Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENYAKIT ASMA

OLEH :

NAMA : SYIFA APRILIA

NIM : P07131322039

MATA PELAJARAN : PATOFISIOLOGI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH


PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

BANDA ACEH
DAFTAR ISI

Daftar isi
BAB 1

PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
Latar Belakang………………………………………………………………... 1
BAB 2
PEMBAHASAN
Definisi……………………………………………………………………….. 3
Tanda Gejala Asma…………………………………………………………… 5

Patogenesis Asma…………………………………………………………….. 5
Inflamasi dan Remodelling Saluran Asma…………………………………… 6
Patofisiologi Asma……………………………………………………………. 7
Epidemiologi Asma…………………………………………………………… 8
Etiologi Asma………………………………………………………………… 9

Faktor Resiko Asma………………………………………………………….. 9

Faktor Predisposisi …………………………………………………………... 10

Faktor Presipitasi……………………………………………………………... 10

Komplikasi Asma…………………………………………………………….. 11

Klasifikasi…………………………………………………………………….. 11

Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………. 13

Penatalaksanaan Asma………………………………………………………… 13

Inhaler…………………………………………………………………………. 14

Macam-macam Inhaler………………………………………………………… 14

BAB 3

i
Kesimpulan……………………………………………………………………. 16

Daftar Pustaka…………………………………………………………………. 17
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di Negara
maju tetapi juga dinegara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initatif For
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah 300 juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat
hingga 180.000 orang pertahun (GINA,2012).

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang bersifat reversible
dengan cirri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengiepisodik, batuk, dan sesak
di dada akibat penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk, 2011).

Serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,
gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang.
Penderita ini mengalami gejala berupa batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada
tertekan yang timbul dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang dapat
mengancam jiwa (Karinna Haq, Rosma, 2008).

Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah diklasifikasikan
menjadi empat jenis yaitu: 1) intermiten, merupakan jenis asma yang terjadi bulanan
dengan gejala kurang dari satu kali seminggu, tidak menimbulkan gejala di luar
serangan dan biasanya terjadi dalam waktu singkat. 2) persisten ringan yang
serangannya terjadi mingguan dengan gejala lebih dari satu kali seminggu tetapi
kurang dari satu kali sehari, yang dapat mengganggu aktivitas dan tidur. 3) persisten
sedang dengan gejala yang muncul setiap hari dan membutuhkan bronkodilator setiap

1
hari. 4) persisten berat yang terjadi secara kontinyu, gejala terus menerus, sering
kambuh dan aktivitas fisik terbatas (GINA, 2012).

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kondisi yang berulang dimana rangsangan


tertentu mencetuskan saluran pernafasan
menyempit untuk sementara waktu sehingga
mempersulit jalan pernafasan.

Asma adalah suatu gangguan pada jalan


nafas bronkial yang dikarakteristikkan dengan
bronkospasme yang reversible. (Joyce M.
Black : 1996).

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversible, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi atau peradangan dan hiperresponsif. ( Reeves, 2001 : 48).

Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala mengi serta
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodic dan atau kronik,
cenderung pada malam hari atau dini hari, musiman. Adanya faktor penerus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan

3
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. ( Nelson, 1996).

Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan


inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi dapat menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini
hari.

WOC ASMA

4
TANDA GEJALA ASMA

Gejala asma sering terjadi pada malam atau pagi hari. Gejala yang ditimbulkan
diantaranya batuk –batuk, sesak nafas, bunyi saat bernafas, rasa tertekan pada dada,
dan gangguan tidur pada malam hari karena batuk yang berlebihan dan adanya rasa
sesak nafas. Gejala ini bersifat reversible dan episodic berulang (Bruner & Suddart,
2011).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan seperti adanya debu,
polusi, asap rokok, bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, obat,olahraga
berat, infeksi saluran pernafasan, serbuk bungan dan stress. Gejala asma dapat lebih
buruk akibat adanya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya
gejala terhadap distress pernafasan atau yang lebih dikenal dengan status asmaticus
(Brunner & Suddart, 2011).

2.2 Patogenesis Asma

Pengertian sebelumnya asma diartikan sebagai sumbatan jalan nafas yang timbul
mendadak, akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama
timbulnya gejala diakibatkan hipereaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama
adalah mengatasi bronkospasme. ASma merupakan suatu proses inflamasi kronik
yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran
udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas.Gambaran khas adanya inflamasi
saluran respiratorik adalah aktivitas eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit. T
pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun
asmanya ringan atau tidak bergejala. (PP IDAI, 2004).

5
Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan allergen awalnya
menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel plasma. Ig E
melekat pada Fc reseptor pada membrane sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan
berikutnya dari allergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate asthma
reaction) (Warner, 2002).

Inflamasi dan Remodelling Saluran Nafas

Sejalan dengan proses inflamasi kronik, kerusakan epitel bronkus merangsang


proses perbaikan saluran respiratorik yang menghasilkanperubahan structural dan
fungsional yang menyimpang pada
saluran respiratorik yang dikenal
dengan istilah remodeling atau repail.
Kerusakan epitel bronkus disebabkan
dilepaskannya sitokin dari sel
inflamasi seperti eosinofil. Kini
dibuktikan bahwa otot polos saluran
napas juga memproduksi sitokin dan
kemokin seperti eotaxin, RANTES,
GM-CSF dan IL-5, juga faktor

Gambar 1. Patogenesis Penyakit Asma

pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen di


lamina propia (Warner, 2001).

6
Gambar 2. Proses Inflamasi & Remodellinh pada Asma

Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum
bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan
lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodellinh telah terjadi
sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi dini diberikan
segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat untuk
mencegah terjadinya proses remodellinh (Warner, 2001).

2.3 Patofisiologi Asma

Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi,


hipersekresi mucus, edema mukosa,
infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel
epitel serta sel radang (Price, 1995).

Berbagai rangsangan alergi dan


rangsangan nonspesifik, akan adanya
jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan

7
respon bronkokontriksi dan radang.

Rangsangan ini meliputi allergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari
kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok,
polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olahraga
(Sundaru, 2006).

2.4 Epidemiologi Asma

Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai gejala
pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamnya
muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang
hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani.
Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya
tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan
fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).

8
2.5 Etiologi Asma

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,


imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu.
Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf
otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau
iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferen, yang
pada ujung cabang eferen merangsang kontraksi otot polos bronkus (Sundaru, 2006)

Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan


kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik
pada beberapa anak saat pubertas, hal ini dikaitkan dengan hormonal. Selain itu
faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala asma pada beberapa anak
dan dewasa yang menderita penyakit asma, tetapi emosional atau sifat dan perilaku
dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis
lainnya dikaitkan dengan psikologis yang labil pada anak (Sundaru, 2006).

2.6 Faktor Resiko Asma

Beberapa faktor resiko timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti,
antara lain: riwayat keluarga, tingkat sosial ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan,
letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar
asap rokok.

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor
resiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan
resiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang
disebut trigger faktor atau faktor pencetus (GINA,2006). Adapun faktor resiko
pencetus asma bronkial antara lain :

1. Asap rokok

9
2. Tungau debu rumah

3. Jenis kelamin

4. Binatang peliharaan

5. Jenis makanan

6. Perabot rumah tangga

7. Perubahan cuaca

8. Riwayat penyakit keluarga

Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma


Bronkhial

Faktor Predisposisi

1) Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

Faktor Presipitasi

1) Alergen

Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

10
1. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang, bakteri dan
polusi.

2. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan,


logam,dan jam tangan.

2) Perubahan cuaca

3) Stress

4) Lingkungan kerja

5) Olahraga atau aktivitas berat

2.7 Komplikasi Asma

Komplikasi yang mungkin akibat penyakit asma bronkial, antara lain sebagai
berikut (Vitahealth, 2006) :

1. Pneumothorax

2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Gagal napas

5. Bronkhitis

6. Fraktur iga

2.8 Klasifikasi

11
Berdasarkan faktor penyebabnya asma dibagi menjadi: (Hartantyo, 1997)

A. Asma ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap alergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.

B. Asma intrinsik

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari alergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang
buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Pembagian derajat asma dibuat oleh Phelan dkk (dikutip dari Konsensus Pediatri
International III tahun 1998) terbagi 3, yaitu :

1. Asma episodik jarang

Merupakan 75% populasi pada anak. Ditandai oleh adanya episode <1x setiap 4-6
minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antara episode
serangan, dan fungsi paru normal diantara serangan. Terapi profilaksis tidak
dibutuhkan.

2. Asma episodik sering

Merupakan 20% dari populasi asma pada anak. Ditandai dengan frekuensi
serang yang lebih sering dan timbul mengi saat aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah
dengan pemberian agonis B- 2 . Gejala kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru di
antara serangan hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.

3. Asma persisten

12
Terjadi pada sekitar 5% dari populasi. Ditandai dengan seringnya terjadinya
serangan, mengi timbul saat aktivitas ringan, sangat dibutuhkan agonis B- 2 pada
interval gejala. Gejala timbul lebih dari 3x/minggu.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan pada penderita asma diantaranya (
Amin Huda NUrarif %Hardi Kusuma, 2015) :

1. Spirometer

Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer / inhaler, positif jika
peningkatan VEP / KVP > 20%.

2. Sputum

Eosinofil meningkat.

3. RO dada

Yaitu patologis paru / komplikasi asma

4. AGD

Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2
turun) kemudian pada fase lanjut normokapniadan hiperkapnia (PCO2 naik).

5. Uji alergi kulit, IgE.

2.10 Penatalaksanaan Asma

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan
obat pengendali (controller). Kelompok pertama adalah obat pereda atau pelega
atau obat serangan. Obat pelega (reliever) asma ini digunakan untuk meredakan

13
serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua
adalah obat pengendali, sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi
respitorik kronik (Taufik, 2009).

Obat asma dapat diberikan lewat beberapa cara seperti oral, inhalasi atau
injeksi. Keuntungan utama obat inhalasi adalah menghasilkan efek langsung ke
saluran nafas, yang menghasilkan konsentrasi lokal tinggi dengan resiko sistemik
yang kurang (Taufik, 2009).

INHALER

Inhaler adalah obat model semprot untuk mengatasi gejala asma. Obat hirup ini
dilengkapi dengan tabung kecil berisi obat yang dimasukkan ke dalam badan
penyemprot kecil dengan corong di ujungnya. Ketimbang nebulizer, inhaler lebih
ringan dan ringkas sehingga mudah untuk dibawa ke mana pun.

Inhaler membantu mengendurkan otot-otot yang mengencang di sekitar saluran


pernapasan. Alat ini juga membantu membuka jalan napas dan memungkinkan lebih
banyak udara masuk dan keluar melalui paru-paru. Dengan demikian, proses
pernapasan menjadi lebih mudah.

A. Macam-macam inhaler

1. Inhaler Dosis Terukur

Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi
yang memerlukan tehnik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran
respiratori. Penggunaan MDI membutuhkan latihan.

14
. Para dokter sebaiknya mengajarkan pasiennya cara penggunaan yang benar, karena
sebagian besar pasien sulit mempelajarinya hanya dengan
membaca brosur. MDI mungkin tidak praktis pada
sekelompok pasien : anak kecil, usia lanjut, bingung,
cacat fisik, penderita artritis, kepatuhan pasien buruk dan
pasien yang cenderung memakai MDI secara berlebihan
(Suwondo,1991).

Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI


adalah kurang koordinasi, terlalu cepat inspirasi, tidak
menahan napas selama 10 detik, tidak mengocok kanister sebelum digunakan, tidak
berkumur-kumur setelah penggunaan dan posisi MDI terbalik (NACA, 2008).

2. Dry PowderInhaler (DPI)

Inhaler tipe ini berisi serbuk kering. Pasien


cukup melakukan hirupan yang cepat dan dalam
untuk menarik obat dari dalam alat. Zat aktifnya
dalam bentuk serbuk kering yang akan tertarik
masuk ke paru-paru saat menarik napas.

Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan turbuhaler adalah tidak membuka
tutup, tidak memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam, cara
menghirup pelan dan lemah, tidak menahan napas, dan pasien meniup turbuhaler
hingga basah (NACA, 2008).

15
BAB 3

KESIMPULAN

Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, dan mengi yang
disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Asmajuga disebut penyakit paru-paru
kronisyang menyebabkan penderita sulit bernafas. Hal ini disebabkan karena
pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri,
pembengkakan dan iritasipada saluran nafas di paru-paru. Hal ini juga disebutkan
bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh penignkatan respon dari trakea
dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan
bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebihan dari kelenjer-kelenjer di
mukosa bronkus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Reeves CJ, Roux G, dan Lockhart R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Buku 1
(penerjemah Joko Setyono). Salemba Medika: Jakarta.

National Asthma Council Australia (NACA), 2008). Inhaler technique in adults with
asthma or COPD

Taufik, 2009. Penatalaksanaan asma masa kini,


http//yayanakhyar.files.wordpress.com

Brunner, & Suddart. (2011). Keperawatan Medikal Bedah(12th ed.). Jakarta:


Kedokteran EGC.

UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: 2004.

Warner, J.O.(2001). The Role of Leukotrine Receptor Antagonists in The Treatment of


Chronic Asthma. Pubmed.gov : US National Library of Medecine National
Institutes of Health.
Sundaru, Heru, Sukamto, 2006. Asma Bronkial dalam Sudoyo, Aru W, B. Setiyohadi,
I. Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati, editor. Ilmu penyakit dalam . Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

17

Anda mungkin juga menyukai