PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari influenza
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari influenza
3. Untuk mengetahui etiologi dari influenza
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari influenza
5. Untuk mengetahui manisfestasi klinis dari influenza
6. Untuk mengetahuipenatalaksanaan terapi influenza
BAB II
ISI
Influenza adalah sebuah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang disebabkan karena
infeksi virus Influenza. Penyakit ini mempengaruhi saluran pernapasan atas dan bawah.
(Fauci et al., 2008).
Asam nukleatnya terdiri dari single stranded RNA dengan 7-8 segmen terpisah
berbeda panjang dan dilindungi dengan lapisan dalam berupa protein (kapsid) dan
lapisan luar berupa lipid bilayer. 7-8 segmen RNA ini masih dibungkus lagi dengan
protein polimerase dan nukleoprotein (NP). Pada lapisan lipid bilayer terdapat 2 jenis
glikoprotein yang menjadi karakteristik virus influenza. 2 jenis glikoprotein ini adalah
hemaglutinin (HA) spikes dan neuraminidase (NA) spikes.
a. Influenza tipe a
Di antara ketiga tipe virus influenza ini, hanya tipe A yang mempunyai subtipe
paling banyak, terdiri dari H1 sampai H16 dan N1 sampai N9. Virus influenza tipe A
cepat bermutasi. Bila 2 virus yang berbeda dari 2 inang berbeda menginfeksi inang ke
3, misalnya babi, maka akan timbul subtipe virus baru yang mampu menginfeksi sel
inang lain termasuk manusia dan tidak dikenal oleh sistem imun sel inang. Perubahan
ini terjadi secara mendadak sehingga dalam waktu singkat dapat mengenai sejumlah
besar populasi yang rentan sehingga timbul pandemi.
b. Influenza tipe b
Virus influenza Bmengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe
A selain itu diketahui influenza tipe B hanya menginfeksi manusia dan hewan tertentu
dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, dan hanya terdapat satu
serotipe influenza B.
c. Influenza tipe c
2.3 Etiologi
Influenza dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan orang
yang terinfeksi, seperti saat seseorang bersin atau batuk. Penularan juga dapat terjadi
bila seseorang menyentuh benda yang terkontaminasi sekret pernapasan dan menyentuh
membran mukus orang tersebut. (Dipiro, 2008)
Influenza tipe A menginfeksi manusia dan hewan, influenza tipe B hanya
menginfeksi manusia, sedangkan influenza tipe C menginfeksi manusia dan babi
(Harimoto & Kawaoka 2001 : 130-131)
2.4 Patofisiologi
1. Terapi Nonfarmakologi
Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang dapat
diatasi oleh sistem imun tubuh.Oleh karena itu pasien yang menderita Influenza
harus istirahat/tidur yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta tetap berada di
rumah untuk mencegah penyebaran. Minum air yang banyak juga diperlukan. Untuk
membantu meredakan gejala batuk dan gangguan tenggorokan dapat menggunakan
lozenges, teh hangat atau sup. (Dipiro, 2008)
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum banyak
cairan, dan bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang
mengganggu.
Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan
meliputi antara lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi
akan menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang
banyak mengandung vitamin.
c. Banyak minum air mineral, dan mengonsumsi buah akan mengurangi rasa
kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan
demam.(BPOM, 2006)
2. Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi untuk Influenza Kronis
a. Amantadine dan Rimantadine
Amantadine dan Rimantadine merupakan golongan adamantanes yang
memiliki aktivitas hanya terhadap virus Influenza tipe A H1N1 musiman.
Mekanismenya adalah memblok kanal ion M2, yang spesifik terhadap Virus
Influenza A, dan menghambat viral uncoating.
Dosis Amantadine pengobatan: DEWASA dan ANAK>10 tahun 100 mg
sehari selama 4-5hari. (Martin, 2009)
Dosis Rimantadine: DEWASA 200 mg sehari dalam dosis terbagi,
GERIATRI 100 mg sehari. (Sweetman, 2009)
Efek samping obat yang sering ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare,
dan pusing. Pemakaian perlu diperhatikan.
b. Oseltamivir dan Zanamivir
Oseltamivir dan Zanamivir merupakan golongan inhibitor neuraminidase yang
memiliki aktivitas terhadap virus Influenza A dan B. Tanpa neuraminidase,
pelepasan virus dari sel yang terinfeksi tak dapat terjadi sehingga dapat mencegah
penyebarannya.
Dosis Oseltamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK > 13 tahun, 75 mg tiap
12 jam selama 5 hari. ANAK < 1 tahun 2mg/kg BB sehari 2 kali selama 5 hari.
ANAK 1-13 tahun, BB<15kg 30 mg tiap 12 jam, BB 15-23kg 45 mg tiap 12 jam,
BB 23-40kg 60 mg tiap 12 jam, BB>40kg sama dengan dosis dewasa. (Martin,
2009).
Dosis Zanamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK>5 tahun 10 mg sehari 2
kali selama 5 hari. (Martin, 2009).
Efek samping obat yang sering ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare,
dan sakit kepala. Pemakaian perlu diperhatikan.
Terapi Farmakologi untuk pengobatan gejala
a. Antipiretik dan Analgesik
Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:
Parasetamol/Asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkan demam serta
mengurangi rasa sakit dan Asetosal (Aspirin) untuk mengurangi rasa sakit,
menurunkan demam, antiradang.
b. Antitusif/ekspektoran
Antitusif atau obat penekan batuk yang umumnya digunakan adalah
dekstrometorfan HBr (DMP HBr) penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk
akut yang berat. Serta Difenhidramin HCl untuk penekan batuk dan mempunyai
efek antihistamin (antialergi).
c. Antihistamin.
Antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antihistamin 1(AH1) dan
antihistamin 2(AH2). AH1 mencegah kontraksi otot polos bronkus dan
menghambat vasodilatasi yang diinduksi oleh histamin dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan cara memblok reseptor H1 yang berada di otot
polos bronkus dan usus sehingga AH1 berguna untuk mengobati alergi. AH1
generasi 1 (klorfeniramin, siproheptadin, dimenhidrinat, prometazin, dan lain-
lain) cukup larut dalam lemak sehingga dapat menembus sawar darah otak, dan
menyebabkan sedasi. Efek sedatif bisa menguntungkan pada pasien yang sulit
tidur karena gejala alergi. Sedangkan AH generasi 2 (astemizol, feksofenadin,
dan loratadin) kurang dapat larut dalam lemak sehingga tidak dapat menembus
sawar darah otak dan tidak menyebabkan sedasi.
d. Dekongestan Oral.
Dekongestan merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor
adrenergik pada mukosa hidung yang dapat menyebabkan vasokontriksi,
memperbaiki mukosa yang membengkak, dan memperbaiki ventilasi.
Dekongestan bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan antihistamin jika
kongesti hidung menjadi salah satu gambaran klinik. Obat dekongestan oral
antara lain: Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat
tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen dalam obat flu.
2.7 Pencegahan
Virus influenza mudah menyebar ke udara ketika penderita bersin atau batuk.
Karena itu, penderita sebaiknya memakai masker agar tidak menulari orang sehat. Jika
malu menggunakan masker, ketika batuk atau bersin penderita bisa menggunakan sapu
tangan sekali pakai (tisu). Jangan lupa membuang tisu bekas ke tempat sampah.
Agar terhindar dari serangan influenza, orang yang sehat sebaiknya mencuci
tangan sesering mungkin. Usahakan untuk menghindari tempat yang sedang terjadi
wabah influenza. Selain itu, sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh dengan
cara rnelakukan olahraga dan diet seimbang.
Cara mencegah terjadinya influenza adalah dengan rnelakukan vaksinasi
influenza. Orang yang sudah rnelakukan vaksinasi influenza tidak berarti terbebas dari
influenza. Sesekali dia bisa terserang influenza, tetapi gejala yang dialaminya lebih
ringan dibandingkan dengan orang yang tidak mendapatkan vaksinasi.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA