Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

POLIO

NAMA KELOMPOK :

1. USMAN

2. RESKY TUMONGLO

3. YOHANA MANGGAPROUW
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat beliaulah penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul ” ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN POLIO”  untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing penulis yaitu Fazryani
M.Torano, S.kep,Ns,MKM yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Dan
penulis juga mengucapkan terima kasih  banyak kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian makalah ini. Baik berupa materi-materi, pemikiran dan lain
sebagainya. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan penulis
mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat nantinya bagi para pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan
sangat jauh dari kata sempurna, seperti kata peribahasa yaitu tak ada gading yang tak retak.
Oleh karena itu, penulis mengaharapkan saran dan keritik yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

JAYAPURA, 28 OKTOBER 2017

KELOMPOK 6
Daftar Isi

Kata Pengantar .........................................................................................................

Daftar Isi ...............................................................................................................

BAB I Pendahuluan ...............................................................................................................

1.1 Latar
Belakang ...............................................................................................................

1.2 Rumusan
Masalah ...............................................................................................................

1.3
Tujuan ............................................................................................................
...

1.4
Manfaat ............................................................................................................
...

BAB II Laporan Pendahuluan ...................................................................................................

2.1 Teori
Medis ...................................................................................................

2.2 Teori Asuhan Keperawatan ...........................................................................

BAB III Laporan Kasus ...................................................................................................

BAB IV WOC (Kasus) ...................................................................................................

BAB V Pentup ...................................................................................................

Datar Pustaka ...................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.Polio
menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalamhitungan jam.
Virus ini memasuki tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal
adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah,kekakuan pada leher dan nyeri pada
anggota badan. Satu dari 200 infeksimenyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di
kaki). Di antara mereka yanglumpuh, 5% sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan
mereka lumpuh.(http:// www. Litbang. Depkes.go.id).

Di Indonesia banyak dijumpai penyakit polio terlebih pada anak-anak halini


disebabkan oleh asupan gizi yang kurang. Disamping asupan gizi juga dapatdipengaruhi
oleh faktor keturunan dari orang tua, apalagi dengan kondisi di negeriini yang masih
banyak dijumpai keluarga kurang mampu sehingga kebutuhan gizianaknya kurang
mendapat perhatian.

Peran serta pemerintah disini sangat diharapkan untuk membantu dalam menangani
masalah gizi buruk yang masih banyak ditemui khususnya di daerah terpencil atau yang
jauh dari fasilitas pemerintah, sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran.Kalau
hal ini tidak mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang
menderita penyakit polio.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini,antara lain :

1.Bagaimana konsep Poliomyelitis?

2.Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis?


1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1.Menjelaskan konsep Poliomyelitis.

2.Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.Menjelaskan definisi Poliomyelitis.

2. Menjelaskan etiologi Poliomyelitis

3. Menjelaskan manifestasi klinis Poliomyelitis.

4.Menjelaskan patofisiologi Poliomyelitis.

5.Menjelaskan penatalaksanaan Poliomyelitis.

6.Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis.

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan asuhankeperawatanpada


anak dengan Poliomyelitis.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 TEORI MEDIS

A. Pengertian

Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem
saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di
bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas,
muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun
sering kali sebagian tubuh menjadi lemah danlumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling
sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh
ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain. Poliomielitis adalah
penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior
massa kelabu sumsum tulang belakang dan intimotorik batang otak, dan akibat kerusakan
bagian susunan syaraf tersebut akanterjadi kelumpuhan serta autropi otot. Poliomielitis
atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yangdisebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh
melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).

B. Klasifikasi

Ada 2 klasifikasi yaitu :

1. Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah,


sakit perut, lesu, dansensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung.
Otot terasa lembek jika disentuh.

2. Polio Paralisis Kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus polio


berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio
paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai tujuh hari berikutnya akan
muncul gejala dan tanda- tanda lain, seperti: sakit kepala, kram otot leher
dan punggung, sembelit/konstipasi, sensitif terhadap rasa raba.
Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya,yaitu:

1) Polio SpinalStrain

Polio SpinalStrain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,


menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan padabatang tubuh
dan otot tungkai.

Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari


satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling
sering ditemukan terjadipada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan
diserap olehkapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus
menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik.

Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang
tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang
seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batangotak. Infeksi ini akan
mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring
dengan berkembangbiaknya virus dalamsistem saraf pusat, virus akan menghancurkan
motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang
berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi inidisebut acute
flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusatdapat menyebabkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia.
Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai,
sedangkan jika terkenaorang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua
lengan dantungkai.

2) Bulbar Polio

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur pernapasan
dan saraf otak, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan
bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar
air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung,
usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.


Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah
terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke
paru-paru.

Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan;


korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau
diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum
masuk ke dalam paru-paru.

Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan


‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara
ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan
mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi
yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

C. Epidemologi

Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-,80-90% penderita polio adalah anak


balita,kebanyakan dibawah umur 2 tahun. Tahun 1955,di Massachusett Amerika
Serikat pernah terjadi wabah polio sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun
menjadi 139 kasus.Hasil penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia
Tenggara terdapat 4.214 dan 17.785 kasus. Dinegara musim dingin,sering terjadi
epidemic dibulan Mei-Oktober,tetapi kasus sporadic tetap terjadi setiap saat .

Di Indonesia ,sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit yang
sporadic-endemis,epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti Bliton sampai ke
banda, Balikpapan, bandung Surabaya,Semarang dan Medan Epidemi terakhir terjadi
pada tahun 1976/1977 di Bali Selatan. Kebanyakan infeksi virus polio tanpa gejala atau
timbul panas yang tidak spesifik. Perbandingan asimtomatik dan ringan sampaiterjadi
paralisis adalah 100:1 dan 1000:1.

Terjadinya wabah polio biasanya akibat:

a.Sanitasi yang jelek

b.Padatnya jumlah penduduk

c.Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja

d.Pengadaan air ber`sih yang kurang

Penularan dapat melalui:

a. Inhalasi

b. Makanan dan Minuman

c. Bermacam serangga seperti lipas dan lalat.


Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan
pula tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan.

Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan.
Namun data epidemiologi yang sukar didapat.Dalam salah satu symposium imunisasi
dijakarta(1979) dilaporkan bahwa:

1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah (10%)

2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.

3. Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000
kasus.Namun,10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat
gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.

Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh


komplikasi berupa kegagalan nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya
kematian.Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 5-10%
yang memberikan gejala poliomyelitis.

D. Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :

1. Brunhilde

2. Lansing

3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan


pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari

Klasifikasi virus :

Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)

Familia: Picornaviridae

Genus: Enterovirus

Spesies: Poliovirus

Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:

· Tipe I Brunhilde

· Tipe II Lansing dan

· Tipe III Leoninya


Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-
kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan.

Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh tipe II dan III dan virus
ini tidak menimbulkan imunitas silang.

Penularan virus terjadi melalui :

1. Secara langsung dari orang ke orang

2. Melalui tinja penderita

3. Melalui percikan ludah penderita

Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan dan
saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan getah
bening

Resiko terjadinya Polio:

a) Belum mendapatkan imunisasi

b) Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio

c) Usia sangat muda dan usia lanjut

d) Stres atay kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik dapat
melemahkan system kekebalan tubuh). C. Manifestasi Klinis

1. Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala
karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa


hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.

3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau
masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan
hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.

4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai


kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut
pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-
bentuk gejalanya antara lain :

a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot


leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak
ekstremitas.

b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak


dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan
sirkulasi.

c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara


bentuk spinal dan bentuk bulbar.

d. Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran


menurun, tremor dan kadang kejang.

E.Patofisiologi

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya
terkena poliomyelitis ialah :

1. Medula spinalis terutama kornu anterior.

2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio
retikularis yang mengandung pusat vital

3. Sereblum terutama inti-inti virmis.

4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-
kadang nucleus rubra.

5. Talamus dan hipotalamus.

6. Palidum.

7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.

F. Komplikasi

1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis

G.Pencegahan

Cara pencegahan dapat dilalui melalui :

1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis
3. Jangan melakukan tindakan endemis

H. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan

Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas

2. Pemeriksaan Fisik

a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky

I. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.

2. Hipertermi b/d proses infeksi.

3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d


paralysis otot.

4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.

5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis

6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.


J. Intervensi

1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.

intervensi:

1. Kaji pola makan anak.

2. Berikan makanan secara adekuat.

3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.


4. Timbang berat badan.
5. Berikan makanan kesukaan anak.

6. Berikan makanan tapi sering.

rasional:

1. Mengetahui intake dan output anak.


2. Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang.
3. Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang.
4. Mengetahui perkembangan anak.
5. Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih
banyak.
6. Mempermudah proses pencernaan.

2. Hipertermi b/d proses infeksi.

intervensi:

1. Pantau suhu tubuh.

2. Jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres.

3. Hindari mengigil.

4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit.

rasional:

1. Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih

2. Dapat menyebabkan efek neurotoksi.


3. Mengurangi penguapan tubuh.

4. Dapat membantu mengurangi demam.

3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.

intervensi:

1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.


2. Auskultasi bunyi nafas.
3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi
atau semi fowler.
4. Berikan tambahan oksigen.

rasional:

1. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah


komplikasi.

2. Mengetahui adanya bunyi tambahan.

3. Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru.

4. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru.

4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.

intervensi:

1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak


mengatasi nyeri.

2. Libatkan orang tua dalam memilih strategi.

3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis


khusus sebelum nyer

4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi


selama nyeri.

5. Berikan analgesic sesuai indikasi.


rasional:

1. Teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi


dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi

2. Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak.

3. Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan.

4. Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus


pada tindakan yang diperlukan

5. Mengurangi nyeri.

5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.

intervensi:

1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak.

2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada).

3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk


aktif seperti pemasukan makanan yang tidak adekuat

4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman.

rasional:

1. Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana


perawatan bagi program rehabilitasi.

2. Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak.

3. Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk


mempertahankan atau meningkatkan mobilitas.

4. Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak


untuk berjalan.

6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

intervensi:
1. Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas
(mis.renda, sedang, parah).

2. Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa
menayakan apa yang dipercaya.

3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh


keluarga.

4. Hindari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan


berjalan lancar”.

rasional:

1. Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang


dipelajari.

2. Pasien mungkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.

3. Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah


yang dapat dibatasi setelah periode yang diperpanjang.

4. Harapan–harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya


pemahaman atau kejujuran.

M. Tumbuh Kembang Anak Usia 0 -5 Tahun

Penyimpangan tumbuh kembang anak harus dideteksi sejak dini, terutama sebelum anak
berumur 3 tahun, agar dapat segera di intervensi. Apabila deteksi terlambat, yang
menyebabkan penanganan terlambat sehingga penyimpangan akan sulit untuk diperbaiki.
Terdapat beberapa tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan antara lain:
1. Masa dalam kandungan (prenatal), masa Neonatal (0 – 28 hari), masa Bayi (>6 bulan)
terjadi stanger anxiety (cemas).
• Menangis keras
• Pergerakan tubuh yang banyak
• Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
• Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
• Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis.
• Pengingkaran / denial.
• Mulai menerima perpisahan.
• Membina hubungan secara dangkal.
• Anak mulai menyukai lingkungannya.
3. Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi
agresif.
• Menolak makan
• Sering bertanya
• Menangis perlahan
• Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan;
• Meninggalkan lingkungan yang dicintai.
• Meninggalkan keluarga.
• Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.
5. Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul:
• Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
• Tidak kooperatif dengan petugas
• Bertanya-tanya
• Menarik diri
• Menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi.
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
• Takut
• Cemas
• Perasaan sedih
• Frustasi
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
• Marah
• Cemburu
• Benci
• Rasa bersalah
Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
• Acuh tak acuh
• Terkesan menghindar
Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi.
Fokus intervensi keperawatan adalah:
• Menimalkan stressor
• Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
• Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
• Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress. Dapat dilakukan dengan cara:
• Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
• Mencegah perasaan kehilangan control
• Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan:
• Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
• Modifikasi ruang perawatan
• Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu teman sekolah
Mencegah perasaan kehilangan control:
• Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
• Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
• Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
• Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri
• Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
• Menghadirkan orang tua bila mungkin
• Tunjukkan sikap empati
• Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui
cerita dan gambar
• Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini
dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak:
• Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
• Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak- Meningkatkan
kemampuan kontrol diri
• Memberi kesempatan untuk sosialisasi
• Memberi support kepada anggota
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit:
• Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
• Kenalkan pada pasien yang lain
• Berikan identitas pada anak
• Jelaskan aturan rumah sakit
• Laksanakan pengkajian
• Lakukan pemeriksaan fisik
Dampak hospitalisasi:
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan
tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai