Pekalongan - Indonesia
By M. Ali Sodik, M.A.
Copyright © 2018 PENERBIT NEM
ISBN: 978-602-5737-07-7
ii
j
iii
iv
KATA PENGANTAR
v
Tak ada gading yang tak retak, tentunya peribahasa ini
sangat tepat sekali ditujukan kepada apa yang telah kami
persembahkan ini. Kritik dan saran yang konstruktif senantiasa
kami harapkan sehingga karya-karya selanjutnya bisa lebih baik
lagi. Sekali lagi, semoga buku kecil yang kami persembahkan ini
memberikan manfaat kepada pembaca sekalian.
Robbi zidni ‘ilman nafi’a, warzuqni fahma zaida,
Wal ‘afwu minkum
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Tim Penerbit
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR __ v
DAFTAR ISI __ vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang __ 1
B. Rumusan Masalah __ 7
vii
3. Sampling __ 38
D. Variabel Penelitian __ 39
E. Defenisi Operasional __ 39
F. Pengumpulan dan Pengolahan Data __ 40
1. Instrumen Penelitian __ 40
2. Lokasi dan Waktu Penelitian __ 41
3. Pengumpulan Data __ 41
4. Uji Validitas dan Reliabilitas __ 42
5. Pengolahan Data __ 43
G. Analisa Data __ 44
H. Etika Penelitian __ 45
I. Keterbatasan Penelitian __ 46
BAB 5 PEMBAHASAN
A. Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang Bahaya Merokok di
Kelurahan Tosaren Kota Kediri __ 65
B. Perilaku Merokok Anggota Keluarga di Dalam Rumah di
Kelurahan Tosaren Kota Kediri __ 70
C. Hubungan Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang Bahaya
Merokok dalam Kaitannya dengan Perilaku Merokok
Anggota Keluarga di Dalam Rumah di Kelurahan Tosaren
Kota Kediri __ 73
viii
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan __ 77
B. Saran __ 78
DAFTAR PUSTAKA
SEPUTAR PENULIS
ix
x
A. LATAR BELAKANG
Pada zaman modern ini, rokok bukanlah benda asing lagi.
Baik mereka yang hidup di kota maupun di desa pada umumnya
sudah mengenal benda yang bernama rokok ini. Bahkan oleh
sebagian orang, rokok sudah menjadi kebutuhan hidup yang
tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa alasan yang jelas, seseorang akan merokok baik setelah
makan, saat minum kopi atau teh, bahkan sambil bekerjapun
sering diselingi dengan merokok. Rokok sudah menjadi
kebudayaan manusia (Jaya, 2009).
Merokok adalah kebiasaan bodoh yang dapat membunuh
diri sendiri dan tentu saja tidak ada yang bisa dipuji dari
kebiasaan tersebut. Merokok membuat seseorang menjadi pucat,
tampak tidak sehat dan keriput. Sesungguhnya seluruh perokok
dewasa memulai kebiasaan mereka sejak usia remaja saat
1
mereka masih terlalu mudah untuk memikirkan konsekuensi
jangka panjang dari merokok (Lovastatin, 2007).
Perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau
menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok
yang dilakukan secara menetap dan terbentuk melalui empat
tahap, yaitu: tahap preparation, initiation, becoming a smoker, dan
maintenance of smoking (Maman, 2009).
Jumlah konsumsi rokok di Indonesia menurut The Tobaco
Atlas 2002, menempati pososi kelima di dunia yaitu sebesar 215
miliar batang. Mengikuti China sebanyak 1,634 triliun batang,
Amerika Serikat sebanyak 451 miliar batang, Jepang sebanyak
328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar batang. Badan
kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar
346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Dan
tidak kurang dari 90% dari 660 orangyang terkena penyakit
kanker di salah satu rumah sakit sanghai Cina adalah disebabkan
rokok (Jaya, 2009).
Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI
menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas
masih belum terjadi penurunan dari 2007-2013, bahkan
cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007
menjadi 36,2% pada 2013. Bahkan, yang lebih mencengangkan
lagi, menurut penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics
and Evaluation (IHME), sebuah organisasi riset global di
Universitas Washington, jumlah pria perokok di Indonesia
meningkat dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57%
di bawah Timor Leste 61%. Di bawah Indonesia ada Laos
(51,3%), China (45,1%) Kamboja (42,1%).Dalam riset yang juga
telah dipublikasikan dalam Journal of The American Medical
Association, Januari 2014 itu, menunjukkan bahwa Indonesia
2
merupakan salah satu dari 12 negara yang menyumbangkan
angka sebanyak 40% dari total jumlah perokok dunia (Sukarno,
Puput Ady, 2014).
Selain menyebabkan gangguan kesehatan, konsumsi rokok
juga menyebabkan kerugian ekonomi, baik di tingkat rumah
tangga maupun di masyarakat. Di Indonesia, tiap tahunnya
pemerintah mengeluarkan biaya pengobatan penyakit terkait
tembakau sebesar Rp 2,11 Triliun, yang terdiri dari pengeluaran
rawat inap sebesar Rp 1,85 Trilyun dan rawat jalan sebesar Rp
0,26 Trilyun. Beberapa kasus selektif dari penyakit terkait
tembakau di Indonesia antara lain Penyakit Pernapasan, Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah (termasuk Stroke),
Neoplasma/Kanker, serta Gangguan Perinatal. Mengutip laporan
GATS (2011), kretek merupakan produk tembakau yang paling
populer di Indonesia. Untuk membeli rokok kretek, rata-rata
perokok mengeluarkan uang sebanyak Rp 198.761,-per bulan.
Sebanyak 79,8% perokok menyatakan, membeli rokok dari kios
atau warung. Merek rokok yang paling diminati masyarakat di
Indonesia antara lain Gudang Garam, Djarum, Sampoerna, Dji
Sam Soe dan Tali Jagad. Karena itu, berbasis pada bukti di seluruh
dunia, jelas merokok sangat membahayakan kesehatan dan
merugikan perekonomian masyarakat (Kemenkes R.I., 2012).
Timbulnya kebiasan merokok ini biasanya diawali dari
melihat orang sekitarnya merokok. Banyak anak-anak
menganggap bahwa dengan merokok akan menjadi lebih dewasa.
Ada pula yang merasa dengan merokok akan menimbulkan
ketenangan, terlepas dari rasa takut dan gelisah (Aqib, 2011).
Berdasar riset dari Telkom Indonesia tanggal 2 sampai 8
Oktober 2014 lalu, merokok berdampak buruk bagi kesehatan.
Merokok akan mengundang penyakit mematikan seperti
3
impotensi, kanker, dan sesak nafas. Telkom Indonesia
memaparkan fakta medis bahaya merokok sebagai berikut:
Impotensi (42,4 persen), kanker mulut (18,5), stroke dan jantung
(16,8), kanker paru-paru (12,0), gangguan janin (8,5), dan
kebutaan (1,5). (Zulfiyan, 2014).
Perilaku merokok ini juga dipandang sebagai upaya
penyeimbang dalam kondisi stress (Muchtar, 2005). Padahal
menurut dr. Mudjiran, seorang konselor dan dosen psikologi UNP
(dalam http://katakandengankata.wordpress.com/2009/02/04)
mengemukakan bahwa merokok tidak ada kaitannya sama sekali
dengan stress, depresi, ataupun masalah psikologis lainnya. Jika
ada orang yang merokok untuk mengatasi stress, maka perilaku
merokok itu hanya sebuah pelarian. Merokok hanya melupakan
sementara saja stressor (penyebab stress) karena untuk
sementara waktu konsentrasi beralih pada rokok dan stressor
terlupakan. Tetapi setelah selesai merokok konsentrasi akan
kembali lagi pada stressor tersebut.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu
sendiri, Asap Rokok Orang Lain (AROL) juga berbahaya bagi
kesehatan orang di sekitarnya, yang dalam hal ini menjadi
perokok pasif. AROL adalah gabungan antara asap yang
dikeluarkan oleh ujung rokok yang membara dan produk
tembakau lainnya serta asap yang dihembuskan oleh perokok.
Tidak ada batas aman untuk AROL. Hasil survey menunjukkan
bahwa jumlah perokok pasif perempuan di Indonesia 62 juta dan
laki-laki 30 juta, dan yang paling menyedihkan adalah jumlah
anak usia 0-4 tahun yang terpapar AROL sebesar 11,4 juta anak.
Perokok pasif ini mempunyai risiko terkena penyakit kanker 30
% lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap
4
rokok, juga terkena penyakit jantung iskemik yang disebabkan
oleh asap rokok (Kemenkes RI, 2013).
Terhadap bahaya asap rokok sekunder, ditemukan
keterpaparan terhadap asap rokok pada 51,3% atau 14,6 juta
orang dewasa di tempat kerjanya; dan pada 78,4% atau 133,3
juta orang dewasa di rumahnya. Paparan asap rokok juga dialami
85,4% atau 44,0 juta orang dewasa yang berkunjung ke restoran.
Ini menunjukkan perlunya perlindungan pada para perokok pasif
yang membahayakan kesehatannya ( Kemenkes R.I, 2012).
Lebih berbahaya lagi bagi perokok yang dengan santainya
merokok di dalam rumah tanpa memperhatikan kesehatan
anggota keluarga yang lain. Asap rokok yang berada di dalam
ruangan lebih berbahaya dibandingkan asap rokok yang berada
di luar ruangan yang sirkulasi udaranya lebih terbuka. Di dalam
asap roko terdapat 30 jenis polutan serta 60 zat penyebab
kanker. WHO telah merilis data bahwa 50% anak-anak di seluruh
dunia terpolusi asap rookok di rumah mereka. Rumah memang
menjadi tempat yang ideal bagi perokok pasif terkena penyakit
bila salah satu anggota keluarga merokok. Pihak yang paling
dirugikan adalah wanita dan anak-anak. Sekitar 65,6 juta wanita
dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok atau
menjadi perokok pasif (Zulkifli, 2010).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20
orang ibu rumah tangga di RT 25/ RW 09 Kelurahan Tosaren kota
Kediri diketahui bahwa 15 ibu rumah tangga (75%) mengatakan
memiliki anggota keluarga yang merupakan perokok aktif dan 5
ibu rumah tangga (25%) mengatakan tidak memiliki anggota
keluarga yang merokok. Sedangkan mengenai jumlah perokok
anggota keluarga dalam setiap kepala keluarga, 15 orang ibu
mengatakan yang merokok 1 orang yaitu suami.
5
Di Indonesia banyak warga yang terpapar asap rokok
karena sekitar 91,8% perokok merokok di rumah tidak jauh dari
istri dan anak-anak mereka. Perokok di Indonesia sebagian besar
dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang mengeluarkan
7,4 hingga 12 persen dari pendapatnya untuk membeli rokok.
Sekitar 82 persen rokok yang dikonsumsi merupakan rokok
kretek produk indonesia (Zulkifli, 2010).
Kesadaran untuk tidak merokok justru datang dari perokok
pasif yang terdiri dari para ibu. Mereka selalu mengingatkan
suaminya ketika akan merokok di dalam rumah. Rumah bebas
asap rokok adalah kegiatan untuk menghimbau perokok agar
tidak merokok di dalam rumah. Gerakan juga ini membiasakan
para perokok aktif agar tidak merokok di dalam rumah, di dalam
pertemuan, di depan ibu hamil, maupun di depan anak-anak.
Program ini merupakan upaya penyelamatan lingkungan
sekaligus meningkatkan kesehatan masyarakat serta melindungi
perokok pasif dan juga mendukung Pola Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) (Pramesti, 2012).
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberi makna
kepada stimulus (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Ibu
Rumah Tangga Tentang Bahaya Merokok Dalam Kaitannya
dengan Perilaku Merokok Anggota Keluarga di Dalam Rumah di
Kelurahan Tosaren Kota Kediri”.
6
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok dalam kaitannya dengan perilaku merokok anggota
keluarga di dalam rumah di Kelurahan Tosaren RT 25/RW 09
Kota Kediri?
↜oOo↝
7
8
A. LANDASAN TEORI
1. Konsep Persepsi
a. Pengertian
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi
adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuly), (Desiderato, 1976 dalam Rakhmat, 2010).
Persepsi dalam psikologi adalah proses memperoleh
informasi untuk memahami suatu obyek tertentu. Alat untuk
memperoleh informasi tersebut adalah melalui
penginderaan, sedangkan alat untuk memahaminya adalah
dengan kesadaran atau kognisi. Manusia memiliki alat indera
sebagai alat untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya.
Obyek-obyek yang ada di sekelilingnya ditangkap oleh alat
9
indera untuk kemudian dialirkan ke otak, sehingga dengan
demikian individu dapat megamati obyek tersebut, hal ini
disebut sensasi. Pada tahap berikutnya, rangsang yang
sampai pada alat indera yang datang dalam jumlah yang
banyak pada suatu waktu dan dalam bentuk yang tidak
mempunyai arti, diorganisir dan ditarsirkan oleh individu.
Proses tersebut disebut persepsi (Nurlailah, 2010).
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
proses penginderaan yaitu proses diterimanya stimulus oleh
indvidu melalui alat indera. Namun proses tidak berhenti
begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu
proses penginderaan tidak lepas dari pross persepsi. Proses
penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu
individu menerima stimulus melalui alat indera yaitu melalui
mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat
pendengaran, lidah sebagai alat pengecapan, kulit sebagai
alat peraba. Stimulus yang diindera itu kemudian
diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu
menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan
proses ini disebut persepsi (Lukaningsih, 2010).
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi
adalah memberi makna kepada stimulus (Notoatmodjo,
2010).
b. Jenis-jenis persepsi
Dalam wikipedia disebutkan bahwa proses
pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh
10
oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa
jenis:
1) Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari inderapenglihatan.
Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang
pada bayi, dan memengaruhi bayi dan balita untuk
memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik
utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus
persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam
konteks sehari-hari.
Persepsi visual merupakan hasil dari apa yang kita lihat
baik sebelum kita melihat atau masih membayangkan dan
sesudah melakukan pada objek yang dituju.
2) Persepsi auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran
yaitu telinga.
3) Persepsi perabaan
Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil
yaitu kulit.
4) Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari
indera penciuman yaitu hidung.
5) Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera
pengecapan yaitu lidah. (http://id.wikipedia.org/wiki/
Persepsi. Diakses tgl 08 Juni 2015)
11
1) Obyek yang dipersepsikan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat
indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari
dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai
syaraf penerima yang bekerja sebagai syaraf reseptor.
Namun sebagian besar stimulus datang dari luar diri
individu.
2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untk
menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf
sensoris unuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor
ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat
kesadaran.sebaai alat untuk mengadakan respon diperlukan
syaraf motoris.
3) Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi
diperlukan adanya perhatian yaitu merupakan langkah
pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan
persepsi. Perhatian merupakan pemusaatan atau konsentrasi
dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan pada suatu atau
sekumpulan objek.
12
b) Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik
untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal
yang lama.
c) Velocity ataupercepatan misalnya gerak yang cepat
untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih
efektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat.
d) Conditioned stimulation, stimulus yang dikondisikan
seperti bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.
2) Faktor internal
a) Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi
untuk berspon terhadap istirahat.
b) Interest, hal-hal yang menarik lebih diperhatikan
dari pada hal yang tidak menarik.
c) Need, kebutuhan akan hal tertentu dan akan menjadi
pusat perhatian.
13
objek stimulus reseptor
Gambar 2.1
Proses terjadinga persepsi menurut Sunaryo (2009)
14
sehingga teori ini disebut teori SOR (stimulus-organisme-
respons).
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup
asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana
tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan (PP No. 109 tahun 2012).
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang
sekitar 70-120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan
diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau
yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya
dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup melalui
mulut pada ujung lainnya (Aula, 2010).
Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun
muncul karena adanya faktor internal (factor biologis dan
factor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk
mengurangi stres) dan factor eksternal (factor lingkungan
sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk
(2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah
aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan
menggunakan pipa atau rokok. Menurut Ogawa (dalam
Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai
suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok
disebut sebagai tobacco dependency atau ketergantungan
tembakau. Tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan
sebagai perlaku penggunaan tembakau yang menetap,
biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan
adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan
15
akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok
dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang
berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur
melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi
merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi,
2000). Sementara Leventhal & Cleary (1980) menyatakan
bahwa perilaku merokok terbentuk melalui empat tahap,
yaitu: tahap preparation, initiation, becoming a smoker, dan
maintenance of smoking. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas
menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan
pipa atau rokok yang dilakukan secara menetap dan
terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation,
initiation, becoming a smoker, dan maintenance of smoking
(Maman, 2009).
b. Jenis-jenis rokok
Menurut Jaya (2009), di Indonesia pada umumnya,
rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini
didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau
isi rokok, proses pembuatan rokok dan penggunaan filter
pada rokok.
1) Rokok berdasarkan bahan pembungkus
a) Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa
daun jagung.
b) Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa
daun aren.
c) Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa
kertas.
16
d) Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa
daun tembakau.
2) Rokok berdasarkan bahan baku
a) Rokok putih, yaitu rokok yang bahan baku atau
isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
b) Rokok kretek, yaitu rokok yang bahan bahan baku
atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh dan
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
c) Rokok klembak, yaitu rokok yang bahan baku atau
isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan
kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek
rasa dan aroma tertentu.
3) Rokok berdasarkan proses pembuatannya
a) Sigaret Kretek Tangan (SKT), yaitu rokok yang
proses pembuatannya dengan cara digiling atau
dilinting dengan menggunakan tangan atau alat
bantu sederhana.
b) Sigaret Kretek Mesin (SKM), yaitu rokok yang proses
pembuatannya menggunakan mesin.sederhananya,
materi rokok dimasukan ke dalam mesin pembuat
rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuatan
rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin
pembuat rokok telah mampu menghasilkan
keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu
batang rokok per menit.
4) Rokok berdasarkan penggunaan filter
a) Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian
pangkalnya terdapat gabus.
17
b) Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian
pangkalnya tidak terdapat gabus.
18
seorang bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara
dalam darah perokok mencapai 4-15 persen.
4) Timah hitam (Pb)
Sebatang rokok menhasilkan Pb sebanyak 0,5 ug.
Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam 1
hari menghasilkan10 ug Pb. Sementara ambang batas timah
hitam yang masuk ke tubuh adalah 20 ug per hari.
19
1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
Dengan merokok seorang mengalami peningkatan
rasa yang positif. Green (dalam Psychologycal Factorin
Smoking, 1978), menambahkan tiga sub tipe ini yaitu:
a) Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok hanya
untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan
yang sudah diperoleh, misalnya merokok sambil
minum kopi atau setelah makan.
b) Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok
hanya dilakukan sekadarnya untuk menyenangkan
perasaan.
c) Pleasure of handling the cigarette, yakni kenikmatan
yang diperoleh dengan memegang rokok, terutama
yang dialami oleh perokok pipa. Perokok pipa akan
menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan
tembakau padahal untuk menghisapnya hanya
membutuhkan waktu beberapa menit. Perokokpun
lebih senang berlama-lama memainkan rokoknya
dengan jari-jarinya sebelum menyalakannya
menggunakan api.
2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan
negatif.
Banyak orang yang merokok demi mengurangi
perasaan negatif, misalnya saat mereka marah, cemas
dan gelisah rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka
merokok bila perasaan tidak enak sedang dialami,
sehingga mereka terhindar dari perasaan yang lebih
tidak mengenakan.
20
3) Perilaku merokok yang adiktif.
Orang-orang yang menunjukan perilaku seperti itu
akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat
setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Pada
umumnya mereka akan pergi keluar rumah membeli
rokok walaupun tengah malam. Sebab, mereka khawatir
bila rokok tidak tersedia padahal mereka sangat
menginginkannya.
4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Seseorang merokok bukan demi mengendalikan
perasaannya, tetapi karena bebar-benar sudah menjadi
kebiasaan rutin.
21
hal terkena penyakit yang disebabkan oleh rokok. Perokok
pasif mempunyai resiko yang sama dengan perokok aktif
karena perokok pasif juga menghirup kandungn karsinogen
(zat yang memudahkan timbulnya kanker yang ada dalam
asap rokok) dan 4.000 partikel lain yang ada di asap rokok.
Selain perokok aktif dan perokok pasif, masih ada tipe-
tipe perokok yang lain. Menurut Sitepoe tipe perokok ada
lima:
a) Tidak merokok, yaitu tidak pernah merokok selama
hidup.
b) Perokok ringan, yaitu merokok berselang-seling.
c) Perokok sedang, yaitu merokok setiap hari dalam
kuantum kecil.
d) Perokok berat, yaitu merokok lebih dari satu bungkus
setiap hari.
e) Berhenti merokok, yaitu semula merokok, kemudian
berhenti dan tidak pernah merokok lagi.
22
e. Tahapan Merokok
Menurut Laventhal dan Clearly (dalam Aula, 2010), ada
empat tahapan dalam perilaku merokok. Keempat tahap
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tahap Preparatory
Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,
melihat, ataupun hasil membaca sehingga menimbulkan niat
untuk merokok.
2) Tahap Initation (Tahap Perintisan Rokok)
Tahap perintisan merokok yaitu tahap keputusan
seseorang untuk meneruskan atau berhenti dari perilaku
merokok.
3) Tahap Becoming a Smoker
Pada tahap ini, seseorang yang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang perhari cenderung menjadi
perokok.
4) Tahap Maintaining of Smoking
Pada tahap ini, merokok sudah menjadi salah satu
bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek yang menyenangkan.
23
bukan perokok ternyata hidup atau bekerja dengan
seorang perokok, maka ia akan terpengaruh secara
otomatis. Boleh jadi, yang bukan perokok mulai mencoba
merokok, dan mungkin juga sebaliknya yakni perokok
mulai mengurangi konsumsi rokok. Disadari maupun
tidak, hl itu dilakukan sebagai upaya untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2) Faktor psikologis
Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan
seorang merokok yaitu, demi relaksasi atau ketenangan
serta mengurangi kecemasan atau ketegangan. Pada
kebanyakan perokok, ikatan psikologis dengan rokok
dikarenakan adanya kebutuhan untuk mengatasi diri
sendiri secara mudah dan efektif. Rokok dibutuhkan
sebagai alat keseimbangan.
Mengenali alasan atau penyebab merokok seperti
kebiasaan dan kebutuhan mental (kecanduan/
ketagihan) akan memberikan petunjuk yang sesuai
untuk mengatasi gangguan fisik ataupun psikologis yang
menyertai proses berhenti merokok. Berikut ini adalah
gejala-gejala yang dapat dicermati untuk mengenali
alasan merokok:
a) Ketagihan
(1) Adanya rasa ingin merokok yang menggebu.
(2) Merasa idak bisa hidup setengah hari tanpa
rokok.
(3) Sebagian kenikmatan merokok terjadi saat
menyalakan rokok.
(4) Merasa tidak tahan bila kehabisan merokok.
(5) Kesemutan di lengan dan kaki.
24
(6) Berkeringat dan gemetar (adanya penyesuain
tubuh terhadap hilangnya nikotin).
(7) Gelisah, susah konsentrasi, sulit tidur, lelah dan
pusing.
b) Kebutuhan Mental
(1) Merokok merupakan hal yang paling nikmat
dalam kehidupan.
(2) Adanya dorongan kebutuhan merokok yang
kuat ketika tidak merokok.
(3) Merasa lebih berkonsentrasi sewaktu bekerja
dengan merokok.
(4) Merasa lebih rileks dengan merokok.
(5) Keinginan untuk merokok saat menghadapi
masalah.
c) Kebiasaan
(1) Merasa kehilangan benda yang bisa dimainkan
di tangan.
(2) Kadang-kadang menyalakan rokok tanpa sadar.
(3) Kebiasaan merokok sesudah makan.
(4) Menikmati rokok sambil minum kopi.
3) Faktor genetik
Faktor genetik dapat menjadikan seorang
tergantung pada rokok. Faktor genetik atau biologis ini
dipengaruhi juga oleh faktor-faktor yang lain seperti
faktor sosial dan psikologi. Selain itu faktor faktor lain
yang menyebabkan seorang merokok adalah pengaruh
iklan. Meliht iklan di media masa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour.
25
g. Aspek-aspek dalam perilaku merokok
Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang
(2007, dalam Kore, 2012), yaitu:
1) Fungsi merokok dalamkehidupan sehari-hari
Erickson (Komasari dan Helmi, 200) mengatakan
bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri
pada remaja. Silvans dan Tomkins (Mu’tadin, 2002) funsi
merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami
perokok, seperti perasaan yang positif maupun negatif.
2) Intensitas Merokok
Smet (2003) mengklasifikasikan perokok
berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu:
a) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang
rokok dalam sehari.
b) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok
dalam sehari.
c) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok
dalam sehari.
3) Tempat Merokok
Tipe merokok berdasarkan tempat ada dua
(Mu’tadin, 2002) yaitu:
a) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik
(1) Kelompok homogen (sama-sama
perokok),secara bergerombol mereka
menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka
masih menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di smoking area.
(2) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah
orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang
jompo, orang sakit, dan lain-lain)
26
b) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
(1) kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok
memilih tempat -tempat seperti ini sebagai
tempat merokok digolongkan sebagai individu
yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh
rasa gelisah yang mencekam.
(2) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan
sebagai orang yang suka berfantasi.
4) Waktu Merokok
Menurut Presty (Smet, 2001) remaja yang
merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya
pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan
teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua.
27
berbahaya bagi perokok aktif, melainkan juga orang-orang
yang ada di sekitarnya. Mereka kena imbas racun debu
sekecil apapun (0,5 mikro) bisa masuk ke saluran
pernapasan (Zulkifli, 2010).
Adapun bahaya-bahaya rokok bagi kesehatan tubuh
menurut jaya (2009) adalah sebagai berikut:
1) Merokok menyebabkan antibodi menurun. Pada perokok
terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang
terdapat di dalam ludah yang berguna untuk
menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan
menyebabkan gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh.
2) Penyakit kanker paru-paru. Penyebab utama dari kanker
paru adalah asap rokok.
3) Ancaman utama rokok terhadap berbagai organ tubuh
diantaranya adalah otak, mulut, tenggorokan, jantung,
dada, paru-paru, hati, perut, ginjal dan kantung kemih,
reproduksi pria, reproduksi wanita dan kaki.
4) Rokok mempercepat penuaan. dr. Sri L. Wihardi seorang
ahli penyakit kulit dan kelamin, mengungkapkan bahwa
asap rokok ternyata bisa membuat perokok menjadi
cepat tua, karena asap rokok secara langsung bisa
merusak sel-sel saluran pernapasan. Oksidan yang
terinhalasi terlalu banyak, tidak dapat dinetralkan lagi
oleh sistem antioksidan. Selanjutnya oksidan rokok akan
merangsang sel-sel paru untuk mengeluaarkan oksidan
dan elatase.
5) Rokok membuat bibir berwarna hitam. dr. Hendrawan
Nadesul seorang pakar kecantikan, mengungkapkan
bahwa efek rokok akan menyebabkan bibir berwarna
hitam, hal ini dipengaruhi oleh suhu. Saat rokok dihisap,
28
panas rokok mengenai bibbir juga, makin lama bibir
makin terlihat kehitam-hitaman.
29
2) Laki-laki di bawah usia 25 tahun yang menghisap rokok
sebanyak 25 batang atau lebih sehari memiliki peluang
kematian sepuluh hhingga lima belas kali lebih tinggi
akibat serangan jantung dibandingkan mereka yang
tidak merokok.
3) Di negara maju, misalnya Inggris sepertiga laki-laki
meninggal sebelum usia mereka mencapai 65 tahun,
sebagian besar disebabkan oeh penyakit yang
berhubungan dengan kebasaan merokok. Itu berarti
sepertiga perempuan menikah menjadi janda sebelum
mereka menikmati masa pensiunnya dengan sang suami.
4) Sekitar 40% dari seluruh perokok berat meninggal
sebelum mereka mencapai usia 65 tahun. Dari sekitar
60% yang masih hidup banyak yang menderita akibat
bronkitis, angina, gagal jantung atau karena kaki
diamputasi, semuanya akibat kebiasaan merokok. Hanya
10% yang dapat bertahan hingga 75 tahun dalam kondisi
kesehatan cukup.
5) Jenis kanker lainnya yang juga sering terjadi pada
mereka yang perokok dibanding mereka yang bukan
perokok adalah tumor pada lidah, kerongkongan,
pangkal tenggorokan, pankeas, ginjal, kandung kemih,
dan leher rahim. Sekitar sepertiga dari seluruh penyakit
kanker tersebut disebabkan secara langsung oleh
kebiasaan merokok.
3. Konsep Keluarga
a. Pengertian
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi,
30
dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama
lain (Harmoko, 2012).
Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah
tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah,
adopsi atau perkawinan (Harmoko, 2012).
Menurut Departemen Kesehatan R.I (1998), keluarga
adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Harmoko, 2012).
Menurut BKKBN (1992), keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami
istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya (Murwani dan Setyowati, 2011).
b. Fungsi keluarga
Menurut Berns (2004) keluarga memiliki lima fungsi
dasar yaitu:
1) Reproduksi, keluarga memiliki tugas untuk
mempertahankan populasi yang ada dalam masyarakat.
2) Sosialisasi/edukasi, keluarga menjadi sarana untuk
transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan teknik dari generasi sebelumnya ke
generas yang lebih muda.
3) Penugasan peran sosial, keluarga memberikan identitas
pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial
ekonomi dan peran gender.
4) Dukungan ekonomi, keluarga menyediakan tempat
berlindung, makanan dan jaminan kehidupan.
31
5) Dukungan emosi/pemeliharaan, keluarga memberikan
pengalaman interaksi sosial yang pertama bag anak.
Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh dan
berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada
anak.
c. Struktur keluarga
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga inti adalah keluarga yang didalamnya
hanya terdapat tiga posisi sosial yaitu: suami-ayah, istri-
ibu, dan anak-sibling (Lee, 1982). Dalam keluarga inti
hubungan antara suami istri bersifat saling
membutuhkan dana mendukung layaknya persahabatan,
sedangkan anak-anak tergantung pada orang tuanya
dalam hala pemenuhan kebutuhan afeksi dan sosialisasi.
2) Keluarga batih (extended family)
Keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya
menyertakan posisi lain selain ketiga posisi di atas
(1982). Bentuk pertama dari keluarga batih yang banyak
ditemui di masyarakat adalah kelurga bercabang (stem
family). Keluarga bercabang terjadi manakala seorang
anak, dan hanya seorang, yang sudah menikah masih
tinggal didalam rumah orang tuanya. Bentuk kedua dari
keluarga batih adalah keluarga berumpun (lineal family).
Bentuk ini terjadi manakala lebih dari satu anak yang
sudah menikah tetap tinggal bersama kedua orang
tuanya. Bentuk ketiga dari keluarga batih adalah
keluarga beranting (fully extended). Keluarga ini terjadi
32
manakala di dalam sutu keluarga terdapat generasi
ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal
bersama. (Lestari, 2012)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Ibu Rumah Tangga
persepsi:
1) Objek yg
dipersepsikan
2) Alat indera, syaraf,
dan pusat susunan Persepsi tentang
syaraf. merokok
3) perhatian
Dampak perilaku
merokok:
1) Damapak positif
2) Dampak negatif
33
Keterangan:
: Diteliti
------------- : Tidak diteliti
Gambar 2.2
Kerangka konsep persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya merokok
dalam kaitannya dengan perilaku merokok anggota keluarga di dalam
rumah di kelurahan Tosaren Kota Kediri.
C. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dapat didefenisikan sebagai jawaban sementara
terhadap suatu permasalahan yang dihadapi dan harus
dibuktikan kebenarannya. Hipotesis merupakan pernyataan
sederhana mengenai suatu harapan peneliti tentang hubungan
antar varabel adalam masalah. Setelah hipotesis tersusun peneliti
mengujinya melalui penelitian (Dantes, 2012).
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara
persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya merokok dengan
perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah.
↜oOo↝
34
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bertujuan
untuk mengungkapkan hubungan korelatif dua variabel yaitu
menghubungkan antara variabel independent (persepsi tentang
merokok) dan variabel dependent (perilaku merokok). Rancangan
penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode cross
sectional, menganalisis hubungan tentang persepsi ibu rumah
35
tangga tentang bahaya merokok dalam kaitannya dengan
perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah di kelurahan
Tosaren kota kediri, yang pengambilannya datanya bersama-
sama atau sekaligus.
B. KERANGKA KERJA
Kerangka kerja adalah pentahapan atau langkah-langkah
dalam aktivitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel
sampai penyajian hasil (Nursalam, 2003).
Populasi
Seluruh ibu rumah tangga di kelurahan Tosaren RT 25/RW 09 yaitu sebanyak 47 orang
Sampel
Sebagian ibu rumah tangga di kelurahan Tosaren RT 25/RW 09 yaitu sebanyak 42 orang
Pengumpulan data
Kesimpulan
Gambar 3.1
Persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya merokok dalam kaitannya
dengan perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah di Kelurahan
Tosaren Kota Kediri.
36
C. POPULASI, SAMPLE DAN SAMPLING
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu rumah
tangga yang mempunya anggota keluarga perokok yaitu
berjumlah 47 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga
diperoleh sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi
sebagai contoh atau dapat menggambarkan keadaan populasi
yang sebenarnya (Arikunto, 2010).
Sampel dalam penelitian ni adalah jumlah ibu rumah tangga
di RT 25 RW 09 yang memenuhi kriteria yaitu 42 orang. Adapun
kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagaiberikut:
a. Kriteria inklusi
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang
akan diteliti (Nursalam, 2003).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Ibu rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga
perokok aktif (menghabiskan > 5 batang rokok setiap
hari).
2) Ibu rumah tangga yang dapat berkomunikasi dengan
baik.
37
b. Kriteria eksklusi
Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab. Adapun kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tidak bersedia
menjadi responden. Besar sampel dalam penelitian ini
dihitung berdasarkan rumus besar sampel berikut:
N
𝑛=
1 + N(d)²
Keterangan:
n : jumlah sampel yang dicari
N : jumlah populasi
d : tingkat signifikan (0,05)
47 47
𝑛= 𝑛= 𝑛
1 + 47(0,05)² 1 + 47(0,05)²
47
=
1 + 47(0,0025)
47
𝑛=
1 + 0,1175
47
𝑛=
1,1175
𝑛 = 42,058166 jadi sampelnya adalah 42
3. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2011).Penelitiann ini
menggunakan Probability Sampling (Simple Random Sampling)
yaitu suatu tekhnik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
(sugiyono, 2013).
38
D. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010).
1. Variabel Independen
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen atau variabel terikat (Sugiyono, 2009). Pada penelitian
ini variabel independennya adalah persepsi tentang merokok.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas
(sugiyono, 2009). Pada penelitian ini variabel dependentnya
adalah perilaku merokok.
E. DEFENISI OPERASIONAL
Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan
karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefenisikan
tersebut. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap
suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
oleh orang lain (Nursalam, 2003).
Defenisi Alat
No Variabel Indikator Skala Skor
Operasional Ukur
1 Independen: Cara pandang Bahaya Jawaban:
K
persepsi ibu atau pendapat merokok O Ya : 1
U
rumah tangga ibu rumah R Tidak : 0
I
tentang tangga mengenai D Kriteria:
S
perilaku perilaku I 1. Baik:
I
merokok merokok N 76%100%
O
A 2. Cukup: 56%-
N
L 75%
E
3. Kurang: ≤56%
R
39
2 Dependen: Aktivitas 1. Fungsi Jawaban
perilaku menghisap atau merokok K Ya: 1
merokok menghirup asap dalam U O Tidak: 0
rokok dengan kehidupan I R Kriteria:
menggunakan sehari-hari S D 1. Baik:
pipa atau rokok 2. Intensitas I I 76%100%
yang dilakukan merokok O N 2. Cukup: 56%-
secara menetap 3. Tempat N A 75%
(Maman, 2009) merokok E L 3. Kurang: ≤56%
4. Waktu R
merokok (Nursalam,
2009)
Tabel 3.2
Defenisi operasional persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya merokok
dalam kaitannya dengan perilaku merokok anggota keluarga di dalam
rumah.
40
2. Lokasi dan Waktu penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tosaren RT
25/RW 09 Kota Kediri.
b. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun
2015.
3. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang diperlukan untuk
penelitian ini berkenaan dengan ketetapan cara-cara yang
digunakan. Maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Meminta izin kepada pimpinan lokasi penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mengajukan
permohonan ijin kepala kelurahan, ketua RW 09 dan ketua
RT 25 Kelurahann Tosaren kota Kediri.
b. Menjelaskan penelitian
Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada
responden.
c. Informed consent
Responden yang bersedia harus menandatangani
informed consent atau lembar persetujuan menjadi
responden.
d. Pengambilan data
Setelah ibu rumah tangga diberikan pengarahan
tentang maksud peneliti maka ibu rumah tangga diminta
untuk membaca dan menandatangani surat kesediaan
menjadi responden. Setelah itu kuisioner persepsi tentang
merokok dan perilaku merokok dibagikan dan para
41
responden mengisi lembar kuisioner yang sudah deberikan
oleh peneliti.
42
sedangkan untuk pernyataan perilaku merokok anggota
keluarga di dalam rumah adalah α = 0,970. Dengan demikian
semua pernyataan dalam kuisioner dinyatakan reliabel.
5. Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali
kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing
dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah
data terkumpul (Hidayat, 2010).
b. Coding
Setelah semua kuisioner diedit atau disunting,
selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode inisangat
berguna dalam memasukan data (data entry). (Notoatmodjo,
2010).
c. Scoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor. Sebelumnya
item pertanyaan diberi skor sebagai berikut:
1) Persepsi ibu rumah tangga tentang merokok
menggunakan kuisioner dengan pengkodingan dan
scoring sebagai berikut:
jawaban
Ya : skor 1
Tidak : skor 0
Dari jawaban yang diperoleh kemudian hasilnya
dipresentasikan dengan menggunakan skala ordinal
yaitu dari 10 pertanyaan dengan kriteria :
a) Baik = 76%-100%
43
b) Cukup = 56%-75%
c) Kurang = ≤55%
2) Mengenai perilaku merokok anggota keluarga dilakukan
pembobotan atau scoring adalah sebagai berikut:
jawaban
Y a : skor 1
Tidak : skor 0
Dari jawaban yang diperoleh kemudian hasilnya
dipresentasikan dengan menggunakan skala ordinal
yaitu darii 10 pertanyaan soal dengan kriteria
a) Baik = 76%-100%
b) Cukup = 56% -75%
c) Kurang = ≤55%
d. Tabulasi
Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel.
Data yang diperoleh diolah dengan membuat tabulasi dan
didisribusikan menurut kategorinya.
G. ANALISA DATA
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil lapangan wawancara
dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakukan sintesis,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
dipelajari kemudian disimpulkan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri atau orang lain (Sugiyono, 2007).
1. Analisa univariat
Analisa univariat merupakan analisis tiap variabel yang
dinyatakan dengan menggambaarkan dan meringkas data dengan
cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Variabel dalam
44
penelitian ini meliputi variabel independen yaitu persepsi dan
variabel dependennya adalah perilaku merokok.
2. Analisa bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengatahui hubungan antara
variabel independenpen dan variabel dependen yaitu persepsi
ibu rumah tangga tentang bahaya merokok dengan perilaku
merokok anggota keluarga di dalam rumah di RT 25/RW 09
kelurahan Tosaren Kota Kediri.
Dalam analisis bivariat uji statistik yang digunakan adalah
uji korelasi Spearmen Rho. Untuk mengetahui hubungan variabel
independen terhadap variabel dependen dengan derajat
kemaknaan ditentukan α = 0,05 artinya jika ρ< 0,05 maka
hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
ρ = Nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan
α = Tingkat kesalahan pada penelitian (0,05)
(Sugiyono, 2008).
Proses perhitungannya menggunakan program analisis
statistik dengan program SPSS. Penarikan kesimpulan dari hasil
analisis adalah sebagai berikut :
a) Jika niai ρ value ≤nilai signifikan α=0,05 maka H0 ditolak.
b) Jika nilai ρ value >nilai signifikan α=0,05 maka H0 diterima.
H. ETIKA PENELITIAN
Dalam Hidayat (2010) masalah etika penelitian yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan
45
lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden. Beberapa informasi yang harus ada
dalam informed consent adalah partisipasi pasien, tujuan
dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,
prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi.
2. Anonimity (tanpa nama)
Ini dilakukan dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
3. confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaan oleh peneliti.
I. KETERBATASAN PENELITIAN
1. Pengumpulan data menggunakan lembar kuisioner sehingga
sering kali hasil yang diperoleh banyak dipengaruhi sikap
dan harapan responden karena mereka merasa sedang
diamati atau dinilai.
2. Penelitian ini merupakan penelitian dan pengalaman
pertama bagi peneliti sehingga pengetahuan peneliti juga
terbatas.
3. Terbatasnya pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
melakukan penelitian sehingga hasil penelitian kurang
sempurna.
↜oOo↝
46
47
wilayah administrasi kecamatan Pesantren kota Kediri. Memiliki
fasilitas kesehatan berupa 1 unit Pos kesehatan (Poskes) yang
dilengkapi dengan ketenagaan berupa: Dokter umum 1 orang;
Dokter gigi 1 orang; Perawat 1 orang dan Bidan 2 orang.
B. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada ibu
rumah tangga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri
tahun 2015 adalah sebagai berikut:
7%
< 30 tahun
26%
31- 40 tahun
> 41 tahun
67%
Gambar 4.1
Karakteristik responden berdasarkan usia pada ibu rumah tangga di RT 25
RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
48
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan
pada ibu rumah tangga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota
Kediri tahun 2015 adalah sebagai berikut:
0%
tidak sekolah
7% 7%
SD
26%
SMP
60% SMA
Gambar 4.2
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan pada ibu rumah
tangga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
49
0%
7%
IRT
38%
wiraswasta
PNS/ TNI/ POLRI
55% pensiunan
Gambar 4.3
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan pada ibu rumah tangga di
RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
50
26%
1-4 rang
> 4 orang
74%
Gambar 4.4
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga pada ibu
rumah tangga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
51
0%
1 orang
> 1 orang
100%
Gambar 4.5
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang
merokok pada ibu rumah tangga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota
Kediri tahun 2015
52
48% < Rp. 2.000.000
52% > Rp. 2.000.000
Gambar 4.6
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan pada ibu rumah tangga
di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
C. KARAKTERISTIK VARIABEL
1. Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang Bahaya Merokok Di RT
25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri
Tabel 4.1
Persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya merokok di RT 25 RW 09
Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
53
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa hampir setengah
dari jumlah responden memiliki persepsi dalam kategori cukup
yaitu 20 responden (47,6%) dari total 42 responden.
No Perilaku merokok f %
1 Baik 6 14,3
2 Cukup 23 54,8
3 Kurang 13 31,0
Jumlah 42 100
Tabel 4.2
Perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah di RT 25 RW 09
Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
54
31-40 tahun 3 7,1 7 16,7 1 2,4 11 26,2
>41 tahun 11 26,2 10 23,8 7 16,7 28 66,7
Jumlah 14 33,3 20 47,6 8 19,0 42 100
Tabel 4.3
Tabulasi silang usia dengan persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
Tabel 4.4
Tabulasi silang pendidikan dengan persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
55
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa paling banyak
responden mempunyai kategori persepsi tentang bahaya
merokok cukup yaitu responden berpendidikan SMA sebanyak
13 responden (31,0%).
Tabel 4.5
Tabulasi silang pekerjaan dengan persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
56
4. Tabulasi Silang Persepsi Ibu Rumah Tangga Dengan Jumlah
Anggota Keluarga
Tabel 4.6
Tabulasi silang jumlah anggota keluarga dengan persepsi ibu rumah tangga
tentang bahaya merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri
tahun 2015
57
Tabel 4.7
Tabulasi silang jumlah anggota keluarga yang merokok dengan persepsi ibu
rumah tangga tentang bahaya merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren
Kota Kediri tahun 2015
Tabel 4.8
Tabulasi penghasilan dengan persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri Tahun 2015
58
7. Tabulasi Silang Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan
Usia
Tabel 4.9
Tabulasi silang usia dengan perilaku merokok anggota keluarga di RT 25
RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
59
sarjana)
Jumlah 6 14,3 23 54,8 13 31,0 42 100%
Tabel 4.10
Tabulasi silang pendidikan dengan perilaku merokok anggota di RT 25 RW
09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun 2015
Tabel 4.11
Tabulasi silang pekerjaan dengan perilaku merokok anggota keluarga di
dalam rumah di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri Tahun 2015
60
keluarga di dalam rumah cukup yaitu responden yang bekerja
sebagai wiraswasta sebanyak 11 responden (26,2%).
Tabel 4.12
Tabulasi silang jumlah anggota keluarga dengan perilaku merokok anggota
keluarga di dalam rumah di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri
Tahun 2015
61
>1 orang 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 6 14,3 23 54,8 1 31,0 42 100
Tabel 4.13
Tabulasi silang jumlah anggota keluarga yang merokok dengan perilaku
merokok anggota keluarga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri
Tahun 2015
Tabel 4.14
Tabulasi silang penghasilan dengan perilaku merokok anggota keluarga di
dalam rumah di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren Kota Kediri Tahun 2015
62
E. TABULASI SILANG ANTAR VARIABEL
Tabel 4.15
Tabulasi silang persepsi ibu rumh tangga tentang bahaya merokok dengan
perilaku merokok anggota keluarga di RT 25 RW 09 Kelurahan Tosaren
kota Kediri tahun 2015
F. UJI STATISTIK
Hasil penelitian hubungan persepsi ibu rumah tentang
bahaya merokok dengan perilaku merokok anggota keluarga di
dalam rumah di Kelurahan Tosaren kota Kediri tahun 2015.
63
N 42 42
Perilaku Correlation .507** 1.000
merokok Coefficient
Sig. (2-tailed) .001
N 42 42
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Tabel 4.16
Hasil uji statistik Spearman Rho hubungan persepsi ibu rumah tangga
tentang bahaya merokok dalam kaitannya dengan perilaku merokok
anggota keluarga di dalam rumah di Kelurahan Tosaren Kota Kediri tahun
2015
↜oOo↝
64
65
selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses
penginderaan tidak lepas dari proses persepsi. Proses
penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu
menerima stimulus melalui alat indera yaitu melalui mata sebagai
alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, lidah sebagai
alat pengecapan, kulit sebagai alat peraba. Stimulus yang diindera
itu kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga
individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan
proses ini disebut persepsi (Lukaningsih, 2010).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir
dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang misalnya
apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba,
yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Respon sebagai
akibat dari persepsi dapat diambil oleh ndividu dalamm berbagai
macam bentuk (Lukaningsih, 2010).
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa hampir setengah
dari jumlah responden memiliki persepsi kategori cukup yaitu 20
responden (47,6%) dari total 42 responden. Hal ini disebabkan
oleh media masa yang mempunyai kekuatan sangat besar dalam
membentuk pola pemikiran masyarakat. Media telah menjadi
sumber dominan bagi masyarakat untuk memperoleh gambaran
dan citra realitas sosial. Iklan rokok di media masa selalu
ditampilkan secara menarik dan kreatif dengan mengkombinasi-
kan gambar, suara dan gerak sehingga masyarakat selalu ingat
dengan kata dalam iklan walaupun iklan tersebut tidak pernah
menampilkan seseorang yang merokok.
Hasil tabulasi silang antara usia dengan persepsi ibu rumah
tangga tentang merokok menujukan bahwa paling banyak
responden memiliki kategori persepsi tentang bahaya merokok
baik yaitu responden yang berumur > 41 tahun sebanyak 11
66
responden (26,2%). Persepsi mempengaruhi masyarakat untuk
mengetahui dan memilih tindakan yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2003). Hal ini berarti bahwa usia mempengaruhi
persepsi karena semakin bertambahnya usia, pengetahuan dan
pemahaman seseorang akan bertambah karena mempunyai
pengalaman yang lebih banyak.
Hasil tabulasi silang antara persepsi ibu rumah tangga
tentang bahaya merokok dengan pendidikan menunjukan bahwa
paling banyak responden mempunyai kategori persepsi tentang
bahaya merokok cukup yaitu responden berpendidikan SMA
sebanyak 13 responden (31,0%). Selain itu ada 4 responden
(9,5%) berpendidikan SMA yang mempunyai persepsi kurang
tentang bahaya merokok. Ini lebih banyak dari pada responden
SMP yang hanya berjumlah 3 (7,1%) orang. Pendidikan tinggi
mengajarkan orang untuk berpikir lebih logis dan rasional, dapat
melihat sebuah isu dari berbagai sisi sehingga dapat lebih
melakukan analisis dan memecahkan suatu masalah. Selain itu,
pendidikan tinggi memperbaiki keterampilan kognitif yang
diperlukan untuk dapat terus belajar di luar sekolah (Laflamme L,
2004). Data ini berarti bahwa pendidikan yang tinggi tidak
menjamin seseorang memiliki persepsi yang baik tentang
merokok. Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan
tinggi dan sudah bekerja lebih sibuk mengurusi tuntutan
pekerjaannya.
Hasil tabulasi silang persepsi ibu rumah tangga dengan
pekerjaan menunjukan bahwa paling banyak responden
mempunyai kategori persepsi tentang bahaya merokok baik yaitu
responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 11
responden (26,2%). Menurut Bariid (2008 dalam Nurlailah:
2010), orangtua yang berperan aktif mempunyai peluang 1,55
67
kali untuk membuat anggota keluarga berpersepsi positif.
Pekerjaan mempengaruhi persepsi karena pada umumnya orang
yang bekerja mempunyai pengetahuan yang luas. Bila responden
bekerja di bidang kesehatan diharapkan mempunyai
pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan dan memahami
mengenai dampak buruk perilaky merookok sehingga mampu
berperan dalam penanaman nilai kesehatan mengenai perilaku
merokok.
Tabulasi silang persepsi ibu rumah tangga dengan jumlah
anggota keluarga menujukan bahwa paling banyak responden
mempunyai kategori persepsi cukup yaitu responden yang
memiliki anggota keluarga 1-4 orang sebanyak 15 responden
(35,7%). Kebiasaan orangtua merokok di dalam rumah
menjadikan anggota keluarga yang lain selalu terpapar asap
rokok (Rahmayatul, 2013). Dampak rokok tidak hanya
mengancam siperokok tetapi juga orang disekitarnya atau
perokok pasif (Detik Health, 2011). Analisis WHO, menunjukkan
bahwa efek buruk asap rokok lebihbesar bagi perokok pasif
dibandingkan perokok aktif. Ketika perokokmembakar sebatang
rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap olehperokok disebut
asap utama, dan asap yang keluar dariujung rokok (bagian yang
terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap samping. Asap
samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasilpembakaran
tembakau dibanding asap utama (Umami, 2010). Ibu rumah
tangga yang mempunyai persepsi baik tentang merokok
diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada anggota
keluarga yang merokok karena dengan merokok di dalam rumah
jumlah perokok pasif semakin meningkat.
Tabulasi silang persepsi ibu rumah tangga dengan jumlah
anggota keluarga yang merokok menunjukan bahwa paling
68
banyak responden mempunyai kategori persepsi cukup yaitu
responden yang memiliki jumlah anggota keluarga perokok 1
orang sebanyak 20 responden (47,6%). Mengacu pada pengertian
yang dibuat WHO (dalam Nurlailah, 2010) perokok adalah
individu yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6
bulan selama hidupnya dan masih merokok saat survey
dilakukan. Orangtua berperan penting dalam pembentukan nilai
pada anak agar sesuai dengan nilai-nilai dewasa (Hurlock, 2000
dalam Wulaningsih, 2014). Orangtua yang merokok akan
menanamkan persepsi yang salah mengenai perilaku merokok
pada diri anak-anaknya sehingga sering kali anak-anak juga akan
menjadi perokok saat mereka besar nanti. Jika dalam setiap
keluarga ada salah satu anggota keluarga yang merokok maka
jumlah perokok pasif akan semakin tinggi. Yang paling tinggi
beresiko menjadi perokok pasif adalah ibu (istri) dan anak-anak.
Hasil tabulasi silang persepsi ibu rumah tangga dengan
penghasilan menunjukan bahwa paling banyak responden
memiliki kategori persepsi cukup yaitu responden yang
berpenghasilan < Rp.2.000.000 sebanyak 11 responden (26,2%).
Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
wawasan masyarakat mengenai kesehatan lingkungan (Sumiarto,
1993). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Faturahman dan
Mollo (1995) bahwa tingkat pendapatan berkaitan dengan
kemiskinan yang berpengaruh pada status kesehatan. Orang yang
mempunyai penghasilan sedikit mempunyai persepsi yang cukup
tentang bahaya merokok karena akan meggunakan uangnya
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting dari pada
digunakan untuk membeli rokok.
69
Persepsi merupakan proses berpikir yang membentuk
sikap dan perilaku serta mempengaruhi sikap dan perilaku itu
sendiri. Adapun persepsi yang salah dapat membawa dampak
negatif yang besar bagi seseorang. Persepsi tentang bahaya
merokok penting bagi seseorang untuk berperilaku merokok atau
tidak.
70
dependency atau ketergantungan tembakau. Tobacco dependency
sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan
tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus
rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan
oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku
merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang
berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui
intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam
kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000). Sementara
Leventhal & Cleary (1980) menyatakan bahwa perilaku merokok
terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation,
initiation, becoming a smoker, dan maintenance of smoking.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok
dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan secara
menetap dan terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap
preparation, initiation, becoming a smoker, dan maintenance of
smoking (Maman, 2009).
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa lebih dari sebagian
responden memiliki anggota keluarga berperilaku merokok
dengan kategori cukup yaitu 23 responden (54,8%) dari total 42
responden. Merokok adalah kebiasaan bodoh yang dapat
membunuh diri sendiri dan tentu saja tidak ada yang bisa dipuji
dari kebiasaan tersebut. Merokok membuat seseorang menjadi
pucat, tampak tidak sehat dan keriput. Sesungguhnya seluruh
perokok dewasa memulai kebiasaan mereka sejak usia remaja
saat mereka masih terlalu mudah untuk memikirkan konsekuensi
jangka panjang dari merokok (Lovastatin, 2007). Terhadap
bahaya asap rokok sekunder, ditemukan keterpaparan terhadap
asap rokok pada 78,4% atau 133,3 juta orang dewasa di
71
rumahnya. Ini menunjukkan perlunya perlindungan pada para
perokok pasif yang membahayakan kesehatannya ( Kemenkes R.I,
2012).
Rumah memang menjadi tempat yang ideal bagi perokok
pasif terkena penyakit bila salah satu anggota keluarga merokok.
Pihak yang paling dirugikan adalah wanita dan anak-anak. Sekitar
65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar
asap rokok atau menjadi perokok pasif (Zulkifli, 2010).
Perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah
kategori kurang sebanyak 13 responden (31,0%). Perilaku
merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok
dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan secara
menetap dan terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap
preparation, initiation, becoming a smoker, dan maintenance of
smoking (Maman, 2009). Tingginya perilaku merokok anggota
keluarga di dalam rumah masih terjadi karena yang lebih
dominan dalam keluarga adalah suami yang adalah seorang
perokok juga.
Berdasarkan hasil penelitian perilaku merokok anggota
yang kurang yaitu anggota keluarga sering merokok di dalam
rumah, anggota keluarga merokok saat bersantai bersama
anggota keluarga lain di dalam rumah, anggota keluarga tetap
merokok walaupun di dalam rumah ada anggota keluarga yang
lain, anggota keluarga merokok saat bersama tamu, anggota
keluarga menghabiskan hampir satu bungkus rokok setiap hari,
anggota keluarga menghabskan lebih dari satu bungkus rokok
setiap hari, merokok sudah menjadi rutinitas nggota keluarga,
anggota keluarga merokok dengan rutin pada waktu tertentu
misalnya setelah makan, sebelum tidur dan setelah bangun tidur,
72
anggota keluarga merokok setiap kali ingin merokok, dan anggota
keluarga belum berencana untuk berhenti merokok.
Penurunan frekuensi kebiasaan merokok anggota keluarga
di dalam rumah akan terjadi jika di dalam rumah ada anggota
keluarga lain yang mempunyai pengetahuan dan persepsi yang
cukup baik tentang bahaya merokok. Anggota keluarga yang
mempunyai persepsi cukup atau baik tentang bahaya merokok
akan memperingatkan anggota keluarga lain yang akan atau
sedang merokok mengingat dampak dari merokok sangat besar.
Merokok tidak hanya berdampak bagi kesehatan diri sendiri tapi
juga berdampak bagi kesehatan orang lain (perokok pasif). Selain
itu merokok juga berdampak bagi perekonomian rumah tangga.
73
Merokok adalah kebiasaan bodoh yang dapat membunuh
diri sendiri dan tentu saja tidak ada yang bisa dipuji dari
kebiasaan tersebut. Merokok membuat seseorang menjadi pucat,
tampak tidak sehat dan keriput. Sesungguhnya seluruh perokok
dewasa memulai kebiasaan mereka sejak usia remaja saat
mereka masih terlalu mudah untuk memikirkan konsekuensi
jangka panjang dari merokok (Lovastatin, 2007).
Perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau
menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok
yang dilakukan secara menetap dan terbentuk melalui empat
tahap, yaitu: tahap preparation, initiation, becoming a smoker, dan
maintenance of smoking (Maman, 2009).
Selain menyebabkan gangguan kesehatan, konsumsi rokok
juga menyebabkan kerugian ekonomi, baik di tingkat rumah
tangga maupun di masyarakat. Di Indonesia, tiap tahunnya
pemerintah mengeluarkan biaya pengobatan penyakit terkait
tembakau sebesar Rp 2,11 Triliun, yang terdiri dari pengeluaran
rawat inap sebesar Rp 1,85 Trilyun dan rawat jalan sebesar Rp
0,26 Trilyun. Beberapa kasus selektif dari penyakit terkait
tembakau di Indonesia antara lain Penyakit Pernapasan, Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah (termasuk Stroke),
Neoplasma/Kanker, serta Gangguan Perinatal. Mengutip laporan
GATS (2011), kretek merupakan produk tembakau yang paling
populer di Indonesia. Untuk membeli rokok kretek, rata-rata
perokok mengeluarkan uang sebanyak Rp 198.761,-per bulan.
Sebanyak 79,8% perokok menyatakan, membeli rokok dari kios
atau warung. Merek rokok yang paling diminati masyarakat di
Indonesia antara lain Gudang Garam, Djarum, Sampoerna, Dji
Sam Soe dan Tali Jagad. Karena itu, berbasis pada bukti di seluruh
74
dunia, jelas merokok sangat membahayakan kesehatan dan
merugikan perekonomian masyarakat (Kemenkes R.I., 2012).
Perilaku merokok ini juga dipandang sebagai upaya
penyeimbang dalam kondisi stress (Muchtar, 2005). Padahal
menurut dr. Mudjiran, seorang konselor dan dosen psikologi UNP
(dalam (dalam http://katakandengankata.wordpress.com/2009/
02/04), mengemukakan bahwa merokok tidak ada kaitannya
sama sekali dengan stress, depresi, ataupun masalah psikologis
lainnya. Jika ada orang yang merokok untuk mengatasi stress,
maka perilaku merokok itu hanya sebuah pelarian. Merokok
hanya melupakan sementara saja stressor (penyebab stress)
karena untuk sementara waktu konsentrasi beralih pada rokok
dan stressor terlupakan. Tetapi setelah selesai merokok
konsentrasi akan kembali lagi pada stressor tersebut.
Lebih berbahaya lagi bagi perokok yang dengan santainya
merokok di dalam rumah tanpa memperhatikan kesehatan
anggota keluarga yang lain. Asap rokok yang berada di dalam
ruangan lebih berbahaya dibandingkan asap rokok yang berada
di luar ruangan yang sirkulasi udaranya lebih terbuka. Di dalam
asap roko terdapat 30 jenis polutan serta 60 zat penyebab
kanker. WHO telah merilis data bahwa 50% anak-anak di seluruh
dunia terpolusi asap rokok di rumah mereka. Rumah memang
menjadi tempat yang ideal bagi perokok pasif terkena penyakit
bila salah satu anggota keluarga merokok. Pihak yang paling
dirugikan adalah wanita dan anak-anak. Sekitar 65,6 juta wanita
dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok atau
menjadi perokok pasif (Zulkifli, 2010).
Hasil penenelitian menunjukan bahwa ibu rumah tangga
yang mempunyai persepsi tentang merokok baik tetapi
mempunyai perilaku merokok anggota keluarga kurang yaitu 2
75
responden (4,8%). Hal ini karena dominasi ibu rumah tangga
untuk kesehatan anggota keluarga kurang. Ini disebabkan karena
di dalam rumah yang bekerja adalah suami sehingga suami
menjadi lebih dominan.
Pemahaman mengenai merokok harus diawali dari
keluarga. Hal ini sangat penting karena pada dasarnya
pendidikan kesehatan yang baik diberikan oleh orangtua sendiri
dan dapat pula diwujudjan melalui cara hidup orangtua dalam
keluarga. Jika di dalam rumah orangtua berperilaku merokok
tidak menutup kemungkinan jika anggota keluarga yang lainpun
akan berperilaku merokok.
↜oOo↝
76
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hampir setengah dari jumlah seluruh responden memiliki
persepsi dalam kategori cukup yaitu 20 responden (47,6%)
dari total 42 responden.
2. Lebih dari sebagian responden memiliki anggota keluarga
berperilaku merokok dalam kategori cukup yaitu 23
responden (54,8%) dari total 42 responden.
3. Ada hubungan persepsi ibu rumah tangga tentang bahaya
merokok dalam kaitannya dengan perilaku merokok anggota
keluarga didalam rumah di kelurahan Tosaren yaitu p value <
α (0,001 < 0,05).
77
B. SARAN
1. Bagi responden (ibu rumah tangga): Diharapkan ibu rumah
tangga lebih mendominasi dalam mengontrol kesehatan
anggota keluarga.
2. Bagi tempat penelitian: Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai informasi dan data pendukung dalam menentukan
kebijakan khususnya dalam bidang Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga. Selain itu juga
dapat dijadikan sebagai sumber bahan pembelajaran agar
mahasiswa lebih memahami tentang bahaya merokok.
3. Bagi Peneliti selanjutnya: Hasil penelitian ini dapat menjadi
bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.
↜oOo↝
78
79
Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama
Rokok. Yogyakarta: Riz’ma
80
Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama
Rokok. Yogyakarta: Riz’ma
81
Sukarno, Puput Ady. 2014. Jumlah Perokok Terus Meningkat,
Indonesia Tertinggi Kedua Di Dunia.
[http://lifestyle.bisnis.com/read/20140601/220/23202/
jumlah-perokok-terus-meningkat-indonesia-tertinggi-
kedua-di-dunia] diakses tanggal 13 April 2015
Pramesti, Olivia Lewi. 2012. Bebas Asap Rokok Mulai dari Rumah.
[http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/05/bebas-
asap-rokok-mulai-dari-rumah] diakses tanggal 14 April
2015
82
In Health. Journal of Global Research in Public Health,
2(2), 82-89
↜oOo↝
83
SEPUTAR PENULIS
84