Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH P2M

FLU BURUNG

DI SUSUN OLEH :

Nabila Reviana Djaladjani 811419159

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................i

A. Definisi Flu Burung....................................................................................................................1

B. Faktor Resiko Flu Burung...........................................................................................................2

C. Penyebab Flu Burung..................................................................................................................4

D. Gejala Flu burung.......................................................................................................................5

E. Pencegahan dan pengobatan Flu burung.....................................................................................6

F. Program Pengendalian flu burung...............................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................8

i
A. Definisi Flu Burung
Penyakit avian influenza (AI) atau yang biasa di sebut Flu burung, merupakan penyakit
infeksius pada unggas yang disebabkan oleh virus AI tipe A, yang termasuk dalam keluarga
Orthomyxoviridae. Hampir semua spesies unggas peka terhadap infeksi virus AI. Selain mampu
menginfeksi berbagai jenis unggas, virus AI tipe A juga mampu menginfeksi berbagai spesies
hewan mamalia dan manusia.
Berdasarkan sifat antigenisitas glikoprotein permukaan virus, maka virus influenza tipe A
memiliki 18 Hemaglutinin (HA) dan 11 Neuramidase (NA) Penelitian terbaru tentang virus AI
pada kelelawar di Guatemala (Amerika Tengah) diidentifikasi sebagai subtipe H17N10 Virus Ai
yang diisolasi kelelawar di sekitar Amazon, teridentifikasi sebagai virus AI subtipe H18N11
Dilaporkan juga bahwa selain subtipe H17, H18, N10, dan N11, semua kombinasi H dan N
lainnya telah ditemukan pada unggas.
Indonesia pada bulan Januari 2004 pun dikejutkan dengan kematian ayam ternak yang
luar biasa ( terutama di Bali, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sejumlah daerah lainya).
Awalnya kematian tersebut disebabkan virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh
Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian Influenza). Jumlah unggas yang
mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 provinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275
ekor (4,77%)
Saat ini hampir disetiap daerah di Indonesia selalu ditemukan kasus flu burung, termasuk
Riau. Data kasus flu burung di Provinsi Riau sampai dengan desember 2008, jumlah kasus
suspek adalah 96 kasus dan jumlah kasus konfirmasi sebanyak 7 kasus. Kasus suspek adalah
kasus flu burung yang menunjukkan gejala yang mirip dengan flu burung namun belum
dilakukan pemeriksaan laboratorium sedang kasus konfirmasi adalah kasus flu burung yang
menunjukkan gejala penyakit flu burung dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil
positif terinfeksi virus flu burung H5N1
Proses serangan virus flu burung pada manusia perlu diwaspadai karena dapat berpotensi
untuk menular antar manusia dan menyebabkan kematian. Walaupun saat ini, transmisi penyakit
ini masih sangat jarang, akan tetapi pengawasan dan monitoring perlu terus menerus
ditingkatkan guna mengantisipasi semakin meningkatnya adaptasi virus HPAI ini terhadap
manusia [1]. Flu burung menular dari unggas ke unggas dan dari unggas ke manusia, melalui air

1
liur, lendir dari hidung dan dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal
dari kotoran atau sekreta unggas/unggas yang menderita flu burung
Sejak tahun 2003 telah terjadi penyebaran yang semakin luas dari HPAI-H5N1 ke
beberapa negara lain, dengan angka kematian yang cukup tinggi. Pada tahun 2003-2006 terjadi
kecenderungan yang meningkat baik angka kesakitan ataupun angka kematian manusia yang
terkena infeksi virus H5N1 Kematian karena infeksi virus flu burung dapat dihindari dengan
pemberian treatment kepada manusia yang terinfeksi flu burung. Dalam disebutkan bahwa
treatment dapat mengendalikan masalah optimal untuk meminimalkan jumlah populasi yang
rentan dan terinfeksi. Treatment memiliki dampak positif dalam mengendalikan penularan
penyakit

B. Faktor Resiko Flu Burung


Adapun faktor-faktor resiko terjadinya penularan Flu burung adalah:
1. Faktor Lingkungan
Perubahan lingkungan global akan mempengaruhi jenis penyakit yang muncul sebab
keadaan lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Di dalam
lingkungan yang sesuai, peyebab penyakit dapat ditularkan dari manusia ke manusia, dari hewan
ke hewan atau dari manusia ke hewan. Keadaan – keadaan lingkungan seperti kondisi tempat
tinggal, jarak tempat tinggal dengan unggas, jumlah unggas, kondisi kandang, keadaan udara,
keadaan tanah, kotoran unggas, perlindungan diri (Proteksi), sumber makanan unggas, dan
adanya burung liar sekitar tempat tinggal sangat berperan. Faktor lingkungan yang sangat
dominan mempengaruhi penularan Avian Influenza cenderung terjadi pada keluarga yang
melakukan aktivitas berternak unggas atau terpapar unggas, tempat tinggal mereka berada sangat
dekat dengan kandang unggas (<25 meter). Jumlah unggas masih dalam jumlah kecil (<20 ekor).
Kondisi kandang kotor, masih terdapat kotoran unggas disekitar tempat tinggal. Keadaan udara
dan tanah pada umumnya kering, tidak ada burung/unggas liar disekitar tempat tinggal.

2. Faktor Perilaku
Faktor perilaku penderita turut mempengaruhi terjadinya penularan Avian Influenza,
dimana jika tingkat pengetahuan penderita tentang flu burung masih kurang pada saat terjadinya
kasus dan setelah terjadinya kasus mengenai flu burung.

2
3. Faktor Upaya penanggulangan Avian Influenza
Menurut Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo 2006), dalam upaya
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi
pandemi influenza, Pemerintah RI mempunyai rencana strategis nasional. Adapun rencana
strategis tersebut adalah:

- Pengendalian penyakit Avian Influenza pada hewan.


- Penatalaksanaan kasus pada manusia dan pencegahan infeksi baru pada unggas (Koordinasi
dengan Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup).
- Perlindungan pada kelompok resiko tinggi (koordinasi dengan Departemen Pertanian).
- Surveilans epidemiologi (Pada manusia dan unggas/hewan).
- Restrukturisasi sistem industri perunggasan.
- Komunikasi, resiko, informasi dan peningkatan kesadaran masyarakat.
- Memperkuat peraturan perundang-undangan.
- Peningkatan kapasitas (Capacity Building).
- Penelitian kaji tindak.

Selain itu, dalam penanggulangan penyakit, langkah utama yang dilakukan pemerintah
adalah meliputi pencegahan, pengobatan, pengendalian, penolakan dan pemberantasan. Namun
demikian, strategi yang digunakan tergantung pada patogenitas virus yang ada, jenis unggas
terserang, distribusi geografi penyakit, keperluan pasar domestik atau internasional dan status
ekonomi negara. Sehingga langkah pencegahan dan penanggulangan harus meliputi :

1. Kesiagaan Darurat
Keterlambatan dalam penanganan wabah dapat berakibat meluasnya daerah penyebaran penyakit
dan permasalahannya akan bertambah kompleks. Antisipasi datangnya bahaya atau
kesiapsiagaan sangat diperlukan untuk peningkatan kewaspadaan, terutama kewaspadaan sedini
mungkin sebelum semuanya menjadi terhambat.

3
2. Biosekuriti
Faktor terpenting dalam menghadapi bahaya wabah Avian Influenza adalah
melaksanakan biosekuriti secara ketat. Gerakan melaksanakan biosekuriti perlu dilakukan secara
menyeluruh dan diikuti dengan sosialisasi pentingnya melakukan praktek biosekuriti secara
benar kepada masyarakat, khususnya peternak dan para pekerja peternakan. Tujuan dilakukannya
biosekuriti ini adalah untuk menahan virus Avian Influenza yang terdapat disumber infeksi agar
tidak terjadi pencemaran lingkungan (Biokontainmen), untuk mencegah terjadinya perembesan
atau introduksi jasad renik ke peternakan yang masih bebas AI dan untuk mencegah terjadinya
perkembangan virus AI lebih lanjut.

3. Program Vaksinasi
Apabila wabah telah terjadi disuatu daerah dengan populasi ayam yang padat dan
pelaksanaan biosekuriti tidak seimbang dengan pelaksanaan dan penataan peternakan yang
sesuai dengan sistem industri modern, maka tindakan vaksinasi harus menjadi pilihan pertama
untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Target yang diharapkan dari vaksinasi ini
adalah untuk menurunkan derajat kerentanan terhadap infeksi dan menurunkan jumlah virus
yang tercurah kedalam suatu lingkungan. Vaksin yang digunakan pun akan lebih baik dengan
menggunakan vaksin inaktif homologous atau vaksin yang disiapkan dari ‘autogenous’ yakni
vaksin dengan subtipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit untuk unggas yang akan
dilindungi.

C. Penyebab Flu Burung


Walaupun flu burung telah lama dikenal, namun bahwa penyebabnya oleh sebuah agen
filterable yaitu sejenis virus, baru diketahui pada tahun 1901. Pada tahun 1955, virus ini
diidentifikasikan kedalam jenis virus influenza tipe A yang termasuk kedalam keluarga
Orthomyxoviridae.
Virus influenza ini terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B, dan tipe C.
Partikel virus ini memiliki sampul dengan aktivitas Hemaglutinin (HA) dan Neuramidase (NA)
yang merupakan kunci dasar dalam penentuan identitas serologik dari virus influenza dengan
menggunakan nomor kombinasi H dan N. Dalam virus tipe A mempunyai 16 Hemaglutinin (H1-
H16) dan 9 Neuramidase (N1-N9). Beberapa sub tipe (strain) yang sudah dikenal antara lain

4
H1N1, H1N2, H2N2, H3N3, H5N1, H7N7, dan H9N1. Beberapa diantara sub tipe virus tersebut
dikenal sangat ganas, yaitu H5 dan H7, sedangkan sub tipe virus yang ditemukan mewabah dan
menyebabkan terjadinya flu burung dibeberapa negara Asia adalah H5N1.
Virus Avian Influenza merupakan virus yang lemah dan tidak tahan terhadap panas dan
desinfektan. Dalam daging ayam, virus ini mati dengan pemanasan pada suhu 80ºC selama satu
menit atau 70°C selama 30 menit. Pada telur ayam, virus ini mati pada suhu 64°C selama 4,5
menit. Namun pada kotoran ayam, virus Avian Influenza mampu bertahan selama 35 hari pada
suhu 4°C. Sedangkan dalam air, virus tersebut dapat bertahan hidup selama 4 hari pada suhu
0°C. Dikandang ayam, virus ini mampu bertahan hidup selama 2 minggu setelah depopulasi
ayam
Sifat lainnya dari virus Avian Influenza menurut Halvorson (2002) adalah mudah
mengalami mutasi, mampu mengaglutinasi sel darah merah pada ayam dan virus mudah mati
diluar tubuh (tidak stabil dilingkungan). Sedangkan karakteristik biologis virus AI menurut
Tabbu (2007) adalah komposisi genetik virus AI sangat labil (mudah mengalami mutasi,
virulensi dan patogenitas sangat bervariasi) dan sangat mudah menular dengan pola
penularannya sulit diketahui.

D. Gejala Flu burung


Gejala penyakit flu burung dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala pada unggas dan
gejala pada manusia
1. Gejala pada unggas
- Pembengkakan pada kepala
- Ada Cairan yang keluar dari hidung dan mata
- Diare
- Batuk, bersin dan ngorok
- Pendarahan dibawah kulit (sub kutan)
- Pendarahan titik (ptechie) pada ayam
- Jengger, dan kulit yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan
- Borok di kaki
- Kematian mendadak

5
2. Gejala pada manusia
- Demam(suhu badan diatas 38oC)
- Batuk, sesak napas, dan mengeluarkan lender bening dari hidung
- Sakit tenggorokan
-Diare dan muntah-muntah
- Peradangan di paru-paru (pneumonia)
- Kematian dengan cepat jika tidak segera diatasi

E. Pencegahan dan pengobatan Flu burung


Angka kematian avian influenza masih tinggi, sehingga diperlukan berbagai upaya
pencegahan sehingga penyakit tersebut tidak terjadi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
pencegahan avian influenza, meliputi: menghindari kontak dengan dengan unggas atau bahan
yang berasal dari unggas yang sakit, pemberian obatobatan (khemoprofilaksis), dan pemberian
vaksin. Unggas yang sakit memperlihatkan gejala seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak,
sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Pada unggas yang sakit juga dapat
terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan
reproduksi berupa penurunan produksi telur. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala.
Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2
sampai 3 hari dari permulaam timbulnya gejala. Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan
cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan tindakan seperti
menggunakan menggunakan pelindung (masker, kaca mata renang) bagi setiap orang yang
berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas. Bahan yang berasal dari
saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak
menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. Alat-alat yang dipergunakan dalam
peternakan harus dicuci dengan desinfektan. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari
lokasi peternakan. Daging ayam yang dikonsumsi harus terlebih dahulu dimasak pada suhu 80°C
selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64°C selama 5 menit.
Tindakan lainnya adalah melaksanakan kebersihan lingkungan dan melakukan kebersihan diri.

6
F. Program Pengendalian flu burung
Dalam pengendalian pandemik, perlu dilakukan secara simultan pada kedua kelompok
pejamu utama yaitu unggas dan manusia. Pengendalian terhadap unggas berupa pemusnahan
unggas selama wabah. Pengendalian dengan pemusnahan unggas telah dilakukan di Hongkong,
Thailand, dan Vietnam. Namun hasilnya masih minimal. Karena itu, diperlukan sejumlah
tindakan non medis lainnya yang dapat meminimalkan penularan, yang meliputi: isolasi,
pelacakan sumber, pembatasan perjalanan (dosmestik dan international), dan peliburan tempat
massal seperti sekolah dan kantor.

7
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, D. A., Kharis, M., & Asih, T. S. N. (2019). Model Penyebaran Flu Burung Pada Manusia
Dan Dinamika Populasi Recruitment-Death Pada Unggas. UNNES Journal of Mathematics,
8(2), 4–7.

Bakhtiar. (2011). Manifestasi Klinis, Tatalaksana Dan Pencegahan Avian Influenza Pada Anak.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 11(1), 16–27.

Donal, & Abidin, Z. (2011). Faktor Penyebab Terjadinya Penularan Penyakit Flu Burung pada
Manusia di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(3),
142–148.

Helmi, T. Z., Yulisma, R., Panjaitan, B., Tabbu, C. R., & Haryanto, A. (2015). Deteksi dan
Identifikasi Cemaran Virus Avian Influenza pada Pasar Tradisional di Kabupaten Aceh
Besar dan Kota Banda Aceh. Jurnal Sain Veteriner, 33(2), 251–258.

Prima, I. B. (2007). Upaya Penanganan Dan Pengendalian Flu Burung ( Avian Influenza ) Pada
Unggas Di Kota Bogor. 17.

Temaja, I. G. B., Suartha, I. N., & Mahardika, I. G. N. K. (2013). Fakto-Faktor Risiko Tertular
Flu Burung di Desa-Dewsa Kabupaten Klungkung,. Jurnal Veteriner, 14(2), 184–189.

Anda mungkin juga menyukai