Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TINDAKAN KARANTINA TERHADAP HEWAN PEMBAWA


AVIAN INFLUENZA

Dosen pengampu :
Dr. Ir Arifin Tasrif, MSc, MM
19590824031001

Oleh :
Puspa Syifa Awalia
(NIRM 02.12.19.059)

PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari, penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis
khususnya.

Bogor, 22 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

PEMBAHASAN 3

Avian Influenza 3-10

Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran

Hewan Pembawa AI 10-11

Tindakan Karantina Terhadap Hewan

Pembawa Avian Influenza 11-17

Metode Pengujian Avian Influenza 17-20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

ii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit
zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family
Orthomyxoviridae. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit hewan menular yang
bersifat akut. Umumnya penyakit ini menyerang unggas dan dapat juga menular pada
hewan lain seperti kucing, anjing, dan anjing (Komnas FBPI, 2009). Tetapi seiring
adanya perkembangan waktu dan virus, penyakit ini juga ikut menyerang babi dan
menyerang manusia. Penyakit flu burung banyak menarik perhatian karena
penularannya yang sangat cepat dengan angka kematian yang cukup tinggi. Flu
burung juga berpengaruh terhadap sektor perternakan, khususnya unggas, yang
mempunyai dampak besar terhadap ketersediaan daging (gizi) di masyarakat dan
sektor ekonomi para perternaknya (Widoyono, 2011).
Kasus flu burung di Indonesia bermula ditemukannya kasus pada unggas di
Pekalongan, Jawa Tengah, pada bulan Agustus 2003 (Widoyono, 2011). Sampai
tahun 2012 jumlah kasus terdapat 15 provinsi yang tertular Flu Burung, yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali,
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Terdapat 2 provinsi yang baru tertular
pada tahun 2012 yaitu Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat (Kemenkes, 2013b).
Penyakit ini terus menular pada unggas maupun pada manusia. Berdasarkan data
WHO (2014), di Indonesia kasus yang dikonfirmasi dari awal terjadinya flu burung
sampai tahun 2014 ini mencapai 195 orang dengan 163 orang meninggal dunia
(CFR=83,6%).
Meskipun kini, jumlah unggas atau manusia yang terserang flu burung sudah
berkurang. Namun, pencegahan harus tetap dilakukan. Apalagi pada saat kita
mengekspor dan mengimpor unggas dari negara lain yang merupakan area tertular flu
burung atau area bebas flu burung. Oleh karena itu, diperlukan tindakan karantina

1
terhadap pemasukan dan pengeluaran unggas ke, dari, dan di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia.

Maksud dan Tujuan

1. Untuk mencegah untuk masuk, keluar, dan menyebarnya hama dan penyakit
hewan karantina ke, dari, dan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang
ditularkan melalui unggas
2. Sebagai cara untuk mengendalikan penyakit flu burung di Indonesia

2
PEMBAHASAN

Avian Influenza

A. ETIOLOGI
Penyebab avian influenza (AI) merupakan virus ss-RNA yang tergolong
family Orthomyxoviridae, dengan diameter 80-120 nm dan panjang 200-300 nm.
Virus ini memiliki amplop dengan lipid bilayer dan dikelilingi sekitar 500 tonjolan
glikoprotein yang mempunyai aktivitas hemaglutinasi (HA) dan
enzimneuraminidase (NA). Virus influenza dibedakan atas 3 tipe antigenik
berbeda, yakni tipe A, B dan C. Tipe A ditemukan pada unggas, manusia, babi,
kuda dan mamalia lain, seperti cerpelai, anjing laut dan paus. Tipe B da C hanya
ditemukan pada manusia.
Virus AI tipe A tersusun atas 8 segmen gen yang memberikan 10 sandi
protein, yaitu polymerase basic-2 (PB2), polymerase basic-1 (PB1), polymerase
acidic (PA), hemaglutinin (HA), nukleoprotein (NP), neuraminidase (NA), matrix
(M) dan non-struktural (NS). Masing-masing segmen memberikan satu macam
sandi protein, kecuali segmen M memberikan sandi protein M1 dan M2, serta

3
segmen NS memberikan sandi protein NS1 dan NS2. Berat molekul protein
berturut-turut adalah: 87, 96, 85, 77, 50-60, 48-63, 24, 15, 26, dan 12 kDa. Protein
HA dan NA merupakan protein terpenting di dalam menimbulkan respons imun
dan sebagai penentu subtype virus AI. Berdasarkan perbedaan genetik antar virus
AI, sehingga sekarang telah diketahui adanya 16 subtipe hemaglutinin (H1-16) dan
9 subtipe neuraminidase (N1-9).

1. Sifat Alami Agen

Virus AI mudah mati oleh panas, sinar matahari dan desinfektan (deterjen,
ammonium kuartener, formalin 2-5%, iodium kompleks, senyawa fenol,
natrium/alium hipoklorit). Panas dapat merusak infektifitas virus AI. Pada suhu
56ºC, virus AI hanya dapat bertahan selama 3 jam dan pada 60ºC selama 30 menit.
Pelarut lemak seperti deterjen dapat merusak lapisan lemak ganda pada selubung
virus. Kerusakan selubung virus ini mengakibatkan virus influenza menjadi tidak
infektif lagi. Faktor lain adalah pH asam, nonisotonik dan kondisi kering. Senyawa
ether atau sodium dodecylsulfate akan mengganggu amplop tersebut, sehingga
merusak protein hemaglutinin dan neuramidase. Media pembawa virus berasal dari
ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat
transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Strain yang sangat
ganas (virulen) dan menyebabkan Flu Burung adalah subtype A H5N1. Virus
tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari
30 hari pada 0°C.

2. Spesies Rentan

Burung-burung liar, Itik, burung puyuh, babi, kucing, kuda, ayam petelur, ayam
pedaging, ayam kampung, entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati,
burung merak putih, burung perkutut serta manusia.

4
3. Pengaruh lingkungan

Virus AI dikenal sebagai virus yang mudah mengalami mutasi, yaitu perubahan
yang menyangkut nukleotida atau asam amino di dalam gen. Pengaruh perjalanan
waktu dan perbedaan inang telah menyebabkan perubahan tersebut terjadi. Sebagai
contoh, subtipe H5N1 yang menginfeksi manusia di Hongkong pada 1997
mengandung 8 segmen gen virus AI yang berasal dari unggas di Eurasia.
Meskipun virus ini berhasil dimusnahkan dengan jalan membakar semua unggas
yang ada di Hongkong, tetapi gen HA muncul sebagai donor pada H5N1 angsa di
Cina Tenggara. Munculnya genotipe baru ini sangat mematikan pada ayam tetapi
tidak pada itik. Selama 5 tahun berikutnya tidak ada variasi genetik dan baru pada
akhir 2002 terjadi mutasi. Tampaknya mutasi H5N1 ini menjadi cikal bakal flu
burung di Asia, terbukti menimbulkan kematian pada ayam dan korban jiwa
manusia

4. Sifat Penyakit

Berdasarkan patotipenya, virus AI dibedakan menjadi Highly Pathogenic Avian


Influenza (HPAI) atau tipe ganas dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI)
atau tipe kurang ganas. Tanda yang paling menciri untuk HPAI adalah tingkat
kematian yang tinggi yang mencapai 100%. Selama ini virus AI yang bersifat
HPAI adalah H5 dan H7. Karena mudah bermutasi maka keganasan virus AI
ditentukan oleh waktu, tempat dan inang yang terinfeksi. Artinya walaupun
Manual Penyakit Unggas sama-sama H5 yang menginfeksi belum tentu
menunjukkan keganasan yang sama. Target jaringan atau organ dari virus ini dapat
mempengaruhi patogenisitasnya. Virus yang terbatas menyerang saluran
pernapasan atau pencernaan akan menyebabkan penyakit yang berbeda dengan
yang bersifat sistemik atau mencapai organ vital lainnya. Sebagian besar jenis
unggas air liar lebih resisten dibanding unggas piaraan. Virus AI pada unggas liar
mungkin tidak menimbulkan gejala sakit, tetapi dapat menjadi sangat ganas pada
ayam ras maupun bukan ras.

5
Virus influenza tergolong virus dengan genom bersegmen, sehinga mudah
mengalami mutasi. Mutas dapat terjadi melalui proses antigenic drift dan antigenic
shift, sehingga sulit dikenal oleh sistem kekebalan inang.

 Antigenic drift merupakan keadaan di mana virus AI mengalami mutasi


dengan adanya perubahan urutan nukleotida pada gen HA atau NA atau
keduanya. Sifat virus ini selalu dikaitkan dengan timbulnya suatu epidemi
dari penyakit tersebut, Walaupun subtipenya sama, tetapi mempunyai nilai
homologi yang berbeda di antara subtipe tersebut. Berkaitan dengan reaksi
netralisasi yang dilakukan oleh antibodi maka terlihat sangat erat
hubungannya dengan epitop (antigenic determinants) yang dimiliki oleh
protein HA dan NA. Protein permukaan HA memiliki 5 epitop dan protein
NA memiliki 4 epitop. Bila terjadi mutasi pada gen HA dan NA, karena
sifat antigenic drift, maka dapat merubah susunan atau bahkan
menghilangkan epitop yang terdapat pada HA dan NA, sehingga tidak
dapat dikenali oleh antibodi yang sudah ada di dalam tubuh unggas dan
tidak bisa diatasi oleh vaksin yang ada.
 Antigenic shift merupakan aktivitas rekombinan dari dua macam virus
influenza A yang menghasilkan segmen gen baru. Aktivitas ini
mengakibatkan antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh tidak dapat
menetralkan sama sekali virus baru tersebut. Hasil dari rekombinasi ini
akan menghasilkan subtipe baru yang dapat menimbulkan pandemi.

5. Cara Penularan

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas
peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara tidak
langsung melalui debu, pakan, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju
dan kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam hidup yang terinfeksi.
Unggas air seperti itik dan entog dapat bertindak sebagai carrier (pembawa virus)
tanpa menujukkan gejala klinis. Unggas air biasanya berperan sebagai sumber

6
penularan terhadap suatu peternakan ayam atau kalkun. Penularan secara vertikal
atau konginetal belum diketahui, karena belum ada bukti ilmiah maupun empiris.
Masa inkubasi bervariasi dari beberapa jam sampai 3 (tiga) hari pada individual
unggas terinfeksi atau sampai 14 hari di dalam flok.

Burung migrasi, manusia dan peralatan pertanian merupakan faktor beresiko


masuknya penyakit. Pasar burung dan pedagang pengumpul juga berperanan
penting bagi penyebaran penyakit. Media pembawa virus berasal dari ayam sakit,
burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak
telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Manusia menyebarkan virus ini
dengan memindahkan dan menjual unggas sakit atau mati.

6. Distribusi Penyakit

Di Indonesia, Avian influenza yang mewabah sejak pertengahan tahun 2003.


Selain menyerang unggas, virus AI juga menginfeksi manusia, sehingga membuat
Indonesia menjadikan satu-satunya negara dengan angka kejadian dan kematian
tertinggi di dunia. Jenis hewan yang tertular adalah ayam layer di peternakan
komersial. Penyebaran secara cepat terutama melalui perdagangan unggas.

Dari bulan Agustus 2003 sampai Februari 2004 terjadi wabah penyakit unggas
yang menyebabkan kematian unggas sebesar 6,4% dari populasi unggas di wilayah
seluruh Propinsi yang ada di Pulau Jawa, Propinsi Kalimantan Selatan, Propinsi
Bali, Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Lampung. Spesies unggas tertular
yang dilaporkan adalah ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), ayam buras,
itik, entok, angsa, burung unta, burung puyuh, burung merpati, burung merak
putih, burung perkutut.

Pada bulan April 2005 dilaporkan meningkat secara sporadis dan lebih banyak
menyerang ayam buras dan burung puyuh di beberapa daerah tertular di P. Jawa,
Sumatera Utara, dan Kaltimantan Timur, hingga akhir bulan Juli 2005, terjadi di

7
21 propinsi, 136 kabupaten/kota. Sementara itu berdasarkan laporan dari Dinas
Peternakan Propinsi Sumatera Utara, di Kabupaten Tapanuli Utara masih terdapat
kasus kematian pada ayam buras sejumlah 200 ekor, sedangkan di Kota Jambi dan
Kabupaten Batanghari jumlah kematian unggas pada bulan Juli 2005 sebanyak 233
ekor. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara,
dilaporkan masih terdapat kasus kematian unggas hinnga bulan Desember 2005.

Penetapan daerah tertular avian influenza dilihat berdasarkan adanya laporan kasus
kematian unggas yang disebabkan oleh virus avian influenza dengan diagnosa
klinis, patologi anatomi, epidemiologis, dan dikonfirmasi secara laboratoris.

B. PENGENALAN PENYAKIT

1. Gejala Klinis

Gejala klinis yang terlihat pada ayam penderita HPAI antara lain adalah, jengger,
pial, kelopak mata, telapak kaki dan perut yang tidak ditumbuhi bulu terlihat
berwarna biru keunguan. Adanya perdarahan pada kaki berupa bintik-bintik merah
(ptekhie) atau biasa disebut kerokan kaki. Keluarnya cairan dari mata dan hidung,
pembengkakan pada muka dan kepala, diare, batuk, bersin dan ngorok. Nafsu
makan menurun, penurunan produksi telur, kerabang telur lembek. Adanya
gangguan syaraf, tortikolis, lumpuh dan gemetaran. Kematian terjadi dengan
cepat. Sementara itu pada LPAI, kadang gejala klinis tidak terlihat dengan jelas.

2. Patologi

Pada nekropsi (bedah bangkai) yang terlihat adalah perdarahan umum, edema,
hiperemi atau ptekhie pada hampir seluruh bagian tubuh, kondisi ini sangat sulit
dibedakan dari ND ganas. Selain itu ditemukan edema subkutan. Perubahan pada
nekropsi mungkin sangat bervariasi sejalan dengan umur, spesies, dan
patogenisitas virus. Beberapa ciri lesi tipikal dapat berupa, edema subkutan pada

8
daerah kepala dan leher, kongesti dan ptekhie konjunctiva, trakea dilapisi mukus
atau hemorragik, kongesti dan timbunan urat dalam ginjal, ptekhie pada
proventrikulus, tembolok, usus, lemak abdominal dan peritoneum. Ovarium pada
ayam petelur terlihat hemorragik atau nekrotik, kantung telur terisi dengan kuning
telur yang ruptur sehingga sering terlihat adanya peritonitis dan peradangan pada
kantung udara. Sering pada ayam muda yang mati perakut terlihat adanya
dehidrasi dan kongesti otot yang parah.

Bentuk Ringan. Terjadi radang nekrotik pada proventikulus dekat perbatasan


dengan ventrikulus, pankreas bewarna merah tua dan kuning muda, terdapat
eksudat (kataralis, fibrinous, serofibrinous, mukopurulen atau kaseus) pada
trachea, penebalan kantong udara berisi eksudat fibrinous atau kaseus,peritonitis
fibrinous dan peritonitis, enteritis kataralis sampai fibrinous dan terdapat eksudat.
Bentuk Akut. Bila mati dalam waktu singkat tidak akan ditemukan perubahan
makroskopik tertentu. Pada stadium awal terlihat edema kepala yang disertai
dengan pembengkakan sinus, sianosis, kongesti dan hemorragik pada pial dan
jengger, kongesti dan haemorrhagi pada kaki, dan nekrosis pada hati, limpa, ginjal
serta paru-paru.

3. Diagnosa

Diagnosa lapangan dengan melihat gejala klinis dan patologi anatomi. Secara
laboratorium diagnosa dapat ditegakkan secara virologis dengan cara inokulasi
suspensi spesimen (suspensi swab hidung dan trakea, swab kloaka dan feses atau
organ berupa trakea, paru, limpa, pankreas dan otak) pada telur berembrio umur 9
– 11 hari (3 telur per spesimen). Identifikasi dapat dilakukan secara serologis,
antara lain dengan uji Agar Gel Immunodifusion (AGID), uji Haemagglutination
Inhibition (HI). Penentuan patogenisitas virus dilakukan dengan cara
menyuntikkan isolat virus dari cairan alantois secara intravena (IV) pada 10 ekor
anak ayam umur 6 minggu atau 4 – 8 minggu. Jika mati 6 ekor atau lebih dalam 10
hari, atau Intravena patogenicity index (IVPI) > 1,2 dianggap HPAI. Secara

9
molekuler keberadaan virus AI dapat dideteksi dengan reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR), real time RT-PCR atau sekuensing genetik.

4. Diagnosa Banding

Avian Influenza sering dikelirukan dengan Newcastle Disease (ND), Infectious


Laryngotrachaetis (ILT), Infectious Bronchitis (IB), Fowl cholera dan infeksi
Escherichia coli.

5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen

Spesimen yang diambil untuk uji serologi adalah serum, sedangkan untuk uji
virologi adalah swab hidung dan trakea, swab kloaka dan feses, paru, limpa,
pankreas dan otak. Baik jaringan organ segar maupun spesimen swab harus
dikirim dalam media transpor ke laboratorium. Pengiriman specimen harus dijaga
dalam keadaan dingin dan dikirimkan ke Laboratorium Veteriner setempat.

Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran Hewan Pembawa AI

Pemasukan Hewan Pembawa AI

 Pemasukan unggas ke wilayah Negara Republik Indonesia wajib:

a. dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang


berwenang di negara asal;
b. melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
untuk keperluan tindakan karantina.

 Pemasukan unggas yang transit di suatu negara, selain memenuhi persyaratan


sertifikat kesehatan dari negara asal harus dilengkapi sertifikat kesehatan yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara transit.
 Sertifikat kesehatan paling kurang menerangkan:

10
a. jenis dan jumlah unggas
b. sehat dan layak untuk dilalulintaskan.

Pengeluaran Hewan Pembawa AI

 Pengeluaran unggas dari wilayah Negara Republik Indonesia, wajib:

a. dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan


karantina di tempat pengeluaran;
b. melalui tempat pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran
untuk keperluan tindakan karantina.

 Penerbitan sertifikat kesehatan harus dilengkapi sertifikat kesehatan hewan daerah


asal yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang. Sertifikat kesehatan paling
kurang menerangkan: a. jenis dan jumlah unggas; dan b. sehat dan layak untuk
dilalulintaskan;
 Selain itu, sertifikat kesehatan dapat menerangkan tindakan perlakuan yang telah
diberikan.
 Sertifikat kesehatan hewan daerah asal yang diterbitkan oleh dokter hewan
berwenang paling sedikit menerangkan: a. jenis dan jumlah unggas; b. status dan
situasi penyakit hewan unggas di daerah asal; c. jenis tindakan pemeriksaan
dan/atau tindakan perlakuan yang telah diberikan; dan d. pernyataan tidak
menunjukkan gejala hama penyakit hewan menular, bebas ektoparasit, dalam
keadaan sehat, dan layak untuk diberangkatkan.

Tindakan Karantina Terhadap Hewan Pembawa Avian Influenza

Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina


adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina
masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia.

11
Tindakan karantina hewan berupa kegiatan 8P yaitu pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.

1. Pemeriksaan
 Petugas karantina melakukan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran &
keabsahan. unggas yang dikirim harus sesuai dengan jenis & jumlah.
 Pemeriksaan kondisi fisik unggas apakah menunjukkan gejala sakit
 Apabila telah sesuai antara dokumen dengan fisik serta unggas tidak
menunjukkan gejala penyakit, maka diterbitkan surat persetujuan bongkar
(KH-5) & dilanjutkan dengan penerbitan surat perintah masuk karantina
hewan sementara (KH-7).
 Apabila dokumen yang disyaratkan tidak lengkap/tidak sesuai dengan
fisik, maka dilakukan tindakan penahanan (KH-8a), pemilik/yg
dikuasakan diberi waktu 3 hari untuk melengkapi.
 Apabila setelah 3 hari dokumen belum dilengkapi, maka dilakukan
tindakan penolakan (KH-8b). Apabila dokumen sudah dilengkapi maka
dilakukan tindakan karantina di instalasi karantina hewan.

2. Pengasingan
 Dilakukan untuk mendeteksi lebih lanjut unggas tertentu yang karena
sifatnya memerlukan waktu lama, sarana, dan kondisi khusus.
 Lamanya waktu pengasingan sangat tergantung pada lamanya waktu yang
dibutuhkan bagi pengamatan, pemeriksaan, dan/atau perlakuan terhadap
media pembawa.
 Lamanya waktu pengasingan digunakan sebagai dasar penetapan masa
karantina, yang terhitung sejak media pembawa diserahkan oleh
pemiliknya kepada petugas karantina sampai dengan selesainya
pelaksanaan tindakan karantina.

12
3. Pengamatan
 Dilakukan untuk mendeteksi lebih lanjut HPHK pada unggas dengan cara
mengamati timbulnya gejala HPHK pada media pembawa selama
diasingkan dengan menggunakan sistem semua masuk-semua keluar (all
in-all out). Pengamatan yang dimaksud ini merupakan observasi.
 Pengamatan dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk pemasukan dari luar negeri dilakukan di instalasi karantina
atau pada tempat atau area pemasukan;
b. untuk pengangkutan antar area, diutamakan pada area
pengeluaran; atau
c. untuk pengeluaran ke luar negeri pengamatan disesuaikan dengan
permintaan negara tujuan.
 Selain pengamatan sebagaimana yang dijelaskan di atas, pengamatan juga
dapat dilakukan untuk mengamati situasi HPHK pada suatu negara, area,
tempat. Pengamatan ini merupakan surveilans, yaitu kegiatan penyidikan
penyakit yang bertujuan untuk menetapkan status penyakit suatu negara,
area, atau tempat atau pemetaan HPHK.
 Lama waktu pengamatan minimal 21 hari. Pengamatan yang dilakukan
untuk mengamati gejala klinis yang muncul selama pengamatan.

4. Perlakuan
 Dilakukan pengambilan sampel darah (serum) untuk pengujian
laboratorium terhadap penyakit avian influenza dengan metode HA-HI.
 Dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan atau pengasingan untuk
pengamatan ternyata media pembawa tertular atau diduga tertular HPHK.
 Untuk pengambilan dan penanganan sampel dapat dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut :
a. Sampel ditempatkan dalam media transpor yang telah berisi
larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) dengan pH 7,0 – 7,4 dan
antibiotic (penisilin 2000 unit/ml, streptomisin 2 mg/ml,

13
gentamisin 50 μg/ml dan mycostatin 1000 unit/ml). Konsentrasi
media transpor dinaikkan menjadi 5 kali lipat apabila digunakan
untuk sampel swab kloaka dan feses.
b. Sampel harus segera diperiksa setelah diinkubasi selama 1 - 2 jam
dalam suhu ruangan. Tetapi apabila sampel tidak memungkinkan
untuk dikerjakan secepatnya, maka sampel harus disimpan pada
suhu 4°C selama 4 hari.
c. Untuk jangka waktu penyimpanan lebih dari 4 hari, sampel harus
disimpan pada suhu -80°C

5. Penahanan
 Dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata persyaratan
karantina untuk pemasukan ke dalam atau dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara RI belum sepenuhnya dipenuhi.
 Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan
karantina atau dokumen lain yang dipersyaratkan oleh menteri lain yang
terkait pada waktu pemasukan, transit, atau pengeluaran di dalam wilayah
negara RI.
 Penahanan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik
terhadap media pembawa dan diduga tidak berpotensi membawa dan
menyebarkan HPHK.
 Selama masa penahanan dapat dilakukan tindakan karantina lain yang
bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya HPHK dan penyakit hewan
lainnya dan atau mencegah kemungkinan penularannya, menurut
pertimbangan dokter hewan karantina.

6. Penolakan
 Dilakukan terhadap unggas yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI
dan/atau dari satu area ke area lain di dalam wilayah negara RI apabila
ternyata:

14
a. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, tertular HPHK tertentu
yang ditetapkan oleh pemerintah, busuk, rusak, atau merupakan jenis-jenis
yang dilarang pemasukannya;
b. persyaratan karantina tidak seluruhnya dipenuhi;
c. setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus
dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi; atau
d. setelah diberi perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat disembuhkan
dan/atau disucihamakan dari HPHK
 Tindakan penolakan unggas dilakukan oleh petugas karantina hewan dan
berkoordinasi dengan penanggung jawab tempat pengeluaran.
 Dalam hal tindakan penolakan tidak dapat dilakukan, terhadap unggas
dilakukan tindakan pemusnahan.
 Tindakan penolakan diterbitkan Berita Acara Penolakan, dan tidak diterbitkan
sertifikat kesehatan (health certificate) serta tidak diperbolehkan keluar dari
wilayah Negara Republik Indonesia.
 Biaya yang ditimbulkan akibat tindakan penolakan unggas menjadi beban dan
tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
 Jika penolakan tidak ditetapkan batas waktunya secara khusus, maka
penolakannya dilakukan pada kesempatan pertama. Tindakan penolakan
umumnya berkaitan dengan masalah kesiapan dan ketersediaan sarana alat
angkut. Oleh karena itu, penolakan dilakukan pada kesempatan pertama agar
instansi terkait lainnya ikut membantu pengiriman kembali media pembawa
tersebut setelah diputuskan untuk ditolak dan menjadikan pengiriman kembali
tersebut sebagai prioritas utama.

7. Pemusnahan
 Dilakukan terhadap unggas yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI
dan/atau dari satu area ke area lain di dalam wilayah negara RI apabila
ternyata:

15
a. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan
dilakukan pemeriksaan, tertular HPHK tertentu yang ditetapkan oleh
pemerintah, busuk, rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang
pemasukannya;
b. setelah dilakukan penolakan, media pembawa yang bersangkutan tidak
segera dibawa keluar dari wilayah negara RI atau dari area tujuan oleh
pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan;
c. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular HPHK tertentu
yang ditetapkan oleh pemerintah; atau
d. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi
perlakuan, tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari HPHK.
 Tindakan pemusnahan harus memperhatikan risiko penyebaran HPHK.
 Tindakan pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dikubur, dan/atau
dengan cara lain sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran hewan.
 Tindakan pemusnahan dilakukan oleh petugas karantina, dan dituangkan
dalam Berita Acara Pemusnahan.
 Pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun
sebagai akibat tindakan pemusnahan unggas.
 Biaya yang ditimbulkan akibat tindakan pemusnahan unggas menjadi beban
dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

8. Pembebasan
 Dilakukan terhadap unggas yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI
dan/atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara RI apabila
ternyata:
(a) setelah dilakukan pemeriksaan, tidak tertular HPHK;
(b) setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular HPHK;
(c) setelah dilakukan perlakuan, dapat disembuhkan dari HPHK; atau
(d) setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat
dipenuhi.

16
 Dilakukan terhadap media pembawa yang akan dikeluarkan dari dalam
wilayah negara RI atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara RI
apabila ternyata:
(a) setelah dilakukan pemeriksaan, tidak tertular HPHK;
(b) setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tidak tertular HPHK;
(c) setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari HPHK; atau
(d) setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat
dipenuhi.
 Tindakan pembebasan dilakukan dengan penerbitan sertifikat kesehatan
(health certificate) dan kepada pemilik atau kuasanya dikenakan biaya jasa
karantina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Metode Pengujian Avian Influenza

A. Haemagglutination (HA)
 Merupakan uji untuk mengetahui titer virus (jumlah virus) terutama virus
yang dapat mengaglutinasi sel darah merah seperti AI
 Dapat untuk mendeteksi antibodi dari sampel serum yang diperiksa
 Uji positif ditandai dengan terjadi aglutinasi (terlihat butiran pasir di dasar
sumur) dari sel darah merah

17
B. Haemagglutination Inhibition (HI)
 Pengujian untuk identifikasi virus yang dapat mengaglutinasi sel darah mereh
seperti AI
 HI merupakan uji penghambat aglutinasi sehingga pada saat uji positif tidak
terjadi aglutinasi sel darah merah oleh virus karena adanya penghambatan
aglutinasi oleh antibodi anti virus yang ada dalam virus
 Pada uji ini virus diikat oleh antibodi yang homolog sehingga tidak melekat
pada reseptor dari membrane sel darah merah sehingga aglutinasi sel darah
merah tidak terjadi
 Hasil titer antibodi AI dianggap rendah apabila <4 log 2, titer antibodi AI
sedang antara 4 – 7 log2, titer antibodi AI tinggi apabila > 7 log 2.
 Peraturan Menteri Pertanian No 28/OT 140/5/2008 menyatakan pemeriksaan
serologi yang dilakukan dengan uji HI yang menggunakan antigen H5 pada
unggas yang divaksinasi dengan vaksin AI dianggap protektif apabila titer
bereaksi positif ≥ 4 log2

C. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

18
 Prinsip metode ini yaitu reaksi antara antigen dan antibody spesifik yang
dideteksi menggunakan konjugat (berisi antibodi sekunder yang
dikonjugasikan dengan enzim) dan substrat (berisi senyawa target enzim &
kromogen).
 Target enzim di dalam substrat akan didegradasi enzim yang ada di dalam
konjugat, selanjutnya hasil degradasi akan bereaksi dengan kromogen
sehingga timbul warna yang tingkat intensitasnya akan diukur melalui alat
pembaca (ELISA plate reader) dalam bentuk kepadatan optic. Nilai kepadatan
optik berkorelasi positif dengan jumlah/kandungan antibodi yang dideteksi
 Enzim yang paling banyak digunakan adalah Horseradish peroxidase dan
Alkaline phosphatase.
 Enzim ini dapat dilabel baik pada antibodi maupun antigen yang akan
membentuk warna dengan penambahan suatu substrat.
 Pengujian secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengamati intensitas
warna yang terbentuk

19
Hasil Uji ELISA

20
PENUTUP

Simpulan

Tindakan karantina terhadap hewan pembawa Avian Influenza ini sangat


penting mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang belum
dikatakan bebas dari penyakit zoonosis ini. Tindakan pencegahan pun harus tetap
dilakukan baik di wilayah pemasukan dan pengeluaran hewan pembawa Avian
Influenza maupun di lingkungan yang terdapat peternakan unggas.
Tindakan karantina hewan berupa kegiatan 8P yaitu pemeriksaan,
pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan
pembebasan.

Saran

Indonesia harus meningkatkan lagi keamanan di wilayah pemasukan dan


pengeluaran hewan pembawa Avian Influenza dengan tujuan untuk mencegah
masuknya penyakit ini. Selain itu, pemerintah harus lebih tegas lagi dalam
memberikan sanksi kepada setiap orang yang melanggar tata tertib karantina hewan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Avian Influenza. http://wiki.isikhnas.com/w/Avian_Influenza_HPAI [


Diakses 22 Oktober 2020].

http://karantinasby.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/07/PERMENTAN-
TKH-UNGGAS-nomor-37-Tahun-2014.pdf

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2002 tentang Karantina Hewan

22

Anda mungkin juga menyukai