagi dirinya. Kejadian kematian akan memberikan efek
yang berbeda-beda terhadap individu. Reaksi seseorang sangat dipengaruhi
oleh cara terjadinya kematian.
Menurut Range, Walston, dan Pollard (1992) kematian memiliki beberapa
jenis, antara lain:
1. Kematian alami yang dapat diantisipasi (misal, mengidap kanker, AIDS,
atau penyakit lainnya)
2. Kematian dialami yang tidak dapat diantisipasi (misal, serangan jantung,
kecelakaan atau bencana)
3. Kematian tidak alami yang disebabkan pembunuhan atau bunuh diri.
Sedangkan menurut Covington dan Prigerson (1997) mendefinisikan duka cita
sebagai reaksi afektif, fisiologis, dan psikologis secara emosional pada saat
kehilangan figur yang sangat penting (Brier, 2008). Jika di lihat dari tingkah

6
laku, seseorang akan cenderung menunjukkan perilaku terguncang, menangis
secara spontanitas, dan menarik diri secara sosial. Sedangkan secara kognitif,
seseorang memiliki pemikiran mengenai kematian, memiliki self judgement
yang negatif, merasa putus asa dan kehilangan harapan, serta menolak dari
kenyataan, serta kenangan yang pernah dialami (Brier, 2008).
Sedangkan secara fisiologis, terdapat kehilangan nafsu makan, gangguan
tidur, kehilangan energi dan kelelahan, keluhan somatik, dan keluhan fisik
yang sering terjadi pada seseorang yang memikul beban kematian.
Tahapan-tahapan duka cita memunculkan perilaku-perilaku yang
menandakan stres pada individu. Jika perilaku-perilaku tersebut, khususnya
pada tahapan satu hingga tahapan ketiga duka cita seseorang tidak memiliki
strategi individu yang cukup baik, maka dapat mengakibatkan complicated
grief (CG) dan gangguan rasa berduka yang berkepanjangan atau prolonged
duka cita disorder (PGD) seperti yang telah disebutkan oleh Howarth (2011).
Strategi coping menurut Carlson (1999) mengatakan bahwa strategi coping
adalah rencana yang mudah dari suatu perbuatan yang dapat kita ikuti
(Ahsyari, 2015). Semua rencana tersebut dapat digunakan sebagai antisipasi
ketika menjumpai situasi yang menimbulkan stres atau sebagai respon
terhadap stres yang sedang terjadi, dan efektif dalam mengurangi level stres
yang kita alami.
Strategi coping stres menurut Lazarus dan Folkman (1986)
mengklasifikasikan strategi coping yang digunakan menjadi dua yaitu: a.
Problem focused coping (PFC), yaitu merupakan strategi coping untuk
menghadapi masalah secara langsung melalui tindakan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengubah sumber-sumber stres.
Bentuk-bentuk strategi coping ini antara lain:
1. Contiousness (kehati-hatian) yaitu individu berpikir dan mampu
mempertimbangkan beberapa pemecahan masalah serta mengevaluasi
strategi-strategi yang pernah dilakukan sebelumnya atau meminta
pendapat orang lain
2. Instrumental action, yaitu usaha-usaha langsung individu dalam

7
menemukan solusi permasalahannya serta menyusun langkah- langkah
yang akan dilakukan
3. Negosiasi, yaitu merupakan salah satu taktik dalam PFC yang diarahkan
langsung pada orang lain atau mengubah pikiran orang lain demi
mendapatkan hal yang positif dari situasi yang problematik tersebut.
Coping stres selanjutnya menurut Lazarus dan Folkman (1986) yaitu emotion
focused coping (EFC) merupakan strategi untuk meredakan emosi individu
yang ditimbulkan oleh stresor, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi
yang menjadi sumber stres secara langsung (Ahsyari, 2015).
Bentuk strategi coping stres emotion focused copingantara lain:
1. Pelarian diri adalah individu berusaha untuk menghindarkan diri dari
pemecahan masalah yang sedang dihadapi
2. Penyalahan diri adalah individu selalu menyalahkan diri sendiri dan
menghukum diri sendiri serta menyesali yang telah terjadi
3. Minimalisasi adalah individu menolak masalah yang ada dengan cara
menganggap seolah-olah tidak ada masalah, bersikap pasrah, dan acuh tak
acuh terhadap lingkungan
4. Pencarian makna adalah individu menghadapi masalah yang mengandung
stres dengan mencari arti kegagalan bagi dirinya sendiri serta melihat segi-
segi yang penting dalam hidupnya.
Kematian ayah dapat menimbulkan dampak yang negatif, mengingat ayah
memiliki peran penting dalam keluarga. Peran ayah seperti yang disebutkan
oleh Sundari dan Herdajani (2013) yaitu dapat menjadi pelindung, penyokong
materi dan model keteladanan bagi anak-anaknya. Sehingga hal-hal tersebut di
atas tidak sepatutnya terjadi. Idealnya, ayah dapat memberikan kenyamanan
tempat tinggal dan keamanan dari bahaya yang mengancam secara fisik
maupun psikologis. Dengan begitu perlindungan, jaminan finansial dan
pemenuhan spiritual yang menyeluruh dapat menyentuh jiwa dan raga anak-
anak dan seluruh anggota keluarga.
Menurut teori Talcott-Parson (1989) memandang peran ayah ini bertolak
pada aspek instrumental, yaitu ayah merupakan alat yang mempunyai fungsi

8
yang menghubungkan keluarga ke masyarakat. Hal ini dikarenakan ayah
secara tradisional kurang terkait dalam kesibukan dibanding dengan ibu dan
lebih sering bekerja di luar rumah (Moeljono dan Latipun, 2011). Talcott juga
memandang bahwa peran ayah yang membawa masyarakat ke dalam rumah
dan rumah ke dalam masyarakat.
Peran-peran ayah seperti yang diungkapkan di atas, sangat diperlukan bagi
perkembangan anak yang menginjak masa dewasa muda. Menurut Hurlock
(1999) masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-
pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda
diharapkan memainkan peran baru. Oleh karena itu anak yang telah memasuki
masa dewasa muda membutuhkan peran ayah untuk mengajarkan dan
membimbing dalam melakukan penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan di masyarakat.

C. KEHAMILAN YANG TIDAK DIINGINKAN


Menurut World Health Organization (WHO), kehamilan remaja adalah
kehamilan yang berlaku pada wanita yang berusia 11-19 tahun. Kehamilan
remaja telah menjadi masalah kesehatan yang penting bukan saja di kalangan
remaja tetapi juga di sejumlah besar negara maju dan negara berkembang.
Kehamilan di usia remaja adalah bukan sebuah fenomena baru, hal ini karena
masyarakat di daerah besar dunia misalnya Asia Selatan, Timur Tengah dan
Afrika Utara mengikuti tradisi menikah pada usia muda secara turun-temurun
(WHO, 2006).
Kehamilan tidak diinginkan (KTD) diawali dari kehamilan remaja
merupakan salah satu fenomena sosial yang belakangan ini semakin
meningkat terjadi di lingkungan masyarakat. Kehamilan tidak diinginkan
merupakan suatu keadaan yang dialami oleh seorang perempuan yang
mengalami kehamilan namun tidak menginginkan kehadiran bayi dari
kandungannya tersebut. Remaja yang mengalami KTD umumnya adalah
korban pemerkosaan, dan pasangan di luar nikah. Faktor utama yang
menyebabkan KTD adalah gaya hidup remaja yang semakin bebas. Gaya

9
hidup remaja yang bebas ini menimbulkan banyak remaja terlibat dalam
hubungan seks pranikah (Mufti, 2018).
Dampak negatif dari kehamilan tidak diinginkan hampir semuanya
menjadikan perempuan sebagai sudut pandang yang dirugikan, sedangkan
kaum pria dalam hal ini seakan-akan luput dari segala kesalahan yang
dilakukannya. Sebagian perempuan yang mengalami KTD akan mengambil
jalan pintas dengan aborsi, sebagian sisanya memilih melahirkan bayi dalam
kandungannya, namun malah membuangnya sebab takut akan aib yang akan
didapatkan karena memiliki anak sebelum nikah. Tidak sedikit kejadian di
masyarakat yang populer disebut dengan Married by Accident (MBA) atau
menikah karena “kecelakaan” disebabkan karena KTD, biasanya MBA terjadi
pada pasangan kekasih yang melakukan seks pranikah dan berakhir dengan
KTD (Amalia, 2015).
Kehamilan tidak diinginkan merupakan fenomena sosial dari tahun ke
tahun yang harus mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak utamanya
keluarga. Kehamilan tidak diinginkan apabila dibiarkan akan semakin meluas
dan akan merusak generasi muda Indonesia karena jika sudah mengalami
KTD otomatis hal ini akan berpengaruh pada masa depan yang bersangkutan,
ancaman putus sekolah, tidak mendapatkan pekerjaan, sanksi sosial dari
masyarakat, serta berbagai penyakit yang datang akibat belum matangnya
organ reproduksi akan menjadi ancaman utama yang memutus siklus
kehidupan manusia yang seutuhnya.
Angka kejadian KTD di Bali pun cukup tinggi, Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) melaporkan terjadinya peningkatan jumlah
kunjungan konseling kehamilan pada kelompok usia 10-24 tahun yang belum
menikah. Pada tahun 2013 tercatat 236 kunjungan (19,55%) KTD, tahun 2014
tercatat 308 kunjungan (24,16%), dan tahun 2015 tercatat 320 kunjungan
(25,49%) dari total kunjungan konseling kehamilan pada kelompok usia 10-24
tahun yang belum menikah (PKBI, 2016).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Februari
2019 dengan metode wawancara pada guru BK dan 10 siswa SMP Negeri 3

10
Kediri mengatakan bahwa pada SMP Negeri 3 Kediri pernah terjadi kejadian
kehamilan tidak diinginkan pada remaja di sekolah tersebut. Siswa dan siswi
yang mengikuti Ekstra kulikuler Palang Merah Remaja di SMP Negeri 3
Kediri mengatakan tidak pernah mendapatkan penyuluhan mengenai
kesehatan reproduksi remaja khususnya kehamilan tidak diinginkan.
Pemberian informasi sedini mungkin sangat tepat diberikan pada remaja
rentang usia 12-13 tahun untuk mencegah terjadinya kehamilan tidak
diinginkan dan usia tersebut umumnya adalah usia remaja pada tingkat
pendidikan menengah (SMP). Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa
kejadian KTD lebih banyak terjadi di daerah pedesaaan dan SMPN 3 Kediri
adalah SMP di Desa Beraban yang merupakan salah satu daerah pedesaan di
Kabupaten Tabanan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti
mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 3 Kediri.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
. Gangguan mental ini dapat dikenali dengan perubahan pola pikir,
tingkah laku dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alasan
yang jelas. Stres yang menj adi pemicu awal teijadinya gangguan jiwa akan
membuat seseorang tidak mampu beraktivitas secara normal dan Kematian
merupakan sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu teijadinya. Sehingga
kematian tidak hanya dialami oleh kaum yang berusia lanjut, tetapi juga dapat
dialami oleh orang-orang yang masih muda, usia remaja, atau bahkan masih
bayi, sedangkan Kehamilan tidak diinginkan (KTD) diawali dari kehamilan
remaja merupakan salah satu fenomena sosial yang belakangan ini semakin
meningkat terjadi di lingkungan masyarakat. Kehamilan tidak diinginkan
merupakan suatu keadaan yang dialami oleh seorang perempuan yang
mengalami kehamilan namun tidak menginginkan kehadiran bayi dari
kandungannya tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adisukrisno, 2015. Asuhan Patologi Kebidanan. Trans Info Media.


Jakarta

Anik Maryunani 2013. Program Perencanaan persalinan Dan Pencegahan


Komplikasi. Trans Info Medika. Jakarta

Anita. 2017. Waktu dan Alasan Keterlambatan Untuk Kunjungan Pertama


Ante NatalCare

Astuti, D.Y (Tt). Kematian Akibat Bencana dan Pengaruhnya Pada Kondisi
Psikologis Suvervisor: Tinjauan Tentang Arti Penting Death Education.
Universitas Islam Indonesia |Yogyakarta

Bethsaida J. 2015. Pendidikan Psikologi Untuk Bidan. Rapha Publising


Yogyakarta UNIVERSITAS ANDALAS BKKBN. 2006. Perun Suami
dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Surabaya: Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Timur.

Cahyasari, I (2018). Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya
Meninggal.Universitas Gunadarma.

Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC. 2017.

Fadli. Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta Frekuensi


Kekambuhan Penderita Skizofrenia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. 12013:7:10.

Hartini. N. (2017). Deat and Dying. Kematian dan Proses Menuju Kematian
Hawari. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. FKUI :
Jakarta: -20119

Irmansyah. Pencegahan dan Intervensi Dini Skizofrenia. 2018. Diunduh dari


:http//scizofrenia.web.id.

13

Anda mungkin juga menyukai