Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Influenza atau biasa disebut "flu", merupakan penyakit tertua dan paling sering
didapat pada manusia. Influenza juga merupakan salah satu penyakit yang mematikan.
Penyakit influenza pertama kali diperkenalkan oleh Hipocrates pada 412 sebelum
Masehi. Pandemi pertama yang terdokumentasi dengan baik muncul pada 1580, dimana
muncul dari Asia dan meyebar ke Eropa melalui Africa.
Penyakit tersebut hingga saat ini masih mempengaruhi sebagian besar populasi
manusia setiap tahun. Virus influenza mudah bermutasi dengan cepat, bahkan
seringkali memproduksi strain baru di mana manusia tidak mempunyai imunitas
terhadapnya. Ketika keadaan ini terjadi, mortalitas influenza berkembang sangat
cepat. Di Amerika Serikat epidemi influenza yang biasanya muncul setiap tahun pada
musim dingin atau salju menyebabkan rata-rata hampir 20.000 kematian. Sedangkan di
Indonesia atau di negara-negara tropis pada umumnya kejadian wabah influenza dapat
terjadi sepanjang tahun dan puncaknya akan terjadi pada bulan Juli.
Karena sifat-sifat materi genetiknya, virus influenza dapat mengalami evolusi dan
adaptasi yang cepat, dapat melewati barier spesies dan menyebabkan pandemic pada
manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari influenza?
2. Apa saja klasifikasi dari influenza?
3. Bagaimana etiologi dari influenza?
4. Bagaimana patofisiologi dari influenza?
5. Apa manisfestasi klinis dari influenza?
6. Bagaimana penatalaksanaan terapi influenza?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari influenza
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari influenza
3. Untuk mengetahui etiologi dari influenza
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari influenza
5. Untuk mengetahui manisfestasi klinis dari influenza
6. Untuk mengetahuipenatalaksanaan terapi influenza
BAB II

ISI

2.1 Definisi Influenza

Influenza adalah sebuah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang disebabkan karena
infeksi virus Influenza. Penyakit ini mempengaruhi saluran pernapasan atas dan bawah.
(Fauci et al., 2008).

Penyakit influenza disebabkan oleh Myxovirus influenza. Virus ini menyerang


saluran pernapasan dan bisa mengakibatkan peradangan. Terdapat tiga jenis virus utama
yang dinamai virus influenza A, B, dan C.

2.2 Klasifikasi Influenza


Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya.Struktur
virus influenza yaitu enveloped virus berbentuk bundar dengan diameter virion sekitar
80-120 nm dan beberapa mungkin ada bentuk filamentosa. Bentuk filamentosa ini lebih
sering terjadi pada influenza C, yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan
panjang mencapai 500 mikrometer pada permukaan dari sel yang terinfeksi.

Asam nukleatnya terdiri dari single stranded RNA dengan 7-8 segmen terpisah
berbeda panjang dan dilindungi dengan lapisan dalam berupa protein (kapsid) dan
lapisan luar berupa lipid bilayer. 7-8 segmen RNA ini masih dibungkus lagi dengan
protein polimerase dan nukleoprotein (NP). Pada lapisan lipid bilayer terdapat 2 jenis
glikoprotein yang menjadi karakteristik virus influenza. 2 jenis glikoprotein ini adalah
hemaglutinin (HA) spikes dan neuraminidase (NA) spikes.
a. Influenza tipe a

Di antara ketiga tipe virus influenza ini, hanya tipe A yang mempunyai subtipe
paling banyak, terdiri dari H1 sampai H16 dan N1 sampai N9. Virus influenza tipe A
cepat bermutasi. Bila 2 virus yang berbeda dari 2 inang berbeda menginfeksi inang ke
3, misalnya babi, maka akan timbul subtipe virus baru yang mampu menginfeksi sel
inang lain termasuk manusia dan tidak dikenal oleh sistem imun sel inang. Perubahan
ini terjadi secara mendadak sehingga dalam waktu singkat dapat mengenai sejumlah
besar populasi yang rentan sehingga timbul pandemi.
b. Influenza tipe b
Virus influenza Bmengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe
A selain itu diketahui influenza tipe B hanya menginfeksi manusia dan hewan tertentu
dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, dan hanya terdapat satu
serotipe influenza B.

c. Influenza tipe c

Tipe A dan tipe B memiiki 2 glikoprotein: hemaglutinin(HA) dan neuraminidase


(NA) sedangkan Tipe C hanya mempunyai 1 glikoprotein: hemagglutinin-esterase
fusion (HEF). Glikoprotein ini berfungsi untuk penempelan dan fusi antara virus dan
sel membran.Tipe C adalah satu-satunya virus influenza yang memiliki enzim esterase.
Enzim ini mirip dengan neuraminidase pada tipe A dan tipe B karena dua-duanya
berfungsi untuk menghancurkan reseptor sel inang.

2.3 Etiologi
Influenza dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan orang
yang terinfeksi, seperti saat seseorang bersin atau batuk. Penularan juga dapat terjadi
bila seseorang menyentuh benda yang terkontaminasi sekret pernapasan dan menyentuh
membran mukus orang tersebut. (Dipiro, 2008)
Influenza tipe A menginfeksi manusia dan hewan, influenza tipe B hanya
menginfeksi manusia, sedangkan influenza tipe C menginfeksi manusia dan babi
(Harimoto & Kawaoka 2001 : 130-131)

2.4 Patofisiologi

Penularan penyakit influenza dapat melalui dua cara, yaitu :


1. Penularan pernafasan
Ketika seorang penderita influenza batuk, bersin, atau berbicara, virus
influenza akan dikeluarkan dan menyebar ke udara. Akibatnya, orang yang sehat
dapat tertular virus dengan cara mengirup udara yang tercemar oleh virus influ-
enza. Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup
berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk
menimbulkan infeksi.
2. Penularan Kontak
Jika orang yang sehat secara tidak sengaja bersentuhan dengan orang yang
terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda-benda yang tercemar virus
kemudian menyentuh hidung atau mulutnya, maka virus akan masuk ke saluran
napas orang sehat tersebut.
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan sifat mutagenik yang mana
virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang
terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran
nafas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase
mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang
mengandung virus pada saluran nafas bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis
bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit,
erithrosit dan membran hyaline.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan
mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9
sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tampak.
Hemaglutinin dan neuraminidase merupakan hal yang penting dalam virulensi,
dan merupakan target untuk menetralisir antibodi acuired immunity ke Influenza.
Hemaglutinin mengikat pada sel epitel respirasi sehingga mampu menginfeksi sel.
Neuraminidase memotong ikatan yang menahan virion baru pada permukaan dinding
sel menyebabkan penyebaran sel. (Gubareva et al., 2000)
Tingkat keparahan infeksi ditentukan oleh keseimbangan antara replikasi virus
dengan respon imun inang. Infeksi yang parah diduga merupakan hasil kekurangan
mekanisme pertahanan tubuh yang kurang untuk menghambat replikasi, dan
overproduksi cytokines menyebabkan kerusakan jaringan pada inang (Dipiro, 2008)

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut (Gitawati Retno, 2014), dalam jurnalnya disebutkan bahwa gejala


influensa adalah sebagai berikut :
 Batuk
 Hidung berair (rhinorrhoea)
 Hidung tersumbat
 Tenggorokan sakit
 Sakit kepala
 Demam ringan
 Nyeri otot dan badan lemah (fatigue).
Gejala influenza biasanya diawali dengan demam tiba-tiba, batuk (biasanya
kering), sakit kepala, nyeri otot, lemas, kelelahan dan hidung berair. Pada anak dengan
influenza B dapat menjadi lebih parah dengan terjadinya diare 4 serta nyeri abdomen.
Kebanyakan orang dapat sembuh dari gejala-gejala ini dalam waktu kurang lebih satu
minggu tanpa membutuhkan perawatan medis yang serius. Waktu inkubasi yaitu dari
saat mulai terpapar virus sampai munculnya gejala kurang lebih dua hari (Abelson,
2009).
Pada masa inkubasi virus tubuh belum merasakan gejala apapun. Setelah masa
inkubasi gejala-gejala mulai dirasakan dan berlangsung terus-menerus kurang lebih
selama satu minggu. Hal ini akan memicu kerja dari sistem imun tubuh yang kemudian
setelah kurang lebih satu minggu tubuh akan mengalami pemulihan hingga akhirnya
benar-benar sembuh dari influenza (Spickler, 2009).
Untuk orang-orang dengan faktor resiko tinggi seperti usia di atas 65 tahun, atau
orang-orang dengan penyakit tertentu seperti penyakit kronis pada hati, paru-paru,
ginjal, jantung, gangguan metabolik seperti diabetes melitus, atau orang yang sistem
imunnya rendah berpotensi mengalami keparahan. Kadang sulit untuk membedakan flu
dan salesma pada tahap awal infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi dengan adanya
demam mendadak dan rasa lelah atau lemas (Spickler, 2009).
Prognosis pada umumnya baik, penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7
hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap
lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder
(WHO, 2009).

2.6 Penatalaksanaan Penyakit

1. Terapi Nonfarmakologi
Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang dapat
diatasi oleh sistem imun tubuh.Oleh karena itu pasien yang menderita Influenza
harus istirahat/tidur yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta tetap berada di
rumah untuk mencegah penyebaran. Minum air yang banyak juga diperlukan. Untuk
membantu meredakan gejala batuk dan gangguan tenggorokan dapat menggunakan
lozenges, teh hangat atau sup. (Dipiro, 2008)
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum banyak
cairan, dan bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang
mengganggu.
Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan
meliputi antara lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi
akan menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang
banyak mengandung vitamin.
c. Banyak minum air mineral, dan mengonsumsi buah akan mengurangi rasa
kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan
demam.(BPOM, 2006)
2. Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi untuk Influenza Kronis
a. Amantadine dan Rimantadine
Amantadine dan Rimantadine merupakan golongan adamantanes yang
memiliki aktivitas hanya terhadap virus Influenza tipe A H1N1 musiman.
Mekanismenya adalah memblok kanal ion M2, yang spesifik terhadap Virus
Influenza A, dan menghambat viral uncoating.
Dosis Amantadine pengobatan: DEWASA dan ANAK>10 tahun 100 mg
sehari selama 4-5hari. (Martin, 2009)
Dosis Rimantadine: DEWASA 200 mg sehari dalam dosis terbagi,
GERIATRI 100 mg sehari. (Sweetman, 2009)
Efek samping obat yang sering ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare,
dan pusing. Pemakaian perlu diperhatikan.
b. Oseltamivir dan Zanamivir
Oseltamivir dan Zanamivir merupakan golongan inhibitor neuraminidase yang
memiliki aktivitas terhadap virus Influenza A dan B. Tanpa neuraminidase,
pelepasan virus dari sel yang terinfeksi tak dapat terjadi sehingga dapat mencegah
penyebarannya.
Dosis Oseltamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK > 13 tahun, 75 mg tiap
12 jam selama 5 hari. ANAK < 1 tahun 2mg/kg BB sehari 2 kali selama 5 hari.
ANAK 1-13 tahun, BB<15kg 30 mg tiap 12 jam, BB 15-23kg 45 mg tiap 12 jam,
BB 23-40kg 60 mg tiap 12 jam, BB>40kg sama dengan dosis dewasa. (Martin,
2009).
Dosis Zanamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK>5 tahun 10 mg sehari 2
kali selama 5 hari. (Martin, 2009).
Efek samping obat yang sering ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare,
dan sakit kepala. Pemakaian perlu diperhatikan.
Terapi Farmakologi untuk pengobatan gejala
a. Antipiretik dan Analgesik
Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:
Parasetamol/Asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkan demam serta
mengurangi rasa sakit dan Asetosal (Aspirin) untuk mengurangi rasa sakit,
menurunkan demam, antiradang.
b. Antitusif/ekspektoran
Antitusif atau obat penekan batuk yang umumnya digunakan adalah
dekstrometorfan HBr (DMP HBr) penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk
akut yang berat. Serta Difenhidramin HCl untuk penekan batuk dan mempunyai
efek antihistamin (antialergi).
c. Antihistamin.
Antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antihistamin 1(AH1) dan
antihistamin 2(AH2). AH1 mencegah kontraksi otot polos bronkus dan
menghambat vasodilatasi yang diinduksi oleh histamin dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan cara memblok reseptor H1 yang berada di otot
polos bronkus dan usus sehingga AH1 berguna untuk mengobati alergi. AH1
generasi 1 (klorfeniramin, siproheptadin, dimenhidrinat, prometazin, dan lain-
lain) cukup larut dalam lemak sehingga dapat menembus sawar darah otak, dan
menyebabkan sedasi. Efek sedatif bisa menguntungkan pada pasien yang sulit
tidur karena gejala alergi. Sedangkan AH generasi 2 (astemizol, feksofenadin,
dan loratadin) kurang dapat larut dalam lemak sehingga tidak dapat menembus
sawar darah otak dan tidak menyebabkan sedasi.
d. Dekongestan Oral.
Dekongestan merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor
adrenergik pada mukosa hidung yang dapat menyebabkan vasokontriksi,
memperbaiki mukosa yang membengkak, dan memperbaiki ventilasi.
Dekongestan bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan antihistamin jika
kongesti hidung menjadi salah satu gambaran klinik. Obat dekongestan oral
antara lain: Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat
tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen dalam obat flu.
2.7 Pencegahan
Virus influenza mudah menyebar ke udara ketika penderita bersin atau batuk.
Karena itu, penderita sebaiknya memakai masker agar tidak menulari orang sehat. Jika
malu menggunakan masker, ketika batuk atau bersin penderita bisa menggunakan sapu
tangan sekali pakai (tisu). Jangan lupa membuang tisu bekas ke tempat sampah.
Agar terhindar dari serangan influenza, orang yang sehat sebaiknya mencuci
tangan sesering mungkin. Usahakan untuk menghindari tempat yang sedang terjadi
wabah influenza. Selain itu, sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh dengan
cara rnelakukan olahraga dan diet seimbang.
Cara mencegah terjadinya influenza adalah dengan rnelakukan vaksinasi
influenza. Orang yang sudah rnelakukan vaksinasi influenza tidak berarti terbebas dari
influenza. Sesekali dia bisa terserang influenza, tetapi gejala yang dialaminya lebih
ringan dibandingkan dengan orang yang tidak mendapatkan vaksinasi.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai