Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

INFLUENZA

PENYUSUN :
Sumita Dewi
20360118
PEMBIMBING :
dr. Sevina Marisya Sp. A

KEPANITRAAN KLINIK PENYAKIT ANAK


RUMAH SAKIT RSUD HAJI MEDAN 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan

karunia-Nya, penulisan referat “Influenza” ini dapat diselesaikan. Makalah ini

diajukan untuk melengkapi tugas kepanitraan klinik senior Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Universitas Malahayati.

Di dalam makalah ini dipaparkan informasi mengenai definisi Influenza sampai

bagaimana menangani seseorang yang menderita Influenza tersebut sebagai materi

khusus di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Malahayati.

Akhir kata, apabila penulisan referat ini banyak terdapat kesalahan, penulis

memohon maaf. Untuk itu, kritik dan saran dari berbagai pihak untuk

menyempurnakan referat ini.

Karawang, 15 September 2020

Sumita Dewi

ii
Daftar Isi

KATAPENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.2 Latar Belakang.........................................................................................1

2.2 Tujuan Pembuatan Referat.......................................................................1

BAB II.PEMBAHASAN......................................................................................3

2.1 Definisi ....................................................................................................3

2.2 Epidemiologi ...........................................................................................3

2.3 Etiologi ....................................................................................................4

2.4 Penularan..................................................................................................7

2.5 Patofisiologi.............................................................................................8

2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................9

2.7 Diagnosis................................................................................................12

2.8 Diagnosis Banding.................................................................................13

2.9 Penyulit..................................................................................................14

2.10 Pengobatan...........................................................................................15

2.11 Pencegahan...........................................................................................16

2.12 Prognosis..............................................................................................17

BAB III. PENUTUP......... ...............................................................................18

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Influenza atau yang juga dikenal dengan istilah flu adalah penyakit saluran

pernapasan yang disebabkan oleh virus yang merupakan anggota keluarga

Orthomyxoviridae. Keluarga ini terdiri dari empat genera virus influenza ( virus flu

A, virus flu B, virus influenza C) yang diklasifikasikan berdasarkan perbedaan

nukleoprotein glikoprotein internalnya (NP) dan matriks (M). Virus influenza tipe A

dapat menginfeksi manusia, burung, babi, kuda, dan hewan lain, sedangkan virus

influenza B dan C hanya ditemukan pada manusia (Vemula dkk, 2016). Influenza

adalah suatu penyakit infeksi saluran nafas tersering pada manusia, gejalanya

ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung tersumbat dan nyeri tenggorok

(Soedarmo, 2010).

Prevalensi di Amerika Serikat diperkirakan 19/1000 per tahun. Anak-anak

kecil merupakan proporsi terbesar dari pasien yang mencari perawatan terkait

influenza, dengan anak-anak di bawah usia 5 tahun dirawat di rumah sakit karena

influenza dan kondisi terkait pada tingkat 1000 per 100.000 orang-tahun. Di Amerika

Serikat, kematian kumulatif keseluruhan anak-anak dengan influenza adalah 0,15

kematian per 100.000 anak, dengan kematian kumulatif yang lebih tinggi sebesar

0,66 kematian per 100.000 anak pada anak di bawah usia 6 bulan (Nayak dkk, 2009).

Secara global, diperkirakan terdapat 600 juta kasus, 3 juta kasus penyakit akut dan

250.000-500.000 jiwa meninggal setiap tahun akibat infeksi virus influenza musiman

(Indawati dkk, 2016). Setiap tahun virus influenza, baik influenza A dan influenza

B bertanggung jawab atas epidemi musiman yang menyebabkan lebih dari 200.000

1
2

rawat inap dan 30.000–50.000 kematian. Sesuai perkiraan Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO), virus influenza menginfeksi antara 5% –15% dari populasi global,

setiap tahun mengakibatkan 250.000 hingga 500.000 kematian, menjadikannya

penyebab utama kematian setelah sindrom defisiensi imun (AIDS). Selain epidemi

musiman tahunan, virus H1N1 dan H3N2 juga mengakibatkan empat pandemi

influenza utama: “Flu Spanyol” pada 1918, “Flu Asia” pada 1958, “Hong Kong fl u”

pada 1968, dan yang lebih baru 2009 H1N1 pandemi. (WHO, 2009).

Virus influenza dapat menyerang semua golongan usia, dengan angka infeksi

tertinggi terutama terjadi pada anak yang masih sangat muda. Virus influenza

menyebar melalui udara berupa percik renik dari saluran respiratorik orang yang

terinfeksi, yang batuk, bersin, atau melalui kontak langsung dari tangan yang

terkontaminasi oleh sekret respiratorik. Virus influenza bersifat sangat menular,

dapat menyebabkan infeksi berulang, dan merupakan penyebab epidemik tahunan

(Indawati dkk, 2016). Sejumlah teknik diagnostik, termasuk isolasi virus, tes ampli

fi kasi asam nukleat (NAAT), tes diagnostik cepat berbasis imunokromatografi

(RDT), dll., telah digunakan untuk mendeteksi virus influenza pada manusia

(Vemula dkk, 2016).

1.2 Tujuan Pembuatan Referat

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepanitraan di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan agar mahasiswa lebih memahami mengenai

Influenza.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran nafas tersering pada manusia,

gejalanya ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung tersumbat dan nyeri

tenggorok (Soedarmo, 2010; WHO, 2009). Influenza atau yang juga dikenal dengan

istilah flu adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus yang

merupakan anggota keluarga Orthomyxoviridae (Vemula dkk, 2016). Ada tiga jenis

virus influenza: influenza A, B, dan C, tetapi hanya virus influenza A dan B yang

menyebabkan penyakit manusia yang penting secara klinis dan epidemi musiman.

Virus Influenza A menyebabkan penyakit klinis yang paling parah dan merupakan

penyebab tersering dari epidemi musiman dan pandemi pada populasi manusia

(Ghebrehewet dkk, 2016).

2.2 Epidemiologi

Secara global, diperkirakan terdapat 600 juta kasus, 3 juta kasus penyakit akut

dan 250.000-500.000 jiwa meninggal setiap tahun akibat infeksi virus influenza

musiman (Indawati dkk, 2016). Saat ini, diperkirakan 9-20% anak balita diseluruh

dunia terjangkit penyakit influenza setiap tahunnya dan sebanyak 30-50% anak

terkonfirmasi secara serologis terinfeksi virus setiap tahunnya. Di negara-negara

tropis kejadian influenza terjadi sepanjang tahun, sedangkan di negara subtropis

kejadiannya meningkat selama musim dingin. Anak berusia kurang dari 2 tahun

merupakan kelompok yang beresiko mengalami komplikasi tertinggi terhadap

penyakit ini, 12 kali lebih tinggi dibanding usia 5-17 tahun. Angka kematian tertinggi

terjadi pada usia kurang dari 6 bulan (0,88/100.000 anak). Tidak didapatkan

3
4

perbedaan anatara jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk resiko terjangkit

influenza.

Virus Influenza A epidemiologinya kompleks, melibatkan hospes binatang

yang berperan sebagai reservoir berbagai strain virus yang mungkin dapat

menginfeksi populasi manusia. Sifat alamiah segmen genom influenza

memungkinkn penyatuan kembali antara virus binatang dan manusia bila terjadi

infeksi besama. Disamping itu hospes burung yang bermigrasi dapat menyebabkan

penyebaran penyakit. Influenza B mempunyai kemampuan lebih kecil untuk

mengubah antigenik utama dan tidak dikenali reservoir binatang.

Anak yang terpajan pertama kali terhadap stain influenza mengalami

pelepasan virus lebih tinggi dan lebih lama daripada orang dewasa, membuatnya

sebagai penular infeksi yang sangat efektif. Dalam suatu negara atau secara global,

satu atau dua strain dominan menyebar sehingga menyebabkan epidemi tahunan.

Saat ini, strain influenza tipe A dengan serotipe : H1NI dan H3N2 dan strain tipe B

bersirkulasi bersama, salah satu tipe dapat dominan dalam satu tahun, tapi sangat

sulit untuk memprediksi serotipe dan tingkat keparahan influenza yang akan datang

(Soedarmo, 2010).

2.3 Etiologi

Virus influenza termasuk famili Orthomixoviridae. Virus ini merupakan virus

RNA untai tunggal, berukuran besar, dengan genom tersegmentasi yang dibungkus

dalam selaput berisi lipid. Dua protein permukaan utama yang menetukan serotipe

influenza adalah hemaglutinin dan neuramidase, tampak sebagai tonjolan melalui

selaputnya. Berdasarkan nukleoprotein spesifik pada permukaannya, virus influenza

dibagi menjadi tipe:A,B, dan C. Influenza tipe A dan B adalah penyebab influenza
5

primer dan menimbulkan penyakit epidemi, sedangkan influenza tipe C timbul secara

sporadik, mendominasi penyakit saluran pernafasan atas. Influenza tipe A dan B

dibagi lebih lanjut menjadi strain yang terpisah secara serotipe yang bersirkulasi

setahun sekali pada populasi. Dengan mempergunakan mikroskop elektron, virus

influenza terlihat sebagai partikel tidak beraturan berbentuk sferis dengan diameter

80-120 nm, atau dapat pula memperlihatkan struktur filamen atau icosahedral.

Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada

permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk melekatnya virus dari sel yang

terinfeksi.

Virus influenza tipe A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan

haemagglutinin (H) dan antigen neuraminidase (N) pada permukaan selubung virus.

Sampai saat ini, 18 subtipe haemagglutinin dan 11 neuraminidase subtipe telah

diidentifikasi. Hanya ada tiga jenis haemagglutinin (H1, H2, dan H3) diketahui

menyebabkan penyakit epidemik pada manusia. Reservoir utama adalah burung

perairan, tetapi virus juga beredar di antara banyak spesies lainnya, seperti seperti

babi, kuda, dan mamalia laut. Menular orang dari segala usia, tetapi secara tidak

proporsional menyebabkan penyakit parah pada orang dewasa yang lebih tua dan

individu dengan masalah kesehatan kronis yang mendasarinya (Soedarmo, 2010).

Virus influenza tipe B dibagi menjadi garis keturunan berdasarkan

haemagglutinin terutama menginfeksi glikoprotein manusia. Terutama menginfeksi

manusia. Anak-anak tertular infeksi influenza B pada tingkat yang lebih tinggi secara

tidak proporsional di antara populasi umum.

Virus Influenza tipe C berbeda dengan influenza A atau B yang memiliki dua

glikoprotein (HA dan NA), influenza C hanya memiliki satu glikoprotein (HEF).
6

Terutama menginfeksi manusia. Mempengaruhi individu dari segala usia, tetapi

cenderung menyebabkan penyakit ringan (Ghebrehewet dkk, 2016).

Hampir setiap tahun muncul variasi pada komposisi antigenik protein

permukaan, sehingga memberi manfaat selektif pada strain baru, dan pada akhirnya

menyebabkan epidemi penyakit yang terlokalisasi dengan mortalitas yang sebagian

besar terbatas pada orangtua dan pada mereka yang mempunyai penyakit

kardiopulmonal. Setiap tahun strain virus merupakan inveksi baru pada bayi karena

mereka tidak mempunyai antibodi yang ada sebelumnya kecuali, antibodi yang

dipindahkan secara maternal pada bayi yang baru lahir (Soedarmo, 2010). Perubahan

kecil yang terjadi pada protein virus antara musim influenza (dikenal sebagai

antigenic drift) mengakibatkan epidemi tahunan, dengan puncak musim dingin di

daerah beriklim sedang (November-April di belahan bumi utara, dan Mei-Oktober di

belahan bumi selatan). Di daerah tropis dan subtropis, musim influenza kurang jelas.

Sebaliknya, pandemi (epidemi global yang parah) influenza terjadi ketika subtipe

influenza A baru muncul secara tiba-tiba karena pergeseran besar protein pada

permukaan virus (pergeseran antigenik), seringkali karena kombinasi dengan virus

yang beredar pada hewan. Karena kebanyakan orang tidak memiliki kekebalan

terhadap subtipe baru, infeksi menyebar dengan cepat (Ghebrehewet dkk, 2016).

Gambar 1. Struktur virus influenza


7

2.4 Penularan

Penularan influenza secara alami berasal dari percikan air ludah atau partikel

besar virus yang berasal dari percikan batuk dan bersin. Penyebaran dapat pula

berasal dari kontak langsung, kontak tak langsung atau terhisapnya partikel halus.

Hal ini di duga berperan pada patogenesis terjadinya penumonia infulenza primer.

Virus B dapat menular dalam waktu sehari sebelum gejala timbul, namun

pada influenza A virus menular setelah 6 hari. Penularan virus pada anak dapat

bervariasi, tetapi biasanya hanya berlangsung selama kurang dari seminggu pada

influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. Pada puncak perjalanan

penyakit, sekresi saluran nafas mengandung tidak kurang dari 106 partikel virus per

mililiter. Masa inkubsi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari, tetapi umumnya

berlangsung 2 sampai 3 hari.

Infeksi nosokomial dapat muncul pada epidemi influenza di masyarakat dan

telah dibuktikan adanya kejadian tersebut pada pasien yang dirawat di rumah sakit,

baik dewasa, anak dan bayi baru lahi. Di rumah sakit sebaiknya pasien yang rentan

segera dipisahkan dari pasien yang menderita penyakit saluran nafas akut. Ruang

isolasi umumnya sangat diperlukan bagi pasien yang sakit influenza. Orang yang

menderita infeksi saluran nafas dan diduga berhubungan sebagai influenza,

sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja (Soedarmo, 2010).

2.5 Patogenesis

Mekanisme imun yang terlibat dalam penghentian infeksi primer dan proteksi

terhadap reinfeksi belum dimengerti dengan baik. Masa inkubasi influenza yang

sangat pendek dan pertumbuhannya pada permukaan mukosa merupakan masalah

dalam mendapatkan respon imun protektif. Penyajian antigen teritama pada mukosa
8

yang bekerja melalui saluran limfoid bronkus. Respon humoral utama terhadap

hemaglutinin dan kadar antibodi serum yang tinggi dihasilkan oleh vaksin yang di

inaktifkan dan ada hubungannya dengan proteksi antibodi imunoglobulin (Ig) A yang

di hasilkan mukosa diduga paling efektif dan segera berespon melawan invluenza.

Antibodi Ig A terhadap influenza yang dapat diukur menetap dalam masa yang relatif

pendek, dan reinfeksi influenza dpaat ditemukan pada interval 3-4 tahun.

Massa inkubasi influenza berlangsung 48-72 jam. Virus melekat pada residu

asam sialat pada sel melalui hemaglutinin, dan masuk ke vakuola secara endositosis,

dengan asidifikasi progresif, selanjutnya terjadi fusi pada membran endosom yang

melepaskan RNA virus ke dalam sitoplasma RNA dipindahkan dalam nukleus dan

direkam. RNA yang baru di sintesis dikirim ke sitoplasma dan dibentuk menjadi

protein, yng dipindahkan ke membran sel pada proses ini sintesis disisipi pertunasan

virus melalui membran sel mekanisme pembungkusan segmen genom belum

dimengerti dengan baik. Pemecahan proteolitik hemaglutinin yang terjadi pada

beberapa titik dalam penggabungan dan pelepasan virus sangat penting untuk

keberhasila reinfeksi dan peningkatan titer virus. Pada manusia, siklus replikasi ini

terbatas pada epitel saluran napas. Pada infeksi primer replikasi virus berlanjut

selama 10-14 hari. Keberhasilan replikasi lengkapnya dalam salauran napas

merupakan anggapan bahwa kunci enzim proteolitik ada pada tempat ini. Pemecahan

hemaglutinin pada sekresi saluran pernapasan dapat dibuktikan tetapi asala seluler

enzim masih belum diketahui pasti.

Setelah terjadi infeksi alami, akan terbentuk antibodi lokal dan humoral

terhadap hemaglutinin, neuraminidase nukloekapsid dan antigen matriks protein.

Hemagglutination inhibition antibody beberapa untuk meneteralisasi virus,


9

sedangkan antibodi terhadap neuraminidase berperan untuk menunrunkan beratnya

penyait dan mengurangi penularam dari manusia ke manusia antibodi terhadap

nuklokapsid dan matriks protein tidak mempunyai efek melindungi serat tidak

megubah perjalanan penyakit.

Influenza merupakan penyakit infeksi epitel saluran napas yang bersifat lokal

dan bukan penyakit sistemik, maka sebagian peneliti meragukan derajat

perlindungan yang diperankan oleh antibodi lokal dan humoral. Beberapa penelitian

melaporkan peran antibodi lokal dan antibodi humoral, antibodi lokal berperan

sebagai faktor pertahanan terdepan, namun antibodi serum tetap memegang peran

dalam proses pertahanan tubuh. Antibodi neutralizing pada sekresi trakeobronkial

adalah Ig G. Dari data yang ada terlihat Ig A sekretori yang disekresi hidung

berperan penting pada pencegahan infeksi saluran nafas yang ditularkan melalui

droplet antibodi serum dan Ig G lokal berperan dalam netralisasi infeksi yang

ditularkan melalui saluran nafas bagian bawah atau mencegah meluasnya infeksi dari

salauran nafas atas ke paru. Mekanisme imunitas seluler turut berperan pada infeksi

dan vaksinasi influenza. Sel T helper berperan sebagai antibodi humoral

strainspesifik terhadap hemaglutinin. Meskipun pada percobaan dapat ditemukan sel

T sitotoksik yang non spesifik dan spesifik, tetapi ternyata hanya sel T sitotoksik

yang berperan pada manusa.

2.6 Manifestasi klinis

Influenza tipe A dan B terutama menyebabkan penyakit pernafasam. Gejala

dan tanda influenza A pada anak dan dewasa berbeda. Pada anak diawali dengan

sakit mendadak dan ditandai oleh koryza, konjungtivitis, faringitis dan batuk kering

disertai anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran kelenjar servikal dan
10

demam sampai 38,9C. Virus influenza B dan C menyebabkan gejala yang sama,

tetapi gejala lebih ringan dibandingkan virus influenza A dan penyakitnya tidak

berlangsung lama.

Berbeda dengan infeksi virus pernapasan lain, influenza disertai oleh tanda-

tanda sistemik demam tinggi, mialgia, malaise, dan nyeri kepala. Gejala-gejala ini

mungkin disebabkan oleh produksi sitokin epitel saluran pernafasan dan tidak

menggambarkan penyebaran sistemik virus. Lamanya demam 2-4 hari. Bentuk dapat

menetap dalam waktu yang lebih lama, dan bukti adanya disfungsi saluran nafas

bagian bawah sering ditemukan beberapa minggu kemudian. Anggota keluarga lain

atau kontak erat sering menderita sakit yang sama. Manifestasi klinis yang mungkin

terjadi di beberapa lokasi saluran nafas, dan dapat berkembang menjadi croup,

bronkiolitis, atau penumonia (Soedarmo, 2010).

Gejala klinis pada anak yang lebih muda

Pada anak yang lebih muda dan bayi, influenza memiliki gambaran klinis

yang kurang khas, manifestasinya tergantung pada lokasi saluran nafas. Anak tampak

demam dan toksik, sehingga perlu segera dilakukan pemeriksaan diagnostik lengkap.
11

Walaupun tanda-tanda influenza khas, penyakit ini sering tidak dapat dibedakan dari

penyakit yang disebabkan oleh virus pernafasan lain seperti virus sinsitial respiratori,

virus para influenza dan adenovirus.

Pada anak yang lebih muda yang mendapatkan infeksi virus influenza A

primer menunjukkan penampilan serupa sehingga sulit untuk membedakan dengan

gejala penyakit demam pada infeksi saluran nafas atas. Anak yang berumur kurang

dari 2 tahun bila ada epidemi virus influenza A (H3N2) harus dirawat untuk

kemungkinan menderita sepsis yang disebebkan oleh bakteri. Demam pada

umumnya sangat tinggi, sebagian besar pasien dapat melebihi 39,5C. Anak tampak

agak toksik, dengan sekret hidung jernih, batuk dan rewel. Tampak tanda faringitis,

faring kemerahan disertai pembesaran tonsil. Muntah, diare, otitis media, pneumonia

dan croup seringkali ditemukan sedangkan bercak makula atau makulopapular hanya

kadang-kadang ditemukan. Pada pasien yang dirawat di RS angka kelainan paru

50%.

Gejala gastro intestinal pada anak yang lebih muda lebih menonjol daripada

gejala saluran nafas. Kadang pada umur 4-10 tahun terjadi akut abdomen. Pada bayi,

infeksi influenza virus A menyebabkan terjadinya diare dan muntah, hanya 23% yang

munjukkan gejala saluran nafas. Diare dapat menyebabkan dehidrasi sedang sampai

berat. Maka, berbeda dengan dewasa, bayi dan anak kecil sebenarnya menunjukkann

gejala gastric flu.

Lebih dari 35% anak yang terserang influenza A menderita kejang demam

dan sebagian besar berumur kurang dari 3 tahun, sesuai dengan kerentanan nak

golongan umur tersebut untuk menderita kejang demam.


12

Laringotrakeobronkritis (croup) telah dikenal sebagai gejala yang menonjol

sebagai gambaran klinis pada bayi dengan influenza A. Gejalanya lebih berat

dibandingkan dengan gejala sindrom croup yang disebabkan oleh infeksi virus

parainfluenza. Adanya sekret yang kental dapat sampai menyebabkan adanya

indikasi untuk trakeostomi khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada

bayi baru lahir, infeksi influenza dapat berupa gejala sepsis bakterial, seperti : letargi,

tidak mau makan, prekia, penurunan sirkulasi perifer sampai apneic spells. Influenza

A pernah dilaporkan menimbulkan infeksi nosokomial disebuah RS (Soedarmo,

2010).

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis : Influenza lebih mudah dikenal dari data epidemiologi, di bandingkan

dari gejal klinis.

2. Pemeriksaan laboratorium kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding

dikarenakan temuan laboratorium yang nonspesifik.Leukopenia relatif sering

ditemukan, namun pada bayi tampak gambaran leukositosis.

3. Radiologi dada menunjukkan bukti adanya atelektasis atau infiltrat pada sekitar

10% anak. Foto thoraks bermanfaat untuk melihat adanya penyulit penumonia

lobaris atau intersitial.

4. Pemeriksaan gas darah dapat menunjukkan adanya infeksi saluran nafas bagian

bawah, meskipun gambaran foto toraks tidak menunjukkan adanya infiltrat.

Diagnosis pasti influenza bergantung kepada isolasi virus dari sekresi saluran

nafas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa

konvalesens. Antigen influenza dapat pula dideteksi secara cepat dari sel epitel

nasofaring dengan antibodi fluosens yang spesifik.


13

Diagnostik serologik dapat dilakukan dengan teknik complement-fixation

atau hemagglutination-inhibition tetapi pemeriksaannya membutuhkan waktu 6

bulan. Pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan

metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunyai kelebihan dapat mengidentifikasi

secara spesifik antibody Ig A, Ig M dan Ig G (Soedarmo, 2010).

2.8 Diagnosa Banding

Banyak penyakit yang memiliki gejala yang menyerupai flu (flu like

syndrom) sehingga influenza dapat didiagnosis banding :

1. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) adalah penyakit infeksi saluran napas

yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat.

Perbedaan dengan influenza adalah cara penularannya, yaitu dengan kontak

langsung membran mukosa, serta pada gejala pernapasan rasa sesak lebih berat

dirasakan di banding pada influenza yang tidak terdapat sesak napas.

2. Common cold (selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus dan

saluran udara besar yang disebabkan oleh rhinovirus (80%). Gejala-gejala

penyakit ini biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan dapat

muncul saat gejala, dan gejala-gejala yang lain tidak sehebat influenza. Hidung

mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari pertama jumlahnya

sangat banyak sehingga mengganggu penderita. Selanjutnya sekret hidung

menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak.

3. Infeksi saluran pernapasan atas merupakan suatu penyakit infeksi pada saluran

pernapasan atas yang banyak disebabkan oleh virus dan mempunyai gejala-gejala

seperti flu, akan tetapi pada infeksi saluran pernapasan atas mempunya gejala-
14

gejala lain seperti rhinitis, sinusitis, nasopharyngitis, pharyngitis, epiglotitis,

laryngitis, laringotrakeitis dan trakeitis.

4. Infeksi parainfluenza virus juga mempunyai gejala yang hampir sama dengan

gejala flu biasa. Jika kasusnya ringan, virus sering salah terdiagnosis. Pada

umumnya parainfluenza tidak membutuhkan pengobatan khusus dan dapat

berangsur sembuh dengan sendirinya pada mereka yang memiliki daya tahan

tubuh cukup baik. infeksi virus influenza dimana yang terdiri dari HPIV-1, HPIV-

2, HPIV-3 dan HPIV-4.

2.9 Penyulit

a Infeksi Bakteri

Penyulit influenza yang terbanyak adalah pneumonia, otitis media dan sinusitis.

Penyulit timbul pada masa dini penyembuhan karena invasi bakteri pada saluran

nafas yang menyebabkan rusaknya silia epitel sehingga mengganggu transport

mukosilier. Penyulit terjadi pada 10% bayi, dengan gejala terbanyak otitis media

angka meningkat menjadi 28% jika terkena influenza A dan B dan biasanya

berulang. Pneumokokus merupakan penyebab terbanyak penumonia bakteri.

Gambar foto ditandai dengan adanya infiltrat difus. Klinis bisa sesak yang berat

dan perbaikan setelah diberi antimikroba dan pengobatan suportif. Pneumonia

stafilokokus dapat berlanjut menjadi pneumatoceles dan empyema, biasanya

ganas dan berakhir dengan kematian. Iinfeksi Sthspilococcu aureus pada infeksi

virus A akan menunjukkan gejala pneumonitis necrotizing dengan mikroabses.

b Miositis akut

Timbul pada masa penyembuhan dini. Nyeri hebat yang dapat terjadi pada kedua

tungkai yang datang secara tiba-tiba sehingga anak tersebut tidak dapat berjalan.
15

Biasanya kelompok otot gastroknemius dan soleus yang biasanya terkena

(Influenza A maupun B). Adanya peningkatan fosfokinase serum dan aspartat

transferase biasanya self-limited.

c Sindrom Reye atau Ensefalopati

Sindrom Reye ditandai dengan adnya perlemakan pada hati dan edema difus pada

otak (Influenza A maupun C).Virus menyebar menyeluruh dan biasa ditemukan

pada laki-laki berkulit putih dengan gejala mual, muntah, dan stupor pada masa

penyembuhan dari penyakit. Selain penyakit tersebut, kelainan saraf yang berat

jarang ditemukan Sindrom Guillain barre dan mielitis transversa bahkan

parkinson (Soedarmo, 2010).

2.10 Pengobatan

Pengobatan simtomatik merupakan pengobatan utama dalam tatalaksana.

- Pasien perlu istirahat, hidrasi yang cukup

- Demam dan nyeri otot → Asetaminofen

- Kenyamanan bernafas → Dekongestan nasal

- Pemberian antibiotik untuk pencegahan tidak dianjurkan

- Batuk kering yang menetap pada fase penyebuhan → Kodein atau

dekstrometrofan

Penyulit diobati sesuai dengan gejala klinis. jika demam berulang maka sebaiknya

segera diambil biakan darah dan pengobatan atibiotik disesuaikan dengan hasil

pewarnaan gram. Streptococcus aureus, Haemophilus influenzae dan Streptococcus

pyogenes → Ampisilin atau amoksisilin

Bila penyulit pada saluran nafas seperti croup, apneic spells atau pneumonia difus →

terapi inhalsi. Udara yang mengandung banyak uap air penting untuk tatalaksana
16

croup, kadang-kadang diperlukan tindakan intubasi nasotrakea atau trakeostomi.

Pada bayi dan anak yang mengalami apnea atau gangguan kapiler alveoli yang

disebabkan oleh pneumonia, diperlukan alat bantu pernafasan.

Amantadin hidroklorida dapat digunakan pada pengendalian wabah influenza tipe A,

tidak efektif untuk tipe B. Sampai saat ini obat anti virus yang berkhasiat baik

terhadap Influenza A dan B adalah ribavirin. Sama seperti obat antivirus lain, obat

ini terbukti berhasil untuk pasien dewasa, tetapi kurang baik untuk pasien anak.

Untuk anak-anak bisa digunakan Oseltamivir yang bekerja terhadap virus influenza

tipe A dan B dengan menghambat neuraminidas. Pengobatan influenza (oral): Usia

1-2 bulan : 2,5 mg/kg dua kali sehari selama 5 hari, Usia 3 bulan-12 tahun : 3 mg/kg

dua kali sehari selama 5 hari, dapat ditingkatkan hingga doksis maksimum 75 mg dua

kali sehari selama lima hari, dewasa dan anak-anak dengan BB > 40 kg : 75 mg dua

kali sehari selama 5 hari. Zanamivir dapat diberikan secara lokal secara inhalasi,

makin cepat obat diberikan makin baik. Untuk Zanamivir bisa diberikan dengan

dosis ; usia 5-17 tahun : 10 mg/hari selama 10 hari.

2.11 Pencegahan

Vaksin influenza yang tersedia dalam bentuk in-activated (IIV). Ada dua

bentuk sediaan vaksin influenza, yaitu bentuk suntikan dan bentuk semprot hidung.

Ada dua jenis vaksin suntik, yaitu vaksin trivalent dan quadritrivalent. Vaksin

trivalen mengandung 2 tipe virus influenza A dan 1tipe virus influenza B. Sementara

vaksin influenza jenis quadritrivalent mengandung 2 tipe virus influenza A dan 2 tipe

virus influenza B. Semakin banyak tipe virus yang dikandung, semakin baik pula

proteksinya. Vaksin ini diketemukan pertama kali pada tahun 1930, dan akhir-akhir

ini mulai dikembangkan produksi vaksin rekombinan, dengan tujuan mengurangi


17

efek toksik vaksin. Efek samping vaksin inactivated diantaranya demam, flulike

symptoms dan rasa sakit pada daerah suntikan. Sindrom Guillain-Barre dapat muncul

pada setiap 1 dari 100.000 kasus vaksinasi. Di antara vaksin influenza yang sedang

diteliti, terdapat cold-adapted reassortant influenza virus vaccines. Vaksin ini telah

dibuktikan memperlihatkan hasil yang baik untuk anak dan dewasa. Terlihatnya

adanya peningkatan respons antibodi baik humoral maupun selular, juga tidak

tampak efek samping yang berarti. Berdasarkan IDAI, vaksin influenza diindikasikan

untuk diberikan pada semua bayi dan anak berusia 6 bulan atau lebih untuk mencegah

infeksi influenza berat dan komplikasinya. IDAI juga menyarankan pemberian

vaksin ini pada orang yang terkait dengan perawatan atau pendidikan anak, serta

orang yang serumah dengan anak usia 24-59 bulan. Pemberian dilakukan setahun

sekali, disaranakan pada bulan September-Oktober. Doksin vaksin berbeda

tergantung usia anak, dan diberikan 1 atau 2 dosis tergantung riwayat imunisasi. Pada

anak usia 6-35 bulan yang belum pernah divaksin influenza, dosis pertama diberikan

0,25 ml intramuskular (IM) dan diulang 4 minggu kemudian dengan dosis yang sama.

Pada anak usia ≥ 3 tahun, dosis yang diberikan adalah 0,5 ml. (Soedarmo, 2010).

2.12 Prognosis

Prognosis sangat baik meskipun pengembalian ke tingkat aktivitas normal

sepenuhnya dan bebas dari batuk biasanya memerlukan berminggu-minggu. Pada

kasus influenza tanpa penyulit prognosisnya cukup baik. Prognosis menjadi kurang

baik apabila terjadi penyulit yang menyerang saluran pernafasan (Soedarmo, 2016).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Influenza atau yang juga dikenal dengan istilah flu adalah penyakit saluran

pernapasan yang disebabkan oleh virus yang merupakan anggota keluarga

Orthomyxoviridae yang terdiri dari tipe A,B dan C. Virus influenza B dan C

menyebabkan gejala yang sama, tetapi gejala lebih ringan dibandingkan virus

influenza A dan penyakitnya tidak berlangsung lama. Berbeda dengan infeksi virus

pernapasan lain, influenza disertai oleh tanda-tanda sistemik demam tinggi, mialgia,

malaise, dan nyeri kepala dan dapat dengan penyulit seperti infeksi bakteri, miositis

akut dan sindrom reye. Diagnosis pasti influenza bergantung kepada isolasi virus dari

sekresi saluran nafas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada

masa konvalesens. Pengobatan simtomatik merupakan pengobatan utama dalam

tatalaksana dan penyulit diobati sesuai dengan gejala klinis.Pencegahan Influenza

yaitu dengan vaksin. Vaksin influenza yang tersedia dalam bentuk in-activated

(formalin-treated), terdapat cold-adapted reassortant influenza virus vaccines.

Vaksin ini telah dibuktikan memperlihatkan hasil yang baik untuk anak dan dewasa.

Prognosis sangat baik meskipun pengembalian ke tingkat aktivitas normal

sepenuhnya dan bebas dari batuk biasanya memerlukan berminggu-minggu.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ghebrehewet, S., MacPherson, P., & Ho, A. (2016). Influenza. BMJ (Clinical research
ed.), 355, i6258. https://doi.org/10.1136/bmj.i6258

Indawati, W., Setyanto, D. B., & Kaswandani, N. (2016). Infeksi Influenza A dan B pada
Anak dengan Influenza Like Illness (ILI) atau Pneumonia di Jakarta. Sari
Pediatri, 16(2), 136-42.

Nayak, J., Hoy, G., & Gordon, A. (2019). Influenza in Children. Cold Spring Harbor
Perspectives in Medicine, a038430.

Soedarmo, S. S. P. (2010). Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.

Vemula, S. V., Zhao, J., Liu, J., Wang, X., Biswas, S., & Hewlett, I. (2016). Current
Approaches for Diagnosis of Influenza Virus Infections in Humans. Viruses, 8(4),
96. https://doi.org/10.3390/v8040096

World Health Organization. (2009). WHO guidelines for pharmacological management


of pandemic (H1N1) 2009 influenza and other influenza viruses.

Anda mungkin juga menyukai