Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian
Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu
burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1
pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea,
Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China,
Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi
burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia
terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan
Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam
ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
virus new castle, namun konfirmasi terakhir dari Departemen
Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI))
Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu
burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275
ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah
propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor).
Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut
menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal. Pada tanggal 19
Januari 2004, pejabat WHO mengkonfirmasikan lima warga
negara Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu di negara
Thailand sudah enam orang tewas akibat terserang flu burung.
Seorang Epidemiologis dari Pusat Pengawasan Penyakit Dr.
Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung
menyerang anak-anak dan remaja. Tingkat kematian akibat flu
burung sangat tinggi.
Komplikasi dari penyakit flu burung itu sendiri, dapat
menyebabkan Meningitis (peradangan pada selaput menginal),

1
Encephalitis (suatu peradangan dari otak), Myocarditis
(peradangan pada otot jantung atau miokardium), Pneumonia
(radang paru-paru) dan dapat menyebabkan kematian
Perawat sebagai salah satu bagian dari profesi kesehatan
turut terlibat dalam usaha pencegahan dan penanganan kasus Avian
Influenza (AI) ini. Peran perawat dimulai dari usaha promotif,
preventif , kuratif, hingga rehabilitatif.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian penyakit flu burung?

2. Bagaimana klasifikasi penyakit flu burung?

3. Bagaimana etiologi penyakit flu burung ?

4. Bagaimana patofisiologi penyakit flu burung?

5. Bagaimana woc penyakit flu burung?

6. Bagimana manifestasi penyakit flu burung?

7. Apa saja komplikasi penyakit flu burung?

8. Bagaimana hasil lab untuk penyakit flu burung?

9. Bagaimana proses pelaksanaan keperawatan dan medis untuk penyakit flu


burung?

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan khusus

Mampu menjelaskan teoritipada penyakit flu burung

Tujuan umum

1.Mampu menetukan pengkajian

2. Mampu menetukan diagnose pada klien


2
3. Mampu menentukan perencanaan

4. Mampu menentukan pelaksanaan

5. Mampu menentukan evaluasi

BAB II
PEMBAHASAN

21. Pengertian
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza)
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu burung (bahas Inggris: avian
influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang
biasanya menjangkiti burung dan mamalia (Rahmat Ilham, 2010).
Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus
influenza tipe A) yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak
menular pada manusia. Namun beberapa tipe diantaranya ternyata
3
dapat menyerang manusia khususnya virus influenza subtipe H5N1.
( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza)
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang
disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1. (FAO, Buku
Petunjuk bagi Paramedik Veteriner)
Jadi menurut kelompok, penyakit flu burung itu adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang ditularkan
melalui unggas yang dapat menyerang makhluk hidup (burung dan
mamalia). Flu burung (avian influenza) ini yang dapat menyerang
yaitu virus influenza dengan subtipe H5N1.

2.2 klasifikasi
Penderita H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya
penyakit (MOPH Thailand, 2005)
1. Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
2. Derajat II : Penderita dengan pneumonia derajat
sedang dan tanpa nafas
3. Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat
dan dengan Gagal Nafas
4. Derajat IV :Pasien dengan Pneumonia Berat
dan Acute Respiratory Distress
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini :
a. Tipe H1N1.Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai
vektor utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal
sebagai penyebab flu babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas,
sub tipe ini justru lebih efektif ditularkan lewat manusia. Dalam
setiap bersin pasien flu babi, setidaknya terkandung 100.000 virus
H1N1. Untungnya, daya bunuh H1N1 hanya 1/12 dari flu
burung. Flu babi hanya memiliki kemungkinan fatal sebesar 6%,
jauh di bawah angka 80 persen mili flu unggas.
b. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe
dari virus influenza A yang juga disebut virus flu burung. Oleh

4
para ahli, virus ini dinyatakan sebagai virus pandemik pada
manusia dan hewan, khususnya babi.
c. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah
termutasi menjadi banyak sekali variasi virus flu ini. Salah satu
bentuk mutasi dari H2N2 adalah H3N2 dan banyak lagi subtipe
virus flu lainnya yang sering ditemukan pada unggas. Virus model
ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di tahun
1889.
d. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas
proteins sebagai casingnya, hemagglutinin (H) dan
neuraminidase (N). Pada umumnya, virus ini dapat menginfeksi
manusia dan unggas.
e. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal
sebagai penyebab utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang
sangat berbahaya. Berdasarkan penelitian para ahli, pasien yang
terjangkiti virus H5N1 hanya memiliki kemungkinan sembuh
kurang dari 20%. Meskipun hanya ditularkan lewat unggas, H5N1
merupakan pembunuh yang efektif. Daya bunuhnya 12 kali lebih
dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza yang lain.
Virus ini merupakan jenis virus yang bersifat epizootik atau
bersifat epidemik untuk golongan di luar manusia dan juga
bersifat panzootik yang mampu mempengaruhi beragam spesies
hewan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus ini sudah
sukses membunuh setidaknya 10 juta unggas di seluruh dunia
serta menginfeksi ratusan juta lainnya. Pada bulan Desember
tahun 2009, badan kesehatan dunia, WHO mengumumkan bahwa
setidaknya terjadi 447 kasus flu yang terjadi pada manusia dan
tingkat kematian pada periode ini sangat tinggi, lebih dari 50%
dengan angka kematian mencapai 267 orang.
f. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah
H7N3, H7N7 dan H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus
avian influenza yang memiliki daya rusak tingga hingga dapat

5
membunuh pengidapnya. Menurut update terbaru dari FAO,
virus-virus ini secara perlahan tapi pasti memperkuat kemampuan
merusak mereka. Untuk virus H7N7 sendiri bisa menginfeksi
manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji
laboratorium, virus ini bisa mengifeksi tikus yang digunakan
dalan percobaan. Virus H9N2 merupakan jenis virus yang
menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus ini juga
menginfeksi manusia. Pada Desember 2009, ditemukan kasus
anak-anak terinfeksi H9N2 di Hongkong.

2.3 etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus
influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A
dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan
sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1,
H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung
adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di
air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada 0C.
Virus akan mati pada pemanasan 60C selama 30 menit atau 56 C
selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin,
serta cairan yang mengandung iodine.

2.4 Patofisiologi.

Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak


langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus
flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang
terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang
kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk
inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut
6
WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia
dibanding dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran
dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti penularan pada
manusia lewat daging yang dikonsumsi.
Satu-satunya cara virus flu burung dapat menyebar dengan
mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut
bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus ditularkan
melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena
kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara
langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut
binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan (termasuk
melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui pakaian,
termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus
unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta
berbagai mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan
mekanisme penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan
dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa penularan pada
dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan menular.
Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak
menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu
burung akan mati dengan pemanasan 80C selama 1 menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir
keseluruhan respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh
manusia. Makin banyak virus itu tereplikasi, makin banyak pula
produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu peningkatan
respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan. Sitokin
yang membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak,
justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak
menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus
flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem
kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.

7
2.5 WOC penyakit flu burung

Flu burung

virus influenza tipe A Hemaglutinin (H)

Neuramidase (N)

Mk. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

Ayam atau unggas yang terinfeksi


epidemi dan pandemi
mengering dan hancur Sesak napas

Bubuk
bermutasi
Dihirup oleh manusia
saliva dan feses unggas

Mk. Gangguan pertukaran gas


berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen

8
2.6 Manifestasi Klinik.
a.Tanda dan Gejala pada ungags
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai
dari gejala ringan (nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal
ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan, dan keadaan
unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru,
kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak
mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan
bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa
penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk
depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian
dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian
dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
b. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu
biasa lainnya, hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi
parah. Masa inkubasi antara mulai tertular dan timbul gejala
adalah sekitar 3 hari; sementara itu masa infeksius pada manusia
adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala timbul pada
anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan,
sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata
( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk, dapat terjadi severe
respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat,
rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.
2.7 Komplikasi.
1. Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non
bakterial)Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada
meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan
syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk ke
dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak.
2. Encephalitis ( bulbar )

9
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-
tipe dari encephalitis, kebanyakan disebabkan oleh infeksi-infeksi.
Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus.
Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
3. Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau Pericarditis
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau
miokardium, pada umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit
infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap obat-
obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI,
1999).
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui
mekanisme dasar, yaitu:
a. Invasi langsung ke miokard.
b. Proses immunologis terhadap miokard.
c. Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
d.Paralisis akut flaksid.
e. Pneumonia ( peradangan paru )
Penyakit pada paru-paru dengan kondisi pulmonary
alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen
dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-
paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk
infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau pasilan (parasite).
Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh kepedihan zat-
zat kimia atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai
akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau
berlebihan minum alkohol.

f. Kematian
Terjadi jika mengalami gagal nafas akut.

2.8 Pemeriksaan laboratorium

Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas


dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel

10
darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,
Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
a.Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction)
untuk H5.
b.Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
c. Uji Serologi
1) Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut
( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer
antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset
penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer
HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
3) Uji penapisan
a) Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
b) ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit
total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan
trombositopeni.

3. Pemeriksaan Kimia darah


Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin,
peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin,
peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau

11
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit
dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada
setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan
bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan
adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu
burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung
tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem
dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim untuk
pemeriksaan patologi anatomi dan PCR
2.9 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan.
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat,
peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan
antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas
kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung
1.Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung
diantaranya adalah :
a.Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg
(jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu
burung.
b.Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir
sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak
terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian
oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan
workshop Case Management & pengembangan laboratorium
regional Avian Influenza, Bandung 20 23 April 2006.
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan

12
Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang
isolasi.
a.Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke
ruang pemeriksaan.
b.Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD
dan melakukan kewaspadaan standar.
c.Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
d.Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan
kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima
dan pada waktu pasien pulang.
e.Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga
perawatan.
f.Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap
lima hari.
g.Penatalaksanaan di ruang rawat inap.
3. Keperawatan
a. Perhatikan :
1) Keadaan umum.
2) Kesadaran.
3) Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
4) Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse
oxymetry.
b. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
c) pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama
7 hari.

d) Anti replikasi neuramidase (inhibitor): Tamiflu dan Zanamivir.


e) Amantadin diberikan pada awal infeksi

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian.

13
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui
wawancara, keluhan utama, pengumpulan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Identitas /biodata klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku
bangsa, nama orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan.
b. Keluhan utama
Panas tinggi > 38c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak
napas, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang,/tidak ada.
2) Infeksi paru.
3) Batuk dan pilek.
4) Infeksi selaput mata.
d. Pemeriksaan Fisik.
1) Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen.
2) Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya
nyeri tekan, infeksi selaput mata.
3) Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih,
mukosa bibir kering.
e. Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting
artinya dalam menegakkan diagnosa yang tepat, sehingga dapat
memberikan terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu
dilakukan pada orang yang mengalami flu burung, yaitu
pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaaan dara

2. Diagnosa Keperawatan.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret,
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).

14
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
ekspansi dada.

3. Rencana intervensi asuhan keperawatan aplikasi NOC dan NIC

NO Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Hasil NIC
NOC
1 1 NOC : 1. Auskultasi bunyi napas. Catat 1. Beberapa derajat spasme
Tujuan : adanya bunyi napas, bronkus terjadi dengan
Setelah dilakukan misalcrackles/rales, ronkhi,
wheezing. obstruksi jalan napas
tindakan 2. Kaji/pantau frekuensi 2. Pernapasan dapat
keperawatan pernapasan. Catat rasio melambat dan frekuensi
inspirasi/ekspirasi
selama 1x24 jam, ekspirasi memanjang
3. Catat adanya/derajat dispnea,
diharapkan
mis., keluhan lapar udara, dibanding inspirasi.
jalan napas kembali gelisah, ansietas, distres 3. Disfungsi pernapasan
efektif. pernapasan, penggunaan otot adalah variabel yang
kriteria hasil : bantu.
4. Kaji pasien untuk posisi yang tergantung pada tahap
1. Mempertahank
nyaman. proses kronis
an kepatenan 5. Pertahankan polusi lingkungan 4. Posisi yang nyaman
jalan nafas minimum, mis., debu, asap, dan
mempermudah fungsi
bulu bantal yang berhubungan
dengan bunyi
dengan kondisi individu pernafasan
nafas kembali 6. Dorong/bantu melatihan napas 5. Pencetus tipe reaksi alergi
normal. dalam pernapasan
2. Mengeluarkan 6. Memberikan pasien
atau beberapa cara untuk
membersihkan mengatasi dan mengontrol
secret secara dispnea.
mandiri dengan
batuk efektif.

2 2 Tujuan : 1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Berguna dalam evaluasi


pernapasan. Catat derajat distres pernapasan
Setelah dilakukan
penggunaan otot bantu
15
tindakan 2. Tinggikan kepala tempat dan/atau kronisnya proses
keperawatan selama tidur, bantu pasien untuk penyakit.
1x24 jam, memilih posisi yang mudah 2. Pengiriman oksigen dapat
diharapkan untuk bernapas. Dorong
pertukaran gas napas dalam perlahan atau diperbaiki dengan posisi
kembali normal. napas bibir sesuai duduk tinggi dan latihan
kebutuhan/toleransi
napas untuk menurunkan
Kriteria hasil : individu.
3. Kaji/awasi secara rutin kulit kolaps jalan napas,
1. Menunjukka dan warna membran dispnea, dan kerja napas
n perbaikan mukosa. 3. Sianosis perifer (terlihat
ventilasi dan 4. Dorong mengeluarkan
oksigenasi sputum; penghisapan bila pada kuku) atau sentral
jaringan dengan diindikasikan. (terlihat sekitar bibir/atau
AGD dalam 5. Awasi tingkat
rentang normal daun telinga). Keabu-
kesadaran/status mental.
(PCO2 : 35-45 Selidiki adanya perubahan. abuan dan dianosis
mmHG, PO2 :
sentral mengindikasikan
80-100 mmHG)
dan tak ada beratnya hipoksemia.
gejala distres 4. Kental, tebal, dan
pernapasan. banyaknya sekresi adalah
2. Berpartisipa
si pada tindakan sumber utama gangguan
untuk pertukaran gas pada jalan
memaksimalkan
napas kecil. Penghisapan
oksigenasi.
dibutuhkan bila batuk
tidak efektif
5. Gelisah dan ansietas
adalah manifestasi umum
pada hipoksia. AGD
memburuk disertai
bingung/somnolen
3 3 Tujuan : 1. Pantau pemasukan/ 1. Evaluator langsung status
Setelah dilakukan pengeluaran. Hitung cairan. Peubahan tiba-tiba
keseimbangan cairan, catat pada berat badan dicurigai
tindakan kehilangan tak kasat mata. kehilangan/ retensi cairan.
keperawatan Timbang berat badan sesuai 2. indikator langsung status
indikasi. cairan/ perbaikan
selama 3x24 jam, 2. Evaluasi turgor kulit, ketidakseimbangan.
diharapkan pola kelembaban membran 3. Kekurangan cairan
16
nafas pasien mukosa, adanya edema mungkin dimanifestasikan
kembali normal dependen/ umum. oleh hipotensi dan
3. Pantau tanda vital (tekanan takikardi, karena jantung
Kriteria hasil : darah, nadi, frekuensi, mencoba untuk
1. Pola nafas klien pernafasan). Auskultasi bunyi mempertahankan curah
nafas, catat adanya krekels. jantung. Kelebihan cairan/
kembali normal 4. Kaji ulang kebutuhan cairan. terjadinya gagal mungkin
(vesikuler). Buat jadwal 24 jam dan rute dimanifestasikan oleh
2. Klien tidak yang digunakan. Pastikan hipertesi, takikardi,
menggunakan minuman/ makanan yang takipnea, krekels, distres
disukai pasien pernapasan.
otot bantu lagi 5. Hilangkan tanda bahaya dan 4. Tergantung pada situasi,
saat bernafas. ketahui dari lingkungan. cairan dibatasi atau
Berikan kebersihan mulut diberikan terus. Pemberian
yang sering informasi melibatkan
6. Anjurkan pasien untuk minum pasien pada pembuatan
dan makan dengan perlahan jadwal dengan kesukaan
sesuai indikasi. individu dan meningkatkan
rasa terkontrol dan
kerjasama dalam program
5. dapat menurunkan
rangsang muntah.
6. Dapat menurunkan
terjadinya muntah bila
mual.

4. implementasi

Diagnosa 1

Hari/ No Implementasi Respon hasil


tgl Diagnose
I I 1. Mengauskultasi bunyi napas. Catat 1. Suara napas pasien
adanya bunyi napas, tidak normal terdapat
misalcrackles/rales, ronkhi, wheezing.
2. mengaji/pantau frekuensi pernapasan. tambahan suara napas.
Catat rasio inspirasi/ekspirasi 2. Frekuensi pasien tidak
3. mencatat adanya/derajat dispnea, mis., teratur
keluhan lapar udara, gelisah, 3. Pasien tampak gelisah
ansietas, distres pernapasan, 4. Pasien belum merasa
penggunaan otot bantu.
nyaman
4. mengkaji pasien untuk posisi yang 5. Lingkungan sekitar
17
nyaman. pasien tidak
5. mempertahankan polusi lingkungan mendukung
minimum, mis., debu, asap, dan bulu 6. Pasien masih
bantal yang berhubungan dengan
kondisi individu menggunakan napas
6. mendorong/bantu melatihan napas dalam untuk bernapas
dalam

II I 1. Mengauskultasi bunyi napas. Catat 1. Suara napas pasien


adanya bunyi napas, sedikit normal terdapat
misalcrackles/rales, ronkhi, wheezing.
2. mengkaji/pantau frekuensi tambahan suara napas.
pernapasan. Catat rasio 2. Frekuensi pasien mulai
inspirasi/ekspirasi teratur
3. mencatat adanya/derajat dispnea, 3. Pasien sedikit tidak
mis., keluhan lapar udara, gelisah,
tampak gelisah lagi
ansietas, distres pernapasan,
4. Pasien sedikit merasa
penggunaan otot bantu.
4. mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman
nyaman. 5. Lingkungan sekitar
5. mempertahankan polusi lingkungan pasien mulai
minimum, mis., debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan mendukung
6. Pasien sedikit tidak lagi
kondisi individu
6. mendorong/bantu melatihan napas menggunakan napas
dalam dalam untuk bernapas
III I 1. mengauskultasi bunyi napas. Catat 1. Suara napas pasien
adanya bunyi napas, sudah normal.
misalcrackles/rales, ronkhi, wheezing. 2. Frekuensi pasien teratur
2. mengkaji/pantau frekuensi 3. Pasien tidak tampak
pernapasan. Catat rasio
inspirasi/ekspirasi gelisah lagi
4. Pasien merasa nyaman
3. mencatat adanya/derajat dispnea,
5. Lingkungan sekitar
mis., keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distres pernapasan, pasien mendukung
penggunaan otot bantu. 6. Pasien tidak lagi
4. mengkaji pasien untuk posisi yang menggunakan napas
nyaman.
5. mempertahankan polusi lingkungan dalam untuk bernapas
minimum, mis., debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan
kondisi individu

18
6. mendorong/bantu melatihan napas
dalam

Diagnosa II

Hari/ No Implementasi Respon hasil


tgl diagnosa
I II 1. menkaji frekuensi, kedalaman 1. frekuensi napas pasien
pernapasan. Catat penggunaan otot belum teratur
bantu 2. Posisi pasien belum
2. meniinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi nyaman
yang mudah untuk bernapas 3. Pasien menggunakan
3. mendorong napas dalam perlahan napas dalam
atau napas bibir sesuai 4. Kulit pasien belum
kebutuhan/toleransi individu.
normal
4. mengkaji/awasi secara rutin kulit 5. Pasien masih kesulitan
dan warna membran mukosa.
5. mendorong mengeluarkan sputum; mengeluarkan sputum
penghisapan bila diindikasikan. 6. Tingkat kesadaran
6. mengawasi tingkat kesadaran/status pasien belum normal
mental. Selidiki adanya perubahan.

III II 1. menkaji frekuensi, kedalaman 1. frekuensi napas pasien


pernapasan. Catat penggunaan otot sedikit teratur
bantu 2. Posisi pasien sedikit
2. meniinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi nyaman
yang mudah untuk bernapas 3. Pasien jarang
3. mendorong napas dalam perlahan menggunakan napas
atau napas bibir sesuai
dalam
kebutuhan/toleransi individu.
4. Kulit pasien sedikit
4. mengkaji/awasi secara rutin kulit
dan warna membran mukosa. normal
5. mendorong mengeluarkan sputum; 5. Pasien sedikit kesulitan
penghisapan bila diindikasikan. mengeluarkan sputum
6. mengawasi tingkat kesadaran/status 6. Tingkat kesadaran pasien
mental. Selidiki adanya perubahan.
belum normal

III II 1. menkaji frekuensi, kedalaman 1. frekuensi teratur


19
pernapasan. Catat penggunaan otot 2. Posisi pasien nyaman
bantu 3. Pasien tidak lagi
2. meniinggikan kepala tempat tidur, menggunakan napas
bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernapas dalam
3. mendorong napas dalam perlahan 4. Kulit pasien normal
5. Pasien tidak lagi
atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu. kesulitan mengeluarkan
4. mengkaji/awasi secara rutin kulit
sputum
dan warna membran mukosa. 6. Tingkat kesadaran
5. mendorong mengeluarkan sputum;
penghisapan bila diindikasikan. pasien normal
6. mengawasi tingkat kesadaran/status
mental. Selidiki adanya perubahan.

Diagnosa III

Hari/ No Implementasi Respon hasil


tgl diagnosa
I III 1. Memantau pemasukan/ pengeluaran. 1. pasien masih sering
Hitung keseimbangan cairan, catat mengeluarkan cairan
2. turgor kulit pasien jelek
kehilangan tak kasat mata. Timbang
3. TTV pasien belum
berat badan sesuai indikasi.
normal
2. mengevaluasi turgor kulit, kelembaban
4. kebutuhan cairan pasien
membran mukosa, adanya edema
belum mencukupi
dependen/ umum. 5. pola makan pasien
3. memantau tanda vital (tekanan darah,
belum teratur
nadi, frekuensi, pernafasan).
4. menkaji ulang kebutuhan cairan. Buat
jadwal 24 jam dan rute yang digunakan
5. menganjurkan pasien untuk minum dan
makan dengan perlahan sesuai indikasi.
II III 1. Memantau pemasukan/ pengeluaran. 1. pasien sedikit
Hitung keseimbangan cairan, catat mengeluarkan cairan
2. turgor kulit pasien
kehilangan tak kasat mata. Timbang
sedikit normal
berat badan sesuai indikasi.
3. TTV pasien sedikit
2. mengevaluasi turgor kulit,
20
kelembaban membran mukosa, normal
4. kebutuhan cairan
adanya edema dependen/ umum.
3. memantau tanda vital (tekanan darah, pasien sedikit
nadi, frekuensi, pernafasan). mencukupi
4. menkaji ulang kebutuhan cairan. Buat 5. pola makan pasien
jadwal 24 jam dan rute yang sedikit teratur
digunakan
5. menganjurkan pasien untuk minum
dan makan dengan perlahan sesuai
indikasi
III III 1. Memantau pemasukan/ pengeluaran. 1. pasien tidak lagi
Hitung keseimbangan cairan, catat mengeluarkan cairan
2. turgor kulit pasien
kehilangan tak kasat mata. Timbang
normal
berat badan sesuai indikasi.
3. TTV pasien normal
2. mengevaluasi turgor kulit,
4. kebutuhan cairan
kelembaban membran mukosa,
pasien mencukupi
adanya edema dependen/ umum. 5. pola makan belum
3. memantau tanda vital (tekanan darah,
teratur
nadi, frekuensi, pernafasan).
4. menkaji ulang kebutuhan cairan. Buat
jadwal 24 jam dan rute yang
digunakan
5. menganjurkan pasien untuk minum
dan makan dengan perlahan sesuai
indikasi

21
5.Evaluasi
Hari/Tanggal EVALUASI (SOAP)

I S : pasien mengatakan batuk dan sesak


nafas
O : sesak napas
Ada sputum
A : masalah sesak napas belum teratasi
P : dilanjutkan

II S : pasien mengatakan batuk dan sesak


nafas
O : sesak napas
Ada sputum
A : masalah sesak napas belum teratasi
P : dilanjutkan

III S : pasien mengatakan batuk dan sesak


nafas
O : sesak napas
Ada sputum
A : masalah sesak napas teratasi
P : dihentikan

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau
avian influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza
A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas tetapi juga dapat
menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae dan
memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang
alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf unggas Secara normal, virus
tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun, dan itik.
Tetapi walaupun jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain unggas
misalnya babi, kuda, harimau, macan tutul, dan kucing.

Kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh virus ganas ini


akan semakin meluas karena didukung tingkat penyebaran virus yang bisa
berkembang dan menyebar luas dengan cepat. Hal itu bisa terjadi jika tidak
dilakukan tindakan preventif, baik terhadap unggas maupun pada manusia
yang bersinggungan langsung dengan ternak unggas.

3.2 Saran

Dalam penanggulangan Flu Burung dibutuhkan peningkatan komtmen politis dan


dukungan multisektoral.
Kasus Flu Burung yang terus meningkat memerlukan penanggulangan yang lebih
intensif, dititik beratkan pada pencegahan dan diintegrasikan dengan perawatan,
dukungan serta pengobatan terhadap Orang yang terkena penyakit Flu Burung
Mencegah dan mengurangi penularan Flu Burung terutama melalui informasi dan
edukasi mengenai Flu Burung dan pencegahanya kepada masyrakat terutama kelompok
rawan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Ilham, 2010


Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6
Padila.2012.Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha
Medika
MOPH Thailand, 2005
FAO, Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner
Nanda Internasional.2010.Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi
2009-2011.Jakarta:EGC

24

Anda mungkin juga menyukai