PENDAHULUAN
1
penyebaran virus AI yang berasal dari unggas air liar, dan juga masih
lemahnya strategi vaksinasi (Helmi, T. 2016)
1.2 . Tujuan
Referat ini disusun dengan tujuan untuk menambah pengetahuan tentang
penyakit yang disebabkan oleh virus avian influenza, perjalanan penyakit
avian influenza, pencegahan serta pengobatan avian influenza.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
menjadi masalah. Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe
berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada
2 petanda protein virus A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan dengan
H dan protein neuraminidase dilambangkan dengan N. Ada 15 macam
protein H, H1 hingga H15, sedangkan N teridiri dari N1 hingga N9.
Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian
subtipe dari virus influenza tipe A (Siti, S. 2014).
Semua subtipe dari virus influenza tipe A ini dapat menginfeksi burung
unggas yang merupakan pejamu alaminya, sehingga virus influenza tipe A
disebut juga influenza burung atau avian influenza. Di lain pihak, tidak
semua subtipe virus influenza tipe A dapat menyerang manusia. Subtipe
yang lazim dijumpai pada manusia adalah H1, H2, H3, serta N1 dan N2 dan
disebut sebagai human influenza. Penyebab kehebohan avian influenza
adalah virus A (H5N1). Virus avian influenza ini digolongkan dalam Highly
Pathogenic Avian Influenza (HPAI) (Siti, S. 2014).
2.3. Epidemiologi
Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influenza
A telah menghantui manusia. Berbagai Variasi subtipe virus influenza A
yang menyerang manusia dan telah menyebabkan pandemi, sehingga tidak
mengherankan jika kewaspadaan global terhadap pandemi Avian Influenza
mendapatkan perhatian yang serius (Chanlett. 2006).
Diawali tahun 1981 dunia dikejutkan oleh wabah pandemi yang
disebabkan virus influenza A yang telah membunuh lebih dari 40.000 orang,
dimana subtipe yang mewabah saai itu adalah H1N1 yang dikenal dengan
spainsh flu. Tahuun 1957 kembali muncul wabah global yang disebabkan
oleh virus yang telah bermutasi menjadi H2N2 atau yang dikenal sebagai
Asian Flu yang telah merenggut 100.000 jiwa meninggal. Pada tahun 1968,
virus flu kembali menjadi wabah pandemi dengan merubah dirinya menjadi
H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan Hongkong Flu yang telah
menyebabkan 700.000 orang meninggal dunia (Chanlett. 2006).
4
Di indonesia HPAI H5N1 telah menjadi penyakit endemik pada unggas
sejak tahun 2003 dan terus menyebabkan kerugian ekonomi peternak
unggas. Penyakit ini telah dilaporkan pada 32 provinsi di indonesia, dan
virus H5N1 terus-menerus beredar diantara unggas di indonesia antara tahun
2003-2010. Selain itu sirkulasi berkelanjutan virus H5N1 pada unggas juga
ditularkan ke manusia dan di Indonesia telah dilaporkan sejak tahun 2005
(Karo-Karo, 2019).
2.4. Etiologi
Penyebab AI adalah virus influenza tipe A, termasuk famili
Orthomyxoviridae dan virus ini dapat berubah-ubah bentuk {Drift, Shift)
sehingga dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A
terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini
digunakan sebagai identifikasi kode subtipe AI yang banyak jenisnya. Pada
manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang Hl-H5 dan Nl-N9. Strain yang sangat
virulen/ganas dan menyebabkan AI adalah dari subtipe AH5N1. Virus ini
dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30
hari pada 0°C. Didalam tinja unggas dan tubuh unggas yang sakit virus
dapat bertahan hidup lebih lama, tetapi Virus akan mati pada pemanasan 60°
5
C selama 30 menit atau 56° C selama 3 jam dan dengan detergent,
desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine
(Elytha, F. 2011).
6
pencampur (mixing vessel) untuk menyusunan kembali gen-gen yang
berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya
subtipe virus yang baru. Akhir-akhir ini diketahui adanya kemungkinan
mekanisme sekunder untuk terjadinya perubahan ini. Bukti-bukti yang ada
menunjukan bahwa setidak-tidaknya ada beberapa dari 15 subtipe virus
influenza yang terdapat pada populasi burung dimana manusia dapat
berfungsi sebagai lahan pencampur. Bukti yang nyata akan peristiwa ini
adalah terjadinya pandemi pada tahun 1957 oleh subtipe virus H2N2 dan
tahun 1968 oleh pandemi virus H3N2 (Siti, S. 2014).
7
dibawa ke rumah sakit pada tanggal 23 September dan diobati dengan
oseltamivir (tamiflu). Bibinya berhasil disembuhkan dan pulang dari rumah
sakit pada tanggal 7 Oktober 2004. Dari pemeriksaan laboratorium dapat
dipastikan bahwa baik ibu maupun bibinya telah terinfeksi virus H5N1 yang
berasal dari anaknya, selama mereka merawat anaknya yang sedang sakit
(Radji, M. 2006).
Ada dua kemungkinan yang dapat menghasilkan subtipe baru dari H5N1
yang dapat menular antara manusia ke manusia adalah : (i). virus dapat
menginfeksi manusia dan mengalami mutasi sehingga virus tersebut dapat
beradaptasi untuk mengenali linkage RNA pada manusia, atau virus burung
tersebut mendapatkan gen dari virus influenza manusia sehingga dapat
bereplikasi secara efektif di dalam sel manusia. Subtipe baru virus H5N1 ini
bermutasi sedemikian rupa untuk membuat protein tertentu yang dapat
mengenali reseptor yang ada pada manusia, untuk jalan masuknya ke dalam
sel manusia, atau (ii). kedua jenis virus, baik virus avian maupun human
influenza tersebut dapat secara bersamaan menginfeksi manusia, sehingga
terjadi “mix” atau rekombinasi genetik, sehingga menghasilkan strain virus
baru yang sangat virulen bagi manusia (Radji, M 2006).
Hingga angustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza.
Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang
terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang
terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti
adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan
mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan lebih kecil
lagi.
2.7. Patogenesis
Penyebaran Avian influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection)
dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran
napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus
yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang
8
mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang
dapat berikatan denngan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana
virus berasal. Virus Avian Influenza manusia (Human Influenza Virus) dapat
berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel
dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu
galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan
membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage.
Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga
sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara
efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan
mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas
dapat tercegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada
permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan
melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di
dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam
waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi
virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel
kolumna yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya
mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya
disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi (Siti,
S. 2014).
9
asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir
dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). Perjalanan klinis avian
influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga
sebelum sempat terfikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal.
Mortalitas penyakit ini hingga laporan berakhir sekitar 50% (Siti, S. 2014).
Kelainan laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah
lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang
mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin.
Kelainan gambaran radiologis thoraks berlangsung sangat prgresif dan
sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas.
Kelainan foto thorax bisa berupa infiltrat bilateral luas infiltrat difus,
multilokal atau tersebar (patchy) atau dapat berupa kolaps lobar (Siti, S.
2014).
Kriteria Rawat :
a. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu sesak napas
dengan frekuensi napas >30 kali permenit, nadi ≥100 kali per menit,
ada gangguan kesadaran dan kondisi umum lemah
b. Suspek dengan leukopenia
c. Suspek dengan gambaran radiologi pneumonia
d. Kasus probable atau confirm
(Siti, S. 2014)
10
Imunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen
positif dengan menggunakan antibodi monoklonal
Influenza A H5N1
Uji Netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi
spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam
paired serum dengan uji netralisasi
Uji Penapisan : Rapid test untuk mendeteksi influenza
A, HI test dengan darah kuda untuk mendeteksi
H5N1 dan enzyme immunoassay (ELISA) untuk
mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan lain
a. Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hhitung jenis
leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopenia,
limfositopenia, atau limfositosis relatif dan trombositopenia.
b. Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin,
kreatin kinase, dan analisa gas darah. Umumnya dijumpai
penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, analisa gas
darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium
sesuai denngan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
c. Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan foto thorax PA dan
lateral (bila diperlukan). Dapat ditemukan gambaran infiltrat
paru yang menunjukan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
(Siti, S. 2014).
11
b. Sakit tenggorokan
c. Pilek
d. Napas pendek/sesak napas
e. Pneumonia
Dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas yang
sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk
mentahnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan
pemeriksaan laboratorium.
12
f. Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan
pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau test
ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.
Atau
13
c. Pada Imunofluorescence (IFA) test ditemukan antigen positif
dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza A
H5N1
d. Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak
4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi
(Siti, S. 2014)
2.12. Pencegahan AI
Secara umum, prinsip kerja yang higienis seperti mencuci tangan dan
menggunakan alat pelindung diri bila diperlukan merupakan upaya yang
harus dilakukan oleh mereka yang kontak langsung dengan ternak. Karena
telur unggas juga dapat menularkan virus ini, penanganan kulit telur dan
telur mentah juga harus diperhatikan. WHO juga menyatakkan, dengan
memasaknya virus avian influenza akan mati, serta dianjurkan untuk daging,
daging unggas harus dimasak pada suhu 70oC atau 80oC selama sedikitnya 1
menit (WHO, 2010).
14
1. Pencegahan pada unggas
a. Pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi Avian
Influenza
b. Vaksinasi pada unggas atau burung yang sehat
2. Pencegahan pada manusia
a. Kelompok beresiko tinggi :
Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi
sehabis bekerja
Hindari kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi
Gunakan alat pelindung seperti masker dan pakaian
kerja
Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja
Membersihkan kotoran unggas setiap hari
b. Kelompok umum :
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan
makanan yaang bergizi dan istirahat yang cukup
Mengolah unggas dengan cara yang benar yaitu
dengan memilih unggas yang sehat (tidak ada gejala-
gejala penyakit)
Memasak daging unggas dengan suhu 80oC selama 1
menit dan pada telur sampai suhu 64oC selama 4.5
menit (Donal, 2011).
2.13. Penatalaksanaan AI
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah dengan istirahat,
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan dengan
menggunakan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi dan
imunomodulator.
Antiviral yang dapat diberikan pada pasien sebaiknya diberikan pada awal
infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat:
15
1. Penghambat M2 :
a. Amantadin (symadine)
b. Rimantidin (flu-madin)
Pemberian dengan dosis 2 kal/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama
3-5 hari.
2. Penghambatan neuroamidase
a. Zanamivir
b. Oseltamivir
Dengan dosis 2 kali 75 mg selama 1 minggu
(Siti, S. 2014)
16
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza tipe A dan ditularkan antar unggas, tetapi dapat juga
menular ke manusia melalui inhalasi, kontak langsung maupun tidak
langsung.
2. Kelompok resiko tinggi tertular penyakit ini yaitu pekerja
peternakan unggas, pemotong unggas dan penjamah produk unggas
lainnya. Perlu adanya kewaspadaan terutama pada kelompok
beresiko tinggi yaitu dengan memperhatikan cara pencegahan.
3. Kriteria diagnostik dari penyakit ini telah ditetapkan dan dibagi
dalam beberapa kelompok yang meliputi : kasus pasien dalam
observasi, kasus suspek, kasus probable dan kasus konfirmasi
menderita Avian Influenza
4. Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah dengan istirahat,
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan
dengan menggunakan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi
dan imunomodulator.
5. Perlu adanya kewaspadaan terutama pada kelompok beresiko tinggi
yaitu dengan memperhatikan cara pencegahan.
17