Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Influenza atau biasa disebut flu, merupakan penyakit tertua dan paling
sering didapat pada manusia. Influenza juga merupakan salah satu penyakit
yang mematikan. Penyakit influenza pertama kali diperkenalkan oleh
Hipocrates pada 412 sebelum Masehi. Pandemi pertama yang terdokumentasi
dengan baik muncul pada 1580, dimana muncul dari Asia dan meyebar ke
Eropa melalui Africa. Sampai saat ini telah terdokumentasi sebanyak 31
kemungkinan terjadinya pandemi influenza dan empat di antaranya terjadi
pada abad ini yakni pada 1918 (Spanish flu) yang menyebabkan 50-100 juta
kematian oleh virus influenza A subtipe H1N1, 1957 (Asia flu) yang
meyebabkan 1-1,5 juta kematian oleh virus influeza A subtipe H2N2, dan
1968 (Hongkong flu) yang menyebabkan 1 juta kematian oleh virus ifluenza
A subtipe H3N2.
Penyakit tersebut hingga saat ini masih mempengaruhi sebagian besar
populasi manusia setiap tahun. Virus influenza mudah bermutasi dengan
cepat, bahkan seringkali memproduksi strain baru di mana manusia tidak
mempunyai imunitas terhadapnya. Ketika keadaan ini terjadi, mortalitas
influenza berkembang sangat cepat.
Di Amerika Serikat epidemi influenza yang biasanya muncul setiap tahun
pada musim dingin atau salju menyebabkan rata-rata hampir 20.000
kematian. Sedangkan di Indonesia atau di negara-negara tropis pada
umumnya kejadian wabah influenza dapat terjadi sepanjang tahun dan
puncaknya akan terjadi pada bulan Juli.
Karena sifat-sifat materi genetiknya, virus influenza dapat mengalami
evolusi dan adaptasi yang cepat, dapat melewati barier spesies dan
menyebabkan pandemic pada manusia. Burung air liar dan itik menjadi
sumber virus yang potensial sebagai pemicu pandemi di Indonesia.
Sedangkan ternak babi berperan sebagai tempat reassortment virus avian
influenza (VAI) dengan virus human influenza. Burung puyuh dapat juga
menjadi tempat reassortment dari VAI asal berbagai burung yang dijual
di pasar burung. Sementara peternakan unggas menyediakan hewan peka
dalam jumlah yang banyak yang memungkinkan VAI mengalami evolusi
yang cepat. Suatu Rencana Gawat Influenza diusulkan untuk segera
dikembangkan.
WHO menyatakan bahwa awal tahun 2006 ini merupakan saat terdekat
terjadinya pandemi flu sejak pandemi terakhir tahun 1968. Data yang ada
menunjukkan bahwa wabah avian influenza hanya kurang satu syarat lagi
untuk menjadi calon pandemi, yaitu belum ditemukan bukti penularan
antarmanusia di masyarakat. Pengalaman masa lalu, pandemi tahun 1918,
misalnya, menunjukkan bahwa korban manusia dapat sampai puluhan juta
orang.
Di seluruh dunia hingga April 2007 terdapat 172 kasus flu burung yang
terkonfirmasi. Seperti dapat terlihat dari laporan WHO kasus terbanyak di
Vietnam (93 kasus) dan Indonesia menduduki peringkat ke-2 dengan 81
kasus namun jumlah kematian di Indonesia yang tertinggi, yaitu 63 dari 81
kasus.

1.1 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini sebagai berikut:
1. Apa definisi influenza?
2. Apa saja klasifikasi influenza?
3. Bagaimana epidemiologi influenza?
4. Bagaimana etiologi influenza?
5. Bagaimana proses penularan influenza?
6. Bagaimana patogenesis influenza?
7. Bagaimana manifestasi klinis influenza?
8. Bagaimana diagnosis influenza?
9. Bagaimana komplikasi influenza?
10. Bagaimana pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier influenza?
11. Bagaimana pencegahan influenza?

2
12. Bagaimana pengendalian infeksi, pengobatan, dan terapi obat influenza ?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi influenza
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi influenza
3. Untuk mengetahui epidemiologi influenza
4. Untuk mengetahui etiologi influenza
5. Untuk mengetahui bagaimana proses penularan influenza
6. Untuk mengetahui patogenesis influenza
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis influenza
8. Untuk mengetahui diagnosis influenza
9. Untuk mengetahui komplikasi influenza
10. Untuk mengetahui pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier
influenza
11. Untuk mengetahui cara pengendalian infeksi, pengobatan, dan terapi obat
influenza

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada pembaca untuk mengetahui lebih mendalam tentang
influenza. Selain itu pembaca dapat memahami bagaimana cara pencegahan
tarhadap virus influenza dangan tepat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Influenza


Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran nafas tersering pada
manusia, gejalanya ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung
tersumbat dan nyeri tenggorok. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini pada
anak masih cukup tinggi dengan manifestasi klinis yang sangat luas. Infeksi
ini disebabkan oleh virus famili Orthomyxoviridae, virus pertama pada
saluran nafas manusia yang berhasil diisolasi dan dipelajari secara rinci dari
aspek biologis, epidemiologis maupun gambaran klinisnya. Namun demikian,
virus ini dapat mengembangkan virus komposisi antigenik permukaan dan
memunculkan strain atau subtipe-subtipe baru sehingga keberadaan virus ini
sulit dimusnahkan.

2.2 Klasifikasi Influenza


Jenis-jenis Virus Influenza:
Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan
tiga dari lima genera dalam famili Oethomyxoviridae:
a. Virus influenza A
b. Virus influenza B
c. Virus influenza C

Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus


parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan bagian
dari famili paramyxovirus yang merupakan penyebab umum dari infeksi
pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis), namun dapat
juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang
dewasa.
a. Virus influenza A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik
liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat

4
menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas
domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia. Virus tipe
A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe
influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A
dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda
berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah
dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian
pandemi pada manusia, adalah:
H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi
pada tahun 2009
H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004
H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
H1N2, endemik pada manusia, babi, dan unggas
H9N2
H7N2
H7N3
H10N7
b. Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. Influenza B
hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang
dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat
terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis
influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A
dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat
satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik,
beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada
usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup
untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan
antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas

5
(tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat
pandemi influenza B tidak terjadi.
c. Virus Influenza C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi
manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat
dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan
dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada
anak-anak.

2.3 Epidemiologi Influenza


Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di
lingkungan masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk
mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi
kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan
penyakit ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat meninggal
akibat penyakit yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini
tercatat paling tinggi pada musim dingin di negara beriklim dingin dan pada
waktu musim hujan di negara tropik.
Pada saat ini sudah diketahui bahwa pada umumnya dunia dilanda
pandemi oleh influenza 2-3 tahun sekali. Jumlah kematian pada pandemi ini
dapat mencapai puluhan ribu orang dan jauh lebih tinggi dari pada angka-
angka pada keadaan non-epidemik.6 Diperkirakan 9-20% anak balita di
seluruh dunia terjangkit penyakit influenza setiap tahunnya dan sebanyak 30-
50% anak terkonfirmasi secara serologis terinfeksi virus setiap tahun. Di
negara-negara kejadiannya meningkat selama musim dingin. Anak berusia
kurang dari 2 tahun merupakan kelompok yang beresiko mengalami
komplikasi tertinggi terhadap penyakit ini, 12 kali lebih tinggi dibandingkan
usia 5-17 tahun. Angka kematian tertinggi terjadi pada usia kurang dari 6
bulan (0,88/100.000 anak). Tidak didapatkan perbedaan antara jenis kelamin
laki-laki dan perempuan untuk resiko terjangkit influenza.
Virus influenza A epidemiologinya kompleks, melibatkan hospes
binatang yang berepran sebagai reservoir berbagai strain virus yang mungkin

6
dapat menginfeksi populasi manusia. Sifat alamiah segmen genom influenza
memungkinkan penyatuan kembali antara virus binatang dan manusia bila
terjadi infeksi bersama. Di samping itu, hospes burung yang bermigrasi dapat
menyebabkan penyebaran penyakit. Influenza B mempunyai kemampuan
lebih kecil untuk mengubah antigen utama dan tidak dikenali reservoir
binatang. Anak yang terpajan pertama kali terhadap strain influenza
mengalami pelepasan virus lebih tinggi dan lebih lama daripada orang
dewasa, membuatnya sebagai penular infeksi yang sangat efektif. Dalam satu
negara atau sedcara global, satu atau dua strain dominan menyebar sehingga
menyebabkan epidemi tahunan. Saat ini, strain influenza tipe A dengan
serotipe: H1N1 dan H3N2 dan strain tipe B bersirkulasi bersama, salah satu
tipe dapat dominan dalam satu tahun, tapi sangat sulit untuk memprediksi
subtipe dan tingkat keparahan influenza yang akan datang.
Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada
individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan
penyakit-penyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko
tinggi komplikasi angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak
berisiko tinggi adalah 100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-
1970 hingga 1994-1995, diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk
rumah sakit 16.000 sampai 220.000/epidemik. Kematian influenza dapat
terjadi karena pneumonia dan juga eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit
kronis lainnya. Penelitian di Amerika dari 19 musim influenza diperkirakan
kematian yang berkaitan influenza kurang lebih 30 hingga lebih dari 150
kematian/100.000 penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih dari 90%
kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza terjadi pada
penderita usia lanjut.
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan
demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.
Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada
manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau
PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan terakhir

7
Indonesia. Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian
influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas
yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang
terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti
adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan
mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih
kecil lagi.

2.4 Etiologi Influenza


Virus influenza termasuk family Orthomixoviridae. Virus ini merupakan
virus RNA rantai tunggal, berukuran besar, dengan genom tersegmentasi
yang dibungkus dalam selaput berisi lipid. Dua protein permukaan utama
yang menentukan serotipe influenza adalah hemaglutinin dan neuraminidase,
tampak sebagai tonjolan melalui selaputnya. Berdasarkan nukleoprotein
spesifik pada permukaannya, virus influenza dibagi menjadi tiga tipe: A, B,
dan C. Influenza tipe A dan B adalah penyebab influenza primer dan
menimbulkan penyakit epidemi, sedangkan influenza tipe C timbul secara
sporadik, mendominasi penyakit saluran pernafasan atas. Influenza tipe A dan
B dibagi lebih lanjut menjadi strain yang terpisah secara serotip yang
bersirkulasi setahun sekali pada populasi. Saat ini WHO membuat suatu
sistem nomenklatur dari galur virus influenza berdasarkan tipe, pejamu
(untuk galur yang berasal dari hewan), geografi, nomor strain dan tahun
isolasi, kode hemaglutinin dan subtipe neuraminidase ditambahkan.
Contohnya, influenza galur A disebut sebagai A/USSR/90/77 (H1N1). Galur
tersebut diberi nama oleh dua pusat influenza WHO, yaitu di London
(Inggris) dan Atlanta (Amerika Serikat).
Dengan mempergunakan mikroskop elektron, virus influenza terlihat
sebagai partikel tidak beraturan berbentuk sferis dengan diameter 80-120 nm,
atau dapat pula memperlihatkan struktur filamen atau icosahedral.
Hemaglutinin dan neuraminidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol
pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk melekatnya virus pada
membran sel pejamu, sedangkan neuraminidase diperlukan untuk melepaskan

8
virus dari sel yang terinfeksi. Di dalam partikel fragmen kadang-kadang
tampak nukleokapsid yang berbentuk rantai. Sampai saat ini dikenal 3 jenis
hemaglutinin, yaitu H1, H2, dan H3, serta 2 neuraminidase yaitu N1 dan N2
pada virus influenza A yang menyerang manusia.
Hampir setiap tahun muncul variasi pada kompisisi antigenik protein
permukaan, sehingga memberi manfaat selektif pada strain baru, dan pada
akhirnya menyebabkan epidemi penyakit yang terlokalisasi dengan mortalitas
yang sebagian besar terbatas pada orangtua dan pada mereka yang
mempunyai penyakit kardiopulmonal. Setiap tahun strain virus merupakan
infeksi baru pada bayi karena mereka tidak mempunyai antibodi yang ada
sebelumnya kecuali antibodi yang dipindahkan secara maternal pada bayi
yang baru lahir.

2.5 Penularan Influenza


Penularan influenza secara alami berasal dari percikan air ludah atau
partikrl besar virus yang berasal dari percikan batuk dan bersin. Penyebaran
dapat pula berasal dari kontak langsung, kontak tak langsung atau
terhusapnya patikel halus. Hal ini diduga berperan pada patogenesis
terjadinya pneumonia influenza primer. Virus B dapat menulat waktu sehari
sebelum gejala timbul, namun pada influenza tipa A, virus menular setelah 6
hari. Penularan virus pada anak dapat bervariasi, tetapi biasanya hanya
berangsung selama kurang dari seminggu pada influenza A dan sampai 2
minggu pada infeksi influenza B. Pada puncak perjalanan penyakit, sekresi
saluran nafas mengandung tidak kurang dari 106 partikel virus per mililiter.
Masa inkubsi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari, tetapi umumnya
berlangsung 2 sampai 3 hari.
Infeksi nosokomial dapat muncul pada epidemi influenza di masyarakat
dan telah dibuktikan adanya kejadian tersebut pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, baik dewasa, anak dan bayi baru lahir. Di rumah sakit sebaiknya
pasien yang rentan segera dipisahkan dari pasien yang menderita penyakit
saluran nafas akut. Ruang isolasi umumnya sangat diperlukan bagi pasien

9
yang sakit influenza. Orang yang menderita infeksi saluran nafas dan diduga
berhubungan dengan influenza, sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja.

2.6. Patogenesis Influenza


Mekanisme imun yang terlibat dalam penghentian infeksi primer dan
proteksi terhadap reinfeksi belum dimengerti dengan baik. Masa inkubasi
influenza yang sangat pendek dan pertumbuhannya pada permukaan mukosa
merupakan masalah dalam mendapatkan respon imun protektif. Penyajian
antigen terutama pada mukosa yang bekerja melalui saluran limfoid bronkus.
Respon humoral utama terhadap hemaglutinin dan kadar antibodi serum yang
tinggi dihasilkan oleh vaksin yang diinaktifkan dan ada hubungannya dengan
proteksi. Antibodi imunoglobulin (Ig) A yang dihasilkan mukosa diduga
paling efektif dan segera berespon melawan influenza. Antibodi Ig A
terhadap influenza yang dapat diukur menetap dalam masa yang relatif
pendek, dan reinfeksi influenza dapat ditemukan pada interval 3-4 tahun.
Masa inkubasi influenza berlangsung 48-72 jam. Virus melekat pada
residu asam sialat pada sel melalui hemaglutinin, dan masuk ke vakuola
secara endositosis, dengan asidifikasi progresif, selanjutnya terjadi fusi pada
membran endosom yang melepaskan RNA virus ke dalam sitoplasma. RNA
dipindahkan ke nukleus dan direkam. RNA yang baru disintesis dikirim ke
sitoplasma dan dibentuk menjadi protein, yang dipindahkan ke membran sel.
Pada proses ini sintesis disisipi pertunasan virus melalui membran sel.
Mekanisme pembungkusan segmen genom belum dimengerti dengan baik.
Pemecahan proteolitik hemaglutinin yang terjadi pada beberapa titik dalam
penggabungan dan pelepasan virus sangat penting untuk keberhasilan
reinfeksi dan peningkatan titer virus. Pada manusia, siklus replikasi ini
terbatas pada epitel saluran nafas. Pada infeksi primer replikasi virus berlanjut
selama 10-14 hari. Keberhasilan replikasi selengkapnya dalam saluran nafas
merupakan anggapan bahwa kunci enzim proteolitik ada pada tempat ini.
Pemecahan hemaglutinin pada sekresi saluran pernafasan dapat dibuktikan,
tetapi asal seluler enzim masih belum diketahui pasti.

10
Setelah menjadi infeksi alami, akan terbentuk antibodi lokal dan humoral
terhadap hemaglutinin, neuraminidase, nukleokapsid dan antigen matriks
protein. Hemagglutination-inhibition antibody berperan untuk menetralisasi
virus, sedangkan antibodi terhadap neuraminidase berperan untuk
menurunkan beratnya penyakit dan mengurangi penularan dari manusia ke
manusia. Antibodi terhadap nukleokapsid dan matriks protein tidak
mempunyai efek melindungi serta tidak mengubah perjalanan penyakit.
Influenza merupakan penyakit infeksi epitel saluran nafas yang bersifat
lokal dan bukan penyakit sistemik, maka sebagai peneliti meragukan derajat
perlindungan yang diperankan oleh antibodi lokal dan humoral. Beberapa
penelitian melaporkan peran antibodi lokal dan antibodi humoral, antibody
lokal berperan sebagai faktor pertahanan terdepan, namun antibodi serum
tetap memegang peran pada proses pertahanan tubuh. Antibodi neutralizing
yang terbanyak pada sekret hidung adalah IgA sekretori, sedangkan antibodi
neutralizing pada sekresi trakeobronkial adalah IgG. Dari data yang ada
terlihat IgA sekretori yang disekresi hidung berperan penting pada
pencegahan infeksi saluran nafas yang ditularkan melalui droplet. Antibodi
serum dan IgG lokal berperan pada netralisasi infeksi yang ditularkan melalui
saluran nafas bagian bawah atau mencegah meluasnya infeksi dari saluran
nafas atas ke paru. Mekanisme imunitas seluler turut berperan pada infeksi
dan vaksinasi influenza. Sel T helper berperan sebagai antibodi humoral
strain-spesifik terhadap hemaglutinin. Meskipun pada percobaan ditemukan
sel T sitotoksik yang non spesifik dan spesifik, tetapi ternyata hanya sel T
sititoksi yang berperan pada manusia.

2.7 Manifestasi Klinis Influenza


Influenza tipe A dan B terutama menyebabkan penyakit pernafasan.
Gejala dan tanda influenza A pada anak dan dewasa berbeda. Pada anak
diawali dengan sakit mendadak dan ditandai oleh koryza, konjungtivitis,
faringitis dan batuk kering disertai anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, dan
pembesaran kelenjar servikal dan demam sampai 38,90C. Virus influenza B

11
dan C menyebabkan gejala yang sama, tetapi gejala lebih ringan
dibandingkan virus influenza A dan penyakitnya tidak berlangsung lama.
Berbeda dengan infeksi virus pernafasan lainnya, influenza disertai oleh
tanda-tanda sistemik demam tinggi, mialgia, malaise, dan nyeri kepala.
Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh produksi sitokin epitel saluran
pernafasan dan tidak menggambarkan penyebaran sistemik virus. Lamanya
demam adalah 2-4 hari. Batuk dapat menetap dalam waktu yang lebih lama,
dan bukti adanya disfungsi saluran nafas bagian bawah sering ditemukan
beberapa minggu kemudian. Anggota keluarga lain atau kontak erat sering
menderita sakit yang sama. Manifestasi klinis mungkin terjadi di beberapa
lokasi saluran nafas, dan dapat berkembang menjadi croup, bronkiolitis, atau
pneumonia.

2.8 Diagnosis Influenza


Influenza lebih mudah dikenal dari data epidemiologi, dibandingkan dari
gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam
menegakkan diagnosis banding influenza dengan penyakit saluran nafas yang
disebabkan karena temuan laboratorium klinik yang dikaitkan dengan
influenza adalah nonspesifik. Leukopenia relatif sering ditemukan, namun
pada bayi tampak gambaran leukosistosis. Radiografi dada menunjukan buki
adanya ateletaksis atau infiltrat pada sekitar 10% anak. Foto thoraks
brmanfaat untuk melihat adanya penyulit pneumonia lobaris atau intersitial.
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi virus dan sekresi
saluran nafas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada
masa kovalesens. Berbeda dengan adenovirus atau herpes simpleks dari
saluran nafas, maka tidak ada pengidap virus influenza, sehingga adanya
isolasi virus sudah menunjukan tanda pasti adanya infeksi virus influenza.
Antigen influenza dapat pula dideteksi secara cepat dari sel epitel nasofaring
dengan antibodi fluoresens yang spesifik.
Diagnostik serologik dapat dilakukan dengan tehnik complement-fixation
atau hemagglutination-inhibition. Reagen uji komplemen fiksasi tersedia
secara komersial, dan banyak digunakan di laboratorium. Kekurangan dari uji

12
dengan antibodi komplemen fiksasi ialah karena waktu pemeriksaan yang
lama, sampai 6 bulan. Pendekatan yang tampaknya menunjukan hasil yang
baik adalah pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan
menggunakan metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunai kelebihan
dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgA, IgM, IgG. Banyak
penyakit demam sebagai diagnosis banding influenza, khususnya yang
disebabkan oleh virus saluran nafas dan Streptococcus pyogenes.
2.9 Komplikasi Influenza
Flu umumnya sembuh tanpa menyebabkan komplikasi. Meskipun begitu,
Anda disarankan untuk tetap berhati-hati karena sistem kekebalan tubuh saat
menderita flu akan menurun sehingga lebih mudah tertular penyakit lain.
Demikian pula dengan orang-orang yang lebih rentan mengalami komplikasi,
seperti wanita hamil, lansia, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
menurun, serta penderita penyakit kronis (misalnya penyakit paru-paru).
Sejumlah komplikasi yang umum terjadi adalah:
- Infeksi paru-paru. Jenis infeksi paru-paru yang paling sering
dialami oleh penderita flu adalah bronkitis. Bronkitis merupakan
infeksi di bagian saluran pernapasan utama yang disebut dengan
bronkus. Pada beberapa kasus, komplikasi yang lebih parah dapat
terjadi, contohnya adalah pneumonia (radang paru).
- Perburukan gejala flu. Pada orang-orang dengan masalah kesehatan
jangka panjang (kronis) seperti asma atau PPOK, gejala flu bisa
menjadi lebih parah daripada orang normal.
- Peningkatan gula darah pada penderita diabetes. Selain
meningkatkan gula darah, flu juga berpotensi memicu terjadinya
kondisi diabetik ketoasidosis pada penderita diabetes melitus tipe 1.
- Kelahiran prematur. Pada ibu hamil, risiko untuk terjadi infeksi
akibat flu akan meningkat. Flu juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelahiran prematur atau berat badan lahir bayi yang
sangat rendah.

Di samping itu, ada beberapa jenis komplikasi lain yang juga bisa dipicu
oleh flu. Di antaranya adalah pembengkakan amandel (tonsilitis), infeksi

13
telinga, bronkitis, dehidrasi yang parah, serta meningitis. Pada pengidap flu,
dehidrasi juga berpotensi terjadi karena adanya rasa enggan untuk minum
akibat sakit tenggorokan dan demam yang dirasakan. Selain orang dewasa
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, anak-anak juga rentan
mengalami dehidrasi, khususnya yang berusia di bawah dua tahun.
Menurut Prof Samsu, influenza dapat menyebabkan komplikasi serius,
misalnya sebagai berikut:
a. Sinusitis.
b. Pneumonia (radang paru-paru)
c. Miokarditis (peradangan dan kelemahan otot jantung)
d. Perikarditis (iritasi dan pembengkakan pada perikardium, yaitu
kantung yang mengelilingi jantung)
e. Ensefalitis (peradangan otak)

2.10 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier Influenza


1. Pencegahan primer
Infeksi virus influenza dapat memberikan kekebalan terhadap infeksi
dari virus yang sejenis. Tetapi karena virus ini dapat bermutasi dengan
mudah mengakibatkan seseorang dapat mengalami influenza berulang-
ulang. Salah satu pencegahan adalah dengan menggunakan vaksin
influenza yang mengandung virus A dan B dan disebutkan dapat
mengurangi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh virus H5N1 atau flu
burung dan juga pencegahan flu pada usia 5 50 tahun.
2. Pencegahan Sekunder
Golongan yang memerlukan vaksini ini antara lain usia > 65 th,
memiliki penyakit kronis lainnya (paru-paru, jantung, darah dan ginjal,
Deabetes Melituss), memiliki gangguan sistem pertahanan tubuh, dan
petugas kesehatan. Dianjurkan untuk memberikan vaksin sebelum musim
dingin atau musim hujan. Selain itu perubahan perilaku masyarakat dengan
gaya hidup yang sehat dapat mengurangi terjadinya penyakit influenza ini.

14
3. Pencegahan Tersier
Vaksinasi dalam jangka waktu lama untuk menurunkan kemungkinan
terjadinya sindrom Reye. Petugas perawatan kesehatan dan anggota
keluargadi rumah adalah mereka yang mempunyai resiko, yang dianjurkan
untuk menerima vaksin untuk menurunkan resiko penularan terhadap
mereka yang rentan terhadap influenza. Kampaye vaksin di antara petugas
perawatan kesehatandan pasien harus diintensifitas pada saat terbukti
adanya penyakit influenza di komunitas. Pasien yang dirawat dengan
perkiraan atau terbukti menderita influenza harus ditempatkan di ruangan
tersendiri atau ruangan dengan pasien yang terbukti menderita influenza.
Untuk kemungkinan yang luas, ruangan harus dipilih yang menyediakan
tekanan udara yang negatif terhadap jalur udara. Petugas yang melakukan
perawatan untuk pasien harus menggunakan masker.

2.11 Pengendalian Infeksi, Pengobatan, Dan Terapi Obat Influenza


1. Pengendalian Infeksi
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza
salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis
yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut; sering
mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci
berbasis alkohol); menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin,
menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di
rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga
disarankan.Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah
penularan saat merawat orang yang sakit terdapat bukti-bukti yang
bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat.Merokok
meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala
penyakit yang lebih berat.
Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan
permukaan yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat
membantu mencegah sebagian dari infeksi. Alkohol merupakan bahan
sanitasi yang efektif terhadap virus influenza, sementara senyawa

15
amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan dengan alkohol
sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama. Di rumah sakit,
senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan untuk
membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh
pasien dengan gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan
dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang
diencerkan.
Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop
memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang
besar terhadap angka kematian keseluruhan. Belum dapat dipastikan
apakah menurunkan pertemuan publik, misalnya dengan menutup
sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan karena orang yang
menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk dilakukan dan
mungkin tidak disukai. Apabila sejumlah kecil orang mengalami infeksi,
mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.
2. Pengobatan
Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat,
meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok,
dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen
(parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang
berhubungan dengan flu. Anak-anak dan remaja dengan gejala flu
(terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirinpada saat
infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat
menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun
memiliki potensi menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan
oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeks kecuali
diberikan untukinfeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis.
Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur influenza dapat
menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.

16
3. Terapi Obat
Antipyretic : ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa;
acetaminophen bagi anak-anak.
Agent adrenergic : Phenylephrine (Neo-Synephrine), 0,25%, 2
tetes pada tiap-tiap nostril bagi kongesti nasal.
Agent antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO
q 3-4 jam untuk dewasa apabila batuk.
Agent antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi
epidemik (3-6 minggu) untuk orang-orang beresiko tinggi
berumur diatas 9 tahun bisa juga diberikan kepada orang-orang
berumur diatas 65 tahun tetapi takaran dikurangi untuk orang
dengan gagal fungsi.
Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa; 0,25 ml
untuk bayi 6-35 bulan; 0,5 ml IM untuk anak-anak 3-12 tahun;
untuk bayi dan anak-anak berikan 2 dosis pada interval 4
minggu.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Influenza adalah suatu


penyakit infeksi saluran nafas tersering pada manusia, gejalanya ditandai
dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung tersumbat dan nyeri tenggorok.
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini pada anak masih cukup tinggi dengan
manifestasi klinis yang sangat luas. Infeksi ini disebabkan oleh virus famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A mempunyai banyak subtipe,
diantaranya H5N1 yang menyebabkan flu burung dan termasuk HPAI.
Penularan virus influenza melalui droplet dan lokalisasinya di traktus
respiratorius. Gejala klinis influenza adalah demam, sefalgia, mialgia, batuk,
pilek dan disfagia. Diagnosis ditegakkan dari anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Komplikasi influenza yang sering terjadi pneumonia
influenza primer dan pneumonia bakterial sekunder.
Infeksi virus influenza dapat memberikan kekebalan terhadap infeksi dari
virus yang sejenis. Tetapi karena virus ini dapat bermutasi dengan mudah
mengakibatkan seseorang dapat mengalami influenza berulang-ulang. Salah
satu pencegahan adalah dengan menggunakan vaksin influenza yang
mengandung virus A dan B dan disebutkan dapat mengurangi terjadinya
infeksi. Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah
satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik.
Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur influenza dapat
menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.

3.2 Saran
Jagalah kesehatan yang telah diberikan Allah sebagai anugrah terbesar
sehingga kita terhindar dari virus influenza yang dapat mengganggu aktifitas
kita sehari-hari dengan melakukan pencegahan di secara dini dan jangan lupa
menjaga kebersihan baik dari badan, tempat, maupun pakaian karena dengan
kebersihan semoga kita terhindar dari virus tersebut.

18

Anda mungkin juga menyukai