Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Indonesia telah menghadapi avian influenza sejak tahun 2003 dengan jumlah
kematian terbesar di dunia, yang mengakibatkan kerugian besar baik bagi manusia maupun
industri peternakan unggas. Virus influenza dikenal memilik tingkat mutasi yang tinggi.
Perubahan genetik tersebut dapat meningkatkan kepatogenan virus, mengubah sifat
antigenetik virus serta mempengaruhi spesifitas terhadap inangnya (Adam dan Wulandari.,
2013). Virus influenza menyerang saluran pernapasan dengan menginfeksi dan merusak sel
host secara langsung serta melalui respon imun yang merugikan. Pneumonia merupakan
penyebab utama dari kematian, terutama pada individu berusia dibawah 5 tahun atau di atas
65 tahun (Ardiaria., 2020).
Sejak satu abad lebih, beberapa subtipe dari virus influenza A banyak menyerang
manusia dan menyebabkan pandemi flu burung yang mengakibatkan kewaspadaan global.
Pada tahun 1918 dunia hebohkan oleh wabah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza
yang dapat membunuh 40.000 lebih manusia. Subtipe yang menghebohkan dunia tersebut
adalah virus H1N1 atau yang biasa dikenal dengan “Snapsih Flu” (Radji., 2006). Penyakit
influenza disebabkan oleh virus family Orthomyxoviridae yang terdiri dari virus tpe A, B dan
C berdasarkan hemaglutinin permukaan (H) dan antigen neuramidinase (N). Penyakit
influenza ini biasa terjadi setiap tahun dengan besarnya yang bervariasi. Sebagian besar virus
flu babi merupakan subtype H1N1. Flu burung (avian influenza) umumnya juga dapat
menginfeksi babi (Sukendra., 2009).
Virus influenza menginfeksi sejumlah besar inang, memiliki tingkat mutasi yang
tinggi serta sering melakukan reassortment. Hasilnya, virus ini memiliki kapasitas luar biasa
untuk mengeksplorasi sejumlah besar rangkaian potensial. Kemampuan populasi influenza
untuk beradaptasi dengan inang baru dan melepaskan diri dari system kekebalan yang tidak
terbatas. Mutasi umumnya bersifat merugikan, sehingga dapat menghambat adaptasi dari
virus tersebut. Selain itu, interaksi anatara mutasi atau epistasis, menentukan jalur mutasi
yang tersedia serta dapat membuat beberapa adaptasi tidak dapat diakses. Secara keseluruhan,
sebagian besar mutasi pada virus influenza bersifat mematikan atau merugikan. Tingkat
mutasi virus yang tinggi yaitu dua-tiga pergenom yang direplikasi, sebagian besar genom
yang baru direplikasi akan mengandung mutasi yang mematikan dan lebih banyak lagi yang
mengandung satu atau lebih mutasi yang merugikan (Lyons dkk., 2018).
PEMBAHASAN
Virus influenza menyebar melalui kontak langsung dengan penderita flu atau melalui
aerosol yang melayang di udara. Aerosol terbentuk dari partikel kecil serta lebih ringan yang
membuatnya dapat melayang lebih lama di udara. Penularannya juga dapat terjadi ketika
seseorang menghirup aerosol yang ada di udara atau menyentuh benda yang sudah
terkontaminasi virus. Berdasarkan hasil data sekuens di atas, didapatkan hasil dengan variasi
parsimony dengan nomor basa 65 dari alanine menjadi therionine, nomor 298 dari valine
menjadi isoleucine, pada nomor 314 dari methionine menjadi threonine dan pada pasangan
basa nomor 1118, 1498. Single varian terjadi pada pasangan basa nomor 98 dari valine
dengan hasil akhir isoleucine, pada pasangan basa 158 dari glutamic acid menjadi aspartic
acid dan terjadi pada pasangan basa nomor 569, 650, 938, 479, 1034, 1058, 1130, 1289,
1331, 1445. Mutasi yang didapatkan dari hasil sekuens di atas yaitu terdapat pada pasangan
basa nomor 54, 64, 87, 97, 116, 141, 149, 153, 159, 163, 168, 176, 179, 195, 254, 216, 225,
249, 266, 269, 276, 287, 288, 298, 309, 318, 351, 408, 420. Mutasi yang terjadi yaiu silent
mutasi, mutasi miss sense dan point mutasi.
Variasi influenza disebabkan oleh perubahan genetik yang cepat serta drastic yang
dapat memungkinkan virus tersebut mengalami perubahan antigenik pada protein
hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) pada permukaannya. Tipe A virus influenza
memiliki variasi genetik yang luas, yang memiliki risiko penyebaran lebih tinggi. Perubahan
pada kedua antigen tersebut terjadi setiap musim dan terjadi secara perlahan, sehingga vaksin
influenza disesuaikan secara periodik untuk memberikan kekebalan pada komunitas. Tipe A
virus influenza memiliki variasi genetik yang luas, yang memiliki risiko penyebaran lebih
tinggi. Perubahan pada kedua antigen HA dan NA tersebut terjadi setiap musim dan terjadi
secara perlahan, sehingga vaksin influenza disesuaikan secara periodik untuk memberikan
kekebalan pada komunitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mutasi dan variasi
virus influenza diantaranya yaitu perubahan genetik, perubahan karakter virus,mutasi,
kondisi ekologi dan lain sebagainya.
Virus influenza tipe A memiliki variasi genetik yang luas, yang dapat menyebabkan
wabah dan pandemi. Virus influenza tipe A banyak ditemukan pada spesies hewan, terutama
burung dan babi. Virus influenza tipe A, mampu menginfeksi manusia dan meneruskan
penularan dari manusia ke manusia lain dan seterusnya, hingga menyebabkan pandemi.
Mutasi asam amino pada virus influenza akan mempengaruhi karakteristik protein membran
virus, yang akan mempengaruhi kecepatan penularan dan mutasi pada virus influenza. Mutasi
asam amino pada protein membran virus influenza H1N1 subtype telah terpantau lewat
surveilans. Mutasi asam amino pada protein membran virus influenza akan menyebabkan
perubahan karakter virus, yang dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder oleh bakteri,
seperti Streptococcus pneumoniae, yang dapat menyebabkan pneumonia. Mutasi asam amino
pada protein membran virus influenza juga dapat menyebabkan penggabungan genetik virus
flu burung pada hewan dengan virus influenza pada manusia, yang dapat menyebabkan
pandemi.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil sekuens di atas, dapat disimpulkan bahwa tejadi mutasi di
bebarapa nomor pasangan basa 54, 64, 87, 97, 116, 141, 149, 153, 159, 163, 168, 176, 179,
195, 254, 216, 225, 249, 266, 269, 276, 287, 288, 298, 309, 318, 351, 408, 420. Variasi
parsimony pada nomor 65, 298, 314, 1118, 1498, sedangkan variasi single pada nomor 98,
158, 569, 650, 938, 947, 1034, 1058, 1130, 1289, 1331, 1445. Mutasi yang terjadi yaitu silent
mutasi, point mutasi dan mutasi miss sense. Mutasi asam amino pada virus influenza akan
mempengaruhi karakteristik protein membran virus, yang akan mempengaruhi kecepatan
penularan dan mutasi pada virus influenza.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, K., dan Wulandri, S., 2013, Ulasan Sistematik: Marka Molekular Penanda Patogenitas
dan Sebaran Inang Pada Virus Avian Influenza H5N1, Jurnal Biotek Medisiana
Indonesia, 2(1), 9-17.
Ardiaria, M., 2020, Peran vitamin D dalam pencegahan influenza dan Covid-19. J Nutr
Health, 8, 79-85.
Lyons, D. M., dan Lauring, A. S., 2018, Mutation and epistasis in influenza virus
evolution, Viruses, 10(8), 407.
Radji, M., 2006, Avian influenza A (H5N1): Patogenesis, pencegahan dan penyebaran pada
manusia, Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(2), 1.
Sukendra, D. M., 2009, Epidemiologi dan Regulasi Virus [H1N1] pada Babi Dan
Penularannya ke Manusia, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai