(SNOT)
INFECTIOUS CORYZA (SNOT) DISEASE
MANAGEMENT
ABSTRAK
Penyakit ayam yang terdapat di Indonesia setiap tahun bertambah. Penyakit ayam
tersebut tidak dapat dipisahkan, baik dari ayam ras maupun ayam buras karena
pada umumnya penyakit-penyakit tersebut ditemukan pada kelompok-kelompok
ayam. Kerugian yang ditimbulkan penyakit ayam dapat berbentuk kematian,
pertumbuhan terlambat, produksi telur menurusn atau terhenti sama sekali. Selain
itu ayam yang pernah terserang penyakit dapat menjadi sumber penyakit. Salah
satu penyakit baik itu penyebab, penyebaran maupun manajemen pengendalian
dan pencegahannya. Infectious coryza (snot) merupakan suatu penyakit
pernafasan pada ayam yang disebabkan oleh bakteri Haemophillus
paragallinarum dan dapat berlangsung akut sampai kronis. Secara umum, snot
dikenal dengan penyakit yang menyebabkan kematian rendah tertapi
morbiditasnya tinggi. Penyakit ini bersifat sangat infeksius dan terutama
menyerang saluran pernafasan bagian atas. Penyakit ini merusak saluran
pernafasan bagian atas terutama rongga hidung. Snot mempunyai arti ekonomis
yang penting dalam industri perunggasan sehubungan dengan peningkatan jumlah
ayam yang diafkir, pengobatan, penurunan berat badan, penurunan produksi telur
(10%-40%) dan peningkatan biaya pengobatan. Penyakit ini dapat dicegah dengan
menggunakan vaksin.
Kata kunci : Infectious Coryza, Penyakit Ayam
ABSTRACT
Chicken diseases in Indonesia are increasing every year. These chicken diseases
cannot be separated from both purebred and domestic chickens because in
general these diseases are found in groups of chickens. Losses caused by chicken
disease can cause death, delayed growth, decreased egg production or stopped
altogether. In addition, chickens that have been attacked by disease can be a
source of disease One of the diseases is the cause, spread and management,
control and prevention. Infectious coryza (snot) is a respiratory disease in
chickens caused by Haemophilus paragallinarum and can last from acute to
chronic bacteria. In general, snot is known as a disease that causes low mortality
but high morbidity. This disease is highly contagious and mainly affects the upper
respiratory tract. This disease aims to the upper respiratory tract, especially the
nasal cavity. Snot has an important economic significance in the poultry industry
due to an increase in the number of chickens lost, treatment, weight loss,
decreased egg production (10%-40%) and increased medical costs. This disease
can be treated using vaccines.
Keyword : Infectious Coryza, Chicken Disease
Cara Penularan
melalui burung liar telah dilaporkan rongga hidung ataupun mata. Jika
oleh beberapa ahli. proses penyakit berlanjut, maka
eksudat yang bening dan encer
Gejala Klinik
tersebut akan menjadi kental
Infectious coryza dapat (makropulent sampai purulent) dan
ditemukan pada yama semua umur, berbau busuk atau tidak sedap
sejak umur 3 minggu sampai masa bercampur dengan sisa kotoran.
produksi. Ayam dewasa cenderung Kumpulan eksudat tersebut akan
bereaksi lebih parah dibandingkan menyebabakan pembengakakan di
dengan ayam muda. Penyakit ini daerah fasial dan sekitar mata. Jika
bersifat oleh masa inkubasi yang daerah yang membengkak ditekan
pendek anatara 24-46 jam, kadang- dengan jari maka akan terasa empuk.
kadang sampai 72 jam, dengan proses Pada sejumlah kasus, dapat dijumpai
penyakit yang dapat berlangsung 6-14 adanya pembengkakan pada pial
hari, tetapi dapat juga berlangsung terutama pada ayam bibit jantan
beberapa bulan (2-3 bulan). Pada (parent stock). Kelopak mata biasanya
ayam dewasa, masa inkubasi biasanya terlihat kemerahan yang kerap kali
lebih pendek tetapi proses penyakitnya menyebabkan mata menjadi tertutup
cenderung lebih lama.
Pengobatan Penyakit
Pada kondisi lapangan, snot
sering kali ditemukan secara bersama- Berbagai jenis antibiotik dan
ama dengan penyakit lainnya, antibakteri telah dipakai untuk
misalnya chronic disease (SRD), mengobati snot, namun banyak
swollen head syndrome (SHS), diantara obat tersebut hanya
infectious bronchitis (IB), infectious mengurangi derajat keparahan dan
laryngotracheaitis (ILT), kolibasilosis lamanya proses mengatasi penyakit ini
dan fowl pox. Pada keadaan tersebut secara tuntas. Hal ini kerapkali
biasanya mortalitas akan lebih tinggi mengakibatkan adanya sejumlah ayam
dan prosesnya akan lebih lama. yang menjadi carrier. Penyakit seperti
Gejala paling awal adalah ini cenderung tumbuh lagi, jika
bersin yang diikuti oleh adanya pengobatan dihentikan. Jika
eksudat seru sampai mukoid dari pengobatan dilakukan secara berulang,
maka kemungkinan akan timbul ketat, sistem perkandangan yang
resistensi terhadap obat tertentu. memadai, istirahat kandang yang
Penggunaan obat dalam bentuk cukup selama 14 hari.
kombinasi yang bersifat sinergistik Tujuan pengendalian penyakit
atau obat golongan flumekuin maupun menular adalah untuk mengurangi
kuinolon lebih menjanjikan. kejadian penyakit menjadi sekecil
Disamping pemberian obat, mungkin, sehingga kerugian yang
maka diperlukan juga rehabilitasi pada bersifat ekonomi dapat ditekan. Unsur
jaringan yang rusak dengan pemberian utama pengendalian penyakit meliputi
multivitamin ataupun peningkatan menjauhkan ternak ayam dari
nilai nutrient pakan, menghilangkan kemungkinan tertular penyakit yang
faktor pendukung terjadinya snot dan berbahaya antara lain dengan
tindakan sanitasi atau desinfeksi untuk memperhatikan beberapa hal seperti :
menghilangkan sumber infeksi. a. Tidak menggunakan tempat atau
lokasi peternakan yang pernah
Pengendalian Penyakit
mengalami serangan penyakit
Sehubungan dengan kenyataan b. Lokasi peternakan dipilih
bahwa ayam carrier merupakan berdasarkan pertimbangan teknik
sumber infeksi, maka perlu dihindari peternakan
untuk membawa pullet atau ayam lain c. Kawasan peternakan dipasang
yang mungkin terinfeksi virus pagar agar tidak ada ternak atau
Haemophillus Paragallinarum hewan lain yang keluar masuk
kedalam lokasi peternakan yang tidak d. Kunjungan tamu ke lokasi
terinfeksi. Jumlah kelompok umur peternakan harus dilakukan
dalam suatu lokasi peternakan desinfeksi lebih dahulu
sebaiknya dikurangi untuk e. Pemasukan bibit dimulai dari DOC
menghindari penularan penyakit dari agar lebih terjamin dari ancaman
ayam tua ke ayam muda (memutuskan penyakit
siklus penularan kuman penyebab f. Ayam yang mati karena penyakit,
snot). Praktek pengamanan biologis langkah penanggulangannya
yang ketat perlu dipertahankan dengan cara dikubur dan dibakar
misalnya sanitasi desinfeksi yang lagi
g. Ayam yang sudah keluar kandang presentase biaya yang dikeluarkan
tidak boleh masuk kembali cukup tinggi.
h. Proses sanitasi kandang secara
Sistem Vaksinasi Unggas
berkala
Kerugian besar dalam produksi
Pencegahan Penyakit
telur yang menyebabakan terjadi pada
Penyakit ini dapat dicegah kebanyakan peternakan disebabkan
dengan pemberian vaksin inaktif oleh kegagalan vaksinasi. Untuk
sekitar umur 8-11 minggu dan 3-4 mencegah reaksi yang tidak
minggu sebelum produksi. Pemberian diinginkan akibat dari vaksi, pada saat
vaksin inaktif sebelum perkiraan divaksinasi ayam harus berada dalam
timbulnya kasus dan sebelum produksi keadaan sehat atau tidak sedang
telur, yang didikung oleh praktek terinfeksi parasit. Sistem ventilasi
manajemen yang ketat sering sekali harus diatur sedemikian rupa sehingga
memberikan hasil yang menjanjikan. udara di dalam kandang tidak terlalu
Pada keadaan ini, walaupun kejadi panas atau terlalu lembab karena dapat
snot tidak dapat diatasi secara tuntas, menyebabkan heat stress pada ayam.
namun derajat keparahan kasus yang Pada musim kemarau perputaran
timbul biasanya lebih rendah. Kasus udara harus ditingkatkan agar udara
demikian pada umumnya akan panas dalam kandang segera terganti
bereaksi baik terhadap pengobatan. dengan udara yang segar. Sedangkan,
Sehubungan dengan kenyataan pada musim hujan perputaran udara
bahwa vaksin snot hanya memberikan harus dikurangi pada tingkat yang
kekebalan silang yang minimal cukup untuk tidak menimbulkan
diantara berbagai serotype adanya kelembaban dan bibit
Haemophillus Paragallinarum, maka penyakit.
vaksin yang terbaik seharusnya
bersifat otogenus atau homolog KESIMPULAN
dengan kuman penyebab snot yang
Penyakit infectious coryza
terdapat di lapangan. Namun, pada
disebabkan oleh bakteri Haemophillus
kondisi lapangan hal ini sulit
Gallinarum yang menyerang saluran
dikerjakan dan membutuhkan
pernafaan pada unggas. Penularan
infectious coryza dapat melalui kontak edition, Saunders Elsevier,
langsung antara unggas yang sehat, Philadelphia
dapat juga melalui pakan dan air Blackall, P.J., 1999. Infectious
minum unggas. Tingkat kematian Coryza. Overvier of The
unggas akibat penyakit infectious Disease and new Diagnosic
coryza masih tergolong rendah tetapi Option, Clinical Microbiology
morbiditasnya tinggi, dapat Reviews
menyebabkan penurunan bobot badan Buldgen, A. 1996. Small-scale
pada unggas pedaging dan Poultry Farming in the
menurunkan produksi telur pada Subtropics : a Practical guide,
unggas petelur serta meningkatkan Belgium
jumlah unggas afkir pada sebuah Kusumaningsih, A. dan Sri Poernomo,
usaha peternakan unggas. 2000, Infectious Coryza
(SNOT) pada Ayam di
SARAN
Indonesia, Wartazoa, Vol 10.
Dengan tingginya kerugian N0.2
yang disebabkan oleh penyakit Murtidjo.B.A. 1992. Pengendalian
Infectious Coryza maka praktek Hama dan Penyakit Ayam.
penanggulangan serta program Penerbit Kanisius, Yogyakarta
pencegahan yang meliputi sanitasi, Muryadi, S. 201. Buku Pintar
desinfeksi, vaksinasi yang terprogram Beternak dan Bisnis Puyuh,
dengan baik harus benar-benar PT.Agromedia Pustaka,
dilakukan dan harus mendapat Jakarta
perhatian khusus dari peternak. Pipper, H. 2007. Poultry A Practical
Guide to The CChoice,
DAFTAR PUSTAKA
Breeding, Rearing, and
Benbrook, E.A. 2008. Disease of Management of All
Poultr., lowa State University Descriptions of Fowls,
Press, California Turkeys, Guinea-fowls, Ducks,
Blackall, P.J. dan Karl-Heinz Hinz. and Geese, for Profit and
2008. Poultry Disease, 6th Eshibition, 4th editions,
Barnett, sons and Co., Printers,
London
Staf Pengajar FK UI. 1994. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran,
edisi Revisi, Binarupa Aksara,
Jakarta
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan
Penanggulangannya. Volume
I, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta