Anda di halaman 1dari 2

Highly pathogenic avian influenza (HPAI) subtipe A(H5N1), dikenal juga dengan Flu

Burung, adalah penyakit zoonosis dari unggas yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A
dari famili Orthomyxoviridae. Virus HPAI A(H5N1) dapat menginfeksi manusia yang
mengakibatkan gangguan pernafasan berat dan sampai pada kematian¹. Virus Influenza
merupakan suatu virus RNA beruntai tunggal yang mempunyai envelope dengan delapan
segmen, berpolaritas negatif dan berbentuk bulat atau filamen dengan diameter 50 – 120 nm
x 200 – 300 nm. Berdasarkan perbedaan antigen nukleoprotein dan matrik yang
menyusunnya, virus ini diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu virus Influenza tipe A, B dan
C. Virus Infuenza A ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada
mamalia lain, misalnya cerpelai, anjing laut dan ikan paus. Sedangkan virus Influenza B dan
C hanya ditemukan pada manusia².

Penularan Flu Burung dapat terjadi melalui kontak langsung dan kontak dengan lingkungan.
Kontak langsung dapat terjadi antara sesama unggas dan dari unggas ke manusia. Kontak
tidak langsung dengan unggas adalah kontak dengan lingkungan ataupun material yang
tercemar discharge unggas yang sakit/karier avian influenza. Penularan Flu Burung secara
aerogenic (melalui udara) hingga sekarang belum pernah dilaporkan. Penularan juga bisa
terjadi dari burung liar yang berpindah-pindah, virus H5N1 dapat ditularkan secara kontak
langsung atau kontak denganlingkungan yang tercemar kotoran atau cairan ekskresi/sekresi
ke unggas peliharaan (ayam, burung puyuh, dsb) kemudian virus akan memperbanyak diri.
Unggas peliharaan yang terjangkit virus H5N1 melalui kotoran, cairan ekskresi/sekresi akan
menular ke manusia. Setelah manusia terjangkit virus subtipe baru dapat menular ke manusia
lain, sehingga terjadi penularan dari manusia ke manusia, hal ini dapat menimbulkan
pandemi, yang perlu menjadi perhatian dan peningkatan kewaspadaan³.

Patofisiologi flu burung (avian influenza) berbeda dengan penyakit influenza pada umumnya,
terjadi mutasi genetik baik secara antigenic drift ataupun antigenic shift guna
mempertahankan diri dan meningkatkan sifat patogenitasnya dengan membentuk varian-
varian baru. Terdapat 2 glikoprotein pada membran virus flu burung, yakni hemagglutinin
(HA) dan neuraminidase (NA). Pada fase awal, infeksi virus melibatkan banyak glikoprotein
HA yang berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) pada rantai samping
karbohidrat dari permukaan glikoprotein dan glikolipid. Setelah terjadi replikasi virus, enzim
penghancur reseptor yakni neuraminidase (NA) akan menghilangkan sialic acid (SA) dari
permukaan sel yang terinfeksi sehingga terbentuk virus baru untuk menginfeksi sel lebih
banyak. Virus flu burung lebih banyak menginfeksi saluran pernapasan bagian bawah karena
adanya perbedaan pada protein hemaglutinin dan jenis residu dari sialic acid (SA) yang
mengikat protein dibandingkan dengan virus influenza pada umumnya. Pada virus flu
burung, terdapat sialic acid alpha(2-3) galactose yang ditemukan di terminal bronkus dan
alveoli. Sedangkan, pada virus influenza terdapat sialic acid alpha (2-6) galactose yang
ditemukan pada sel epitel di saluran pernapasan bagian atas. Infeksi virus dimulai setelah
terjadi penempelan spikes virion di permukaan sel hospes, lalu virus memasuki sitoplasma sel
hospes dan akan mengintegrasikan materi genetiknya ke dalam inti sel hospes. Kemudian,
virus bereplikasi membentuk virion-virion baru dan menginfeksi sel-sel di sekitarnya⁴.
Sumber :

[1] Purnama BI, Budiharta S, Wongsathapornchai K. Kajian Paparan Highly Pathogenic


Avian Influenza A (H5N1) dan Praktek Perdagangan Unggas di antara Pedagang Unggas di
Pasar Tradisional Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. 2015.

[2] Hewajuli AD, Dharmayanti NLPI. Karakteristik dan identifikasi virua Avian Influenza
(AI). 2008;87.

[3] Irfan M. Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Sub Tipe H5 dari Swab Kloaka
Itik yang Diperdagangkan di Pasar Sepanjang Kabupaten Sidoarjo [skripsi]. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga; 2016.

[4] Adams S, Sandrock C. Avian Influenza: Update. Medical Principles and Practice, 2010.
19(6), 421–432.

Anda mungkin juga menyukai