OLEH :
Yuniarni S. C014172149
SUPERVISOR :
dr. Julius Patimang, SpA, SpJP(K),FIHA
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Yuniarni S.
NIM : C014172149
Supervisor Pembimbing,
2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HP
TanggalLahir / Usia : 06-08-1971/ 47 tahun
No.RekamMedis : 856759
Pendidikan : S1 POLRI
Pekerjaan : POLRI
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Makassar
Telp/HP : 085299029670
Masuk RS : 23-09-2018 (11:07 WITA)
B. ANAMNESIS
KeluhanUtama
Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada sebelah kiri dirasakan 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri
dirasakan seperti rasa berat di dada sebelah kiri tembus ke belakang dan
menjalar ke lengan kiri, durasi > 20 menit, VAS 7. Nyeri dada disertai sesak
napas dan keringat dingin. Tidak ada rasa berdebar-debar. Demam tidak ada,
mual dan muntah tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil normal
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat nyeri dada ada sejak 14 hari sebelum masuk Rumah sakit, nyeri
dirasakan seperti rasa berat di dada sebelah kiri tembus ke belakang dan
menjalar ke lengan kiri, nyeri muncul ketika beraktivitas dan berkurang dengan
jantung koroner)
C. PEMERIKSAAN FISIK
KeadaanUmum
3
Sakit sedang/gizi baik/GCS 15 (compos mentis)
Status Antropometri
-
Tinggi Badan : 173 cm
-
Berat Badan : 68 kg
-
Indeks Massa Tubuh : 22,7 kg/m2
Tanda-tanda Vital
-
Tekanan darah : 128/74 mmHg
-
Frekuensi nadi : 65 kali/menit, reguler
-
Frekuensi napas: 22 kali/menit ; Sp02: 100%
-
Suhu (aksilla) : 36,5oC
4
Kepala
Telinga Hidung
5
Mulut
Leher
Dada
Buah dada : Simetris kira sama dengan kanan, tidak ada kelainan
Pulmo
Jantung
6
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Abdomen
Ekstremitas
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
7
Interpretasi
1. Irama : Sinus Rhytme
2. Laju QRS :70 kali/menit
3. Regularitas : Regular
4. Aksis : normoaksis
5. Interval P-R : 0,16 detik
6. QRS rate : durasi 0,08 detik
7. Segmen ST : ST elevasi pada lead V1-V4
8. Gelombang T : T inverted tidak ada
Interpretasi
1. Irama : Sinus Rhytme
2. Laju QRS : 60 kali/menit
3. Regularitas : Regular
4. Aksis : normoaksis
5. Interval P-R : 0,16 detik
6. QRS rate : durasi 0,08 detik
8
7. Segmen ST : ST elevasi pada lead V1-V4
8. Gelombang T : T inverted tidak ada
2. Laboratorium
INR 0.97 -
9
GDS 115 140 mg/dl
3. Radiologi
10
Kesan: Cardiomegaly dengan tanda-tanda bendungan paru
Dilatatio aortae
4. Echocardiography
11
Kesan:
Hipokinetik segmental
E. Assessment
F. Terapi
Initial terapi
1. Tirah Baring
12
3. Loading dose aspilet 160 mg
5. Trombolitic
Alteplase 15 mg bolus
Terapi
G. Planning
- periksa lipid profil
- periksa GDP
- Angiografi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infark miokard akut adalah kerusakan jaringan akibat gangguan aliran darah
koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Apabila A.koronaria yang
utama tersumbat, maka akan terjadi infark miokard transmural yang mana
kerusakan jaringannya mengenai seluruh dinding miokard. Pada EKG tampak ST-
13
elevasi miokard infark). STEMI merupakan bagian dari sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut tanpa
B. Patofisiologi
berhubungan dengan fissure dan ruptur plak. Trombosis lokal akan terbentuk
karena ruptur plak yang sudah ada sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan
plak coroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Inti lipid yang terdapat pada plak matur
merupakan substrat utama pembentukan thrombus yang kaya platelet. Pada lokasi
ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
lokal dan poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
14
reseptor glikoprotein IIb/IIIa sehingga memiliki afinitas tinggi terhadap factor von
Willebrand (VWF) dan fibrinogen. Faktor ini akan menunjang adhesi platelet
fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin (Kabo, 2012; Alwi, 2009).
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
C. Faktor risiko
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
kali tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama
ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang yang mulai muncul pada
wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya realtif kebal terhadap
15
penyakit ini sampai menopouse, dan kemudian menjadi sama rentanya seperti
miokard.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia.
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 50%.
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT >
25-49 kg/m2 dan obesitas dengan IMT >30 kg/m 3. Obesitas sentral adalah obesitas
16
peurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi
mengkonsumsi diet ang rendah serat , kurang vitamin C dan E dan bahan-bahan
polisistemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil perhari, pasien memiliki peningkatan
D. Manifestasi Klinik
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan
remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat
ringan, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam. Jarang ada
17
hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa
dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat
nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
jantung.
Gejala klinis menurut buku Ilmu Penyakit Dalam :
1. STEMI
2. NSTEMI
Gejala yang ditimbulkan yaitu :
Nyeri dada dengan lokasi khas atau kadang kala diepigastrium dengan ciri
18
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar Sindrom Koroner Akut adalah manifestasi akut dari plak
ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
19
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis. (PERKI,
2015)
di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung lama
dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya
vaskuler
20
2. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin,
migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag, pelepasan enzim
(Jeremy, 2010)
adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini
mendatangkan lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika
21
media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul
fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari
kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang
darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan ter-
dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak.
Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka.
Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah
22
pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh
dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak
menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan
(Jeremy, 2010)
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks
2010)
aktifasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini
23
bersuperimposisi dengan trobus putih, menyebabkan terjadinya oklusi
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Nyeri dada khas infark miokard berupa nyeri dada substernal dan menjalar
ke lengan kiri, bahu, atau leher. Kualitas nyeri berupa nyeri tumpul seperti rasa
tertindih, atau rasa berat yang berlangsung lebih dari 20 menit dengan
intensitas nyeri makin lama makin bertambah. Tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. Disertai gejala otonom seperti keringat dingin, mual,
2. Pemeriksaan fisik
darah bisa tinggi, normal, atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua
diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu,
nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). TnT adalah
yang paling sensitif dan dapat terdeteksi di dalam darah dalam waktu 2-4 jam
setelah IMA muncul. Nilai positif troponin adalah diatas 0,1 ug/dl.
miokard.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Reperfusi
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi
dikerjakan.
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik.
26
b. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
fibrin.
A. Kontraindikasi absolut
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
B. Kontraindikasi relatif
27
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
8. Kehamilan
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
C. Obat Fibrinolitik
28
dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
perdarahan.
2. Terapi lainnya
a. Anti trombotik
29
yang terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif,
bulan.
b. Thienopiridin
30
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien
reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian
terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang
c. Penyekat Beta
manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan
dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah
pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien
ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat
asma).
d. Inhibitor ACE
31
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat
Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada
pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark
sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang
juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan
H. Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
2. Gangguan Hemodinamik
32
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya
3. Syok kardiogenik
tanpa hipotensi.
iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
33
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
ventrikel.
I. Prognosis
34
3. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang
(L/min/m2)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
IV <2,2 >18 51
35
DAFTAR PUSTAKA
Liwang, Frans & Ika Wijaya. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. 2012. Jakarta:
Media Aesculapius
Alwi, Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Interna Publishing
Kabo, Peter. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional.
2012, Balai Penerbit FKUI
Aaronson PI, Ward JPT. 2010. At A Glance: Sistem Kardiovaskular, Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga
Kabo peter. 2014. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: FKUI
Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal Medicine.
New South Wales: McGraw Hill. 2010.
Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the ACC/AHA
2004 guidelines for the management of the patients with ST- elevation
myocardial infarction : a report of the American College of Cardiology
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
2008;51:210–247.
Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for reperfusion
therapy in emergency department patients with suspected acute myocardial
infarction. American College of Emergency Physicians Clinical Policies
Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in Emergency
Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction. Ann
Emerg Med. 2006;48:358–383.
Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute
myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment
elevation: the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation
Acute Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur
Heart J 2008;29:2909–2945.
ISIS 2 Collaborative Group: Randomized trial of intravenous streptokinase, oral
aspirin, both or neither among 17.187 cases of suspected AMI. Lancet.1986;
1:397.
36
Montalescot G, Barragan P, Wittenberg O, et al, for the ADMIRAL (Ab ciximab
before Direct Angioplasty and Stenting in Myocardial Infarction Regarding
Acute and Long-Term Follow Up) Investigators. Platelet Glycoprotein
IIb/IIIa inhibition with coronary stenting for acute myocardial infarction. N
Engl J Med. 2001;344:1895-903.
Zeymer U, Gitt AK, Jünger C, et al. Acute Coronary Syndromes (ACOS) registry
investigators Effect of clopidogrel on 1-year mortality in hospital survivors
of acute ST-segment elevation myocardial infarction in clinical practice. Eur
Heart J 2006;27:2661–66.
Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto By, Tobing DPL, Firman D, et al.
Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. 3rd ed. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015
Aaronson P, Jeremy . At a Glance Edisi Ketiga Sistem Kardiovaskuler. Erlangga
Medicine Series. 2010. p. 80-2
37