POLIO
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2. EPIDEMIOLOGI
Outbreak pertama kali terjadi di Eropa pada awal abad ke-19 yang
banyak menyerang anak, dan selanjutnya kejadian epidemik meluas
pada umur yang lebih tua. Epidemi polio berskala besar terjadi di
Eropa dan Amerika sejak pertengahan abad 19 sampai pertengahan
pertama abad 20. (Ismoedijanto, 2014). Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-
,80-90% penderita polio adalah anak balita,kebanyakan dibawah umur 2 tahun.
Tahun 1955,di Massachusett Amerika Serikat pernah terjadi wabah polio
sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun menjadi 139 kasus.Hasil
penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia Tenggara terdapat 4.214 dan
17.785 kasus. Dinegara musim dingin,sering terjadi epidemic dibulan Mei-
Oktober,tetapi kasus sporadic tetap terjadi setiap saat .
Di Indonesia ,sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit
yang sporadic-endemis,epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti
Bliton sampai ke banda, Balikpapan, bandung Surabaya,Semarangdan
Medan Epidemi terakhir terjadi pada tahun 1976/1977 di Bali Selatan.
Kebanyakan infeksi virus polio tanpa gejala atau timbul panas yang tidak spesifik.
Perbandingan asimtomatik dan ringan sampaiterjadi paralisis adalah 100:1 dan
1000:1. Terjadinya wabah polio biasanya akibat:
a) Sanitasi yang jelek
b) Padatnya jumlah penduduk
c) Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja
d) Pengadaan air bersih yang kurang
Penularan dapat melalui:
a. Inhalasi
b. Makanan dan Minuman
c. Bermacam serangga seperti lipas dan lalat.
Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan
dilakukan pula tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan
penyuntikan. Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus
segera dilaporkan, Namun data epidemiologi yang sukar didapat. Dalam salah
satu symposium imunisasi dijakarta (1979) dilaporkan bahwa:
1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah (10%)
2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.
3. Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan
9.000 kasus.
Namun 10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat
gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh
komplikasi berupa kegagalan nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan
adanya kematian.Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-
95%) hanya 5-10% yang memberikan gejala poliomyelitis.
3. KLASIFIKASI VIRUS
Grup : Grup IV ((+)ssRNA)
Ordo : Picornavirales
Famili : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Species: Human enterovirus C
4. ETIOLOGI VIRUS
Virus polio berdiameter 20-32 nm, berbentuk sferis dengan ukuran utamanya
RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan pada pH 3-10, sehingga dapat tahan
terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak rusak beberapa hari dalam
temperature 2o-8oC, tahan terhadap gliserol, eter, fenol 1% dan berbagai macan
detergen, tetapi mati pada suhu 50o-55oC selama 30 menit, bahan oksidator,
formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3
tipe yaitu:
a. Tipe I Brunhilde, sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
b. Tipe II Lansing, kadang menyebabkan kasus yang sporadik
c. Tipe III Leon, menyebabkan epidemi ringan
5. KARAKTERISTIK POLIO
Poliomielitis atau polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
poliovirus. Virus polio ini termasuk golongan enterovirus. Enterovirus adalah
golongan virus yang suka pada saluran pencernaan manusia dan sistem saraf.
Virus polio cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempat-
tempat yang kebersihannya buruk.
Penyebaran infeksi virus polio terjadi secara fecal-oral dan oral-oral
(pernafasan). Transmisi perinatal bisa terjadi dari ibu kepada bayinya. Masa yang
paling menular adalah beberapa saat sebelum sakit dan sesudah munculnya
manifestasi klinik. Pada saat virus dijumpai di tenggorokkan dan dieksresikan
dalam konsentrasi yang tinggi melalui tinja. Virus bertahan di tenggorokkan
selama lebih kurang satu minggu setelah sakit dan dieksresikan melalui tinja
selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian. Pasien berpotensi
untuk menularkan virus selama ekskresi melalui tinja terus berlangsung.
Di sekitar 0,5% dari kasus polio terdapat kelemahan otot yang
mengakibatkan kelumpuhan. Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok
umur, namun yang paling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun.
Gejala polio meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar,
nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare.
Virus polio menyerang dan merusakkan jaringan syaraf. Kelemahan paling
sering terjadi pada kaki tetapi kadang-kadang terjadi pada otot-otot kepala, leher
dan diafragma. Pada penderita polio dengan kelemahan otot sekitar 2% - 5% dari
anak-anak dan 15% - 30% dari orang dewasa mati. Beberapa tahun setelah
sembuh sindrom pasca-polio dapat terjadi, dengan perkembangan kelemahan otot
yang lambat, sama dengan yang dialami selama infeksi awal.
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3, semua tipe dapat
menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus
kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan
oleh tipe 2 dan 3. (Chin, 2000 dalam Surya 2007). Sifat virus polio seperti halnya
virus yang lain yaitu stabil terhadap pH asam selama 1-3 jam. Tidak aktif pada
suhu 56oC selama 30 menit. Virus polio berkembangbiak dalam sel yang
terinfeksi dan siklus yang sempurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut
dapat hidup di air dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan
lalat (Widodo, 1994 dalam Arifah 1998).
6. DISTRIBUSI GRAFIK
Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke
Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke
negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi
terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal,
sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio
menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang
yang terkena penyakit ini ( Miller,N.Z, 2004 )
7. GAMBARAN KLINIS
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas sehingga penyakit
ini telah dikenal sejak 4000 sebelum masehi dari pahatan dan lukisan dinding di
piramida mesir. Sebagian terbesar (90 persen) infeksi virus polio akan
menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5 persen akan menampilkan gejala
abortive infection, I persen non-paralytic, sedangkan sisanya menunjukkan tanda
klinik paralitik .
Penderita yang menunjukkan tanda klinik paralitik, 30 persen akan
sembuh, 30 % menunjukkan kelumpuhan ringan, 30 persen menunjukkan
kelumpuhan berat, dan 10 persen menunjukkan gejala yang berat dan bisa
menimbulkan kematian .Masa inkubasi biasanya berkisar 3-35 hari. Penderita
sebelum masa ditemukannya vaksin, terutama berusia di perbaikan sanitasi serta
penemuan vaksin, kelompok anak berusia di atas 5 tahun. bawah 5 tahun. Setelah
adanya penderita bergeser usianya pada Pada stadium akur (sejak adanya gejara
krinis hingga 2 minggu) ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat, jarang lebih
dari l0 hari, kadang diseftai sakit kepala dan muntah.
Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari permulaan sakit. Kelumpuhan
ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel motor neuron di Medula spinalis
rrulang belakang) yang disebabkan karena invasi virus.Kelumpuhan ini bersifat
asimetris sehingga cenderung menirnbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh)
lang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Sebagian terbesar
kelumpuhan akan mengenai tungkai (7g,6 persen), sedangkan 47,4 persen akan
mengenai lengan. Kelumpuhan ini akan berjalan bertahap dan memakan waktu 2
hari s/d 2 bulan).
Pada stadium sub-akut (2 minggu s/d 2 bula.) ditandai dengan
menghilangnya demam dalam waktu 24 jamatau kadang suhu tidak terlalu tinggi.
Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan anggota gerak
i'ang layuh dan biasanya padasalah satu sisi.
Stadium Konvalescent (2 bulan s/d 2 tahun) ditandai dengan pulihnya
kekuatan otot yang lemah. sekitar 50-70 persen dari fungsi otot pulih dalam
rvaktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya, sesudah usia 2 tahun diperkirakan
tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot. stadium kronik atau lebih 2 tahun dari
gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat
menetap dan kelumpuhan otot yang ada bersifat perrnanen.
8. PATOGENESIS
Virus polio ditularkan lewat jalur fekal-oral. Virus dapat diisolasi dari
sistem limfatik saluran cerna manusia, termasuk tonsil, Peyer’s patch, dan
kelenjar getah bening usus, juga dalam feses. Replikasi awal virus pada sel yang
rentan infeksi di faring dan saluran cerna sebagian besar akan menimbulkan
viremia minor dan singkat, serta asimtomatik. Apabila infeksi berlanjut, virus
akan menyebar lebih luas pada jaringan retikuloendotelial lainnya. Dilaporkan
95% infeksi primer ini asimtomatik, dan pada 4%-8% infeksi sekunder akan
muncul sebagai gajala infeksi virus non spesifik. Apabila infeksi tersebut sudah
menginvasi sistem saraf, dapat terjadi meningitis aseptik pada 1%-2% kasus, dan
terjadi polio paralitik pada 0,1%-1% kasus. Berdasarkan manifestasi klinis
spesifik, poliomielitis paralitik tanpa gejala sensoris dan gangguan fungsi kognitif.
Secara klinis, polio diklasifikasikan sebagai berikut
1. Poliomielitis spinal, ditandai dengan acute flaccid paralysis (AFP) atau
lumpuh layu akut, sekunder akibat destruksi selektif dari motor neuron
pada medula spinalis dan sekuens denervasi dari struktur muskuloskeletal
yang terlibat
2. Poliomielitis bulbar, terdapat paralisis otot pernafasan akibat serangan virus
pada neuron di batang otak yang mengontrol pernafasan
3. Poliomielitis bulbo-spinalis akibat kerusakan batang otak dan medula
spinalis.
Berdasarkan uraian di atas gambaran patologi penyakit polio dapat
beraneka ragam sesuai dengan bagian yang diserang oleh virus polio. Daerah yang
biasanya terkena ialah:
i. Medula spinalis terutama komu anterior
ii. Batang otak pada nukleus vestibularis, inti-inti saraf kranial dan
formatio retikularis yang mengandung pusat vital
iii. Serebellum terutama inti-inti pada vermis
iv. Midbrain pada masa kelabu, substansia nigra dan kadang-kadang
nukleus rubra
v. Talamus dan hipotalamus
vi. Palidum
vii. Korteks cerebri daerah motoris.
viii. Medula spinalis yang sering kena ialah segmen cervicalis dan
lumbalis..
Gambar bagian-bagian tubuh yang lumpuh akibat virus Polio
9. MASA INKUBASI
Masa inkubasi penyakit polio 3-6 hari dan kelumpuhan terjadi dalam waktu
7-2 hari. Paparan virus polio pada seseorang dapat menimbulkan bentuk klinik:
1. Inapparent infection, tanpa gejala klini( yang terbanyak terjadi (72%)
2. Infeksi klinik ringan, sering terjadi (24%) dengan gejala panas, lemas,
malaise, pusing, muntah, tenggorakan sakit dan gejalan kombinasi.
3. Abortive poliomyelitis ,jarang terjadi 4 % didahului dengan panas
,malaise,pusing ,muntah,malaise,dan sakit perut.
4. Paralyic Poliomyelitis, dimulai dari gejala seperti pada infeksi klinlk
ringan, diselang dengan periode 1-3 hari tanpa gejala lalu disusul
dengan nveri otot, kaku otot dan demam.
5. Post polio syndrome (PPS) yaitu bentuk manifestasi lambat (15-40
tahun) :etelah infeksi polio dengan gejala klinik polio paralitik yang
akut. Gejala yang muncul adalah nyeri otot luar biasa, paralisis baru.
Patogenesis neium jelas namun bukan akibat infeksi 5 yang persisten.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
1. Bentuk spinal,dapat mengenai otot leher,toraks
abdomen,diafragma,dan ekstremitasan
2. Bentuk bulbar,dapat mengenai satu atau lebih saraf cranial,gangguan
pusat pernafasan, termoregulator,dan sirkulasi
a. Saraf otak yang terkena :
I. Bagian atas (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh.
II. Bagian bawah (N.IX – N.XIII ) : pasase ludah di faring
terganggu sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus dan
dapat menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga
penderita memerlukan ventilator.
b. Gangguan pusat pernafasan dimana irama nafas menjadi tak
teratur bahkan dapat terjadi gagal nafas.
c. Gangguan sirkulasi dapat berupa hipertensi,kegagalan sirkulasi
perifer atau hipotensi
d. Gangguan termoregulator yang kadang-kadang terjadi
hiperpireksia.
3. Bentuk bulbospinal yang merupakan gejala campuran antara
bentukspinal dan bentuk bulbur.dan gejalanya berupa : kadang
ensepalitik, di sertai dengan delirium, kesadaran menurun, tremor dan
kejang.
Pengambilan Specimen
Pada pemeriksaan laboratorium perlu ditunjang adanya specimen yang
sesuai. Berikut pengambilan dan penanganan specimen laboratorium untuk
penyakit polio :
a) Untuk penderita yang tidak dirawat:
- Tinja.
b) Untuk penderita yang dirawat:
- Flaccid paralisis: tinja, apus tenggorokan.
- Meningo-enchepalitis: tinja, apus tenggorokan dan cairan
serebrospinal.
- Kematian: spesimen nekrocopi; jaringan
dari brain stem, spinal cord dan
decending colon dan serum .
Apus Tenggorokan
Apus tenggorokan steril diusapkan perlahan ke dinding tonsil
bagian belakang pharing, setelah keluar lidi dipotong di bavvah ujung
kapas. Ujung kapas dimasukkan dalam botol srew cap berisi Virus
Transport Media (VTM). Apus tengorokan agak kurang bermanfaat
mengingat virus polio hanya berada di oropharinx 7-10 hari setelah onset
penyakit.
Cairan Serebrospinal
Dua sampai 3 cc cairan cerebrospinal dimasukkan dalam vial screw cap
tanpa VTM.
Nekroskopi
Jaringan Nekroskopi
Diambil pada jaringan otak, servikal, lumbar kord, medulla dan pons pada
penderita yang meninggal. Spesimen dimasukkan dalam vial screw cap
dengan VTM yang cukup agar spesimen tetap basah. Besarnya jaringan
yang diambil sekitar 1 cm3.
Pemeriksaan
Diagnosis poliomielitis paralitik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis penyakit polio yaitu adanya kelumpuhan
flaksid yang mendadak pada salah satu atau lebih anggota gerak
dengan refleks tendon yang menurun atau tidak ada pada anggota gerak yang
terkena, yang tidak berhubungan dengan penyebab lainnya, dan tanpa adanya
gangguan sensori atau kognitif. Sedangkan untuk pemeriksan laboratorium yang
dapat digunakan dalam menunjang diagnose penyakit polio terdapat beberapa
jenis. Berikut pemeriksaa penunjang diagnose penyakit polio :
1. Isolasi
Isolasi atau Genomic sequencing berguna untuk menentukan tipe virus
polio, apakah dari jenis “wild type”, atau berasal dari strain vaksin
“vaccine type”. Pemeriksaan dilakukan menggunakan reverse
transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) (Alomedika, 2018).
Virus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok
pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu.
Berbeda dengan enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat di isolasi dari
cairan serebrospinalis. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat
dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi
dengan memakai serum pada fase akut dan konvalesen.
12. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit. Pemulihan motorik pada
poliomielitis umumnya cukup baik. Pada kasus polio spinal, bila sel-sel saraf
rusak total maka kelumpuhan dapat menetap.23 Prognosis buruk pada bentuk
bulbar. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau
infeksi sekunder pada jalan napas.
13. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang sering ditemukan dalam penyakit polio yaitu :
Sekuele, yaitu cacat anggota tubuh yang terkena lumpuh layu, sehingga
mengakibatkan kontraktur otot-otot, atau deformitas anggota tubuh
Afagia, atau terjadinya gangguan menelan karena kelumpuhan daerah mulut
hingga kerongkongan yang berhubungan dengan mekanisme menelan
Sindrom post-polio
Deformitas, tergantung pada lokasi terjadinya, dapat berlanjut menjadi
osteoporosis, fraktur, osteoartrosis, dan scoliosis
equinus foot (club foot),
gangguan pergerakan sendi,
neuropati.
komplikasi akibat tirah baring lama
The Global TCG (Technical Consultation Group), badan pakar polio, telah
mengumpulkan wacana mengenai bagaimana melindungi penduduk selama
penghentian vaksinasi dan bagaimana menurunkan resiko kembalinya virus ini
serta bagaimana menanggulangi bila ini terjadi.19,21 Pilihan vaksin mana yang
akan digunakan selama masa transisi dan kapan serta bagaimana cara penghentian
imunisasinya belum diputuskan. Kondisi bebas VPL sangat sukar dicapai karena
pada dasarnya vaksin yang digunakan adalah virus polio yang dilemahkan.
Program eradikasi cacar merupakan acuan eradikasi polio, namun ada perbedaan
yang mendasar dibandingkan dengan imunisasi cacar.
Vaksin cacar terbuat dari virus vaccinia yang meskipun masih bersaudara
dengan virus cacar, namun bukan virus cacar. Kalaupun terjadi back-mutation
atau terjadi komplikasi yang berat pada vaksinasi cacar, tidak pernah terjadi kasus
klinik cacar, karena vacccinia tidak menyebabkan kasus klinik cacar. OPV yang
dibuat dari virus polio liar yang dilemahkan, tetap merupakan gabungan ketiga
serotipe polio yang bila mengalami back mutation menjadi neurogenik kembali,
akan kembali bersifat seperti virus polio liar dan dapat menimbulkan wabah
kembali. IPV meskipun juga berasal dari ketiga serotipe virus polio, kecil
kemungkinannya menjadi aktif kembali, setelah dinonaktifkan / dibunuh dengan
panas dan bahan kimia.
VAPP adalah bentuk KIPI dari OPV dan jumlah kasus global VAPP
adalah 250-500 kasus per tahun. Kemungkinan VAPP telah dikenal sejak 1962,
sesaat setelah penggunaan vaksin monovalen P3. Resiko kasus VAPP adalah
sekitar satu kasus per 3.3 juta dosis, pada saat PIN sekitar satu kasus per 6 juta
dosis dan terutama terjadi pada pemberian vaksinasi yang pertama. Meskipun
sampai sekarang banyak yang menyatakan kelumpuhan ini akibat berbagai faktor
penyebab yang berbeda, namun evidence ini mendukung adanya hubungan :
1. sindroma kliniknya mirip poliomielitis
2. virus vaksin sering di isolasi dari tinja kasus
3. ada riwayat paparan vaksin\
4. kasus resipien dan kontak menbentuk gerombolan (cluster)
setelah mendapat OPV
5. virus yang diekskresi menunjukkan mutasi kearah neurovirulent
6. prevalensi VAPP paling tinggi pada penderita imunodefisiensi (B
cell deficiencies), kelompok yang juga rentan terhadap VPL
poliovirus.
N.Z, Miller.2004. The polio vaccine: a critical assessment of its arcane history,
efficacy, and long-term health-related consequences. USA: Thinktwice
Global Vaccine Institute.
Oktaviani, dkk. 2015. “Penyakit polio https://www.academia.edu/18550613/Polio
Oktaviani, Rini dkk. (2013). “Penyakit Polio (Tugas Isu Terkini Penyakit
Menular)”. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Dipenegoro
Semarang
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/poliomielitis/diagnosis,
diakses pada 19 November 02.36 WIB