Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Pengelolaan Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


Patologis Sistem Integumen dan Sistem Immune”

Dosen Pengampu: I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh kelompok 6

1. Ni Putu Eka Bendesy (34/P07120221083)


2. Ni Putu Eva Intan Julianti (35/P07120221084)
3. Ni Putu Lidyana Sukma Dewi (36/P07120221085)
4. Ni Putu Nadya Anyssa Putri Diwantara (37/P07120221086)
5. Ni Putu Nariasih (38/P07120221087)
6. Ni Putu Riska Yanti (39/P07120221088)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga berhasil menyeselesaikan makalah yang
berjudul “Pengelolaan Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Patologis
Sistem Integumen dan Sistem Immune” tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang diberikan oleh Ibu Ni Made Wedri, S.Kep, Ners, M.kes selaku dosen
PMJK Keperawatan Medikal Bedah II di Poltekkes Kemenkes Denpasar.

Dalam makalah ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan makalah ini,diantaranya:

1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan akal pikiran dan Kesehatan kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Bapak, I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes. selaku dosen pengampu di Poltekkes
Kemenkes Denpasar.
3. Orang tua dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Dengan demikian penulis berharap semoga makalah ini dapat dijadikan acuan sebagai
bahan kajian dan sumber referensi bagi pembaca sekalian dalam pembuatan makalah yang
sama selanjutnya.

Denpasar, 1 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan Masalah...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3

2.1 Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integument dan sistem immune ....................................... 3

2.2 Dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune ........................................ 5

2.3 Praktek anamnese pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman
patologis sistem integumen dan sistem immune...................................................... 6

2.4 Prosedur pemeriksaan fisik pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune ............................................. 8

2.5 Prosedur pemeriksaan diagnostik pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune ..................................... 11

2.6 Prosedur tindakan keperawatan untuk memenuhi rasa aman dan nyaman ............ 15

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 27

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 27

3.2 Saran.................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologis. Maslow menyatakan
bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan
fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging
needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan
akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Nah disini
kelompok kami membahas mengenai Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Kebutuhan akan keselamatan atau
keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya fisik. Perubahan
kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito,
Linda Jual, 2000). Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Pada zaman modern ini angka gangguan rasa aman nyaman semakin meningkat. Baik
di Negara maju maupun berkembang. Hal ini sangat membahayakan bagi kehidupan
seseorang, sehingga untuk mencegah komplikasi lebih lanjut harus segera mendapat
perawatan medis di rumah sakit. Hal ini dikarenakan, tubuh manusia sangat rentan
terhadap suatu injuri. Sistem imun ikut berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sistem imun ini merupakan suatu sistem yang komplek karena sistem
imun harus dapat memberikan respon terhadap invasi berbagai agen infeksiustermasuk
bakteri, virus, jamur, dan lain-lain. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme.
Sistem integumen mengarah pada struktur kulit dan aksesorisnya dan merupakan
sistem organ terbesar pada tubuh manusia. Aksesori yang dimaksud yaitu kuku, rambut,
dan kelenjer. Pada tubuh manusia dewasa, berat kulit pada kurang lebih sama dengan 16

1
persen dari berat tubuh manuasia. Sistem integumen meliputistruktur kulit, bagian-bagian
dari kulit, fungsi kulit dan konsep patologis kelainan kulit. Kulit merupakan organ tubuh
terluar yang terpenting yang berfungsi sebagai sawar (barrier), karena kulit merupakan
organ pemisah antara bagian di dalam tubuh dengan lingkungan di luar tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana evaluasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman
dan nyaman patologis sistem integument dan sistem immune?
2. Bagaimana dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune?
3. Bagaimana praktek anamnese pada pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune?
4. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman
dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune?
5. Bagaimana prosedur pemeriksaan diagnostik pada pasien gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune?
6. Bagaimana prosedur tindakan keperawatan untuk memenuhi rasa aman dan nyaman?

1.3 Tujuan Masalah


1. Memahami tentang evaluasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan
rasa aman dan nyaman patologis sistem integument dan sistem immune
2. Memahami dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune.
3. Memahami praktek anamnese pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune.
4. Memahami prosedur pemeriksaan fisik pada pasien gangguan kebutuhan rasa aman
dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune.
5. Memahami prosedur pemeriksaan diagnostik pada pasien gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integumen dan sistem immune.
6. Memahami prosedur tindakan keperawatan untuk memenuhi rasa aman dan nyaman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan
Nyaman Patologis Sistem Integument dan Sistem Immune
Evaluasi keperawatan merupakan suatu proses tahap akhir atau tahap kelima pada
proses keperawatan yang memiliki tujuan untuk menentukan apakah seluruh proses
keperawatan dapat berjalan dengan baik dan pencapain tindakan sesuai dengan harapan.

Tgl/Jam No.Dx Evaluasi Hasil


1. S: Pasien mengatakan kerusakan jaringan dan kerusakan kulit membaik
O:

a. Perfusi jaringan meningkat


b. Kerusakan jaringan menurun
c. Kerusakan lapisan kulit menurun
d. Kemerahan menurun
e. Jaringan parut menurun

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan Intervensi

2. S : Pasien mengatakan alergi yang diderita membaik


O:
a. Nyeri Menurun
b. Gatal Lokal Menurun
c. Bersin Menurun
d. Edema Lokal menurun

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan Intervensi
3. S: Pasien mengatakan kerusakan jaringan dan kerusakan kulit membaik
O:
a. Perfusi jaringan meningkat
b. Kerusakan jaringan menurun

3
c. Kerusakan lapisan kulit menurun
d. Kemerahan menurun
e. Jaringan parut menurun

A: Masalah teratasi
P: Pertahankan Intervensi

4. S: pasien mengatakan infeksi yang diderita membaik


O:
a) Kebersihan tangan meningkat
b) Kebersihan badan meningkat
c) Demam menurun
d) Kemerahan menurun
e) Nyeri menurun
f) Bengkak menurun vasikel menurun
g) Cairan berbau busuk menurun
h) Sputum berwarna hijau menurun
i) Drainase purulen menurun
j) Kadar sel darah putih membaik
k) Kultur darah membaik
l) Kultur sputum membaik
m) Kultur area luka membaik

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan Intervensi
5. S : Pasien mengatakan lebih berhati hati saat melakukan sesuatu
O:
a) Jatuh dari tempat tidur menurun
b) Jatuh saat berdiri menurun
c) Jatuh saat duduk menurun
d) Jatuh saat berjalan menurun
e) Jatuh saat dipindahkan menurun
f) Jatuh saat naik tangga menurun
g) Jatuh saat dikamar mandi menurun

4
h) jatuh saat membungkuk menurun
A: Masalah teratasi

P: Pertahankan Intervensi
6. S: pasien mengatakan luka pada jaringan kulit membaik
O:
a. Elastisitas kulit dan jaringan meningkat
b. Hidradi kulit dan jaringan meningkat
c. Perfusi jaringan meningkat
d. Kerusakan jaringan menurun
e. Kerusakan lapisan kulit menurun
f. Nyeri menurun
g. Perdarahan menurun
h. Kemerahan menurun
i. Pigmentasi abnormal menurun
j. Suhu kulit meningkat
k. Sensasi membaik
l. Tekstur membaik
m. Pertumbuhan rambut membaik

A: Masalah teratasi

P: Pertahankan Intervensi

2.2 Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Kebutuhan


Rasa Aman dan Nyaman Patologis Sistem Integument dan Sistem Immune
Dokumentasi adalah komunikasi tertulis yang secara permanen mencatat berbagai
informasi terkait dengan berbagai pengaturan pasien. Dalam proses keperawatan,
dokumentasi keperawatan merupakan salah satu elemen penting pada layanan kesehatan,
karena dengan dokumentasi sangat baik, memungkinkan untuk terus menerus dipelajari
status kesehatan pasien. Selain itu, dokumentasi tersebut merupakan dokumen hukum
yang sah terkait dengan pelayanan keperawatan.
Asuhan keperawatan sangat penting bagi perawat. Kemampuan untuk
memberikan layanan berkualitas dan kemudian secara efektif mengkomunikasikan
perawatan pasien bergantung pada kualitas informasi dan kualitas dokumentasi yang

5
diberikan, untuk digunakan semua profesional medis. Bagi perawat yang tidak mematuhi
dokumentasi keperawatan akan mengakibatkan penurunan kualitas integritas asuhan
keperawatan.
2.3 Praktek Anamnese pada Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Patologis Sistem Integumen dan Sistem Immune
AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala kerusakan
sistem kekebalan tubuh bukan disebabkan oleh penyakit bawaan namun disebabkan oleh
infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Arti lain AIDS
merupakan sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
diketahui pasti penyebabya. Dimana terdapat beberapa faktor risiko dari terjadinya AIDS
yang berhubungan dengan HIV, antara lain:
a. Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan alat
kontrasepsi (kondom).
b. Menggunakan jarum suntik secara berulang (tidak sekali pakai).
c. Melakukan pekerjaan yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh manusia tanpa
menggunakan alat pelindung diri yang tepat.

Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien / keluarga pasien dan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untk memperoleh keterangan – keterangan
tentang keluhan dan riwayat penyakit yang diderita pasien. Hal pertama yang harus
ditanyakan saat anamnesa adalah identitas pasien.
Anamnesa adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan dengan komunikasi
percakapan antara seorang pemeriksa dengan pasiennya secara langsung dan tidak
langsung melalui orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien ,untuk mendapatkan
data pasien beserta permasalahan medis yang dialaminya. Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesa dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar – dasar patofisiologi terjadinya suatu penyakit atau gangguan pada
organ tubuh manusia, serta berdasarkan dari gangguan kesehatan yang dikeluhkan oleh
pasien.
Tujuan dari anamnesa yaitu
1. Mendapatkan data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan
oleh pasien. Apabila anmnesia dilakukan dengan cermat, maka informasi yang didapatkan
akan sangat berharga bagi penegak diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesia saja
seorang pemeriksa sudah dapat menegakkan diagonis. Secara umum sekitar 60 – 70%

6
kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang
benar.
2. Membantu menegakkan diagnose sementara, ada beberapa penyakit yang sudah dapat
ditegakkan dengan anamneses
3. Menetapkan diagnose banding, Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
4. Membantu hubungan yang baik antara seorang pemeriksa dan pasiennya. Umumnya, seorang
pasien yang baru pertama kali bertemu dengan pemeriksanya akan merasa canggung, tidak
nyaman dan bahkan ada rasa takut, sehingga cenderung tertutup. Tugas seorang pemeriksalah
untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksa anamnesis adalah pintu pembuka atau
jembatan untuk membangun hubungan pemeriksa dengan pasiennya sehingga dapat
mengembangkan keterbukaan dan kerja sama dari pasien untuk tahap – tahap pemeriksaan
selanjutnya yang dibutuhkan.

Berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksa akan mampu menentukan beberapa hal mengenai
pasien yang dihadapinya, seperti :

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan penyebab munculnya keluhan pasien
(diagnosis banding)
3. Faktor – factor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausal/etiologi), seperti infeksi, trauma, keganasan atau
proses degenerative
5. Faktor – faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis tambahan yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya

Selain pengetahuan pemeriksaannya, seorang pemeriksa diharuskan juga mempunyai kemampuan


untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan
data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat, berhubungan dengan ketepatan atau
tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. Kelengkapan dan ketepatan data yang diperoleh,
menunjukan ketajaman dan kejelian pemeriksa untuk mengungkap dan menangkap informasi dari
pasien dan keluarganya. Hal ini dipengaruhi oleh kedalaman kedalam pengetahuan pemeriksa
mengenai penyakit dan dasar -dasar pengetahuan patogenesis dan patiofisiologi yang mendasari

7
terjadinya penyakit. Selain itu, kelengkapan dan ketepatan data juga mencerminkan kerja sama
yang baik dari pihak pasien dan keluarganya.

Pada bagian anamnesis hal umum yang dikaji adalah sebagai berikut :

Identitas Pasien - Nama


- Tanggal Lahir/ Umur
- Jenis kelamin
- Agama
- Alamat
- Pekerjaan
- Tanggal MRS/Jam
- No.MRS
- Tanggal Pengkajian
- Sumber Data
Riwayat Kesehatan - Keluhan utama saat MRS
- Keluhan sekarang
- Diagnosa medis saat ini
- Riwayat penyakit terdahulu

2.4 Prosedur Pemeriksaan Fisik pada Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan
Nyaman Patologis Sistem Integumen dan Sistem Immune : pemeriksaan terhadap
tingkat kesadaran, fungsi menelan
Pemeriksaan fisik adalah teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan cara
investigasi terhadap tubuh untuk menentukan status kesehatan pasien. Teknik yang
digunakan dalam pemeriksaan fisik mencakup teknik inpeksi (melihat), palpasi (meraba),
perkuasi (mengetuk) dan auskultasi (mendengarkan). Pemeriksaan fisik dilakukan secara
lengkap mulai dari pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV), antopometri, tingkat kesadaran
dan pemeriksaan sistematis dari kepala sampai ke kaki. Data yang diperoleh selama
pemeriksaan fisik merupakan data primer dan aktual sehingga perawat dapat menegakkan
diagnosis keperawatan yang aktual berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan fisik (Potter et al., 2019).
1. Pemeriksaan terhadap tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan. Pemeriksaan tingkat kesadaran biasanya dengan

8
menggunakan skala GCS (Glasgow Coma Scale). Glasgow Coma Scale (GCS)adalah
skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran secara kuantitatif pada klien
dengan menilai respon klien terhadap rangsangan yang diberikan. Pemeriksaan GCS
terdiri dari 3 komponen yaitu respon membuka mata (eye opening), respon verbal
terbaik (best verbal response), dan respon motorik terbaik (best motorik response)
atau Eye, Verbal, dan Motorik. Pada setiap kondisi, memiliki skor tertentu dan skor
tersebut menggambarkan bagaimana tingkat kesadaran pasien.
Aspek Pemeriksaan Kondisi yang dialami pasien Skor

Mata (Eyes) Mata terbuka spontan 4

Pasien membuka mata terhadap suara 3

Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri 2


(penekanan
pada supraorbita : area di atas kelopak mata)
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak 1
membuka mata)
Verbal (V) Baik dan tidak disorientasi (dapat menjawab dengan 5
kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada)
Pasien bingung (tidak ada korelasi antara pertanyaan 4
pemeriksa dengan jawaban pasien, meski pasien
mampu menjawab dengan kalimat)
Pasien hanya menjawab dengan kata-kata (contoh : 3
aduh, ibu, rumah). Penggunaan kata-kata yang tidak
sesuai atau
tidak teratur, tidak dapat mempertahankan kecakapan
bicara
Pasien mengerang atau suara tidak teratur 2
Tidak ada jawaban, tidak ada suara, bahkan dengan 1
rangsangan nyeri yang kuat
Motorik (M) Pasien mampu mengikuti perintah pemeriksa (contoh 6
: mengangkat lengan)
Pasien mampu melokalisasi nyeri (saat pasien 5
dirangsang nyeri pada area supraorbita : area di atas
kelopak mata, pasien mengangkat lengan melebihi
dagu, artinya pasien mengetahui lokasi nyeri)
Pasien menghindar saat dirangsang nyeri (saat 4
pemeriksa memberi rangsang nyeri, pasien hanya
membuang muka untuk menghindari nyeri)
Reaksi fleksi abnormal (saat dirangsang nyeri, pasien 3
memberi respon berupa menekuk/fleksi siku dan
pergelangan tangan)

9
Reaksi ekstensi abnormal (saat dirangsang nyeri, 2
pasien memberi respon berupa meluruskan/ekstensi
siku dan menekuk pergelangan tangan ke arah dalam)
Tidak ada reaksi 1

Tingkat kesadaran pasien dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

Tingkat kesadaran Kondisi pasien


Compos mentis Kesadaran penuh, pasien dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
GCS (14-15)
Apatis Pasien mengalami sedikit penurunan kesadaran, segan
untuk berhubungan dengan sekitarnya sikapnya acuh tak
GCS (12-13)
acuh.
Delirium Pasien gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)
memberontak, berteriak-teriak, berhakusinasi, kadang
GCS (10-11)
berkhayal.
Somnolen Kesadaran pasien menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
GCS (7-9)
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
Stupor Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
GCS (5-6)
Semi-koma Tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal
dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap
GCS (4)
rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi reflex kornea dan pupil
masih baik
Coma Pasien tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan (tidak ada respon kornea maupun reflek
GCS (3)
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

2. Pemeriksaan fungsi menelan


Flexible endoscopic evaluation of swallowing (FEES) atau Tes Fungsi
Menelan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kemungkinan
gangguan pada proses menelan (disfagia) yang disebabkan oleh kelainan pada
persarafan ataupun otot-otot di rongga mulut, tenggorok dan esofagus. Saat menelan
makanan atau cairan, makanan akan melewati mulut dan turun melalui bagian
tenggorok yang disebut faring. Kemudian makanan atau cairan melewati
kerongkongan sebelum masuk ke perut. Gerakan ini membutuhkan serangkaian

10
tindakan dari otot-otot di area tersebut dan juga membutuhkan koordinasi dengan
otot-otot pernapasan, karena pernapasan berhenti saat menelan. Sedangkan saat
bernapas, udara melewati faring dan laring kemudian bergerak turun melalui tabung
panjang yang disebut trakea sebelum mencapai paru-paru.
FEES menilai proses menelan dengan menggunakan 6 jenis konsistensi
makanan antara lain cairan encer, cairan kental, bubur saring, bubur tepung, bubur
nasi dan biskuit. Semua jenis makanan tersebut diberi warna hijau atau biru agar
tampak visualisasi pada monitor TV. Pemeriksaan dilakukan tanpa tindakan
pembiusan dan dalam posisi pasien duduk tegak atau duduk miring 45º. Pemeriksaan
FEES membutuhkan kerjasama pasien untuk mengikuti instruksi yang diberikan.
Dengan menggunakan endoskopi serat lentur yang dimasukkan melalui rongga
hidung hingga mencapai daerah belakang hidung, FESS dilakukan untuk
mengevaluasi proses menelan secara objektif. Akan tergambar cara makan dan
menelan yang aman dimana makanan dari rongga mulut tidak salah jalan yaitu masuk
ke saluran napas atau dalam istilah medis disebut aspirasi. Selain itu FEES dapat
menentukan posisi kepala dan manuver pada saat menelan sehingga jalan napas
terlindungi. FEES dapat dilakukan dalam waktu singkat dan hasil evaluasi langsung
dapat dinilai.

2.5 Prosedur Pemeriksaan Diagnostik pada Pasien Gangguan Kebutuhan Rasa Aman
dan Nyaman Patologis Sistem Integumen dan Sistem Immune : pengambilan
spesimen darah, pemeriksaan elisa
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu terhadap suatu
masalah Kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting dalam membantu diagnose,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa.
1. Pengambilan spesimen darah
Pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses
mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada macam cara
memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit
(skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara yang paling
umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan
venipuncture.
Pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil
dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini

11
terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf
besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi
pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati
karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf median. Jika vena
cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat
dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan
dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil. Ada dua
cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual
dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan
menggunakan tabung vakum (vacutainer) (Iskandar, 17 2015). Prosedur pengambilan
darah vena meliputi beberapa tahap yang telah di rekomendasikan sesuai dengan SOP
dalam llaboratorium
1) Persiapkan alat-alat yang diperlukan : jarum, kapas alkohol 70%, tali pembendung
(turniket), plester, tabung vakum.
2) Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
3) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman
mungkin.
4) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
5) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien
minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
6) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan
aktifitas.
7) Minta pasien mengepalkan tangan.
8) Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
9) Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk
memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan
memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah
pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
10) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan
biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
11) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan
tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap
pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai

12
darah berhenti mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung
pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
12) Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang
diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk
pemeriksaan.
13) Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas
beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum
turniket dibuka.

Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture yang


berarti proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Tempat yang
digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah di ujung jari tangan (fingerstick)
atau anak daun telinga. Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada
1/3 bagian tepi telapak kaki atau ibu jari kaki. Lokasi pengambilan tidak boleh
menunjukkan adanya gangguan peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi
(oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat. Pengambilan darah
kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan sampel dengan volume kecil,
misalnya untuk pemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb, hematokrit (mikrohematokrit)
atau analisa gas darah (capillary method). Prosedur pengambilan darah kapiler
(Iskandar, 2015) yaitu

1) Siapkan peralatan sampling : lancet steril, kapas alcohol 70%.


2) Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol 70%, biarkan
kering.
3) Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit supaya rasa
nyeri berkurang.
4) Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga darah tidak harus
diperas-peras keluar. Jangan menusukkan lancet jika ujung jari masih basah oleh
alkohol. Hal ini bukan saja karena darah akan diencerkan oleh alkohol, tetapi
darah juga melebar di atas kulit sehingga susah ditampung dalam wadah.
5) Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan memakai kapas kering,
tetes berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
6) Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan diperas-peras untuk
mencegah terbentuknya jendalan.
2. Pemeriksaan elisa

13
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) adalah teknik assay yang
berbasiskan plat/lempengyang dirancang untuk mendeteksi dan kuantifikasi peptida,
protein, antibodi dan hormon. Pada ELISA, antigen harus diimobilisasi ke permukaan
yang solid dan kemudian ditambahkan antibodi yang berikatan dengan enzim. Deteksi
dilakukan dengan menilai aktivitas enzim konjugat melalui inkubasi dengan substrat
untuk memproduksi suatu produk yang terukur. Elemen yang penting dalam strategi
deteksi pada ELISA adalah interaksi spesifik antigenantibodi. Pemeriksaan ELISA
umumnya dilakukan menggunakan plat/lempeng polystyrene 96 (atau (384 sumuran)
yang akan secara pasif mengikat antibodi dan protein. Reaktan dari pemeriksaan
ELISA yang terimobilisasi ke dalam permukaan mikroplat membuat pemisahan dari
material yang tidak berikatan menjadi lebih mudah. Kemampuan untuk mencuci
material nonspesifik yang tidak berikatan membuat pemeriksaan ELISA menjadi alat
pemeriksaan yang akurat untuk mengukur analit spesifik.
Prosedur umum dari pemeriksaan ELISA dimulai dengan tahap pelapisan, di
mana lapisan pertama berisikan dengan antigen atau antibodi target yang diabsorbsi
ke dalam plat polystyrene 96 sumuran. Tahap ini kemudian dilanjutkan dengan tahap
blocking di mana semua tempat yang permukaan yang tidak berikatan akan terlapisi
oleh blocking agent. Tahap selanjutnya adalah melakukan beberapa kali pencucican.
Plat kemudian akan diinkubasi dengan antibodi yang terkonjugasi dengan enzim.
Tahap ini kemudian dilanjutkan dengan beberapa kali proses pencucian untuk
menghilangkan antibodi yang tidak berikatan. Substrat kemudian akan ditambahkan
untuk memproduksi suatu sinyal kalorimetrik. Tahap akhir adalah pembacaan dari
mikroplat. Assay ini menggunakan proses seprasi melalui ikatan dengan mikroplat,
beberapa kali pencucian akan dilakukan pengulangan pada masing-masing tahap
ELISA untuk menghilangkan material yang tidak berikatan. Selama proses ini, hal
yang penting diperhatikan adalah untuk membuang cairan sisa untuk mencegah dilusi
dari cairan yang ditambahkan pada tahap assay selanjutnya. Untuk memastikan
keseragaman, alat pencuci plat khusus sering kali digunakan.

14
Gambar Prosedur Umum Pemeriksaan ELISA

2.6 Prosedur Tindakan Keperawatan Untuk Memenuhi Rasa Aman dan Nyaman
1. Merawat luka
Definisi Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta
mencegah terjadinya komplikasi luka

Tujuan 1. Menjaga luka dan trauma


2. Imobilisasi luka
3. Mencegah pendarahan
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman dan bakteri
5. Meningkatkan kenyamanan fisik dan pisikologi
Peralatan dan 1. Sarung tangan bersih
perlengkapan 2. Sarung tangan steril
3. Cairan antiseptic
4. Alat cukur rambut, jika diperlukan
5. Set perawatan luka

15
Prosedur 1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas
(nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomer rekam
medis)
2. Jelaskan tujuan dan Langkah-langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
5. Pasang sarung tangan bersih
6. Monitor karakteristik luka (meliputi drainase, warna,
ukuran dan bai)
7. Monitor tanda-tanda infeksi
8. Lepaskan balutan dan pelester secara perlahan
9. Cukur rambut sekitar daerah luka, jika perlu
10. Lepaskan sarung tangan bersih dan pasang sarung
tangan steril
11. Bersihkan luka dengan cairan NaCL atau pembersih
nontoxic, sesuai kebutuhan
12. Bersihkan jaringan nekrotik jika ada
13. Berikan salap yang sesuai dengan kondisi luka jika
perlu
14. Pasang balutan sesuai jenis luka
15. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
16. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
17. Anjurkan konsusmsi makanan tinggi kalori dan protein
18. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
19. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan
20. Lepaskan sarung tangan
21. Lakukan bersihan tangan 6 langkah
22. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan
respons pasien

2. Memberi kompres pada luka


Definisi Perawatan luka dengn cara pemberian kompres hangat pada

16
luka dengan cairan disinfektan.
Tujuan 1. Mempercepat proses penyembuhan luka
2. Sebagai pengobatan dan mencegahinfeksi
3. Mengetahui perkembangan luka
4. Memberi relaksasi pada otot sekitar luka
5. Mempermudah produksi yang melekat pada luaka
Peralatan dan Persiapan alat
Perlengkapan a. Alat on steril
 Baki + alas (perlak)
 Bengkok
 Gunting dan pleaster
 Sarung tangan steril
 Kapas alcohol
 Rivanol
b. Alat steril
 Larutan kompres Ns atau sesuai permintaan
dokter.
 Klem arteri
 Handuk steril
 Kapas steril
 Kasa steril/ABD/lidi kapas steril
Prosedur 1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas
(nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomer rekam
medis)
2. Jelaskan tujuan dan Langkah-langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
5. Membawa alat-alat ke samping tempat tidur pasien dan
pemasangan tabir/korden di sisi tempat tidur pasien
6. Posisi pasien dan pemasangan alas dibagian bawah luka
7. Menggunakan sarum tangan on steril, membuka
pembalut luka dan mengobservasi kondisi luka, buang
balutan luka kedalam bengkok

17
8. Memakai sarung tangan steril, memberikan kompres
pada luka dengan kasa yang sudah diberi rivanol secara
berulang, ulangi selama 15-20 menit
9. Mengeringkan luka dan menutup luka dengan kasa steril
10. Membersihkan bekas plester pada kulit sekitar luka
dengan kapas alcohol, memfiksasi balutan dengan
plester.
11. Merapikan pasien dan memberi posisi istirahat yang
nyaman.
12. Merapikan alat-alat dan mencuci tangan
13. Mendokumentasikan Tindakan perawatan kompres luka
pada rekam medis

3. Memasang restrain
A. Pengertian
Restrain adalah terapi dengan alat – alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien, dilakukan pada kondisi khusus, merupakan intervensi yang
terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau di kontrol dengan
strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan (Widyodinigrat. R, 2009).
B. Jenis – Jenis Restrain
a. Camisole (Jaket Pengekang)

b. Manset / tali untuk pergelangan tangan dan kaki

18
C. Tujuan Pemasangan Restrain
a. Menghindari hal – hal yang membahayakan pasien selama pemberian
asuhan keperawatan
b. Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan (jatuh dari tempat
tidur)
c. Memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa aman (safety and
security needs)

D. Sasaran Pemasangan Restrain


a. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah
b. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh gelisah)

E. Persiapan Alat
a. Pilihlah restrain yang cocok sesuai kebutuhan
b. Bantalan pelindung kulit/ tulang
F. Persiapan Pasien
Kaji keadaan pasien untuk menentukan jenis restrain sesuai keperluan

G. Cara Kerja
a. Perawat cuci tangan
b. Gunakan sarung tangan
c. Gunakan bantalan pada ekstremitas klien sebelum dipasang restrain
d. Ikatkan restrain pada ekstremitas yang dimaksud
e. Longgarkan restrain setiap 4 jam selama 30 menit
f. Kaji kemungkinan adanya luka setiap 4 jam (observasi warna kulit dan

19
denyut nadi pada ekstremitas)
g. Catat keadaan klien sebelum dan sesudah pemasangan restrain.

4. Melakukan tes allergi hasil kolaborasi

Injeksi sub cutan (s.c)

a. Pengertian
Injeksi Sub Kutan adalah suatu cara memberikan obat melalui suntikan di bawah
kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau
sepertiga bagian tengah dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar
umbilicus.
b. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan
program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk
tipe lambat
c. Lokasi

d. Prosedur

A. Tahap persiapan
a. Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur pemberian obat
b. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien dan menjaga privasi pasien

20
c. Memastikan obat-obatan sudah sesuai program pengobatan dokter
d. Memeriksa daftar obat pasien
e. Menyiapkan Disposable Spuit 1 cc atau 0,5 cc.
f. Menyiapkan obat yang akan
disuntikkan
B. Tahap pelaksanaan
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan
dari pakaian. Apabila menggunakan pakaian, maka buka pakaian
dan di keataskan.
d. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan
diberikan. Setelah itutempatkan pada bak injeksi.
e. Desinfeksi dengan kapas alkohol.
f. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan
suntikansubkutan).
g. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas
dengan sudut 45-90 derajat dari permukaan kulit.
h. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-
lahan hinggahabis.
i. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah
dipakaimasukkan ke dalam bengkok.
j. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
k. Cuci tangan.

C. Tahap terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan pasien
d. Membereskan alat-alat
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

5. Memberikan obat sesuai program terapi

21
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


LABORATORIUM KEPERAWATAN

MEMBERIKAN OBAT SECARA ORAL

Pengertian Tindakan pemberian obat secara oral


Tujuan Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek
samping dari obat tersebut dapat segera diatasi
Prosedur : 1. Baki
Persiapan alat 2. Obat yang akan diberikan
3. Cangkir obat
4. Tisu
5. Air minum
6. Bengkok
Preinteraksi 1. Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
2. Identifikasi factor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontra indikasi
3. Siapkan alat dan bahan
Tahap Orientasi 1. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien / keluarga
3. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
4. Menanyakan keluhan utama pasien
Tahap kerja 1. Jaga privasi pasien
2. Cuci tangan
3. Buka obat dan taruh dicangkir obat yang sudah
disediakan. Jangan lepas pembungkusnya.
4. Oral: Berikan obat dan air minum pada pasien
5. Sublingual: Berikan obat pada pasien dan beritahu agar
meletakkan obat pada bagian bawah lidah hingga terlarut
seluruhnya. Anjurkan pasien agar tetap menutup mulut
tidak minum dan berbicara selama obat belum terlarut
seluruhnya.
6. Pastikan obat sudah ditelan oleh pasien
7. Cek mulut pasien
8. Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman
Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan pasien)
2. Berikan umpan balik positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
5. Bereskan peralatan
6. Cuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan didalam catatan keperawatan:
tanggal, jam, obat yang diberikan, respon pasien selama
dilakukannya prosedur, tanda tangan dan nama terang.

22
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


LABORATORIUM KEPERAWATAN

MEMBERIKAN OBAT MELALUI VAGINAL DAN REKTAL

Pengertian Tindakan pemberian obat melalui vagina dan rectal


Tujuan Mendapatkan efek terapi obat (mengurangi rasa nyeri,
terbakar, ketidaknyamanan) dan mengobati saluran vagina
atau serviks (infeksi, peradangan).
Prosedur : 1. Supositoria vaginal dan rectal
Persiapan alat 2. Handuk
3. Pispot
4. Duk
5. Pelumas larut air
6. Sarung tangan bersih
7. Tisu
8. Pembalut
9. Bengkok
Preinteraksi 1. Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
2. Identifikasi factor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontra indikasi
3. Siapkan alat dan bahan
Tahap Orientasi 1. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien / keluarga
3. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
4. Menanyakan keluhan utama pasien
Tahap kerja 1. Tawarkan pasien untuk BAK atau BAB
2. Jaga privasi pasien.
3. Cuci tangan kemudian gunakan handscone
4. Buka pakaian bawah
Pemberian obat melalui vaginal
5. Bersihkan vaginal
6. Lepaskan supositoria dari pembungkusnya dan beri
pelumas disekitar ujungnya
7. Dengan tangan non dominan regangkan lipatan labia
8. Masukkan ujung supositoria kedalam vagina sesuai
panjang jari telunjuk (7,5-10cm)
9. Tarik jari dan bersihkan pelumas sisa disekitar orifisium
dan labia
10. Instruksi pasien untuk tetap pada posisi telentang selama
10 menit
11. Berikan pembalut sebelum pasien melakukan ambulasi
Pemberian obat melalui rectal
12. Minta pasien untuk posisi sims fleksi ke depan

23
13. Periksa kondisi anus eksternal dan palpasi dinding rectal
14. Buka sarung tangan. Ganti dengan yang baru
15. Buka obat supositoria dari wadah, beri pelumas pada ujung
dengan jeli
16. Minta pasien untuk menarik nafas perlahan melalui mulut
untuk merilekskan spinkter anal
17. Regangkan bokong pasien dengan tangan nondominan
anda. Lalu masukkan obat supositoria perlahan melalui
anus. Masukkan telunjuk ±10 cm pada orang dewasa, 5 cm
anak-anak.(Wong, 1999). Tarik jari andaa dan berikan
area. Instruksikan pasien untuk tetap terbaring selama 5
menit
18. Rapikan pasien
19. Buka sarung tangan dan cuci tangan
Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan pasien)
2. Berikan umpan balik positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
5. Bereskan peralatan
6. Cuci tangan.
Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan (tanggal,
jam, obat, yang diberikan, respon pasien selama dilakukannya
prosedur, tanda tangan nama terang)

24
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


LABORATORIUM KEPERAWATAN

MEMBERIKAN OBAT TOPIKAL

Pengertian Pemberian obat yang dilakukan pada kulit. Obat ini dapat
berupa krem, lotion, aerosol, dan sprey.
Tujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit,
mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi.
Prosedur : 1. Obat yang diperlukan
Persiapan alat 2. Kapas lidi steril
3. Kapas bulat
4. Kasa steril
5. Bengkok
6. Handuk
Preinteraksi 1. Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
2. Identifikasi factor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontra indikasi
3. Siapkan alat dan bahan
Tahap Orientasi 1. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien / keluarga
3. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya
4. Menanyakan keluhan utama pasien
Tahap kerja 1. Cuci tangan
Kulit
2. Membersihkan kulit dengan kasa steril.
3. Mengoleskan obat pada kulit.
Mata
4. Atur pisisi pasien duduk atau tidur terlentang dengan
kepala ditengadahkan.
5. Membuka kelopak mata bawah dengan telunjuk jari kiri.
6. Meneteskan obat tetes mata pada permukaan konjungtiva
kelopak mata bawah.
7. Membersihkan air mata yang keluar dengan kapas.
8. Apabila obat mata jenis salep, pegeng aplikator salep di
atas pinggir kelopak mata kemudian tekan salep sehingga
obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah..
Setelah selesai anjurkan pasien untuk melihat ke bawah,
secara bergantian dan berikan obat pada kelopak mata
bagian atas dan biarkan pasien untuk memejamkan mata
dan mengerakkan kelopak mata.
Telinga
9. Membantu pasien dalam posisi tidur miring, telinga yang
sakit mengarah ke atas.
10. Meletakkan handuk dibawah bahu pasien.

25
11. Membersihkan liang telinga dengan lidi kapas.
12. Mengisi pipet dengan obat yang sudah disediakan.
13. Menarik daun telinga dan di angkat ke atas dengan hati-
hati.
14. Menetesi obat melalui sisi atau dinding telinga untuk
mencegah terhalang oleh gelembung udara, sesuai dosis
yang ditentukan.
15. Membersihkan bekas cairan obat dengan kapas bulat.
Hidung
16. Pasien diberi sikap berbaring tengadah dengan kepala
lebih rendah dari bahu.
17. Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.
18. Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.
19. Berbaring dengan bantal di bawah bahu dan kepala
tengadah ke belakang.
20. Mengisi pipet dengan obat yang sudah ditentukan.
21. Menetesi obat ke dalam lubang hidung sesuai dosis yang
ditentukan.
22. Pasien dianjurkan untuk tengadah atau berbaring selama
5-10 menit supaya obat tidak mengalir keluar.
23. Membersihkan tetesan dengan kapas / tisu
24. Cuci tangan
Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan pasien)
2. Berikan umpan balik positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
5. Bereskan peralatan
6. Cuci tangan.
Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan
(tanggal, jam, obat, yang diberikan, respon pasien selama
dilakukannya prosedur, tanda tangan nama terang)

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Evaluasi keperawatan merupakan suatu proses tahap akhir atau tahap kelima
pada proses keperawatan yang memiliki tujuan untuk menentukan apakah seluruh
proses keperawatan dapat berjalan dengan baik dan pencapain tindakan sesuai dengan
harapan. Dokumentasi keperawatan merupakan salah satu elemen penting pada
layanan kesehatan, karena dengan dokumentasi sangat baik, memungkinkan untuk
terus menerus dipelajari status kesehatan pasien. Selain itu, dokumentasi tersebut
merupakan dokumen hukum yang sah terkait dengan pelayanan keperawatan.
Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien / keluarga pasien
dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untk memperoleh
keterangan – keterangan tentang keluhan dan riwayat penyakit yang diderita pasien.
Praktek anamnesa pada pasien dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman
meliputi identitas pasien yang terdiri dari nama, tanggal lahir/umur, jenis kelamin,
agama, alamat, pekerjaan, tanggal MRS/jam, no MRS, tanggal pengkajian, sumber
data. Dan riwayat kesehatan yang terdiri dari keluhan utama saat MRS, keluhan
sekarang, diagnosa medis saat ini, riwayat penyakit terdahulu.
Pemeriksaan fisik adalah teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data
dengan cara investigasi terhadap tubuh untuk menentukan status kesehatan pasien.
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan fisik mencakup teknik inpeksi (melihat),
palpasi (meraba), perkuasi (mengetuk) dan auskultasi (mendengarkan). Pemeriksaan
fisik dilakukan secara lengkap mulai dari pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV),
antopometri, tingkat kesadaran dan pemeriksaan sistematis dari kepala sampai ke
kaki. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman meliputi pemeriksaan terhadap tingkat kesadaran dan pemeriksaan fungsi
menelan.
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu
terhadap suatu masalah Kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting dalam
membantu diagnose, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa.
Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman meliputi pemeriksaan spesimen darah dan pemeriksaan ELISA. Adapun
prosedur tindakan keperawatan untuk memenuhi rasa aman dan nyaman meliputi

27
merawat luka, memberi kompres pada luka, memasang restrain, melakukan tes allegri
hasil kolaborasi dan memberikan obat sesuai program terapi.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan adanya makalah ini, diharapkan para
pembaca dapat memahami bagaimana pengelolaan pasien gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integument dan sistem immune. Dalam penulisan
ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ballsy C. A. Pangkey., dkk. 2021.Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan.Yayasan Kita


Menulis
Labir, I. K. (2022). Modul Praktikum Farmakologi Mahasiswa Program Studi Terapan
Keperawatan . Denpasar: Politeknik Kemenkes Denpasar.

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,


dan Praktik Volume I Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Rahman, M. 2018. Hubungan Antara Pelaksanaan Prosedur Pencegahan Infeksi
Pada Pasien Post Operasi Dengan Proses Penyembuhan Luka Di Rumah Sakit
Islam Unisma Malang . [Serial Online] Https://Publikasi.Unitri.Ac.Id
Tim Pokja Pedoman SOP Keperawatan DPP PPNI. Pedoman Standar Prosedur Oprasional
Keperawatan Edisi 1
Ngurah Gede, I Gusti. 2018. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Repository Poltekkes
Denpasar. Diakses pada 3 September 2022, dari
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/575/3/BAB%20II.pdf .
Novi Malisa., dkk. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Yayasan Kita Menulis, 2021

iv

Anda mungkin juga menyukai