Oleh :
Pembimbing Residen
dr. Erlian Dimas A
Dosen Pembimbing
dr. Widya Widita,Sp.KK,M.Kes
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:
Muhammad Fakhri B Marzuki C014172144
Alifiah Putri Baharuddin C014172144
Yuniarni Sulistiawati C014172149
Nendy Floresta C014182024
Judul Referat:
Diagnosis dan Tata Laksana Scabies dan Cutaneous Larva
Migran
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB 1 ..................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
2.1. DEFINISI ................................................................................................. 5
2.2. EPIDEMIOLOGI ..................................................................................... 5
2.3. ETIOPATOGENESIS .............................................................................. 6
2.4 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS .......................................... 22
2.5 TERAPI .................................................................................................. 24
2.6 KOMPLIKASI…………………………………………………………24
2.7 PROGNOSIS……………………………………………………………25
BAB 3 ................................................................................................................... 26
KESIMPULAN ..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat menyerang semua ras dan
kelompok umur, yang tersering adalah kelompok usia anak-anak.Skabies
menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di puskesmas dan
menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit tersering di Indonesia.2
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropics yang hangat
dan lembab, misalnya Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun banyk
dijumpai.1
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei var, hominis dan produknya.1
Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit
yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul
dan progresif, disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari
anjing dan kucing. 1
2.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut The Global Burden of Disease Study pada tahun 2010, prevalensi
skabies di seluruh dunia diperkirakan mencapai 100 juta kasus setiap tahunnya.
Di Asia, Indonesia adalah negara kedua dengan prevalensi skabies tertinggi
setelah India.10
Penggunaan baju dan berbagi tempat tidur bersama juga merupakan risiko
penularan penyakit ini. Angka kejadian skabies yang terjadi di Pondok
Pesantren yang terletak di Magelang mencapai 43% dan 29% diantaranya
terkait dengan higiene perorangan. Untuk kabupaten Demak sebanyak 45,5%
5
santri mengidap penyakit skabies. Untuk angka kejadian di Pati sendiri belum
diketahui.10
2.3. ETIOPATOGENESIS
2.3.1 SKABIES
2.3.1.1 ETIOLOGI
6
dibagian posterior dari sternum, sedangkan alat genital jantan terletak diantara
pasangan kaki keempat berbentuk huruf Y. Pada larva mempunyai 3 pasang
kaki sedangkan nimfa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan
kecepatan 2,5cm permenit pada permukaan kulit. Sarcoptes scabies mampu
hidup 3 hari di dalam tabung uji steril dan ia tidak dapat terbang maupun
melompat. Siklus hidupnya terjadi sepenuhnya di kulit manusia.2, 4
7
Gambar 1 : Siklus hidup S. scabiei6
2.3.1.3 PATOGENESIS
8
Kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamin leukotrien akan
menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas akan menarik fagosit.
Peningkatan permeabilitas memudahkan neutrofil dan monosit memasuki
jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahuli untuk menghancurkan dan
menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan
mati dan mengeluarkan isinya yang juga merusakan jaringan sehingga
menimbulkan proses inflamasi. Sel mononuklear selanjutnya yang berperan
untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan.2
9
antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya
lisis antigen. 2
10
2.3.2 CUTANEOUS LARVA MIGRAN
2.3.2.1 ETIOLOGI
2.3.2.2 MORFOLOGI
2.3.2.3 PATOGENESIS
11
dengan pejamu haiwan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa
melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva menembus
alveoli, naik ke bronkiolus menuju faring dan tertelan. Larva mencapai usus
kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa.7
Pada telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari
dan berkembang menjadi larva inefektif tahap ke tiga setelah sekitar 1
minggu. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena
matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembap. Jika
terjadi kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah
menempel pada manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat
penetrasiyang sesuai. Akhirnya larva menembus ke lapisan korneum
epidermis.Larva inefektif mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat
bermigrasi di kulit manusia. Pada manusia, larva tidak memiliki enzim
kolagenase yang cukup untuk menembus membran basal dan menyerang
dermis, sehingga larva tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus
hidupnya. Akibatnya, larva terjebak di jaringan subkutan membentuk
terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lain.7
12
2.4 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS
2.4.1 SKABIES
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Terdapat 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,
yaitu : 1,4
1. Priuritus nocturnal
Adanya gatal hebat pada malam hari karena aktifitas tungau yang
meningkat pada suhu yang lembab dan panas.
3. Terowongan (kanalikulus)
Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat predileksi berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papula atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain).
Namun, terowongan biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien
selalu menggaruk, terowongan dapat rusak karenanya. Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu sela-sela jari, pergelangan tangan bagian volar dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, umbilicus, bokong, penis, labia, dan
13
areola wanita. Pada pasien dewasa yang sehat, lesi tidak terdapat pada
kepala dan leher. Sedangkan pada bayi, lansia, serta pada pasien dengan
imunodefisiensi, lesi dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit.
Gambar 1 : scabies
14
Varian skabies :1
1. Skabies norwegia (skabies berkrusta)
Bentuk scabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan
kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini
sangat menular karena tungau berada dalam jumlah yang banyak. Penyakit
terdapat pada pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan
imunologik dan psikosis.
2. Skabies nodular
Skabies dalam berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi sering
terjadi pada bayi dan ana, atau pada pasien dengan imunokompremais.
2.4.1.2 DIAGNOSIS
15
mirip dengan skabies. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan tungau dan
produknya dengan cara, yaitu : 2
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan
diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.2
16
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran
kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.2
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.2
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna
untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga
dapat menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo.
Alat ini dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam
mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada
17
pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies
nodular.2
18
Gambar 1 : Tampak gigitan serangga berupa bulla 11
2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke
bawah epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes
scabiei di bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada
prurigo, penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus,
faktor stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit
untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).11
19
2.4.2 CUTANEOUS LARVA MIGRAN
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk
linear atau berkelok-kelok menimbul dengan diameter 2-3 mm, serta panjang
15-20 cm dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritomatosa ini
menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam
atau hari1
Gambar 1: Cutaneus larva migrans dengan eritema serpiginosa pada interdigitalis pedis (A)
tangan (B) tampak lesi vesikobulla 3
20
Gambar 2: Cutaneus larva migrans dengan lesi vesicular dan bula.4
21
2.4.2.2 DIAGNOSIS
2.5 TERAPI
2.5.1 TATALAKSANA SKABIES
22
yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian serta kadang-kadang
menimbulkan iritasi. Dapat dipake pada bayi berumur kurang dari 2
tahun.1
2. Emulsi-Bensil-benzoas 20-25% efektif terhadap semua diberikan setiap
malam selama 3 hari obat ini sulit diperoleh sering memberi iritasi dan
kadang-kadang makin gatal dan panas setelah dipake.1
3. Gama benzena heksa klorida kadarnya 1% dalam krim atau lotion,
termaksud obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak
dibawah 6 tahun dan ibu hamil karena toksin terhadap susunan saraf pusat.
Pemberian cukup sekali, kecuali jika masi ada gejala, diulangi seminggu
kemudian.1
4. Krotamiton 10% dalam krim atau lotion juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti scabies dan anti gatal; harus dijauhkan
dari mata, mulut dan uretra. 1
Permethrin dalam kadar 5% dalam krim, efektifitas sama, aplikasi hanya
sekali, dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10 jam. Pengobatan diulani
setelah seminggu.tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.1
Sebelum tahun 1960, terapi CLM adalah dengan ethyl chloride spray
(disemportkan sepanjang lesi), liquid nitrogen, phenol, carbon dioxide snow (CO2
snow dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut),
piperazine citrate, elektro-kauterisasi dan radiasi. Pengobatan tersebut sering tidak
berhasil karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada, dan bila
23
terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya, kemoterapi dengan chloroquine,
antimony, dan diethylcarbamazine juga tidak memuaskan.1
2.6 KOMPLIKASI
2.6.1 KOMPLIKASI SKABIES
Infeksi sekunder pada pasien scabies merupakan akibat dari infeksi bakteri
atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada, erosi
merupakan yang paling sering muncul pada lesi sekunder. infeksi sekunder dapat
ditandai dengan munculnya pustule, supurasi dan ulkus. Selain itu dapat muncul
eritema, skuama dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun
tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup
seperti bokong, skrotum, inguinal, penis dan axilla. Infeksi sekunder local
sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai
respon yang bagus terhadap topical atau antibiotic oral. Tergantung tingkat
piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemiadapat juga terjadi terutama
pada scabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi
karena scabies induced piodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.2
24
2.6.2 KOMPLIKASI CUTANEOUS LARVA MIGRAN
2.7 PROGNOSIS
2.7.1 SKABIES
25
BAB 3
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Anwar IA, Sakka Z, Harfiah. Penyakit skabies. Makassar. Bagian kulit dan
kelamin FK UNHAS; 2012.
3. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology, 2nd Ed. Spain:
Elsevier. Inc. 2008
4. Klaus Wolff, etc. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Eight
Edition Volume 2. McGraw Hill. 2012.
5. Maxfield,L. & Crane,J.S., 2018. Larva Migrans Cutaneus, pp.1-3
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507706/#_article-32767_s11_
6. Michigan Department of Community Health. Scabies Prevention and
Control Manual Version 1.0. May 2005
7. Nareswari S. Cutaneus Larva Migrans yang Disebabkan Cacing Tambang.
Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. 2015
8. Novita,S. & Buhari, B., 2018. Cutaneus Larva Migran. Cermin dunia
kedokteran , 45(3), pp.211-212.
9. Syahputri, S.A.H. & Nurdian, Y., 2017. Cutaneous Larva Migrans
Merupakan Masalah Dermatologis yang Sering Terjadi di Daerah Tropis
dan Subtropi, https://www.researchgate.net/publication/321770536
10. Tarigan, C.V.R., Subchan, P., Widodo, A.,2018. Pengaruh Higiene
Perorangan Terhadap Prevalensi Terjadinya Scabies di Pondok Pesantren
Mtaholiul Huda Al Kautsar Kabupaten Pati.JKD Vol.7, No. 1, 2018.,P 114
11. Tony Burns and StephenBreathnach. Rook’s textbook of Dermatology 8th
edition volume 2. UK: Wiley-Blackwell; 2010
12. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99
27