Anda di halaman 1dari 16

Co-Asistensi Bidang Diagnostik Laboratorium Klinik

Identifikasi Ascaridia galli pada pada Ayam Kampung (Gallus domesticus)

MARKUS STEVEN SALAMENA

C024212007

Pembimbing

Drh. Zulfikri Mustakdir, M.Si

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN MANDIRI BIDANG DIAGNOSTIK LABORATORIUM

Co-Asistensi Bidang : Diagnostik Laboratorium


Angkatan : X (Sepuluh)
Tahun Ajar : 2022-2023
Nama Mahasiswa : Markus Steven Salamena
NIM : C024212007

Makassar, 17 Maret 2022

Mengetahui,

Pembimbing Kasus Bidang Kodil Koordinator Bidang Kodil

Drh. Zulfikri Mustakdir M.Si Drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc


NIP. 199303282020121013 NIP. 198508072010122008

Ketua Program Profesi Dokter Hewan

Drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc


NIP. 198508072010122008

Tanggal Pengesahan :
Tanggal Ujian :
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Ayam kampung (Gallus domesticus) merupakan ayam asli, yang sudah
beradaptasi dengan lingkungan tropis Indonesia. Masyarakat pedesaan
memeliharanya sebagai sumber pangan keluarga akan telur, daging, dan sebagai
tabungan yang sewaktu-waktu dapat diuangkan. Permintaan daging ayam
kampung oleh masyarakat pedesaan yang berpendapatan tinggi, sedang dan
rendah pernah mencapai 2,36; 1,54 dan 0,84 kg/kapita/tahun, sementara,
masyarakat perkotaan hanya mencapai 0,98; 0,73 dan 0,44 kg/kapita/tahun untuk
masing-masing yang berpendapatan tinggi, sedang dan rendah (Iskandar, 2010).
Ascariasis adalah penyakit cacing yang menyerang unggas dan disebabkan
oleh Ascaridia galli. Cacing ini terdapat di usus dan duodenum hewan unggas.
Pada ternak ayam sering menyerang baik tipe pedaging maupun tipe petelur,
sedangkan pada ayam kampung kemungkinan tertular lebih besar karena sistem
pemeliharaan yang bebas berkeliaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi
infeksi cacing A. galli diantaranya adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe
kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca (Syibli, 2014).
Untuk melakukan pencegahan terhadap infeksi cacing ini maka harus
diketahui faktor yang mempengaruhi infeksi tersebut. Unggas muda harus
dipisahkan dari unggas dewasa dan tempat unggas berkeliaran harus mempunyai
saluran air yang baik sehingga tidak terjadi penumpukan air di tanah dan tanah
tidak menjadi becek. Tempat unggas dilepas harus sering dirotasi. Pemeliharaan
ayam menggunakan lantai litter, secara periodik litter di tempat pakan dan minum
harus sering dicampur dengan litter yang kering dari tempat lain. Infeksi yang
berat dari cacing A.galli umumnya terjadi pada kandang litter yang tebal dan
sangat lembab. Secara berkala obat cacing dapat diberikan tergantung derajat
infeksinya (Syibli, 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas, dengan dibuatnya laporan ini dapat
membuat pembaca lebih memahami mengenai cacing Ascaridia galli yang sering
menyerang pada uinggas. Selain itu dapat menjadi informasi bagi pemilik ungags
dalam rangka usaha peningkatan dan pencegahan penyakit pada unggas.

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat di identifikasikan pokok
permasalahan yang ada dalam pembahasan laporan ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana etiologi dari Ascaridia galli?
2. Bagaimana siklus hidup Ascaridia galli?
3. Bagaimana cara penularan dari Ascaridia galli?
4. Bagaimana gejala klinis dari Ascaridia galli?
5. Bagaimana cara mendiagnosa dari Ascaridia galli?
6. Bagaimana pengobatan dari Ascaridia galli?
7. Bagaimana pencegahan dari Ascaridia galli?

I.3. Tujuan dan Manfaat


Setelah membaca dan mempelajari laporan ini, pembaca diharapkan dapat
mengerti dan memahami berikut ini:
1. Mampu mengetahui etiologi dari Ascaridia galli.
2. Mampu mengetahui Ascaridia galli.
3. Mampu mengetahui cara penularan dari Ascaridia galli.
4. Mampu mengetahui gejala klinis dari Ascaridia galli.
5. Mampu mengetahui cara mendiagnosa dari Ascaridia galli.
6. Mampu mengetahui pengobatan dari Ascaridia galli.
7. Mampu mengetahui pencegahan dari Ascaridia galli.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Etiologi
Photomicrographs of the transverse section
of the proglottids of R. echinobothrida re-
vealed that the body was entirely surrounded
by a biologically active syncytial layer called
the tegument (Fig. 3a,b,c). It is the outer epi-
dermis of the thin tegument that gave off
ciliary microtriches. The middle portion was a
thick and homogenous subtegument. The in-
nermost layer was a thin basal membrane and
remained closely associated with a conspicu-
ous muscular wall, made up of criss-crossing
muscles, namely circular, dorso-ventral and
longitudinal muscles. Body cavity was com-
pletely lacking with the internal region con-
sisting of compact acoelomate layer, com-
posed of spongy tissue called parenchyma,
which is in turn made up of connective tissue
and loose parenchymal cells.
Photomicrographs of the transverse section
of the proglottids of R. echinobothrida re-
vealed that the body was entirely surrounded
by a biologically active syncytial layer called
the tegument (Fig. 3a,b,c). It is the outer epi-
dermis of the thin tegument that gave off
ciliary microtriches. The middle portion was a
thick and homogenous subtegument. The in-
nermost layer was a thin basal membrane and
remained closely associated with a conspicu-
ous muscular wall, made up of criss-crossing
muscles, namely circular, dorso-ventral and
longitudinal muscles. Body cavity was com-
pletely lacking with the internal region con-
sisting of compact acoelomate layer, com-
posed of spongy tissue called parenchyma,
which is in turn made up of connective tissue
and loose parenchymal cells.
Ascariasis merupakan penyakit cacing yang dapat menyerang unggas dan
disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Nama lain dari spesies ini adalah A.
lineata, A.perspicillum. Cacing ini adalah cacing nematoda yang ukurannya paling
besar diantara jenis cacing pada unggas, berbentuk bulat, berwarna putih, tidak
berpigmen dan dilengkapi dengan kutikula yang halus. Pada cacing jantan,
ukurannya 50-76 mm, sedangkan pada betina berukuran 72-112 mm dengan
diameter 0,5-1,2 mm dan memiliki tiga (3) bibir yang besar. Telurnya yang
berbentuk oval, dimana ukuran telur tersebut 73-92 ᵘᵐ (Al-Gazali, 2017).

Gambar 1. Cacing Ascardia galli (Syibli, 2014).


Menurut Soulsby (1986) taksonomi dari cacing Ascaridia galli yaitu:
Kingdom : Animalia
Divisi : Nemathelmintes
Klas : Nematoda
Subklas : Phasmidia
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaridia
Spesies : A. galli
Secara umum informasi tentang morfologi cacing Ascaridia galli dewasa
pada ayam di Indonesia, dimana panjang cacing Ascaridia galli yang didapat dari
ayam kampung adalah jantan 4,2-7,2 cm betina 3,3-11 cm. Setiap telur Ascaridia
galli berbentuk oval atau hampir polihedral dengan ukuran kurang lebih 80 x 50
µm (Mubarokah, 2019).

2. Siklus Hidup
Telur dikeluarkan melalui tinja dan berkembang di dalam udara terbuka dan
mencapai dewasa dalam waktu 10 hari atau bahkan lebih. Telur kemudian
mengandung larva kedua yang sudah berkembang penuh dan larva ini sangat
resisten terhadap kondisi lingkungan yang jelek. Telur tersebut dapat tetap hidup
selama 3 bulan di dalam tempat yang terlindung, tetapi dapat mati segera terhadap
kekeringan, air panas, juga di dalam tanah yang kedalamannya sampai 15 cm
yang kena sinar matahari. Infeksi terjadi bila unggas menelan telur tersebut
bersama makanan atau minuman. Cacing tanah dapat juga bertindak sebagai
vektor mekanis dengan cara menelan telur tersebut dan kemudian cacing tanah
tersebut dimakan oleh unggas. Telur yang mengandung larva dua kemudian
menetas di proventrikulus atau duodenum unggas. Setelah menetas, larva 3 hidup
bebas di dalam lumen duodenum bagian posterior selama 8 hari. Kemudian larva
3 mengalami ekdisis menjadi larva 4, masuk ke dalam mukosa dan menyebabkan
hemoragi. Larva 4 akan mengalami ekdisis menjadi larva 5. Larva 5 atau disebut
cacing muda tersebut memasuki lumen duodenum pada hari ke 17, menetap
sampai menjadi dewasa pada waktu kurang lebih 28-30 hari setelah unggas
menelan telur berembrio. Larva 4 dapat memasuki jaringan mukosa usus pada hari
pertama dan menetap sampai hari ke 8-17. Pada ayam yang berumur kurang dari 3
bulan setelah larva memasuki duodenum kemudian mengalami perubahan
(moulting) menjadi larva 3 dan larva 4 serta berkembang menjadi dewasa lebih
kurang 5-6 minggu setelah telur tertelan ayam, sedangkan pada ayam yang
berumur lebih dari 3 bulan periode tersebut sedikit lebih lama (Al-Gazali, 2017).

Gambar 2. Siklus hidup Ascaridia galli (Tarbiat, 2018).

3. Cara penularan
Cara Penularan, secara langsung karena tertelannya telur infektif (telur yang
di dalamnya sudah mengandung larva) bersama makanan atau minuman.
Penularan juga bisa terjadi secara tidak langsung karena memakan inang transpor
cacing tanah yang sebelumnya cacing tahan tersebut menelan telur cacing infektif.
Patogenesa, larva cacing menyebabkan enteritis dan cacing dewasa berkompetisi
memperebutkan sari makanan dengan hospes definitif (Oka dan Made, 2017).
Lalat dapat bertindak sebagai faktor mekanik dari telur Ascaridia galli.
Infeksi terjadi bila unggas menelan makanan atau minuman yang tercemar telur
cacing. Cacing tanah juka dapat bertindak sebagai vektor mekanis dengan cara
menelan telur A.galli dan kemudian cacing tanah tersebut termakan oleh ungags
(Syibli, 2014).

4. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada infeksi cacing A.galli tergantung pada tingkat
infeksi. Pada infeksi berat akan terjadi mencret berlendir, selaput lendir pucat,
pertumbuhan terhambat, kekurusan, kelemahan umum, anemia, diare dan
penurunan produksi telur. Penyakit cacing oleh Ascaridia galli menyebabkan
kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak. Cacing dewasa hidup di
saluran pencernaan, apabila dalam jumlah besar maka dapat menyebabkan
sumbatan dalam usus. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa kerugian
disebabkan oleh karena cacing menghisap sari makanan dalam usus ayam yang
terinfestasi sehingga ayam akan menderita kekurangan gizi (Syibli, 2014).
Gejala yang terutama dari infeksi cacing ini terlihat selama masa prepaten,
ketika larva berada di dalam mukosa dan menyebabkan enteritis yang kataral,
tetapi pada infeksi berat dapat terjadi hemoragi. Unggas akan menjadi anaemia,
diare, lesu, kurus, kelemahan secara umum dan produksi telur menurun. Selain itu
infeksi berat juga dapat menyebabkan kematian karena terjadi penyumbatan usus.
Pada pemeriksaan pasca mati terlihat peradangan usus yang hemoragik dan larva
yang panjangnya 7 mm ditemukan dalam mukosa usus. Selain itu kadang-kadang
ditemukan parasit yang sudah berkapur dalam bagian albumin dari telur. Penyakit
cacing oleh Ascaridia galli menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar
bagi peternak. Cacing dewasa hidup di saluran pencernaan, apabila dalam jumlah
besar maka dapat menyebabkan sumbatan dalam usus, sehingga hal ini dapat
menyebakan unggas tersebut engalami kekurangan gizi (Al-Gazali, 2017).

5. Diagnosa dan diagnosa banding


Diagnosa terhadap kemungkinan ascariasis dilakukan dengan melihat
gejala klinis yang muncul, pemeriksaan natif terhadap telur cacing di dalam feses
dan pemeriksaan darah. Ascariasis dapat menyebabkan gejala klinis umum berupa
anemia, diare, lesu sehingga terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi
diferensial diagnosanya seperti infeksi cacing Capillaria sp, Dyspharynx,
Tetrameres, Cestodosis dan Plasmodiosis (Syibli, 2014).

6. Pengobatan
Pengobatan terhadap Ascaridia galli yang paling sering dilakukan dengan
pemberian piperazine. Anthelmentik ini sangat efektif, dapat diberikan melalui
makanan atau minuman. Dosis pemberiannya 300-440 mg per kg pakan atau 440
mg piperazine sitrat per liter. Selain itu dapat digunakan juga hygromisin B dosis
8 gr per ton selama 8 minggu. Albendazol dosis 3,75mg/ kg bb, Fenbendazol
dosis 15-20 mg/kg bb selama 3 hari berturut-turut dapat digunakan memberantas
infestasi cacing pada ayam atau 30-60 ppm dalam pakan selama 6 hari berturut-
turut, Levamisol 37,5 mg/kg dalam air minum atau makanan. Satu kaplet untuk 10
ekor ayam yang beratnya 1 kg dilarutkan dalam air 2 liter melalui minum atau
dihancurkan dalam makanan 1 kg (Syibli, 2014).

7. Pencegahan
Unggas muda harus dipisahkan dari unggas dewasa, dan lingkungan tempat
unggas dipelihara harus mempunyai saluran air yang baik sehingga air tidak
tergenang ditanah. Ayam yang dipelihara dalam kandang litter harus cukup
ventilasi dan secara periodik litter diganti, tempat pakan dan minum harus sering
dibersihkan. Infestasi yang berat dari cacing A.galli umumnya terjadi pada
kandang dengan litter yang tebal dan sangat lembab. Setiap akan memasukkan
ayam baru dalam partai besar dalam kandang litter, maka litter harus dibiarkan
selama beberapa hari untuk dilakukan penyuci hamaan dan pemanasan sehingga
diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung larva infektif juga
ikut mati (Syibli, 2014).
BAB III
MATERI DAN METODE
III.1 Alat dan bahan
a. Aquades
b. Blade 1 buah
c. Cawan Petri 1 buah
d. Handscoon 1 pasang
e. Gunting 1 buah
f. Larutan NaCl
g. Mikroskop 1 buah
h. Minyak emersi
i. Nampan 1 buah
j. Object glass 1 buah
k. Pinset 1 buah
l. Pipet tetes 1 buah
m. Wadah sampel 1 buah

III.2 Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan di Pasar Tradisional Daya, Kota Makassar
dengan mengambil usus halus dari ayam kampung (Gallus domesticus).
Kemudian usus halus ayam tersebut dibuka menggunakan gunting, cacing
Ascardia galli diambil dari lumen dengan menggunakan pinset dan dimasukkan
ke dalam wadah sampel yang berisi larutan NaCl. Sebelum dilakukan pengamatan
di bawah mikroskop, cacing yang diperoleh dicuci dan dibilas berulang-ulang
hingga bersih menggunakan NaCl agar Ascardia galli tampak jelas dibawah
mikroskop. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Klinik Hewan Pendidikan
Universitas Hasanuddin.

III.3 Metode Pemeriksaan


a. Sampel cacing dari usus halus ayam disimpan di atas object glass.
b. Berikan 3 tetes minyak emersi menggunakan pipet tetes ke atas object
glass yang sebelumnya sudah disimpan cacing
c. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x.

Gambar 3. Preparat cacing Ascaridia galli yang disimpan di atas object glass
untuk diamati di bawah mikroskop
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan


IV.1.1 Sinyalemen dan Anamnesa
Ayam kampung berjenis kelamin jantan berumur ± 10 bulan dengan berat
badan 1,3 kg, warna bulu hitam merah. Ayam tidak dikandangkan dan belum
diberikan obat cacing. Ayam ini dipelihara untuk diperjual belikan di pasar
tradisional Daya, Kota Makassar.

IV.1.2 Temuan Klinis

Gambar 4. Ayam kampung yang terindikasi cacing Ascaridia galli


Temuan klinis lain yang ditemukan pada ayam tersebut adalah feses mencret.
Sesuai dengan hasil anamnesa dari pemilik ayam, mengatakan bahwa ayam
tersebut beberapa hari telah mengalami diare dan penurunan nafsu makan.
Kemudian dilakukan nekropsi dan ditemukan bentukan cacing pada usus ayam,
cacing ditemukan tepatnya pada usus halus.

Gambar 5. Pengambilan sampel cacing pada usus halus ayam


IV.1.3 Identifikasi Cacing Parasit
Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisionaol Daya, Kota Makassar
dengan cara ayam disembelih oleh pemilik kemudian usus dipisahkan, lalu usus
tersebut dibuka menggunakan gunting. Kamudian cacing yang ditemukan
dimasukkan kedalam wadah yang berisi larutan NaCl, selanjutnya dibawah ke
aboratorium Klinik Hewan Pendidikan Universitas Hasanuddin untuk dilakukan
identifikasi. Sampel cacing dari usus yang telah diambil diletakkan diatas object
glass, kemudian diberikan 3 tetes minyak emersi menggunakan pipet tetes ke atas
object glass. Kemudian sampel tersebut diamati dibawah mikroskop pembesaran
40x. Hasil identifikasi dari pemeriksaan sampel di bawah mikroskop
menunjukkan adanya cacing yaitu Ascaridia galli.

Gambar 6. Pengamatan cacing Ascaridia galli menggunakan mikroskop


cahaya dengan perbesaran 4x.

Hasil pemeriksaan sampel yang dilakukan pada ayam tersebut yaitu positif
terdapatnya Ascaridia galli pada saluran pencernaannya. Pada pengamatan
morfologi cacing Ascaridia galli dibawah mikroskop, dimana panjang cacing
Ascaridia galli yang didapat dari ayam kampung adalah jantan 4,2-7,2 cm
betina 3,3-11 cm. Setiap telur Ascaridia galli berbentuk oval atau hampir
polihedral dengan ukuran kurang lebih 80 x 50 µm (Mubarokah, 2019). Selain
itu, cacing Ascaridia galli memiliki bentuk tubuh semitransparan dan
berwarna putih kekuningan. Bagian tubuh anterior dilengkapi dengan sebuah
mulut dengan tiga bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua bibir lainnya
pada bagian ventral. Sayap lateral yang sempit dan membentang sepanjang
tubuh terdapat pada kedua sisi. Esofagus Ascaridia galli berbentuk seperti alat
pemukul, tetapi tidak mempunyai bulbus posterior (Al-Gazali, 2017).

A B

Gambar 6. Cacing Ascaridia galli yang diidentifikasi dari usus ayam


kampung (A. Kepala, B. Badan, C. Ekor)

Tanda klinis yang ditemukan pada ayam yang menjadi sampel pemeriksaan
yaitu diare dan penurunan nafsu makan, ha ini sesuai dengan yang dikemukakan
Al-Gazali (2017), gejala klinis dari unggas yang di diagnosa mengalami
Ascariasis yaitu anaemia, diare, lesu, kurus, kelemahan secara umum dan
produksi telur menurun. Selain itu infeksi berat juga dapat menyebabkan kematian
karena terjadi penyumbatan usus.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Ascaridia galli adalah cacing nematoda yang ukurannya paling besar
diantara jenis cacing pada unggas, berbentuk bulat, berwarna putih, tidak
berpigmen dan dilengkapi dengan kutikula yang halus. Gejala klinis Ascariasis
yaitu anaemia, diare, lesu, kurus, kelemahan secara umum dan produksi telur
menurun. Selain itu infeksi berat juga dapat menyebabkan kematian karena terjadi
penyumbatan usus. Pengobatan terhadap Ascaridia galli yang paling sering
dilakukan dengan pemberian piperazine. Anthelmentik ini sangat efektif, dapat
diberikan melalui makanan atau minuman

V.2 Saran
Berdasarkan hasil identifikasi dan diagnosis dari ayam kampung yang
dijual pada pasar tradisional Daya Kota Makassar terinfeksi Ascaridia galli,
sehingga disarankan untuk dilakukannya edukasi terhadap penjual ayam di pasar
daya agar memperhatkan kendang dan lingkungan sekitar tempat ayam dipelihara
agara ayam tersebut terhindar dari endoparasit
DAFTAR PUSTAKA

Al-Gazali, M. 2017. Identifikasi Dan Penanganan Kejadian Ascariasis (Ascaridia


Galli) Pada Ayam Layer di Pt. Inti Tani Satwa Kab. Maros [Skripsi].
Makassar: Universitas Makassar.
Iskandar, Sofjan. 2010. Usahatani Ayam Kampung. Balai Penelitian Ternak
Ciawi: Bogor.
Mubarokah, W. W., Daryatmo, J., Widiarso, B. P dan Sambodo, P. 2019.
Morfologi Telur dan Larva 2 Ascaridia Galli pada Ayam Kampung.
Jurnal Ilmu Peternakan Dan Veteriner Tropis. 9(2): 50-54.
Oka, Ida Bagus Made dan I Made Dwinata. Penyakit Ayam. Universitas Udayana:
Denpasar.
Soulsby, E. J. L. 1986. Texbook of Clinical Parasitology Volume I: Helminth.
Blackwell Scientific.
Syibli, Muhammad, Sigit Nurtanto, Nilma Lubis, Syafrison, Siti Yulianti, Dhony
Kartika, Chornelly Kusuma, Erlyna Setianingsih, Nurhidayah, Dian
Efendi dan Esti Saudah. 2014. Manual Penyakit Uggas. Kementerian
Pertanian: Jakarta.
Tarbiat, B. 2018. Ascaridia galli Ascaridia galli in laying hens: Adaption of a
target treatment strategy with attention to anthelmintic resistance.
University Of Agricultural Science : Uppsala.

Anda mungkin juga menyukai