Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI

Pertemuan VII: Identifikasi kelas: Arachnida, Famili: Sarcoptidae

Nama : Hasanain Muwahhid


NIM : 1800029270
Golongan : D2

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2020
A. Hasil Pengamatan
Gambar Sarcoptes scabiei jantan

Keterangan Gambar :
1. Bulu cambuk
2. Kepala
3. Suckers
4. Abdomen
Gambar Sarcoptes scabiei betina

Keterangan Gambar :
1. Bulu cambuk
2. Kepala
3. Suckers
4. Abdomen
Gambar Cyclops jantan

Keterangan Gambar :
1. Antena
2. Ovary
3. Uterus
4. Oviduct
5. Furca
6. Caudal fork
7. Feathered
Gambar Cyclops betina

Keterangan Gambar :
1. Antena
2. Ovary
3. Uterus
4. Oviduct
5. Telur
6. Furca
7. Caudal fork
8. Feathered
B. Pembahasan
1. Sarcoptes scabiei
Tungau Sarcoptes scabiei berwarna putih krem dan berbentuk oval yang
cembung pada bagian dorsal dan pipih pada bagian ventral. Tungau betina dewasa
berukuran 300-500 x 230-340 mm, sedangkan pada tungau jantan berukuran 213-
285 x 160-210 mm. permukaan tubuhnya bersisik dan dilengkapi dengan konkula
serta banyak dijumpai garis-garis parallel yang bebentuk transversal. Stadium
larva mempunyai tiga pasang kaki sedangkan dewasa mempunyai empat pasang
kaki. Warna tungau jantan lebih gelap dari pada tungau betina. Tungau jantan
memiliki satu pasang bulu cambuk, sedangkan pada tungau betina memiliki dua
pasang bulu cambuk. (Wardhana, 2006)
Sarcoptes scabiei terdapat di kulit manusia, terutama pada bagian epidemis
kulit seperti pada sela-sela jari dan juga pergelangan tangan. Bisa juga muncul di
siku bagian luar, pada lipatan ketiak depan, pinggang punggung dan leher
(Mutiara dan Syailindra, 2016). Scabies merupakan suatu penyakit infeksi kulit
yang disebabkan oleh tungau ektoparasit Sarcoptes scabiei yang masuk dalam
filum arthropoda yang merupakan parasite obligat pada manusia yang berukuran
300-400 mikron. Tungau tersebut menggali trowongan pada kulit dan
melangsungkan kehidupannya dalam trowongan tersebut (Currie, dkk, 2000).
Sarcoptes scabiei mudah menular karena kontak kulit yang sering terjadi,
terutama bila tinggal di tempat yang sama dengan sipenderita. seseorang
mengalami gejala scabies ketika tungau masuk ke dalam lapisan kulit seseorang.
Lesi Primer yang terbentuk akibat terjadinya infeksi scabies pada umumnya yang
berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil metabolisme. Ketika
menggali trowongan tungau mengeluarkan secret yang dapat melisiskan stratum
korneum. Sekret dan eksret tersebut akan menyebabkan sensitisasi sehingga
menimbulkan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustule, dan
terkadang bula. (Mutiara dan Syailindra, 2016)
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Dikenal 4 tanda utama yaitu, pruritus nokturna, menyerang
sekelompok orang, ditemukannya terowongan (kunikulua) dan ditemukan
parasite Sarcoptes scabiei. Pruritus nokturna adalah rasa gatal yang terasa lebih
hebat pada malam hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lembab dan panas. (Mutiara dan Syailindra, 2016)
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit scabies
diantaranya yaitu dengan mandi secara teratur dengan menggunakan sabun,
mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut, dan lainnya secara teratur minimal
2 kali dalam seminggu. Menjemur Kasur dan bantal juga minimal dilakukan
dalam dua kali dalam seminggu. Hindari penggunaan alat mandi secara
bersamaan seperti penggunaan handuk, sabun kemudian pada tempat tidur untuk
tidak digunakan secara bersamaan. Dengan dijalankannya begitu maka tingkat
untuk bersinggahnya tungau dapat berkurang. Pengendalian yang paling
terpenting adalah manajemen pengibatan dan penggunaan obat yang tepat serta
pengawasan yang ketat terhadap penderita, baik klinis maupun subklinis.
Disamping itu, perlu juga perhatianndi tujukan terhadap penyebab terjadinya
scabies. (Parman, dkk, 2017)
Menurut Santosa (2013) pencegahan pengobatan penyakit scabies adalah
mengobati semua orang yang kontak secara langsung dengan penderita serta
membersihkan semua barang dan pakaian yang sebelumnya digunaka oleh
penderita dengan dicuci menggunakan air panas dan dijemur dibawah sinar
matahari atau bisa menggunakan dry cleaned untuk membunuh tungau yang
menempel.

2. Cyclops
Morfologi Cyclops sp berkisaran dari 0,5-5 mm. Bagian depan berbentuk
oval yang terdiri dari kepala dan lima segmen pertama toraks. Bagian belakang
jauh lebih ramping dan terdiri dari segmen toraks keenam dan empat pleonic tak
berkaki. Cyclops sp memiliki lima pasang kaki, memiliki antenna yang Panjang
yang digunakan oleh jantan untuk mencengkram betina ketika sedang kawin.
Setelah itu betina membawa telur dalam dua kantung kecil dibagian tubuhnya.
larva dari Cyclops sp ini bebas berenang dan bersegmen. Habitat spesies ini berada
di air tawar maupun payau. Hidupnya berada disepanjang aliran air yang deras
dan memakan fragmen kecil dari bahan tanaman, hewan atau bangkai. Cyclops sp
memiliki kapasitas untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak cocok dengan
membentuk sebuah jubah lender. (Reed dan Mclntyre, 1995)
Spesies jantan pada umumnya lebih kecil dibandingkan spesies yang betina.
selama melakukan reproduksi atau kopulasi, organ jantan berhubungan dengan
betina dengan adanya perantara antenna, dan meletakkan spermatopora pada
bukaan seminal, yang dilekatkan oleh lem semen khusus. Telur-telur umumnya
lebih dekat ke bagian kantung telur. Telur-telur ditetaskan sebagai nauplii dan
setelah melewati 5-6 fase nauplii. (Aninduastuti, dkk, 2002)
Untuk mengendalikan dari spesies ini bisa dikendalikan secara fisik, melalui
penyaringan dan pemasakan air hingga matang. Dengan menggunakan metode
kimia, klorin menghancurkan larva dari spesies ini dalam kekuatan 5 ppm,
meskipun konsentrasi klorin menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak. metode
biologi, dengan ikan kecil seperti barbel memakan spesies ini. Metode ini
digunakan pada negara bagian India untuk memberantas racun culiosis.
(Derwanto, 2013)
C. Daftar Pustaka
Anindiastuti, S., dan Kadek, A.W. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton,
Seri Budidaya Laut. Lampung: Balai Budidaya Laut.
Currie, B.J. dan Carapetis, J.R. 2000. Skin Infections and Infestations in Aboriginal
Communities in Northern Australia. Australasian Journal of dermatology,
Vol.41, No.3, Hal.139-143.
Derwanto. 2013. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gramedia.
Mutiara, H. dan Syailindra, F. 2016. Skabies. Jurnal Majority, Vol.5, No.2, Hal.37-
42.
Mutiara, H., dan Syailindra, F. 2016. Skabies. Majority, Vol.5, No.2, Hal.37-42.
Parman, P., Hamdani, H., Rachman, I., dan Pratama, A. 2017. Faktor Resiko Hygiene
Perorangan Santri Terhadap Kejadian Penyakit Kulit Skabies di Pesantren Al-
Baqiyatushshalihat Tanjung Jabung Barat Tahun 2017. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, Vol.17, No.2, Hal.243-252.
Reed, E.B., dan Mclntyre, N.E. 1995. Cyclops strenuus (Fischer, 1851) sensu lato in
Alaska and Canada, with new records of occurrence. Canadian Journal of
Zoology, Vol.73, No.9, Hal.1699-1711.
Santosa. 2013. Pengantar Entomologi Kesehatan Masyarakat. Semarang: FKM
UNDIP.
Wardhana, A.H., Manurung, J. dan Iskandar, T. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit
Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Wartazoa, Vol.16, No.1, Hal.40-52.

Anda mungkin juga menyukai