Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak ruminansia besar (sapi) merupakan salah satu komoditas ternak yang
strategis, karena selain dapat digunakan sebagai ternak pekerja, juga dapat dijadikan sumber
pendapatan/tabungan serta menjadi sumber protein hewani berupa daging. Oleh karena itu,
kesehatan ternak harus selalu dijaga agar kondisi tubuhnya baik dan dapat berproduksi
dengan baik pula. Tiga faktor yang saling berkaitan dalam permasalahan timbulnya suatu
penyakit, yaitu : faktor agen penyakit, hospes (ternak itu sendiri) dan lingkungan.

Bovine Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) merupakan penyakit yang


bersifat ringan yang umumnya menyerang pada sapi dan ditandai dengan demam tinggi rasa
sakit otot dan pincang. Sapi yang menderita penyakit ini cepat sembuh bila tanpa
komplikasi. Penyakit klinis berjalan sangat singkat biasanya tidak lebih dari tiga hari. Akan
tetapi, pada pejantan penyakit ini bisa belangsung selama lima bulan.

Bovine Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) dapat menyebabkan terjadinya


gangguan produksi susu pada sapi perah produktif. Merupakan penyakit pada sapi yang
banyak sekali ditemukan dilapangan. Kasus yang terjadi di lapangan kebanyakan memiliki
angka kesakitan yang tinggi ,akan tetapi dengan angka kematian yang rendah.

Penyakit Demam Tiga Hari banyak ditemui pada ternak sapi dan secara umum
resiko ekonomi yang ditimbulkan tidaklah besar apabila penanganan medis secara cepat telah
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan penyakit lain. Penyakit ini biasa
menyerang pada musim pancaroba atau peralihan dari kemarau ke hujan.

Bovine Ephemeral Fever (BEF) disebabkan oleh virus Rhabdovirus, yang


termasuk dalam familia yang sama dengan penyakit rabies dan vesicular stomatitis.
Virus tersebut dapat ditularkan melalui serangga. Penyakit Demam Tiga Hari disebarkan
oleh Cullicoides sp. dan nyamuk Cullicoides yang terinfeksi dapat menyebarkan penyakit
mencapai jarak 2.000 KM. Ada dugaan penyebaran dapat pula terjadi melalui angin. Walau
sampai saat ini belum ditemukan penyebab ataupun pembawa penyakit BEF secara pasti, hal
tersebut mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang diperiksa tidak cukup banyak.
Mungkin juga karena jangka waktu penyakit ini juga relatif pendek. Penyemprotan terhadap
ternak sebaiknya dilakukan secara kontinyu menggunakan insektisida dan sanitasi kandang
dilakukan secara rutin. Ha ini diharapkan untuk meminimalisir adanya vektor pembawa
penyakit.
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian
Bovine Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) adalah suatu penyakit viral pada
sapi atau kerbau yang ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan
kepincangan (Akoso, 1996). Penyakit klinis berjalan sangat singkat, biasanya berakhir tidak
lebih dari tiga hari, dengan morbiditas tinggi tetapi mortalitas rendah. Penyakit ini dapat
menimbulkan gangguan yang hebat terhadap produksi susu pada sapi perah dan jasa kerja
pada ternak pekerja (Ressang, 1986).

Bovine Ephemeral Fever hanya menyerang sapi dan kerbau dan tidak dapat
menulari dan menimbulkan penyakit pada hewan lain. Angka kematian sangat kecil sekali
tidak sampai 1% tetapi angka kesakitam tinggi (Deptan, 2001). Penyakit ini dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yaitu dapat menurunkan produksi susu dan pertambahan
berat badan masing-masing sebesar 43% dan 10kg (Soleha et al., 1992).

Berdasarkan pengertian diatas dinyatakan bahwa BEF hanya dapat menyerang


ternak sapi dan kerbau saja. Penyakit ini hanya menyerang dalam jangka waktu yang sangat
singkat, akan tetapi penyakit ini dapat mengakibatkan gangguan produksi susu pada sapi
perah serta pertambahan bobot badan. Oleh karena itu, walaupun penyakit ini tidak berbahaya
dari segi kesehatan, tetapi sangat berbahaya dari segi ekonomi yang mengakibatkan kerugian
bagi peternak.

B. Penyebab
Penyakit pada ternak pada umumnya terdiri atas penyakit infeksius dan penyakit
non infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksi.
Agen-agen penyebab infeksi antara lain adalah virus, bakteri, jamur, parasit, dll. Sedangkan
penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan selain oleh agen infeksi, misalnya
defisien nutrisi, vitamin, mineral, ataupun karena keracunan (Triakoso, 2009).

Penyakit BEF disebabkan oleh virus. Penyebab penyakit ini adalah virus dari genus
yang tidak ada namanya, tetapi masuk dalam keluarga Rhabdoviridae dari virus
RNA.Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 7-10 hari (Akoso, 1996). Berdasarkan
morfologinya virus BFE diklasifikasikan sebagai Rhabdovirus yang berbentuk peluru.
Virus ini hanya bisa diamati menggunakan mikroskop elektron. Infektivitas virus dapat hilang
sangat cepat pada pH 2,5 dan 12 dan hilang dengan cepat pada pH 5 dan pH 9 (Ressang,
1986).

Berdasarkan pengertian diatas BEF merupakan penyakit infeksius. Hal ini sesuai
dengan pendapat Triakoso (2009) dan Akoso (1996). Akoso (1996) menyatakan
bahwa penyakit BEF disebabkan oleh virus. Sedangkan Triakoso (2009) menyatakan bahwa
penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen
penyebab infeksi antara lain adalah virus, bakteri, jamur, parasit, dll sehingga dapat
disimpulkan bahwa BEF merupakan penyakit infeksius karena disebabkan oleh virus yang
berasal dari keluarga Rhabdoviridae.

C. Penularan
Penyebaran penyakit Bovine Ephemeral Fever tidak terjadi karena adanya
kontak secara langsung. Kemungkinan penyakit ini ditularkan melalui vektor. Lingkungan
alam yang berupa sawah dan banyak terdapat genangan air sangat baik untuk vektor ini
(Soeharsono., et al, 1983).

Sapi maupun kerbau tidak pernah terbukti bertindak sebagai hewan pembawa virus
dalam jangka waktu panjang. Penyebaran lebih ditekankan pada peranan vektor ataupun
angin. Angina yang bersifat basah dan lembab diduga dapat memindahkan virus dan vektor
penyakit ini (Subronto, 1989).

Penyakit Demam Tiga Hari disebarkan oleh Cullicoides sp (serangga pengisap


darah) dan nyamuk. Cullicoides yang terinfeksi dapat menyebarkan penyakit mencapai
jarak 2.000 KM (Akoso, 1996).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit BEF tidak


ditularkan melalui kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini ditularkan oleh vektor
pembawa yaitu Cullicoides sp (serangga pengisap darah) dan nyamuk. Cullicoides yang
terinfeksi dapat menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM.

D. Hewan Rentan
Bovine Ephemeral Fever hanya menyerang sapi dan kerbau dan tidak dapat
menulari dan menimbulkan penyakit pada hewan lain. Angka kematian sangat kecil sekali
tidak sampai 1% tetapi angka kesakitam tinggi (Deptan, 2001).

Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa BEF hanya


menyerang sapi dan kerbau. Akan tetapi, kejadian yang banyak terjadi adalah pada sapi yang.
Serta penyakit ini tidak ditularkan secara langsung.

E. Gejala Klinis
Tanda-tanda ternak yang terjangkit penyakit ini antara lain adalah:
Demam (39 sampai 420C)
Lesu
Kekakuan anggota gerak sampai pincang
Kelemahan anggota gerak sampai tidak sanggup berdiri.
Keluar liur yang berlebihan
Sesak nafas
Gemetar
Keluar sedikit cairan dari mata dan hidung.
Pada sapi menyusui, produksi air susu turun atau terhenti sama sekali (Deptan, 2001).

Kepincangan merupakan tanda-tanda klinis yang menonjol dan lebih jelas terlihat
pada demam hari kedua. Kepincangan ini akan mengakibatkan hewan harus berbaring secara
terus-menerus dalam waktu yang lama. Sapi jantan yang berat dan sapi perah akan
mengalami hal ini. Pada kejadian ini, kesembuhan sempurna jarang terjadi meskipun sapi
sudah mau makan dan minum dengan normal. Kebanyakan sapi yang terserang BEF namun
tidak sampai berbaring akan mengalami kesembuhan setelah 2-3 hari dengan tanda-tanda
penyakit yang relatif ringan (Ressang, 1986).

Sapi dewasa yang menderia penyakit ini akan lebih menderita daripada hewan
muda. Angka kesakitan tinggi tetapi angka kematian rendah. Bila terjadi komplikasi, sapi
bunting dapat abortus atau terjadi kemajiran sementara. Sapi pejantan penyakit ini dapat
menyerang selama 5 bulan (Akoso, 1996).

Kesembuhan mulai tampak pada hari ke-3 dan kesembuhan sempurna pada hari ke-5
setelah munculnya gejala klinis. Penderitaan yang bersifat kurang berat terkadang ditemukan
pada pedet yang berumur kurang dari 6 bulan. Pejantan yang berat dan sapi-sapi yang besar
paling menderita apabila terserang BEF. Angka kematian biasanya kurang dari 1% dan
kebanyakan disebabkan oleh factor-faktor sekunder (Subronto, 1989).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala yang ditunjukkan pada
ternak yang menderita penyakit ini antara lain mengalami demam dan kekakuan anggota
gerak bahkan sampai mengalami kepincangan. Sapi yang menderita penyakit ini biasanya
mulai menampakkan kesumbuhannya pada hari ke 2-3 setelah terjangkit. Angka kematian
yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat kecil yaitu kurang dari 1%.

F. Pengendalian dan Pengobatan


Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menjaga kebersihan lingkungan
2. Pemakaian insektisida untuk membunuh vektor panyakit disekitar daerah terjangkit
3. Mengisolasi hewan sakit
(Deptan, 2001).

Pengobatan terhadap ternak yang menderita penyakit ini dilakukan dengan


memberikan obat simtomatik dan pencegahan terhadap timbulnya infeksi sekunder. Vaksin
yang efektif belum ada (Akoso, 1996).
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif, namun demikian pemberian
spectrum luasperlu dianjurkan untuk mencegah infeksi sekunder dan pemberian vitamin
untuk menghindari stress (Deptan, 2001).

Hewan yang menderita diusahakan agar terjadinya komplikasi sekunder dapat


diperkecil. Pemberian minum dengan alat (drench, contang) hendaknya dihindarkan, karena
dalam fase akut beberapa penderita mengalami kesukaran menelan (Subronto, 1989).

Sapi yang pernah terinveksi virus BEF akan mendapat kekabalan tubuh dalam
jangka waktu yang panjang terhadap infeksi berikutnya. Akan tetapi, adanya penemuan
bahwa BEF tidak hanya disebabkan oleh satu serotip menimbulkan dugaan bahwa infeksi
oleh satu serotip belum tentu memberi perlindungan terhadap serotip lain (Ressang, 1986).

Pencegahan yang bisa dilakukan peternak antara lain adalah menjaga kebersihan
kandang, penyemprotan insektisida agar tidak ada vektor yang bisa menyebarkan penyakit
ini. Walaupun penyakit ini tidak ditularkan secar kontak langsung dengan penderita,
sebaiknya ternak yang terjangkit tetap dipisahkan untuk menghindari mudahnya vektor untuk
menyebarka penyakit ini pada ternak yang sehat.

Pengobatan yang bisa dilakukan apabila terjadi penyakit ini adalah pemberian
antibiotik untuk mencegah perkembangan virus dalam induk semang. Sapi yang pernah
terinveksi virus BEF akan mendapat kekabalan tubuh dalam jangka waktu yang panjang
terhadap infeksi berikutnya. Akan tetapi, adanya penemuan bahwa BEF tidak hanya
disebabkan oleh satu serotip menimbulkan dugaan bahwa infeksi oleh satu serotip belum
tentu memberi perlindungan terhadap serotip lain.
G. Perubahan Pascamati
Perubahan pascamati sangat ringan dan tidak mencolok. Perubahan yang paling
sering terjadi adalah terdapatnya eksudat berfibrin pada pleura, pericardial, dan dinding
rongga perut. Kelenjar limfe busung dan paru dapat mengalami busung lokal, serta otot dapat
mengalami nekrosis setempat (Akoso, 1996).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sapi yang menderita


penyakit ini secara mencolok tidak mengalami perubahan fisik. Akan tetapi, pada beberapa
kejadian setelah penderita mati terdapat peubahan pada kelenjar limfe serta dinding rongga
perut. Beberapa kejadian juga menunjukkan adanya otot yang mengalami nekrosis.

H. Pemotongan Hewan
Ternak penderita BEF dapat dipotong dan dagingnya boleh dikonsumsi atau
diperdagangkan. Namun, mengingat angka kematian yang relatif rendah maka sebaiknya
pemotongan hanya dilakukan pada keadaan yang sangat terpaksa ditinjau dari segi medis dan
atas anjuran dari dokter hewan. Sisa pemotongan beserta sisa pakan yang masih tertinggal
harus dibakar dan dikubur dalam-dalam. Tempat pemotongan dibersihkan dan disucihamakan
(Akoso, 1996).

Berdasarkan pendapat Akoso (1996) dagimg yang berasal dari sapi yang menderita
penyakit BEF dapat dikonsumsi. Akan tetapi, angka kematian yang rendah ternak yang
menderita BEF jarang dipotong kecuali pada kondisi yang sangat mendesak. Sisa pakan serta
bekas tempat pemotongan sapi penderita BEF harus dibersihkan serta disucihamakan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Bovine Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) adalah suatu penyakit viral pada sapi
atau kerbau yang ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan kepincangan.
Penyakit klinis berjalan sangat singkat, biasanya berakhir tidak lebih dari tiga hari, dengan
morbiditas tinggi tetapi mortalitas rendah. Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan yang
hebat terhadap produksi susu pada sapi perah dan jasa kerja pada ternak pekerja. Bovine
Empheral Fever hanya menyerang sapi dan kerbau dan tidak dapat menulari dan
menimbulkan penyakit pada hewan lain.

BEF merupakan penyakit infeksius karena disebabkan oleh virus yang berasal dari
keluarga Rhabdoviridae. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 7-10 hari.

Penyebaran penyakit Bovine Ephemeral Fever tidak terjadi karena adanya


kontak secara langsung. Kemungkinan penyakit ini ditularkan melalui vektor. Penyakit
Demam Tiga Hari disebarkan oleh Cullicoides sp (serangga pengisap darah) dan
nyamukCullicoides yang terinfeksi dapat menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM.

BEF hanya menyerang sapi dan kerbau. Akan tetapi, kejadian yang banyak terjadi
adalah pada sapi yang. Serta penyakit ini tidak ditularkan secara langsung. Tanda-tanda
ternak yang terjangkit penyakit ini antara lain adalah:
a. Demam (39 sampai 420C)
b. Lesu
c. Kekakuan anggota gerak sampai pincang
d. Kelemahan anggota gerak sampai tidak sanggup berdiri.
e. Keluar liur yang berlebihan
f. Sesak nafas
g. Gemetar
h. Keluar sedikit cairan dari mata dan hidung.
i. Pada sapi menyusui, produksi air susu turun atau terhenti sama sekali

Kepincangan merupakan tanda-tanda klinis yang menonjol dan lebih jelas terlihat
pada demam hari kedua. Kepincangan ini akan mengakibatkan hewan harus berbaring secara
terus-menerus dalam waktu yang lama. Sapi jantan yang berat dan sapi perah akan
mengalami hal ini. Pada kejadian ini, kesembuhan sempurna jarang terjadi meskipun sapi
sudah mau makan dan minum dengan normal. Kebanyakan sapi yang terserang BEF namun
tidak sampai berbaring akan mengalami kesembuhan setelah 2-3 hari dengan tanda-tanda
penyakit yang relatif ringan. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Menjaga kebersihan lingkungan
b. Pemakaian insektisida untuk membunuh vektor panyakit (serangga pengisap darah dan
nyamuk) disekitar daerah terjangkit
c. Mengisolasi hewan sakit

Pengobatan yang bisa dilakukan apabila terjadi penyakit ini adalah pemberian
antibiotic untuk mencegah perkembangan virus dalam induk semang. Sapi yang pernah
terinveksi virus BEF akan mendapat kekabalan tubuh dalam jangka waktu yang panjang
terhadap infeksi berikutnya. Akan tetapi, adanya penemuan bahwa BEF tidak hanya
disebabkan oleh satu serotip menimbulkan dugaan bahwa infeksi oleh satu serotip belum
tentu memberi perlindungan terhadap serotip lain.

Sapi yang menderita penyakit ini secara mencolok tidak mengalami perubahan fisik.
Akan tetapi, pada beberapa kejadian setelah penderita mati terdapat peubahan pada kelenjar
limfe serta dinding rongga perut. Beberapa kejadian juga menunjukkan adanya otot yang
mengalami nekrosis.

Ternak penderita BEF dapat dipotong dan dagingnya boleh dikonsumsi atau
diperdagangkan. Namun, mengingat angka kematian yang relative rendah maka sebaiknya
pemotongan hanya dilakukan pada keadaan yang sangat terpaksa ditinjau dari segi medis dan
atas anjuran dari dokter hewan.
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.A. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.


Departemen Pertanian. 2001. Beberapa Penyakit pada Ternak Ruminansia. Balai
Pengkajian Teknologo Pertanian (BPTP) NTB. Mataram.
Ressang, A.A. 1986. Penyakit Viral pada Hewan. UI Press. Jakarta.
Soeharsono, I Gde Sudana, D.H. Unruh dan Malole. 1983. Dugaan Letupan Penyakit Dema
Tiga Hari pada Sapi Ongole di Tuban dan Lamongan. Balai Penyidikan Penyakit
Hewan Wilayah VI Denpasar. Denpasar.
Soleha, E, I. Sendow, A.E. Suprijatna, Sulaeman, Suryana, Firmansyah, dan Sukarsih. 1992. Studi
Seroligik Bovine Ephemeral Fever (BEF) pada Ternak Sapi di Kalimantan
Selatan. Laporan Penelitian. Balai Penlitian Veteriner Bogor. Bogor.
Subronto. 1989. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Triakoso, Nusdianto. 2009. Aspek Klinik dan Penularan pada Pengendalian Penyakit
Ternak.Departemen Klinik Veteriner FKH Universitas Airlangga. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai