Anda di halaman 1dari 49

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkat-Nya
kami dapat menyelesaikan Modul Parasitolohgi ini. Adapun tujuan dari pembuatan
modul ini adalah sebagai panduan bagi para pembaca dalam melakukan kegiatan
praktikum Parasitologi, khususnya mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan
Sanitasi Lingkungan. Semoga modul ini dapat membantu para pembaca yang berminat
untuk mengembangkan diri, memperkaya wawasan dan menambah khasanah ilmu
pengetahuan.
Mikrobiologi merupakan cabang ilmu dari biologi yang mempelajari tentang
mikroba. Pada modul praktikum ini, praktikan dapat mempelajari alat dan bahan
yang akan dipakai, cara menggunakan alat dan bahan untuk melihat segala jenis
parasit, berbagai morfologi parasit dengan jenis yang berbeda mulai dari Nemathoda dan
Tremathoda, dan metode pemeriksaan parasit pada vase telur, dewasa, dan mikrofilaria pada
berbagai jenis media.
Semoga, modul ini dapat dipakai sebagai acuan/pegangan oleh mahasiswa
Program Studi Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan Poltekkes Kemenkes Gorontalo. Kami
menyadari bahwa proses penyusunan Modul Parasitologi ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karenanya, penyusun memohon kepada pembaca untuk dapat mengkritisi dan memberi
kritik yang membangun untuk penyusunan modul di masa mendatang.

Gorontalo, 13 Maret 2023


Hormat Kami,

Penyusun

Modul Praktikum Parasitologi | ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii
PRAKTIK 1 Pengenalan Alat Praktikum.................................................................................... v
PRAKTIK 2 Pengenalan Bahan Praktikum ............................................................................... 6
PRAKTIK 3 Morfologi Nemathoda Usus Stadium Telur ........................................................... 7
PRAKTIK 4 Morfologi Nemathoda Usus Stadium Dewasa..................................................... 11
PRAKTIK 5 Morfologi Microfilaria Nematoda Jaringan ........................................................... 15
PRAKTIK 6 Morfologi Parasit Trematoda Stadium Telur ........................................................ 18
PRAKTIK 7 Morfologi Parasit Trematoda Stadium Dewasa ................................................... 20
PRAKTIK 8 Morfologi Parasit Plasmodium ............................................................................. 23
PRAKTIK 9 Pemeriksaan Parasit Nemathoda Usus Stadium Telur Pada Tinja .................... 26
PRAKTIK 10 Pemeriksaan Parasit Nemathoda Usus Stadium Dewasa Pada Tinja ............ 29
PRAKTIK 11 Pemeriksaan Parasit Pada Tanah ..................................................................... 32
PRAKTIK 12 Pemeriksaan Parasit Pada Sayuran.................................................................. 36
PRAKTIK 13 Pemeriksaan Serkaria Pada Siput ..................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. vi

Modul Praktikum Parasitologi | iii


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Alat yang Digunakan dalam Praktikum Parasitologi ...................................... 3


Tabel 2.1 Bahan yang Digunakan dalam Praktikum Parasitologi .................................. 6
Tabel 3.1 Ciri-Ciri Telur Ascaris lumbricoides ................................................................ 7
Tabel 9.1 Hasil Identifikasi Nemathoda Vase Telur pada Feses ................................... 27
Tabel 10.1 Hasil Identifikasi Nemathoda Vase Telur pada Feses ................................... 30
Tabel 11.1 Hasil Identifikasi Parasit pada Tanah ............................................................. 34
Tabel 12.1 Hasil Identifikasi Parasit pada Sayuran ......................................................... 37
Tabel 13.1 Hasil Identifikasi Serkaria pada Siput ............................................................ 40

Modul Praktikum Parasitologi | iv


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagian Optik Mikroskop ............................................................................... 1


Gambar 1.2 Bagian Mekanik Mikroskop .......................................................................... 2
Gambar 8.1 Siklus Hidup Plasmodium sp ........................................................................ 23

Modul Praktikum Parasitologi | v


PRAKTIK 1
PENGENALAN ALAT PRAKTIKUM

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui dan memahami fungsi dari alat-alat yang digunakan praktikum
parasitologi.

B. Dasar Teori
Parasitologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang parasit dan kehidupannya.
Pada bidang parasitologi juga diadakan praktikum mengenai analisis Parasitologi dan hal
ihwal kehidupan parasitologi. Guna mendukung berhasilnya praktikum, maka perlu
pengetahuan tentang alat-alat yang dibutuhkan, baik nama, bentuk dan fungsinya.
Harapan praktikum ini supaya kegiatan praktikum berjalan dengan baik dan praktikan
mampu menggunakan peralatan yang berkaitan dengan uji parasitologi dengan baik.
Salah satu alat yang paling penting dalam praktikum parasitology adalah mikroskop.
Adapun bagian mikroskop adalah sebagai berikut.

Gambar 1.1 Bagian Optik Mikroskop


(Sumber: https://www.sentrakalibrasiindustri.com/bagian-bagian-mikroskop-dan-fungsinya-
lengkap-dengan-gambar/)

1. Lensa okuler, merupakan lensa yang berhubungan langsung dengan mata pengintai
atau pengamat yang berfungsi untuk memperbesar bayangan objek. Lensa okuler bisa
diganti-ganti dengan perbesaran yang berbeda-beda, umumnya lensa okuler yang
digunakan adalah perbesaran 5 kali, 10 kali, dan 15 kali.
2. Lensa objektif, merupakan lensa yang berada di dekat objek atau benda, berfungsi
untuk memperbesar bayangan benda susunan lensa biasanya terdiri atas 3 atau 4
buah, dengan perbesaran masing-masing ada 4 kali, 10 kali, 45 kali, dan 100 kali.

Modul Praktikum Parasitologi | 1


3. Diafragma, merupakan bagian mikroskop yang berfungsi untuk mengatur intensitas
cahaya yang masuk ke lensa objektik.
4. Cermin, yang berfungsi untuk mengarahkan cahaya pada objek dengan cara
memantulkan sumber cahaya menuju kondensor.

Gambar 1.2 Bagian Mekanik Mikroskop


(Sumber: https://www.sentrakalibrasiindustri.com/bagian-bagian-mikroskop-dan-
fungsinya-lengkap-dengan-gambar/)

1. Tabung mikroskop atau tubus, merupakan bagian mikroskop yang berfungsi untuk
menghubungkan lensa okuler dan lensa objektif.
2. Meja preparat atau meja sediaan, merupakan bagian mikroskop yang berfungsi
sebagai tempat meletakkan objek sediaan atau preparat yang diamati. Bagian tengah
meja terdapat lubang untuk melewatkan sinar atau cahaya yang dipantulkan dari
cermin .
3. Penjepit objek atau klip, bagian mikroskop yang digunakan untuk menjepit preparat
agar kedudukannya tidak geser ketika sedang diamati
4. Revolver atau dudukan lensa, bagian mikroskop yang berfungsi sebagai tuas
penyangga atau dudukan lensa objektif agar dapat mempermudah pengaturan
perbesaran pengamatan dari lensa tersebut.
5. Lengan mikroskop, merupakan bagian dari mikroskop yang digunakan untuk
pegangan pada saat memindahkan atau membawa mikroskop.
6. Mikrometer atau pemutar halus, yang gunanya untuk menggerakkan tabung mikroskop
terhadap preparat secara pelan atau halus.
7. Makrometer atau pemutar kasar, yang gunanya untuk menggerakkan tubuh atau
tabung mikroskop keatas dan kebawah secara cepat.

Modul Praktikum Parasitologi | 2


8. Kondensor, bagian ini digunakan untuk mengumpulkan cahaya yang dipantulkan
cermin dengan mekanisme kerjanya yaitu dipuasakan pada objek dengan cara
penggunaan diputar ke kanan kiri naik atau turun.
9. Sekrup atau sendi inklinasi, merupakan bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk
mengatur sudut tegaknya mikroskop.
10. Kaki mikroskop, yang berfungsi untuk menyangga atau menopang mikroskop agar
kokoh berdiri.

C. Hasil
Tabel 1.1 Alat yang Digunakan dalam Praktikum Parasitologi

No. Nama Alat Gambar Fungsi


1. Objek Glass Tempat meletakkan objek
yang akan diamati
(preparat).

2. Deck Glass (gelas Menutup preparat yang ada


penutup) pada objek glass.

3. Sentrifuge Memutar sampel cairan


dengan tujuan agar parasit
mengendap.

Modul Praktikum Parasitologi | 3


4. Tabung sentrifuge Tempat meletakkan sampel
yang akan dirotasikan pada
sentrifuge.

5. Tabung Reaksi Tempat untuk meletakan


Pendek suspensi tinja.

6. Gelas Ukur Mengukur volume larutan


secara kuantitatif.

7. Beaker Glass Melarutkan sample (tinja)

8. Pipet Tetes Mimindahkan mengambil


sample untuk diletakan di
objec glass jumlah sedikit.

Modul Praktikum Parasitologi | 4


9. Cutter/pisau Untuk memotong bahan
(siput) pada saat
pemeriksaan parasit
(stadium serkaria) Klas
Trematoda.

10. Nampan Untuk menyimpan alat-alat


/bahan yang akan
digunakan pada saat
hendak melakukan
praktikum.

11. Talenan (kayu) Sebagai alas dalam


melakukan pemotongan
spasimen (siput).

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 5


PRAKTIK 2
PENGENALAN BAHAN PRAKTIKUM

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui dan memahami fungsi bahan yang digunakan praktikum
parasitologi.

B. Dasar Teori
Parasitologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang parasit dan kehidupannya.
Pada bidang parasitologi juga diadakan praktikum mengenai analisis Parasitologi dan hal
ihwal kehidupan parasitologi. Guna mendukung berhasilnya praktikum, maka perlu
pengetahuan tentang bahan yang dibutuhkan, baik nama, bentuk dan fungsinya. Harapan
praktikum ini supaya kegiatan praktikum berjalan dengan baik dan praktikan mampu
menggunakan bahan yang berkaitan dengan uji parasitologi dengan baik.

C. Hasil
Tabel 2.1 Bahan yang Digunakan dalam Praktikum Parasitologi
No Nama bahan Fungsi
1. NaCl fisiologis (0,85% = 0,9 Bahan yang digunakan untuk membantu
%) memperjelas dalam membedakan telur-telur
cacing yang akan diperiksa dengan kotoran yang
ada disekitarny. Metode Natif (secara langsung).
2. NaCl jenuh (NaCl 33%) Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
parasit (telur cacing) dengan metode apung
(tidak langsung)..
3. Eosin 2% Sebagai latar belakang untuk lebih memperjelas
perbedaan telur cacing dengan kotoran
disekitarnya.
4. Aquadest Membuat suasana lembab untuk menumbuhkan
telur menjadi larva pada pemeriksaan parasit
pada tinja dengan metode kualitatif (Harada
Mori).
5. Kertas Harada mori Sebaga tempat untuk meletakkan tinja yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan metode kualitatif
(Harada Mori).

Modul Praktikum Parasitologi | 6


PRAKTIK 3
MORFOLOGI NEMATHODA USUS STADIUM TELUR

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri telur nematoda untuk dapat membedakan dari masing-
masing spesies (A. Lumbricoides, E. Vermicularis, Trichuris dan cacing
tambang )

B. Landasan Teori
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah nematode usus yang dapat menyebabkan penyakit
Ascariasis pada manusia. Parasit ini menyebabkan infeksi yang berbahaya pada usus
manusia. Nematoda betina jenis ini mampu memproduksi hingga 200.000 telur. Telur
Ascaris lumbricoides terbagi menjadi tiga macam yaitu: fertil dan infertil. Ciri-ciri parasit ini
pada stadium telur dapat dilihat melalui tabel berikut (Butploy, Kanarkard dan Maleewong
Intapan, 2021).
Tabel 3.1. Ciri-Ciri Telur Ascaris lumbricoides
Fertil Infertil
 Berbentuk bulat / oval  Berbentuk bulat / oval
 Berwarna coklat keemasan  Berwarna coklat keemasan
 Ukuran 50-70 𝜇𝑚 x 40-50 𝜇𝑚  Ukuran 90 x 50 𝜇𝑚
 Dikelilingi cangkang tebal halus yang  Lapisan zat putih telur tipis,
transparan & terdiri dari 3 lapisan terdistorsi dan sedikit
 Mengapung pada larutan garam  Tidak mengapung pada larutan
jenuh garam jenuh
Sumber: (Giri, 2019)

2. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi)


Nematoda Enterobius vermicularis menjadi penyebab kecacingan paling banyak di
dunia. Jenis parasit ini juga dikenal sebagai cacing kremi di Indonesia. Ciri-ciri morfologis
dari telur cacing ini diantaranya (Gilotra, 2020):
1. Berbentuk elips asimetris
2. Ukuran telur 50-54 𝜇𝑚 x 20-27 𝜇𝑚
3. Berwarna transparan
4. Cangkangnya terdiri atas dua bagian
5. Ada larva di dalam telur

Modul Praktikum Parasitologi | 7


3. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura yang juga dikenal sebagai cacing tambuk merupakan parasit yang
ngeakibatkan penyakit Trikuriasis pada manusia. Nematoda betina pada jenis ini dapat
bertelur sebanyak 2000 – 10.000 telur per hari. Telur ada di tanah dan berasal dari kotoran
manusia. Kemudian, setelah 14 hingga 21 hari, telur matang dan memasuki tahap infektif
(Williams., 2022). Ciri-ciri morfologis dari telur Trichuris trichiura adalah sebagai berikut
(Karki, 2020b).
1. Berbentuk seperti tempayan dengan dua ujung menonjol
2. Berwarna coklat
3. Ukuran telur 50-54 𝜇𝑚 x 22-23 𝜇𝑚
4. Dinding telur cukup tebal.

4. Ancylostoma duodenale
Nematoda Ancylostoma duodenale yang disebut juga sebagai cacing gelang
merupakan salah satu parasit yang berbahaya jika menginfeksi manusia. Infeksi parasit
ini dapat mengakibatkan koma, atau bahkan kematian. Ciri-ciri dari telur Ancylostoma
duodenale adalah sebagai berikut (Neupane, 2022).
1. Telur berbentuk oval atau elips
2. Ukuran telur ± 60 x 40 𝜇𝑚
3. Tidak berwarna dan tidak bernoda empedu
4. Membran cangkang tipis dan transparan
5. Ada ruang kosong antara sel telur tersegmentasi dan kulit telur.

5. Necator americanus
Necator americanus merupakan nematoda yang jika menginfeksi manusia dapat
mengakibatkan berbagai manifestasi klinis. Gejala ringan dari infeksi parasite ini adalah
gatal-gatal di tangan dan kaki. Adapun gejala lebih berat adalah adanya batuk ringan dan
infeksi faring. Ciri-ciri morfologi dari telur nematoda Necator americanus adalah sebagai
berikut (Public Health Agency of Canada, 2011).

1. Telur berbentuk oval


2. Cangkang telur tipis
3. Ukuran telur 56-74 𝜇𝑚 x 36-40 𝜇𝑚
4. Telah bersegmentasi 8 pada feses penderita.

Modul Praktikum Parasitologi | 8


E. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

F. Bahan
1. Preparat Nemathoda Usus Stadium Telur

G. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

H. Hasil
1. Ascaris lumbricoides

2. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi)

Modul Praktikum Parasitologi | 9


3. Trichuris trichiura

4. Ancylostoma duodenale

5. Necator americanus

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 10


PRAKTIK 4
MORFOLOGI NEMATHODA USUS STADIUM DEWASA

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri nematode usus stadium dewasa untuk dapat
membedakan dari masing-masing spesies (A. Lumbricoides, E.
Vermicularis, Trichuris dan cacing tambang )

B. Landasan Teori
1. Ascaris lumbricoides
Nematoda Ascaris lumbricoides merupakan endoparasit terbesar yang paling
dikenal manusia yang hidup bebas di lumen. Parasit ini juga telah ditemukan di beberapa
hewan seperti: babi, sapi, domba, dan tupai. Ciri-ciri morfologi Ascaris lumbricoides pada
stadium dewasa adalah sebagai berikut (Neupane, 2022).
1. Bentuk silinder memanjang dengan kedua ujung yang runcing
2. Ujung anterior lebih ramping dari ujung posterior
3. Ukuran nematoda betina: Panjang 20-40 cm dan Ø 4-6 mm (memiliki cincin kopulasi
dan bentuk ekor lurus)
4. Ukuran nematoda jantan: Panjang 15-31 cm dan Ø 2-4 mm (ekor melengkung ke arah
perut)
5. Kutikula bergaris-garis melintang
6. Mulut mempunyai 3 buah bibir,1 dorsal-2 papil peraba ,2 ventrolateral 1 papil peraba.

2. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi)


Enterobius vermicularis telah lama diketahui tumbuh di host yaitu manusia dan
menular lewat tangan ke mulut. Selain sebutan cacing kremi, Enterobius vermicularis
biasa disebut cacing benang, pin atau cacing kursi. Parasit ini menyebabkan infeksi parasit
usus yang disebut enterobiasis (anal gatal) yang umumnya terjadi pada anak-anak. Saat
dewasa, parasit ini memiliki ciri-ciri diantaranya (Karki, 2020a):
1. Bentuk gelendong dan menyerupai seutas benang pendek
2. Berwarna putih
3. Ujung mulut memiliki tiga bibir dengan kandung kemih dorso-ventral seperti perluasan
kutikula
4. Jantan: Panjang 2-4 mm dan Ø 0,1-0,2 mm, Sepertiga posterior tubuh melengkung,
memendek tajam.

Modul Praktikum Parasitologi | 11


5. Betina: Panjang 8-12 mm dan Ø 0,3-0,5 mm, Ujung posterior sangat lurus dan ditarik
keluar menjadi ekor yang panjang, meruncing dan runcing halus, yaitu 1/3 panjang
cacing.

3. Trichuris trichiura
Nematoda Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk. Parasit ini menginfeksi
usus manusia dengan menyerang mukosa usus dan memakan sekresi jaringan. Infeksi
pada tahapan yang parah dapat menyebabkan sumbatan di usus. Morfologi nematode ini
pada vase hidup dewasa adalah sebagai berikut (Karki, 2020b).
1. Berbentuk seperti cambuk dengan 3/5 anterior berbentuk sangat tipis seperti rambut
dan 2/5 posterior agak tebal menyerupai gagang cambuk.
2. Ujung anterior menembus lapisan mukosa dan tetap tertanam dalam.
3. Cacing dewasa berwarna merah muda.
4. Ujung anterior terdiri dari esofagus panjang yang merupakan saluran kecil sedangkan
ujung posterior berisi usus dan organ seks.
5. Jantan: Berukuran 3-4 cm dan memiliki ciri khas ujung posterior yang melingkar.
6. Betina: Berukuran 4-5 cm dengan ekstrimitas kaudal berbentuk seperti koma atau
cambuk.

4. Ancylostoma duodenale
Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit cacing tambang pada manusia.
Parasit ini hidup dalam vili di usus manusia dan menggunakan mulutnya untuk mencari
makan. Ciri-ciri morfologis Ancylostoma duodenale adalah sebagai berikut (Kusumasari,
2019).
1. Berbentuk seperti huruf C.
2. Bagian depan cacing berbentuk melengkung seperti kail.
3. Memiliki rongga mulut yang besar dan berisi dengan banyak gigi.
4. Bursa sanggama memiliki tulang rusuk pendek dan relatif kecil.
5. Kedua spikula berbentuk panjang dan tipis.
6. Jantan: Berukuran 10 x 0,45 mm.
7. Betina: Berukuran 12 x 0,6 mm.

5. Necator americanus
Nematoda Necator americanus dapat menyebabkan penyakit cacing tambang,
sama seperti Ancylostoma duodenale. Ciri-ciri morfologis dari Necator americanus
diantaranya (Kalousová et al., 2016):

Modul Praktikum Parasitologi | 12


1. Bentuk anterior miring ke belakang, sedangkan posterior menekuk ke dalam perut
sehingga menyerupai huruf S.
2. Kutikula tebal dengan bentuk melintang.
3. Mulut berbentuk oval.
4. Jantan: Panjang tubuh 7 – 8,5 mm.
5. Betina: Panjang tubuh 7 – 14 mm.

C. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

D. Bahan
1. Preparat Nemathoda Usus Stadium Dewasa

E. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

F. Hasil
1. Ascaris lumbricoides

2. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi)

Modul Praktikum Parasitologi | 13


3. Trichuris trichiura

4. Ancylostoma duodenale

5. Necator americanus

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 14


PRAKTIK 5
MORFOLOGI MICROFILARIA NEMATODA JARINGAN

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri nematode jaringan stadium microfilaria untuk dapat
membedakan dari masing-masing spesies (Trichinela spiralis, Brugia
malayi, Wuchereria bancrofti )

B. Landasan Teori
1. Morfologi Trichinela spiralis
Trichinela spiralis dapat menyebabkan infeksi penyakit Trikinosis pada manusia.
Penyakit ini memiliki beberapa gejala seperti: mual, muntah, sakit perut, diare, mudah
lelah, dan demam ringan. Ciri morfologis larva atau vase mikrofilaria dari parasit ini adalah
sebagai berikut (Saxena, 2008).
1. Rata-rata berukuran panjang 100 𝜇𝑚 dan ∅ 6 𝜇𝑚
2. Larva terdapat dalam kista otot dari inangnya.
3. Bagian anteriornya meruncing, ujung seperti tombak panjang
4. Hasil interaksi antara larva dengan jaringan otot berbentuk seperti lemon dan
melingkar.

2. Morfologi Brugia malayi


Nematoda jaringan Brugia malayi merupakan agen dari penyakit filariasis limfa (kaki
gajah). Parasit ini menumpang pada nyamuk sebagai hospes intermediet. Bentuk
morfologis dari parasit ini di vase larva diantaranya (Delhi, 2008):
1. Selubung atau membran halus menonjol di kepala dan ekor dari filaria yang berwarna
coklat. Ukuran dari selubung ini ± 268,48 𝜇𝑚.
2. Kutikula tebal mengelilingi bagian tubuh dan motif lurik kutikula hampir tidak terlihat.
3. Bagian anterior sedikit lebih tebal daripada posterior.
4. Memiliki cincin syaraf yang berbentuk seperti pita.
5. Terdapat 2 nukleus yang terletak berjauhan.
6. Lekuk badan kaku bersudut.
7. Inti berbentuk berkelompok tidak beraturan

3. Morfologi Wuchereria bancrofti


Wuchereria bancrofti adalah parasit manusia yang umum ditemukan di daerah tropis
di seluruh dunia. Mirip seperti Brugia malayi, Wuchereria bancrofti juga menjadi agen dari

Modul Praktikum Parasitologi | 15


penyakit filariasis limfatik. Ciri-ciri morfologis dari parasit ini adalah sebagai berikut (Guy,
2012).
1. Ukuran embrio 290 𝜇𝑚 dengan ∅ 6-7 𝜇𝑚.
2. Kutikula embrio memiliki striasi yang jelas dan ekornya mengecil secara bertahap
menjadi ujung yang membulat.
3. Kepala larva infektif berbentuk kerucut terpotong, berbentuk trapesium jika dilihat dari
samping.
4. Bukaan mulut berbentuk lingkaran dengan papila menonjol yang mengelilingi tepi luar.
5. Ekornya tumpul dengan tiga papila ekor.
6. Jenis betina memiliki ekor yang lebih panjang.
7. Tidak terdapat ini di ekor.
8. Memiliki selubung.
9. Ukuran kepala sama dengan lebarnya.

C. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

D. Bahan
1. Preparat Nemathoda Jaringan Stadium Microfilaria

E. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

F. Hasil
1. Trichinela spiralis

Modul Praktikum Parasitologi | 16


2. Brugia malayi

3. Wuchereria bancrofti

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 17


PRAKTIK 6
MORFOLOGI PARASIT TREMATODA STADIUM TELUR

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri trematoda stadium telur untuk dapat membedakan dari
masing-masing spesies (Fasciola hepatica, Schistosoma japonicum)

B. Landasan Teori
1. Fasciola hepatica
Parasit Fasciola hepatica (cacing hati) merupakan trematoda yang seringkali
menginfeksi hewan ternak seperti: sapi dan domba. Telur dari parasit ini dapat terdeteksi
dari tinja. Adapun ciri-ciri morfologis dari telur Fasciola hepatica adalah sebagai berikut
(Wang dan Pleskow, 2013).
1. Berbentuk oval dan pipih
2. Berwarna kekuningan
3. Ukuran ± 140 x 70 𝜇𝑚
4. Memiliki operkulum di salah satu ujungnya
5. Setiap telur mengandung gumpalan sel.

2. Schistosoma japonicum
Schistosoma japonicum merupakan parasit yang mengakibatkan penyakit
Sikostomiasis pada manusia. Trematoda ini mampu menghasilkan ± 3000 telur per hari.
Telur ini dapat diidentifikasi melalui tinja. Secara morfologis, telur Schistosoma japonicum
dapat dikenal melalui tanda-tanda diantaranya (Wu, 2016):
1. Bentuk telur bulat
2. Ukuran ± 55-85 x 40-60 𝜇𝑚
3. Tidak memiliki operkulum
4. Memiliki cangkang yang transparan dan tulang belakang yang kecil.

C. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

D. Bahan
1. Preparat Nemathoda Jaringan Stadium Microfilaria

Modul Praktikum Parasitologi | 18


E. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

F. Hasil
1. Fasciola hepatica

2. Schistosoma japonicum

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 19


PRAKTIK 7
MORFOLOGI PARASIT TREMATODA STADIUM DEWASA

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri trematoda stadium telur untuk dapat membedakan dari
masing-masing spesies (Fasciola hepatica, Fasciola gigantica, dan
Schistosoma japonicum)

B. Landasan Teori
1. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica (cacing hati) dapat menginfeksi manusia. Pada tahap awal
biasanya tidak terdapat gejala. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu diantaranya:
demam, menggigil, sakit perut, hati membengkak, mual, muntah, penyakit kuning, dll.
Walau tingkat infeksi yang rendah mungkin bukan masalah yang nyata, di daerah endemic
dunia F. hepatica merupakan penyebab utama kerugian ekonomi bagi produsen ternak,
baik daging sapi maupun susu, dan ke industri domba. Ciri-ciri morfologis parasit ini pada
stadium dewasa diantaranya (Wang dan Pleskow, 2013):
1. Bentuk seperti daun,pipih,melebar dan lebih melebar ke anterior dan berakhir dengan
tonjolan berbentuk conus
2. Berukuran ± 30 mm x 13 mm
3. Berwarna coklat keabu-abuan
4. Mempunyai batil isap mulut (oral sucker) dan batil isal perut (ventral sucker) yang
besarnya hampir sama
5. Bersifat hemaprodit (porus ganitalisnya / lubang kelamin terletak tepat di belakang batil
isap perut
6. Alat kelamin jantan (testis) bentuknya bercabang-cabang dan berlobus
7. Alat kelamin betina (vitellaria) memenuhi isi lateral tubuh
8. Pharing dan esophagus dan pendek
9. Caecum bercabang-cabang terutamadisebelah lateral.

2. Fasciola gigantica
Fasciola gigantica merupakan parasit yang dapat menyebabkan penyakit
Fasciolosis dan paling sering ditemukan di hewan ternak. Ciri-ciri parasit ini pada vase
hidup dewasa adalah sebagai berikut (Prasetya et al., 2019).
1. Tubuh lebih besar dari fasciola hepatica
2. Panjang 25-75 mm dengan lebar 12 mm

Modul Praktikum Parasitologi | 20


3. Berwarna agak transparan
4. Ukuran ventral sucker hampir dua kali lebih besar dari oral sucker
5. Terdapat banyak duri di bagian anterior
6. Tulang belakang bergerigi.

3. Schistosoma japonicum
Parasit Schistosoma japonicum hidup di air tawar seperti: air sungai, waduk, atau
danau. Manifestasi klinis dari infeksi parasit ini diantaranya: dermatitis, demam, sakit perut,
dan diare. Ciri-ciri morfologis dari Schistosoma japonicum pada stadium dewasa
diantaranya (Wu, 2016):
1. Bentuk memanjang
2. Berwarna kuning atau kuning kecoklatan
3. Memiliki pengisap yang kuat di sekitar mulut
4. Tegumen cacing dilengkapi dengan duri-duri kecil, tonjolan, dan organ sensorik
5. Jantan berukuran ± 12 mm x 0,5 mm
6. Betina berukuran ± 20 mm x 0,4 mm
7. Ovarium memanjang dan kompak
8. Glandua vitelaria terletak dibelakang ovarium.

C. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

D. Bahan
1. Preparat Nemathoda Jaringan Stadium Microfilaria

E. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

Modul Praktikum Parasitologi | 21


F. Hasil
1. Fasciola hepatica

2. Fasciola gigantica

3. Schistosoma japonicum

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 22


PRAKTIK 8
MORFOLOGI PARASIT PLASMODIUM

A. Materi Praktikum
Tujuan : Mengetahui ciri-ciri parasit Plasmodium sp.

B. Landasan Teori
Parasit genus Plasmodium termasuk ke dalam protozoa yang menyerang dan
berkembang biak dalam hidup vertabrata dan ditularkan oleh nyamuk (biasnya nyamuk
Anopheles sp.). Parasit ini dapat menyebabkan penyakit malaria pada manusia. Penyakit
ini ditandai dengan demam, anemia, dan berbagai patologi lainnya. Jenis Plasmodium
yang biasa menginfeksi manusia diantaranya: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae (Bannister dan Sherman, 2009).
Spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia memiliki daur hidup yang relatif
mirip. Hal ini dapat diketahui dari fase perkembangan awal daur hidup di hati dan
proliferasi lebih lanjut berikutnya dalam darah dari inang. Induk parasit tumbuh dalam sel
darah merah dan menghancurkannya (CDC, 2020). Spesies dari genus ini juga memiliki
kerentanan dan resistensi yang sama terhadap jenis obat antimalaria seperti: quinine,
chloroquine dan artemisinin (Sato, 2021).
Siklus hidup Plasmodium sp. melibatkan dua inang yaitu nyamuk dan manusia. Hal
ini dapat diketahui melalugi gambar berikut:

Gambar 8.1 Siklus Hidup Plasmodium sp


(Sumber: https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html)

Modul Praktikum Parasitologi | 23


Saat mengisap darah, nyamuk menginokulasikan sporozoit kepada manusia. Dalam
tubuh manusia, sporozoit menginfeksi sel hati dan matang menjadi skizon, yang pecah
dan melepaskan merozoit. Setelah replikasi awal ini di hati (skizogoni ekso-eritrositik),
parasit mengalami multiplikasi aseksual dalam eritrosit (skizogoni eritrositik). Merozoit
menginfeksi sel darah merah. Trofozoit tahap cincin matang menjadi skizon, yang pecah
melepaskan merozoit. Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi tahap eritrositik seksual
(gametosit). Parasit stadium darah bertanggung jawab atas manifestasi klinis penyakit ini.
Gametosit, jantan (mikrogametosit) dan betina (makrogametosit), tertelan oleh nyamuk
Anopheles selama menghisap darah. Penggandaan parasit pada nyamuk dikenal sebagai
siklus sporogonik. Saat berada di perut nyamuk, mikrogamet menembus makrogamet
menghasilkan zigot. Zigot pada gilirannya menjadi motil dan memanjang (ookinetes) yang
menyerang dinding usus tengah nyamuk di mana mereka berkembang menjadi ookista.
Ookista tumbuh, pecah, dan melepaskan sporozoit, yang menuju ke kelenjar ludah
nyamuk. Inokulasi sporozoit ke inang manusia baru melanggengkan siklus hidup
Plasmodium sp (CDC, 2020).
Plasmodium sp. sebagai parasit penyebab malaria baru ditemukan pada abad ke-
19 dimana seorang parasitolog bernama Laveran melihat ada bentuk “pisang” dalam
darah penderita malaria. Kemudian pada tahun 1879, Ross mendapati bahwa malaria
ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. yang hidup di rawa-rawa (Dinata, 2022).

C. Alat
1. Mikroskop
2. Pensil
3. Penghapus

D. Bahan
1. Preparat Plasmodium sp.

E. Prosedur Kerja
1. Siapkan preparat yang akan diperiksa.
2. Nyalakan mikroskop dan atur level pencahayaannya.
3. Letakkan preparat pada meja preparat dan jepit menggunakan penjepit objek.
4. Atur makro dan mikro pada mikroskop hingga gambar terlihat jelas.
5. Gambar bentuk dari masing-masing jenis parasit yang dilihat menggunakan pensil.

Modul Praktikum Parasitologi | 24


F. Hasil

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 25


PRAKTIK 9
PEMERIKSAAN PARASIT NEMATHODA USUS STADIUM TELUR PADA TINJA

A. Materi Praktikum
Tujuan : Memahami prosedur pemeriksaan parasit Nemathoda usus stadium telur
pada tinja manusia dengan metode apung, dan mengidentifikasi jenis
Nemathoda usus yang ditemukan.

B. Landasan Teori
Status penyakit kecacingan pada manusia dapat diketahui dengan hasil
pemeriksaan telur cacing pada feses yang dilakukan di laboratorium. Pada dasarnya,
pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan
secara mikroskopis ada dua macam yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif
hanya bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing di feses, sedangkan
pemeriksaan kuantitatif berfungsi untuk mengetahui dan menghitung eksistensi telur di
feses (Sihite, 2019).
Metode pemeriksaan telur cacing pada tinja secara kualitatif yang sederhana dan
cepat adalah menggunakan metode mikroskopis langsung atau metode apung. Cara ini
sangat efektif untuk mendeteksi infeksi cacing pada tinja dengan konsentrasi yang tinggi.
Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan memanfaatkan masa jenis telur yang lebih
rendah daripada masa jenis larutan. Jika masa jenis telur lebih rendah, telur akan
mengapung dan mudah untuk diambil dalam melakukan pengamatan. Meski murah dan
efisien, metode apung jarang digunakan untuk melakukan pengendalian penyakit, karena
pengendalian ini membutuhkan data terkait jumlah cemaran pada tinja secara jelas. Selain
itu, metode apung juga kurang efektif untuk konsentrasi cemaran yang rendah pada tinja
(Fauziah et al., 2022).

C. Alat
1. Mikroskop
2. Timbangan Analitik
3. Tabung reaksi
4. Rak tabung reaksi
5. Spatula
6. Objek Glass
7. Cover Glass

Modul Praktikum Parasitologi | 26


D. Bahan
1. Aquades
2. NaCl
3. Alumunium foil
4. Label

E. Prosedur Kerja
1. Buat larutan NaCl jenuh dengan cara melarutkan garam hingga titik jenuh.
2. Timbang 2 gram feses menggunakan timbangan analitik yang dilapisi alumunium foil.
3. Masukkan hasil timbangan feses ke dalam tabung reaksi
4. Isi tabung reaksi yang berisi feses dengan NaCl jenuh hingga bagian mulut tabung
berbentuk sedikit cembung.
5. Letakkan cover glass di atas tabung reaksi, tunggu selama 1 jam.
6. Ambil cover glass, letakkan pada objek glass.
7. Amati objek glass menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 (Suraini dan
Sophia, 2020).

F. Hasil
Nama Sampel :
Nama Responden :
Alamat Responden :
Tanggal Pengambilan Sampel :
Jam Pengambilan Sampel :
Nama Pengambil Sampel :
Tabel 9.1 Hasil Identifikasi Nemathoda Vase Telur pada Feses

No. Nama Telur Parasit Jumlah


1.
2.
3.
4.
5.

G. Pembahasan

Modul Praktikum Parasitologi | 27


H. Kesimpulan

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 28


PRAKTIK 10
PEMERIKSAAN PARASIT NEMATHODA USUS
STADIUM DEWASA PADA TINJA

A. Materi Praktikum
Tujuan : Memahami prosedur pemeriksaan parasit stadium dewasa pada tinja
dengan metode Harada-Mori.

B. Landasan Teori
Infeksi parasit usus endemik secara global di dunia. Di Indonesia, infeksi parasit
usus khususnya kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Dia
dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak. Infeksi parasit usus dengan cacing yang ditularkan melalui
tanah (STH) seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale) didiagnosis dengan deteksi telur cacing dalam
sampel tinja. Pemeriksaan tinja untuk cacing dengan teknik konvensional sering
kehilangan peluang di laboratorium. Oleh karena itu kami menggunakan budaya Harada
Mori yang dimodifikasi untuk mendeteksi infeksi cacing (Panggabean, Siahaan dan
Carolina Panggabean, 2017).
Teknik Harada-Mori adalah metode kultur kertas saring yang memanfaatkan
tropisme air larva untuk mengidentifikasi mereka. Secara singkat, feses segar diendapkan
pada filter kertas yang direndam dengan air kemudian diinkubasi. Dengan teknik ini cacing
dapat berkembang menjadi larva infeksi pada kertas saring basah, kemudian larva ini akan
ditemukan di dalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.

C. Alat
1. Botol sampel
2. Pipet tetes
3. Mikroskop
4. Objek Glass
5. Cover Glass
6. Sendok

D. Bahan
1. Plastik Es Mambo
2. Kertas saring

Modul Praktikum Parasitologi | 29


3. Label
4. Lilin
5. Aquadest
6. Korek Api

E. Prosedur Kerja
1. Buat plastik es mambo menjadi kerucut dengan membakarnya pada lilin.
2. Potong kertas saring menjadi bentuk plastik es.
3. Oleskan 1 gram tinja pada bagian tengah kertas saring.
4. Masukkan kertas saring ke dalam plastik es mambo.
5. Masukkan Air Aquades hingga permukaannya mengenai ujung kertas saring.
6. Inkubasikan sampel yang telah siap pada plastik es mambo selama 4-7 atau maksimal
10 hari pada suhu 25-28°C.
7. Ambil air aquades yang ada pada ujung plastik menggunakan pipet tetes.
8. Teteskan pada objek glass dan tutup menggunakan cover glass.
9. Amati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x40 (Toemon, Indrawan dan
Surja, 2022).

F. Hasil
Nama Sampel :
Nama Responden :
Alamat Responden :
Tanggal Pengambilan Sampel :
Jam Pengambilan Sampel :
Nama Pengambil Sampel :
Tabel 10.1 Hasil Identifikasi Nemathoda Vase Telur pada Feses

No. Nama Parasit Jumlah


1.
2.
3.
4.
5.

Modul Praktikum Parasitologi | 30


G. Pembahasan

H. Kesimpulan

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 31


PRAKTIK 11
PEMERIKSAAN PARASIT PADA TANAH

A. Materi Praktikum
Tujuan : Memahami prosedur pemeriksaan parasit larva dan telur pada pada media
tanah dengan Metode Suzuki.

B. Landasan Teori
Tanah merupakan penampung dari berbagai jenis parasit dan menjadi tempat
mereka menjalani daur hidup. Parasit yang biasanya dalam bentuk telur ada di tanah karna
cemaran kotoran manusia yang disebabkan oleh Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Kotoran manusia yang dibuang ke badan sungai kemudian airnya dimanfaatkan untuk
irigasi pertanian juga menimbulkan pencemaran tanah oleh cacing (Kafle et al., 2014).
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa, ektoparasit, dan cacing menjadi masalah bagi
manusia karena menghambat pertumbuhan dan menimbulkan masalah kesehatan baru
(Lim et al., 2018).
Meskipun tanah merupakan penampung utama parasit, tidak ada standar yang
secara khusus mengatur metode identifikasi parasit di tanah. Metode pemeriksaan parasit
pada tanah yang telah lama dikenal berfokus pada tiga tahapan, yaitu: pengayakan, flotasi,
dan mikroskop. Tahap pengayakan bertujuan untuk memisahkan partikel tanah yang
besar. Tahap flotasi berfungsi untuk mengapungkan telur / parasit dengan bantuan larutan
tertentu. Adapun tahap mikroskopis bertujuan untuk mengetahui jenis parasit yang
berhasil diidentifikasi. Hingga saat ini, jurnal yang membahas tentang ketiga tahapan ini
memiliki kriteria alat dan bahan yang bervariasi (Steinbaum et al., 2017).

C. Alat
1. Skrap
2. Sentrifuge
3. Tabung sentrifuge
4. Objek glass
5. Cover glass
6. Gelas ukur
7. Saringan kawat kasa
8. Mikroskop
9. Batang pengaduk
10. Corong

Modul Praktikum Parasitologi | 32


11. Timbangan Analitik
12. Rak Tabung

D. Bahan
1. Sampel tanah
2. Kantong plastic
3. Label
4. Alumunium foil
5. Aquadest
6. Larutan MgSO4

E. Prosedur Kerja
1. Ambi sampel tanah menggunakan skrap dengan kedalaman tanah tidak lebih dari 3
cm pada area yang luasnya 30 x 30 cm 2. Jumlah sampel yang diambil adalah 5 gram.
2. Masukkan sampel tanah ke dalam plastik dan beri label.
3. Ambil 2 gram sampel tanah yang sudah disiapkan, larutkan dengan menggunakan 10
ml air akuades.
4. Masukkan suspensi ke dalam tabung sentrifuge, rotasikan pada sentrifuse dengan
kecepatan 2000 RPM selama 2 menit.
5. Buang supernatant dengan berhati-hati dan beri tambahan 10 ml larutan MgSO4 jenuh,
kocok hingga larut.
6. Rotasikan kembali tabung pada sentrifuge dengan kecepatan 2500 RPM selama 5
menit.
7. Tambahkan lagi larutan MgSO4 hingga tabung penuh atau mulut tabung berbentuk
cembung.
8. Tutup tabung secara vertical menggunakan cover glass dan tunggu selama 45-60
menit.
9. Angkat cover glass secara vertical dan letakkan pada objek glass.
10. Pasang objek glass pada meja preparat dan kencangkan dengan penjepit.
11. Periksa sampel menggunakan perbesaran 100x dan 400x (Syavira, 2018).

Modul Praktikum Parasitologi | 33


F. Hasil
Nama Sampel :
Lokasi Pengambilan :
Tanggal Pengambilan Sampel :
Jam Pengambilan Sampel :
Nama Pengambil Sampel :
Tabel 11.1 Hasil Identifikasi Parasit pada Tanah

No. Nama Parasit Jumlah


1.
2.
3.
4.
5.

G. Pembahasan

Modul Praktikum Parasitologi | 34


H. Kesimpulan

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 35


PRAKTIK 12
PEMERIKSAAN PARASIT PADA SAYURAN

A. Materi Praktikum
Tujuan : Memahami prosedur pemeriksaan parasit larva dan telur pada sayuran.

B. Landasan Teori
Konsumsi buah dan sayuran membantu perlindungan tubuh manusia dari sejumlah
penyakit. Buah dan sayur menyediakan nutrisi, vitamin, mineral, protein, dan serat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Konsumsi buah dan sayur juga cocok untuk penderita penyakit
degeneratif termasuk diabetes dan hipertensi. Di samping banyaknya dampak positif yang
tersedia, konsumsi buah dan sayur khususnya dalam kondisi mentah dapat meningkatkan
risiko penularan agen penyakit pada manusia (Tefera et al., 2014).
Konsumsi buah dan sayur sering direpresentasikan sebagai rute yang signifikan dari
transmisi penularan penyakit. Hal ini disebabkan kondisi permukaan kedua bahan yang
cocok untuk perkembangan hidup agen. Sayuran dan buah d apat terkontaminasi dalam
proses produksi (khususnya dari irigasi), pasca panen, transportasi atau distribusi,
maupun pada proses konsumsi (Edrees et al., 2021).
Parasit yang biasa ditemukan dalam sayuran ada yang merupakan parasit dalam
pencernaan. Jenis parasite yang dimaksud diantaranya: Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Entamoeba coli, Balantidium coli, Isospora belli, Cryptosporidium sp.,
Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis, Fasciola hepatica,
Ascaris lumbricoides, Toxocara sp., Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta, and
Taenia sp (Li et al., 2020).

C. Alat
1. Tabung Sedimen (Tabung Sentrifuse)
2. Pipet Tetes
3. Centrifuge
4. Rak tabung
5. Mikroskop
6. Obyek glass
7. Beacker Glass
8. Pinset

Modul Praktikum Parasitologi | 36


D. Bahan
1. Sampel sayuran
2. Larutan NaOH 0,2%
3. Plastik Sampel
4. Label
5. Alat Tulis

E. Prosedur Kerja
1. Rendam sayuran menggunakan NaOH 0,2% dalam beacker glass selama 30 menit.
2. Angkat selada, masukkan sisa air rendaman ke dalam tabung sedimentasi dan
diamkan selama 1 jam.
3. Ambil endapan sebanyak 10-15 ml.
4. Masukkan endapan ke dalam tabung sentrifuge dan rotasikan dengan kecepatan 1500
rpm selama 5 menit.
5. Ambil larutan, letakkan pada objek glass dan tutup menggunakan cover glass.
6. Amati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 – 40x.
7. Catat hasil yang ditemukan pada tabel hasil (Asihka, Nurhayati dan Gayatri, 2014).

F. Hasil
Nama Sampel :
Lokasi Pengambilan :
Tanggal Pengambilan Sampel :
Jam Pengambilan Sampel :
Nama Pengambil Sampel :
Tabel 12.1 Hasil Identifikasi Parasit pada Sayuran

No. Nama Parasit Jumlah


1.
2.
3.
4.
5.

Modul Praktikum Parasitologi | 37


G. Pembahasan

H. Kesimpulan

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 38


PRAKTIK 13
PEMERIKSAAN SERKARIA PADA SIPUT

A. Materi Praktikum
Tujuan : Memahami prosedur pemeriksaan parasit vase hidup serkaria pada siput.

B. Landasan Teori
Trematoda merupakan salah satu parasit yang menginfeksi manusia dan
mempunyai kemiripan siklus hidup antar genusnya. Siklus hidup ini memerlukan siput
sebagai hospes perantara. Jenis penyakit kecacingan yang menginfeksi manusia
diantaranya: Fasciolopsiasis (F. buski), fascioliasis (Fasciola hepatica), Echinostomiasis
(Echinostoma sp.), Opisthorciasis (Opisthorcis sp.), Paragonimiasis (Paragonimus sp.),
Schistosomiasis (Schistosoma sp.), Angiostrongyliasis (Angiostrongylus sp.), dan
Cercarial dermatitis (Paisal, 2014).
Tahapan vase hidup Trematoda secara umum memerlukan media air. Telur parasite
ini akan menetas di air dan berkembang menjadi mirasidium. Selanjutnya mirasidium
menginfeksi hospes pertama yaitu siput dan berkembang menjadi serkaria dalam
tubuhnya. Serkaria akan keluar dari tubuh hospes dan berenang di air untuk mencari
hospes perantara kedua yang biasanya merupakan tanaman air. Saat menumpang pada
hospes kedua, serkaria berkembang menjadi bentuk infektif berupa metasirkaria. Manusia
dan hewan ternak dapat terinfeksi jika meminum air atau memakan sayuran yang
mengandung metaserkaria (Hairani dan Fakhrizal, 2017).
Siput yang sering dikenal menjadi hospes perantara awal yaitu Lymnaea spp. Siput
Lymnaea spp. masuk ke dalam kelas Gastropoda, Famili Lymneaidae dan sering dikenal
sebagai onga jawa. Ukurannya berkisar antara 30 – 200 mm dan memiliki cangkang tipis
berwarna abu-abu, krem, kekuningan sampai kehijauan. Siput ini biasa hidup pada
perairan yang tenang atau air dengan arus yang lambat. Identifikasi terhadap Serkaria
pada siput dilakukan untuk merancang strategi pengendalian yang tepat terhadap infeksi
trematoda pada hewan maupun manusia (Noviyanti et al., 2020).

C. Alat
1. Mikroskop
2. Mortar & Pestle
3. Gelas Ukur
4. Sendok stainless
5. Cawan Petri

Modul Praktikum Parasitologi | 39


D. Bahan
1. Sampel keong
2. Akuades
3. Plastik Sampel
4. Label
5. Alat tulis

E. Prosedur Kerja
1. Letakkan siput yang berasal dari lapangan diletakkan pada cawan petri dan diberi
label.
2. Pecahkan cangkang dengan hati-hati menggunakan pinset.
3. Cabik-cabik bagian tubuh siput menggunakan pinset.
4. Beri 1-2 tetes akuades pada siput yang telah dibersihkan cangkangnya pada cawan
petri.
5. Amati keberadaan serkaria menggunakan mikroskop pada perbesaran 10 – 40 x
(Paisal, 2014).

F. Hasil
Nama Sampel :
Lokasi Pengambilan :
Tanggal Pengambilan Sampel :
Jam Pengambilan Sampel :
Nama Pengambil Sampel :
Tabel 13.1 Hasil Identifikasi Serkaria pada Siput

No. Nama Parasit Jumlah


1.
2.
3.
4.
5.

Modul Praktikum Parasitologi | 40


G. Pembahasan

H. Kesimpulan

Gorontalo, …………………..
Mengetahui/Setuju,
Dosen / PLP Praktikan,

…………………………….. ……………………………..

Modul Praktikum Parasitologi | 41


DAFTAR PUSTAKA

Asihka, V., Nurhayati, N. dan Gayatri, G. (2014) “Distribusi Frekuensi Soil Transmitted
Helminth pada Sayuran Selada (Lactuca sativa) yang Dijual di Pasar Tradisional dan
Pasar Modern di Kota Padang,” Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), hal. 480–485. Tersedia
pada: https://doi.org/10.25077/jka.v3i3.183.
Bannister, L.H. dan Sherman, I.W. (2009) “ Plasmodium ,” eLS [Preprint], (December).
Tersedia pada: https://doi.org/10.1002/9780470015902.a0001970.pub2.
Butploy, N., Kanarkard, W. dan Maleewong Intapan, P. (2021) “Deep Learning Approach for
Ascaris lumbricoides Parasite Egg Classification,” Journal of Parasitology Research,
2021. Tersedia pada: https://doi.org/10.1155/2021/6648038.
CDC (2020) Malaria, 16 Juli. Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html (Diakses: 1 Maret 2023).
Delhi, N. (2008) “Biology of Parasitism Morphology , Life cycles , Mode of entry of Brugia
Description of Module Contents : Biology of Parasitism Morphology , Life cycles , Mode
of entry of Brugia,” Zoology, hal. 1–18.
Dinata, A. (2022) Plasmodium dan Daur Hidup Parasit Malaria, 29 Maret. Tersedia pada:
https://litbangkespangandaran.litbang.kemkes.go.id/plasmodium-dan-daur-hidup-
parasit-malaria-catatan-hari-malaria-sedunia/ (Diakses: 1 Maret 2023).
Edrees, W.H. et al. (2021) “Detection of Intestinal Parasites of some Fresh Vegetables and
their Consumers in Sana ’ a City , Yemen Abstract :,” Al-Razi University Journal of
Medical Science, 5(2), hal. 19–25.
Fauziah, N. et al. (2022) “Intestinal Parasitic Infection and Nutritional Status in Children under
Five Years Old: A Systematic Review,” Tropical Medicine and Infectious Disease, 7(11),
hal. 371. Tersedia pada: https://doi.org/10.3390/tropicalmed7110371.
Gilotra, E.R.T. (2020) Conn’s Current Therapy 2021, Indian Journal of Public Health Research
and Development 7(3):7. Elsevier. Tersedia pada:
https://www.researchgate.net/publication/304809641_A_Comparative_Study_on_Tradi
tional_Modern_Teaching_Methods_among_Undergraduate_Students_in_a_Medical_
College_of_Andhra_Pradesh.
Giri, D. (2019) Ascaris lumbricoides (Roundworm) Eggs: Morphology, Characteristics and
Identification, 26 Maret. Tersedia pada: https://laboratorytests.org/ascaris-lumbricoides-
roundworm-egg/ (Diakses: 22 Februari 2023).
Guy, K. (2012) Wuchereria bancrofti, Canadian Medical Association journal. Tersedia pada:
https://doi.org/10.5005/jp/books/12721_62.
Hairani, B. dan Fakhrizal, D. (2017) “Identifikasi Serkaria Trematoda dan Keong Hospes
Perantara pada Ekosistem Perairan Rawa Tiga Kabupaten di Kalimantan Selatan,”
Jurnal Vektor Penyakit, 11(1). Tersedia pada:
https://doi.org/10.22435/vektorp.v11i1.6084.1-8.
Kafle, C.M. et al. (2014) “Identification of Parasites in Soil Samples of Vegetable Field of
Bhaktapur District,” TUJM, 2(September 2017), hal. 26–28.
Kalousová, B. et al. (2016) “Adult hookworms (Necator spp.) collected from researchers
working with wild western lowland gorillas,” Parasites and Vectors, 9(1), hal. 4–9.
Tersedia pada: https://doi.org/10.1186/s13071-016-1357-0.

Modul Praktikum Parasitologi | vi


Karki, G. (2020a) Enterobius vermicularis- Morphology, Life cycle, transmission,
pathogenesis, disease and treatment, 3 Mei. Tersedia pada:
https://www.onlinebiologynotes.com/enterobius-vermicularis-morphology-life-cycle-
transmission-pathogenesis-disease-and-treatment/ (Diakses: 22 Februari 2023).
Karki, G. (2020b) Trichuris trichiura: Morphology, life cycle, pathogeneisis, mode of
transmission, diseases, diagnosis and treatment, 5 Mei. Tersedia pada:
https://www.onlinebiologynotes.com/trichuris-trichiura-morphology-life-cycle-
pathogeneisis-mode-of-transmission-diseases-diagnosis-and-treatment/ (Diakses: 22
Februari 2023).
Kusumasari, R. (2019) Hookworm Infection and Cutaneous Larva Migrans, 26 Juni. Tersedia
pada: https://parasito.fkkmk.ugm.ac.id/en/helminthic-diseases/hookworm-infection-
and-cutaneous-larva-migrant/ (Diakses: 27 Februari 2023).
Li, J. et al. (2020) “Detection of human intestinal protozoan parasites in vegetables and fruits:
a review,” Parasites and Vectors, 13(1), hal. 1–19. Tersedia pada:
https://doi.org/10.1186/s13071-020-04255-3.
Lim, P.K.C. et al. (2018) “Parasites in soil samples from Signy Island, Antarctica,” Tropical
Biomedicine, 35(4), hal. 1007–1016.
Neupane, L. (2022) Ancylostoma duodenale - An Overview, 18 Januari. Tersedia pada:
https://microbenotes.com/ancylostoma-duodenale/ (Diakses: 22 Februari 2023).
Noviyanti et al. (2020) “Siput Lymnaea sp. Sebagai Inang Perantara Cacing Trematoda di
Distrik Prafi, Manokwari, Papua Barat,” Jurnal Veteriner, 21(3), hal. 435–442. Tersedia
pada: https://doi.org/10.19087/jveteriner.2020.21.3.435.
Paisal, A. and (2014) “Siput air tawar sebagai hospes perantara trematoda di Desa
Kalumpang Dalam dan Sungai Papuyu, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai
Utara,” Jurnal Buski, 5(2), hal. 55–60.
Panggabean, M., Siahaan, L. dan Carolina Panggabean, Y. (2017) “Comparison Laboratory
Methods for Detection of Hookworms Infection,” 1(PHICo 2016), hal. 88–90. Tersedia
pada: https://doi.org/10.2991/phico-16.2017.73.
Prasetya, M.R. et al. (2019) “Study on the Morphology of Fasciola gigantica and Economic
Losses due to Fasciolosis in Berau, East Kalimantan,” Biosaintifika: Journal of Biology
& Biology Education, 11(1), hal. 156–161. Tersedia pada:
https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v11i1.18201.
Public Health Agency of Canada (2011) Pathogen Safety Data Sheet - Infectious Substances
– Necator americanus, Desember. Tersedia pada: https://www.canada.ca/en/public-
health/services/laboratory-biosafety-biosecurity/pathogen-safety-data-sheets-risk-
assessment/necator-americanus.html (Diakses: 22 Februari 2023).
Sato, S. (2021) “Correction to: Plasmodium—a brief introduction to the parasites causing
human malaria and their basic biology (Journal of Physiological Anthropology, (2021),
40, 1, (1), 10.1186/s40101-020-00251-9),” Journal of Physiological Anthropology, 40(1),
hal. 1–13. Tersedia pada: https://doi.org/10.1186/s40101-021-00254-0.
Saxena, R. (2008) “Morphology , Life Cycle and Pathogenicity and Prophylaxis of Trichinella,”
Zoology, hal. 1–17.
Sihite, A.J. (2019) Perbandingan Jumlah dan Keragaman Telur Cacing Soil Transmitted
Helminth (STH) Menggunakan Metode Sedimentasi NaOH 0,2 % DAN NaCl 0,9%,
Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Medan.
Steinbaum, L. et al. (2017) “Detecting and enumerating soil-transmitted helminth eggs in soil:

Modul Praktikum Parasitologi | vii


New method development and results from field testing in Kenya and Bangladesh,”
PLoS Neglected Tropical Diseases, 11(4), hal. 1–15. Tersedia pada:
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0005522.
Suraini dan Sophia, A. (2020) “Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Evaluasi dan Uji Kesesuaian Pemeriksaan Telur Cacing Soil Transmitted Helminths
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256,” 3(2), hal. 31–36.
Syavira, N.A. (2018) “Identifikasi Pencemaran Tanah Oleh Telur dan Larva Soil-Transmitted
Helminths di Desa Klungkung, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember,” Skripsi
[Preprint].
Tefera, T. et al. (2014) “Parasitic Contamination of Fruits and Vegetables Collected from
Selected Local Markets of Jimma Town, Southwest Ethiopia,” International Scholarly
Research Notices, 2014, hal. 1–7. Tersedia pada: https://doi.org/10.1155/2014/382715.
Toemon, A.I., Indrawan, H. dan Surja, S.S. (2022) “The harada-mori technique: Revisited,”
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia , 13(2), hal. 186–191. Tersedia pada:
https://doi.org/10.20885/JKKI.Vol13.Iss2.art11.
Wang, M. dan Pleskow, D.K. (2013) “Learn about Parasites: Fasciola hepatica,” Western
College of Veterinary Medicine, 45(SUPPL.2), hal. 1–5. Tersedia pada:
https://doi.org/10.1055/s-0033-1344063.
Williams., A.V.S.N.S.Y.M. (2022) Trichuris trichiura, 22 Agustus. Tersedia pada:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507843/ (Diakses: 22 Februari 2023).
Wu, Z. (2016) “Schistosoma japonicum,” Encyclopedia of Parasitology, 44(0), hal. 2443–2449.
Tersedia pada: https://doi.org/10.1007/978-3-662-43978-4_2824.

Modul Praktikum Parasitologi | viii

Anda mungkin juga menyukai