ABSTRAK
Avian Influenza merupakan penyakit yang bersifat zoonosis. Sejak tahun
2004 virus avian influenza terus menyebar di seluruh provinsi di
Indonesia,
kecuali
Provinsi
Maluku
Utara.
Beberapa
penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada tahun 1997 merupakan tahun terjadinya wabah flu burung atau
avian influenza yang disebabkan oleh virus A subtype H5N1 di Hongkong,
dengan sumber penularan dan penyebaran yang berasal dari peternak
unggas. Selanjutnya menyebar dengan begitu cepat keeluruh dunia
sehingga menjadi masalah global. Sejak terjadinya wabah AI pada
unggas di Indonesia yang dideklarasikan pada bulan Januari 2004, kasus
AI semakin meluas di berbagai provinsi di Indonesia. Kasus AI tersebut
menunjukkan frekuensi yang beragam dari tahun 2006 sampai bulan
November 2012, tahun 2006=612 kasus, 2007=2.751 kasus, 2008=1.413
kasus, 2009=2.293 kasus, 2010=1.502 kasus, 2011=1.411 kasus, perNovember 2012=470 kasus (Ditjennak, 2012). Virus avian inflenza yang
paling utama menyerang burung liar dan unggas.
Namun, subtipe tertentu yaitu virus HPAI (High Pathogenic Avian
Influenza), memiliki potensi secara langsung menginfeksi spesies lain
termasuk manusia. Virus ini mempunyai variabilitas yang tinggi untuk
beradaptasi dan merupakan faktor risiko utama yang mengganggu
perlindungan
imun
serta
perubahan
terapi.
Selain
itu,
dengan
Provinsi Maluku Utara yang bebas avian influenza dengan tidak adanya
laporan kasus AI. Peluang masuknya avian inflenza ke Maluku Utara
semakin besar seiring meningkatnya lalu lintas manusia. Lalu lintas
unggas dan produk unggas menjadi potensi masuknya avian influenza di
Maluku Utara yaitu unggas hidup dan telur. Pemerintah Maluku Utara
telah menerbitkan peraturan daerah tentang larangan masuknya unggas
dewasa
untuk
mengurangi
peluang
masuknya
avian
influenza.
I.3. Metodologi
Penulisan ini dengan metode kajian ilmiah dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan teori analisa resiko, karakteristik virus avian influenza
dan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan avian influenza.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dapat melintas ke
dalam hal ini adalah virus avian influenza. Sifat virus ini adalah virus yang
mudah bermutasi. Menurut Dharmayanti et al, (2012), Sejak kejadian AI
pada tahun 2003 virus AI di Indonesia telah berevolusi menjadi 3
kelompok, yaitu (1) kelompok virus yang masih serupa dengan tetuanya,
yaitu virus AI H5N1 tahun 2003; (2) kelompok virus yang mempunyai
mutasi spesifik yang diisolasi di sekitar kasus manusia terinfeksi H5N1;
dan (3) kelompok virus antigenic drift yang tercipta karena tekanan
imunologis akibat vaksinasi. Perubahan genetik virus avian influenza
terjadi secara alami dan terjadi adaptasi virus dari unggas ke manusia
yang
berhubungan
dengan
program
vaksinasi
pada
unggas
(Leckcharoensuk ., 2008).
influenza pada manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang peran
penting sebagai media perubahan antigenic drift (Setiawan 2011).
II.2. Gejala Klinis AI
Penularan virus avian influenza terjadi melalui jalur fekal-oral secara
kontak langsung maupun tidak langsung (Websterr et al.,1992). Virus
avian influenza dikeluarkan melaui sekresi unggas yang terinfeksi seperti
feses dan lendir saluran pernafasan. Penularan dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan sekresi unggas terinfeksi, pakan, air, peralatan
dan baju yang terkontaminasi. Masa inkubasi avian influenza pada
unggas berkisar antara beberapa ajam sampai 3 hari; masa inkubasi
tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak, dan spesies unggas
yang terserang. Bentu akut ditandai oleh adanya proses penyakit yang
lebih cepat disertai mortalitas yang tinggi; gangguan pernafasan;
lakrimasi yang berlebihan; sinusitis; edema di daerah kepala dan muka;
perdarahan jaringan subkutan yang diikuti oleh sianosis pada kulit,
terutama di daerah muka, jengger, pial, dada, tungkai, dan telapak kaki;
diare; gangguan produksi telur; gangguan syaraf. Pada HPAI bentuk akut,
dapat terjadi kematian mendadak tanpa gejala tertentu (Tabbu, 2000).
Avian inflenza bentuk ringan yang tidak diikuti oleh infeksi sekunder, akan
telihat adanya gangguan pernafasan, anoreksia, depresi, sinusitis,
gangguan produksi, dan mortalitas yang rendah tetapi gradual. Jika
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri atau ayam dalam keadaan stress
akibat lingkungan, gejala klinik dapat menjadi parah.
Virus HPAI dan LPAI dapat diisolasi dari swab orofaringeal dan kloaka,
dan HP AI virus dari berbagai organ dalam. Virus AI tumbuh dengan baik
di kantung allantoic telur ayam berembrio umur 9-11 hari dan virus dapat
HPAI,
likelihood
dampak,
dan
membantu
10
Identifikasi
Bahaya
Penilaian Resiko
Manajemen Resiko
Komunikasi Resiko
dapat
menangani
permasalahan
yang
kompleks
dan
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
rakyat
sangat
sulit
terkontrol.
Telur
yang
13
Komoditi yang masuk adalah ayam umur sehari (Day Old Chicken /DOC),
bebek umur sehari (Day Old Duck/DOD), telur dan daging ayam beku.
Menurut Gibbs (2010) mengatakan bahwa perdagangan legal dan ilegal
burung liar menimbulkan risiko yang signifikan untuk pengenalan dan
pemeliharaan penyakit avian inflenza. Perdagangan legal adalah
masuknya DOC, DOD, telur dan daging ayam beku ke Provinsi Maluku
Utara dengan memenuhi persyaratan kesehatan yang ditetapkan
karantina dan dinas peternakan.
Penularan avian infulenza ini juga bisa diakibatkan adanya migrasi
burung. Faktor penularan avian influenza melalui unggas domestik legal
dan ilegal dan perdagangan burung eksotis serta gerakan burung migran
telah didokumentasikan (Yee et al., 2009). Beberapa isolat H5N1 dari
burung liar hidup telah didapatkan selama kasus epidemi (Ellis et al,
2004., Hagemeijer et al, 2006). Burung-burung liar berkontribusi dalam
penyebaran virus avian influenza di Asia (Guan et al., 2004). Menurut
Gilbert et,al (2006) wabah H5N1 Unggas di Rusia, Kazakhstan, dan Turki
berhubungan dengan gerakan burung migran. Terdapat hubungan antara
pola migrasi dan perluasan wabah HPAI H5N1 dari Asia ke Eropa dan
Afrika, menunjukkan bahwa burung liar terinfeksi HPAI mungkin mampu
bermigrasi jarak jauh (Gilbert et al, 2006; Si et al, 2009). Penularan virus
avian influenza melalui unggas yang terinfeksi, unggas air golongan
Anseriformes, yaitu bebek dan angsa, serta golongan Charadriiformes
yaitu burung camar, burung dara dan burung migrasi lainnya. Avian
influenza dari unggas dapat menular ke semua jenis unggas (burung liar,
angsa, itik), mamalia seperti anjing, kucing, harimau, babi, manusia,
musang (Kalthoff et al., 2009).
Migrasi burung adalah fenomena alam. Migrasi dicirikan dengan waktu
yang rutin dan dapat diperkirakan serta dilakukan oleh beberapa jenis
burung. Lebih kurang 63 persen seluruh burung pemangsa didunia (183
14
dari 292 jenis) bermigrasi setiap tahunnya. Pada bulan OktoberNovember burung-burung pemangsa mulai berdatangan berkunjung ke
Indonesia. Beberapa contoh burung migran antara lain jebis burung
bebek, elang, sikatan, raja udang, burung-burung berkicau, kecici, layanglayang. Burung-burung tersebut datang untuk menghindari musim dingin
yang terjadi di belahan bumi utara, mencari tempat yang hangat sekaligus
kaya akan serangg (Susilawati, 2012). Namun demikian peranan burung
migran sebagai penular virus avian influenza di Indonesia perlu dilakukan
peneliltian lebih lanjut.
Menurut Kusumaningrum (2012) pemasukan virus HPAI H5N1 ke
Kalimantan Selatan adalah melalui DOC, day old duck (DOD), burung
kicauan, ayam aduan, dan telur tetas. Risiko keseluruhan pemasukan
virus HPAI H5N1 ke Kalimantan Selatan berkisar sedang sampai tinggi.
Risiko tertinggi pemasukan virus HPAI H5N1 adalah melalui pemasukan
DOC, DOD, ayam aduan, dan telur tetas. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan Setyawati (2010) terhadap DOC yang akan
dilalulintaskan dari Bandara Udara Soekarno Hatta dan telah memiliki
sertifikat kesehatan hewan sebanyak 158 sampel (65,8%) menunjukkan
hasil positif AI.
Kejadian wabah AI di indonesia merupakan bagian dari merebaknya AI di
Asia Tenggara dan telah menyebabkan kerugian yang cukup nyata.
Maluku Utara merupakan daerah yang terancam masuknya virus avian
influenza. Kerugian yang diakibatkan jika virus ini mewabah di Maluku
utara yaitu (a). Kerugian usaha peternakan unggas karena morbiditas dan
kematian yang tinggi, (b). Meningkatnya ketergantungan produk unggas
dari daerah lain, (c). diperlukan biaya pengendalian, pemberantasan,
program kompensasi dan surveilans/monitoring, (d). menjadi ancaman
terhadap biodiversitas burung endemik yang dilindungi, (c). ancaman
terhadap kesehatan manusia.
15
Surat
Keputusan
Dirjen
Bina
Produksi
Peternakan
No.
kesadaran
masyarakat
(public
awareness);
dan
(9)
pemerintah
dalam
pencegahan,
pengendalian
dan
seluruh
lapisan
masyarakat
serta
pihak
terkait
lainnya.
adalah
dengan
pengawasan
lalu
lintas.
Kemungkinan
16
dan
Keputusan
Kepala
316.a/Kpts/PD.670.320/L/11/06
Badan
tentang
Karantina
Petunjuk
Pertanian
Teknis
No.
Tindakan
individu
maupun
kelompok
terorganisir
berusaha
17
(asam, pH=3), kondisi non isotonik udara kering, relatif tidak tahan
terhadap inaktivasi pelarut lemak seperti detergen (Soejoedono &
Handharyani 2005).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan kondisi geografis Provinsi Maluku Utara yang berkepulauan
sangat menguntungkan karena dapat menjadi border alam terhadap
masuknya avian influenza dari wilayah-wilayah di sekitar Maluku Utara
yang endemis. Meski demikian perlu terus dilakukan tindakan preventif
untuk mempertahankan status bebas avian influenza. Untuk itu diperlukan
kesadaran dari masyarakat Maluku Utara dan instansi terkait agar terus
melakukan tindakan-tindakan untuk tetap menjaga Maluku Utara bebas
AI.
18
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, D.J., 2000. A review of avian influenza in diferrent bird species.
Vet. Microbiol.74 : 3-13.
CDC,
2013.
Centers
for
Disease
Control
and
Prevention,
USA
http://www.cdc.gov/flu/avianflu/h7n9-images.htm
Donata Kalthoff,Anja Globig,Martin Beer.,2009,(Highly pathogenic) Avian
Influenza as azoonotic agent, Veterinay Microbiology 140:237-245
Donateli, I., Camitelli, L., and Trani, L., 2001. Characterization of H5N2
influenza viruses from Italian poultry. J. Gen. Virol, 82 : 626-630.
Dharmayanti Indi N.L.P., Diwyanto K., Bahri S., 2012., Mewaspadai
Perkembangan Avian Influenza (AI) dan Keragaman Genetik Virus
A1/H5N1 Di Indonesia.Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (2) 124-141.
Ellis TM, Bousfield RB, Bisset LA, Dyrtying KC, Luk GS, Tsim ST, et
al.2004. Investigation of outbreaks of highly pathogenic H5N1 avian
19
influenza in waterfowl and wild birds in Hong Kong in late 2002. Avian
Pathol 33 (5) : 10682-7.
Fouchier RA, Munster V, Wallensten A, Bestebroer TM, Herfst S, Smith D,
et al. Characterization of a novel influenza a virus hemagglutinin subtype
(H16) obtained from black-headed gulls. J Virol 2005; 79 (March (5)) :
2814-22
Gibbs, Samantha E J. Avian biology, the human influence on global avian
influenza transmission, and performing surveillance in wild birds,2010,
Animal Health Research Reviews, suppl. Influenza in Animals 11.(1) :
35-41.
Gilbert M, Xiao X, Domenech J, Lubroth J, Martin V abd Slingenbergh J,
2006, Anatidae migration in the western Palearctic and spread of highly
pathogenic avian influenza H5N1 virus. Emerging Infectious Diseases 12 :
1650-1656.
Hagemeijer W, Mundkur T. Migratory flyways in Asia, Eurasia and Afrika
and the spread of HP H5N1. 2006. In Proceedings of the FAO and OIE
international scientific conference on avian influenza and wild birds.
Rome, Italy, May 30-31
http://ditjennak.deptan.go.id/berita-366-update-perkembangan-kasusavian-influenza-ai-pada-unggas-kondisi-sd-31-november-2012.Diakses 7
januari 2012 pukul 11.23 WIT.
Kusumaningrum F. 2012. Penilaian risiko kualitatif pemasukan virus avian
influenza H5N1 ke Provinsi Kalimantan Selatan dari unggas dan produk
asal unggas melalui karantina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20
2012,
etih.staff.ipb.ac.id/files/2011/07/Komponen-dan-def.pd
21
22
Webster, R.G., Bean, W.J., Gorman, O.T., Chambers, T.M., Kawaoka, Y.,
1992. Evolution and Ecology of Influenza A Viruses. Microbiol.Rev.56,
152-179
WHO (World Health Organization).2012. Avian influenza-situation in
Indonesia
date.http://www.who.int/csr/don/2012_08_10b/en/index.html.
Up
Diakses
23