Anda di halaman 1dari 4

A.

Definisi Asma

Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius. Penyakit ini dapat menyerang
semua orang dari segala usia di seluruh dunia. Asma adalah gangguan peradangan saluran
pernapasan kronis di mana banyak sel dan elemen – elemen seluler yang seperti sel mast,
eosinophil, limfosit T, neutrophil dan sel epitel yang dapat menyebabkan inflamasi.

Asma juga dikatakan sebagai penyakit saluran pernapasan kronik yang telah lama dikenal
masyarakat luas dan merupakan penyakit genetik dengan penyebab belum diketahui secara pasti.
Prevalens penyakit ini dilaporkan dari tahun ke tahun terus meningkat di seluruh dunia. Asma
didefinisikan juga sebagai suatu keadaan di mana saluran napas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Pada penderita
asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan pada paru-paru
normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pendapat lain juga menyatakan bahwa penyakit asma adalah terjadinya penyempitan
saluran nafas akibat suatu proses peradangan (inflamasi). Pada asma, terjadi 3 (tiga) jenis proses
yang bersamaan, yaitu peradangan (inflamasi) pada saluran nafas, penyempitan saluran nafas
(bronkokonstriksi), pengeluaran cairan mukus/lendir pekat secara berlebihan akibat dari tiga
proses pada asma tersebut, maka pasien asma dapat mengalami kesukaran bernafas atau sesak
yang disertai batuk dan mengi. Bentuk serangan akut asma mulai dari batuk yang terus-menerus,
kesulitan menarik nafas atau mengeluarkan nafas sehingga perasaan dada seperti tertekan, serta
nafas yang berbunyi. prevalens asma pada anak sebesar 8 – 10%, orang dewasa 3 – 5% dan
dalam 10 tahun terakhir meningkat sampai 50% di seluruh dunia.2 Menurut data WHO,
penyandang asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diprediksi jumlah ini akan
meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025.

Asma terjadi karena faktor genetik dan faktor pencetus yang disebut dengan asma
campuran. Faktor genetik merupakan bakat pada seseorang yang ditandai terdapatnya gen
tertentu pada seseorang pengidap asma. Gen didapat karena diturunkan untuk menjadi “sakit”
asma, faktor keturunan saja tidak cukup, harus ada faktor pencetus. Faktor pencetus dapat
digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh. Yang termasuk faktor
pencetus dari dalam tubuh yaitu infeksi saluran nafas, stres, stres psikis, aktivitas, olahraga,
maupun emosi berlebihan. Faktor pencetus dari luar tubuh yaitu debu (debu rumah), serbuk
bunga, bulu binatang, zat makanan, minuman, obat tertentu, zat warna, bau-bauan, bahan kimia,
polusi udara, serta perubahan cuaca atau suhu.

Riwayat kesehatan seseorang yang menderita penyakit asma cenderung mendapat stres
fisik dan psikologis, sehingga seseorang yang rentan terhadap stres akan merusak keseimbangan
fungsi tubuh. Kendall dan Hammen menjelaskan stres dapat terjadi pada individu ketika terdapat
ketidakseimbangan antara situasi yang menuntut dengan perasaan individu atas kemampuannya
untuk bertemu dengan tuntutan-tuntutan tersebut. Situasi yang menuntut tersebut dipandang
sebagai beban atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Ketika individu tidak
dapat menyelesaikan atau mengatasi stres dengan efektif maka stres tersebut berpotensi untuk
menyebabkan gangguan psikologis.

B. Gejala Asma

Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing, pusing-pusing,
sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan.
Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan
ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Pada umumnya penderita asma akan
mengeluhkan gejala batuk, sesak napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan
batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan
saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan di dada, gangguan
tidur disertai dengan sesak napas dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala
yang harus ada bila serangan asma muncul.

Gejala asma sering terjadi pada malam atau pagi hari. Gejala yang ditimbulkan
diantaranya batuk – batuk, sesak nafas, bunyi saat bernafas (wheezing atau mengi), rasa tertekan
pada dada, dan gangguan tidur pada malam hari karena batuk yang berlebihan dan adanya rasa
sesak nafas. Gejala ini bersifat reversibel dan episodik berulang. Gejala asma dapat diperburuk
oleh keadaan lingkungan seperti adanya debu, polusi, asap rokok, bulu binatang, uap kimia,
perubahan temperatur, obat (aspirin, beta – blocker), olahraga berat, infeksi saluran pernafasan,
serbuk bunga dan stres. Gejala asma dapat menjadi lebih buruk akibat adanya komplikasi
terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distres pernafasan atau yang
lebih dikenal dengan Status Asmaticus.

Status Asmaticus ditandai dengan adanya suara nafas wheezing, yang kemudian berlanjut
menjadi pernafasan labored (pepanjangan ekshalasi), perbesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea, kemudian berakhir tachypnea. Namun besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing akan menghilang dan akan menjadi pertanda bahaya
gagal pernafasan. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan nafas.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal
diakibatkan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekret yang
kental atau berlebihan akibat adanya infeksi, imobilisasi, status sekret, dan batuk tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, K. N. (2019). Peran Keluarga dalam Perawatan Penderita Asma Di Desa Sukoreno
Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo I Kulon Progo. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
9–25.

Cahyanti, H. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Masalah Ketidakefektifan


Bersihan Jalan Nafas (Di Ruang Asoka RSUD Dr. Harjono Ponorogo).

Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Medikora, v(1), 71–91.

Oktarina, Y., Nurhusna, & Nurlinawati. (2018). Pemberdayaan Kader Kesehatan Melalui
Pelatihan Senam Asma Dan Teknik Pernapasan Buteyko Sebagai Upaya Mengurangi
Kekambuhan Dan Menurunkan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Puskemas Olak
Kemang Dan Puskesmas Simpang Iv Sipin. 2(2), 115–120.

Resti, I. B. (2014). Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada Penderita
Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 3(2), 1–46.

Sihombing, M., Alwi, Q., & Nainggolan, O. (2022). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penyakit Asma Pada Usia ≥ 10 Tahun Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). Jurnal
Respirologi Indonesia, 30(No. 2), 85–91.

Tanjung, D. H. (2015). Jaringan Saraf Tiruan dengan Backpropagation untuk Memprediksi


Penyakit Asma. Creative Information Technology Journal, 2(1), 28.

Anda mungkin juga menyukai