Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

YANG MENGALAMI SCABIES DENGAN MASALAH


INTEGRITAS KULIT
Untuk Memenuhi Tugas PK Anak
Dosen Pembimbing : Dr. Tri Ratnayuningsih S.Kep.Ns.,M.Kes

1
Disusun Oleh:
SINTYA CLARINDA (201804055)

PRODI D3 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2020/2021

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Scabies adalah iritasi yang disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabies yang menimbulkan
gatal. Kutu ini bersarang pada lapisan kulit atas. Kata lain dari scabies dalam bahasa Indonesia
sering disebut kudis, sedangkan orang Jawa mengatakan gudig (Djuanda, 2007).
Penyakit ini banyak dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa tetapi dapat mengenai
semua umur meskipun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut, yang
sering terjadi di lingkungan rumah (Harahap, 2000).
Bila anak-anak terkena dapat mempengaruhi status gizinya dikarenakan daya tahan
tubuhnya (imunitas) dapat melemah sehingga anak-anak kurang nafsu makan dan akhirnya
mengalami kekurangan gizi (Marimbi, 2010).
Rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani dimana kebiasaan hidup bersih ataupun
perilaku hidup bersih masih kurang diperhatikan. Banyak juga masyarakat yang status
ekonominya rendah sehingga perhatian kepada anaknya dalam hal kebersihan masih kurang akan
tetapi ada juga masyarakat yang status ekonominya baik. Selain itu sanitasi lingkungan tempat
tinggal kurang sehat, serta kebiasaan buruknya selalu melakukan aktivitas seperti mandi, cuci,
kakus dilakukan di sungai. Sungai juga sebagai tempat bermain anak-anak. Dan juga sebagian
masyarakatnya memiliki perternakan di belakang rumahnya yang tempatnya kumuh.
Oleh karena itu diperlukan tingkat pemahaman dan pengetahuan terhadap masalah
kesehatan yang akan dihadapi setiap masing-masing orang tua. Bahwa dalam kehidupan sehari-
hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan
mempengaruhi kesehatan. Hal–hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya sosial, keluarga,
pendidikan, persepsi orang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Dari beberapa fenomena tersebut hampir sebagian terjadi pada anak usia prasekolah yang
bertempat tinggal di desa Kramat Temenggung Kec. Tarik Kab. Sidoarjo. Yang dapat dicegah
apabila sarana dan sanitasi lingkungan yang ada dapat dijaga kebersihan dan merubah perilaku
serta kebiasaan buruk dalam menjaga kesehatan. Dengan melihat hal-hal yang terjadi di atas, maka
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat pengetahuan orang tua
terhadap kejadian scabies pada anak prasekolah di desa Kramat Temenggung Kec. Tarik Kab.
Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Scabies?
2. Bagaimana klasifikasi dari Scabies ?
3. Apa saja etiologi dari Scabies ?
4. Bagaimana Patofisiologi dari Scabies ?
5. Bagaimana cara penularan Scabies?
6. Bagaimana Pathway Scabies?
7. Bagaimana Manifestasi Scabies?
8. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Scabies?
9. Apa saja Komplikasi dari Scabies?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Scabies?
C. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk melengkapi tugas Keperawatan
Anak berkenaan dengan penyakit Kulit karena Parasit (Skabies) Pada Anak
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan gambaran tentang konsep penyakit scabies
2. Menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada klien dengan scabies
3. Menjelaskan tentang pembuatan diagnosa berdasarkan pengkajian
4. Menjelaskan tentang pembuatan rencana keperawatan berdasarkan teori keperawatan
5. Menjelaskan tentang implementasi keperawatan berdasarkan teori keperawatan
6. Menjelaskan tentang evaluasi keperawatan berdasarkan teori keperawatan
D. Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan juga ilmu pengetahuan kesehatan,
khususnya penyakit scabies di lingkungan masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI


A. Definisi

Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei.


Pada penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang hebat karena kutu tersebut
menggali kulit dan membuat terowongan dalam kulit, khususnya diantara jari-
jari tangan, pada alat genitalia serta bokong. (Harahap, 2013)
Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
homini dan produknya. (Mansjoer, 2008).
Seluruh siklus hidup Sarcoptes Scabies mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari yang jantan mati setelah kopulasi
yang betina menggali terowongan di stratum korneum dan bertelur. Setelah 3-5
hari menetas menjadi larva dan 2-3 hari kemudian menjadi nimfa berkaki 8
(jantan dan betina) waktu yang diperlukan sejak menetasnya telur sampai
menjadi bentuk dewasa adalah 7-8 hari, diluar tubuh penderita parasit hanya
dapat hidup selama 2-3 hari pada suhu kamar.
Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk,
kepadatan penduduk yang tinggi, sering berganti pasangan seksual, minimnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies, kesalahan diagnosa dan
penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2008).
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia
adalah sebagai berikut :
1. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
4. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering
dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu
tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
5. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun selular.
6. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan
orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran
eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku.
Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes
scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes
scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah
didiagnosis, kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita
menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua
dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi
kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita
penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita
imunosupresif. (Harahap, 2013)

B. Etiologi
Penyebabnya adalah Sarcoptes (Djuanda, 2010):
1. Klasifikasi
Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo
Akrarima, super famili Sarcoptes. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada
kambing dan sapi. Sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat
infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varian hominis.
2. Kebiasaan Hidup
Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan,
bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis,
telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
3. Siklus Hidup
Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati
setelah membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali
terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50. Bentuk
betina yang dibuhai dapat hidup selamanya. Telur akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.
Larva ini dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina
dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan
2 pasang kaki kedua padabetina terakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330-450 mikron
kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro kali 150-200
mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari. Kurang lebih 10% telur yang dapat
menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya.

C. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008).
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui
kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,
sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau
temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak
langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk
dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun
demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber
penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010)
D. Pathway
Agen transmitter
sarcoptes scabies

Kontak langsung Kontak tidak langsung

Membentuk kanakuli (terowogan) di sela jari, tangan, siku, pegelangan tangan


Gangguan
body image

Sensitivitas terhadap sekret

Timbul papul, vesikel, urtika


Gangguan pola
tidur
Timbul rasa gatal

Timbul keinginan untuk


menggaruk

Kerusakan
integritas kulit Ulkus, erosi, eklovarasi

Resiko infeksi
E. Manifestasi Klinis
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di
pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang
oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola
mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. (Djuanda, 2010)
5. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan
lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit.
6. Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi,hygiene
perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit. Batognomatik
berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit
meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10 milimeter
sampai 3 centimeter dan bergelombang (Harahap, 2013)
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis. Papul atau terowongan yang baru
dibentuk dan utuh, ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10%. Kemudian dikerok
dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan, hasil kerokan
diletakkan pada gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup, lalu diperiksa dibawah m
ikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum. Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang
gelap dan digerakkan tangensial, tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
diangkat keluar. Dengan cara ini tungau sulit ditemukan, tetapi bagi orang yang
berpengalaman cara ini dapat meningkatkan ketepatan diagnosis.
c. Burrow ink test (tes tinta pada terowongan). Papul scabies dilapisi tinta cina dengan
menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit, kemudian dihapus dengan
alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk
gambaran khas berupa garis zig-zag.
d. Epidermal shave biopsy (membuat biopsi irisan)
e. Uji tetrasiklin (Harahap, 2013)

H. Komplikasi
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul:
1) Dermatitis akibat garukan
2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat
menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies
yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang
terlalu sering. (Harahap, 2013)

I. Penatalaksanaan
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian:
a. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei,
dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota
keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-
anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu
menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan
kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status
gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
i. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
ii. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi
pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
iii. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei,
bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah
sinar matahari selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus. Dengan menggunakan obat-obatan
(Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain:
i. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20%
dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan
mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
ii. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua
stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit
diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah dipakai.
iii. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane)
kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan
karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan
jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika
masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
iv. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti
gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
v. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya
sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi
setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12
bulan.
vi. Crotamiton dalam krim, , efektifitasnya sama. Aplikasi Oleskan
ke seluruh tubuh, bersihkan setelah 24 jam, Ulangi setiap hari
selama tiga hari. Dianjurkan lebih muda dari usia 2 bulan
vii. Benzil benzoat 25%, efektifitasnya sama, Encerkan 6,25%
untuk bayi 6 bulan sampai 2 tahun, Encerkan sampai 12,5%
untuk anak usia 2-12 tahun, oleskan ke seluruh tubuh,
bersihkan setelah 24 jam. Encerkan sampai 12,5% untuk anak
usia 2-12 tahun, Oleskan ke seluruh tubuh, bersihkan setelah 24
jam. Ulangi sekali setelah 7-14 hari
viii. Ivermektin dilakukan dengan cara oral 200 μg / kg untuk usia 5
tahun lebih. Kontra indikasikan jika <15 kg, hamil, atau
menyusui. Ulangi sekali setelah 7-14 hari

J. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
i. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
ii. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara
teratur minimal 2 kali dalam seminggu.
iii. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
iv. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
v. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies.

vi. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan


tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi
dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita,
mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa,
namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin
terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam
di cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan
gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci
kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes,2007).
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, status,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no bed, nama ruangan dan
diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada anak penderita scabies terdapat lesi dikulit di seluruh tubuh terutama
pada kulit yang tipis seperti kulit kepala, wajah, leher, telepak tangan dan kaki.
Anak juga merasakan gatal terutama pada malam hari karena S.scabiei bekerja
membuat terowongan pada malam hari dan S.scabiei senang dengan suhu yang
lembab dan panas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien biasanya mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian


menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat sehingga
klien selalu menggaruk yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada bagian
bekas garukan. Gatal biasanya dirasakan pada malam hari yang menyebabkan
klien merasa gelisah. Scabies biasanya menyerang pada bagian tubuh dengan
stratum korneum yang tipis, misalnya sela jari tangan kaki, pergelangan tangan
kaki,telapak tngan kaki, setiap lipatan tangan kaki, setiap lipatan tubuh, bokong,
genetalia, panjang 1 cm dengan ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikula. Adanya bintik-bintik yang terasa panas yang menonjol berwarna
kemerahan dan bernanah jika terinfeksi.

c. Riwayat Kesehatan Sebelumya

Biasanya klien pernah memiliki riwayat alergi atau pernah menderita


penyakit scabies sebelumnya. Riwayat tinggal di tempat yang kotor dan lembab,
dan riwayat pernah tinggal dengan seseorang yang pernah mengalami scabies
sebelumnya. Riwayat klien pernah bergonta ganti pakaian dengan orang lain,
dan klien suka memakai baju secara bersama.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Scabies adalah penyakit menular, sehingga apabila ada anggota
keluarga yang terkena scabies akan menularkan ke anggota keluarga
yang lain.
3. Kemampuan Fungsional
1). Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Apabila sakit, anak biasa membeli obat di toko obat terdekat atau apabila tidak
terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
2). Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada pasien scabies tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
3). Pola Eliminasi
Pada pasien scabies tidak terjadi gangguan terhadap pola eliminasinya.
4). Pola Latihan / Aktivitas
Anak yang terkena scabies akan menjadi malas melakukan kegiatan sehari-hari
seperti mandi, makan, bermain, dll karena anak focus terhadap rasa gatal dan
nyeri yang dirasakan
5). Pola Istirahat Tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada
malam hari.
6). Pola Persepsi Kognitif
Pada pasien scabies tidak terjadi gangguan terhadap pola kognitif perceptualnya
7). Pola Persepsi Diri
Pada anak yang terkena scabies akan menjadi kurang percaya diri akibat gatal-
gatal, kulit bintik-bintik dan mengelupas
8). Pola Koping dan Toleransi stress
Kehilangan atau perubahan yang terjadi  pada penderita scabies adalah anak
malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga masalah utama yang
terjadi selama anak sakit, anak selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas
untuk bermain, bersosialisasi.
9). Pola Hubungan Peran
Pada anak yang terkena scabies membutuhkan dukungan dari orang tua atau
orang terdekat karena kebanyakan penderita scabies kepercayaan dirinya kurang
akibat dari adanya gatal-gatal, kulit bintik-bintik dan mengelupas. Dukungan
dari orang tua akan meningkatkan kepercayaan diri anak dan anak dapat cepat
sembuh.
10). Pola Reproduksi Seksual
Tidak terjadi gangguan
11). Pola Keyakinan
Intensitas beribadahnya menjadi berkurang dan tidak bisa maksimal

4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi : Tekanan darah, Berat badan, Tinggi badan, RR, Nadi,
Suhu
a. Keadaan umum: keadaan umum biasanya baik
b. Kesadaran: composmentis
1) Sistem Integumen
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriosi dan
lain-lain). Tempat predileksi biasanya merupakan daerah dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae (wanita) dan lipat
glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan
seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit
kepala dan wajah.
Menemukan tungau, dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang
berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan agak dalam
hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam
dikulit. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.      
- Kepala : Kadang ditemukan bula
- Dada : Kadang ditemukan bula
- Punggung : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
- Ekstremitas : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
2) Sistem Kardiovaskuler
Tidak terjadi gangguan
3) Sistem Pernapasan
Tidak terjadi gangguan
4) Sistem Penginderaan
Tidak terjadi gangguan
5) Sistem Pencernaan
Tidak terjadi gangguan
6) Sistem Perkemihan
Tidak terjadi gangguan
7) Sistem Muskuluskeletal
Tidak terjadi gangguan
8) Sistem Reproduksi
Tidak terjadi gangguan
9) Sistem Neurobehaviour
Tidak terjadi gangguan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya erosi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (kerusakan integritas kulit)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (akibat rasa gatal).
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh. (NANDA-I. 2018)
C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan NOC-NIC 2015:
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Jaga kebersihan kulit agar
integritas kulit tindakan keperawatan tetap bersih dan kering
berhubungan 3x24 diharapkan lapisan 2. Monitor kulit akan adanya
dengan adanya kulit terlihat normal kemerahan
erosi dengan kriteria hasil 3. Menganjurkan pasien
untuk Menjaga kebersihan
- Integritas kulit yang
dengan cuci tangan dan
baik dapat
mandi
dipertahankan
4. Observasi luka: lokasi,
- Tidak ada luka atau
dimensi, kedalaman
lesi pada kulit
luka, karakteristik, warna
- Perfusi jaringan
cairan
baik
5. Kolaborasikan pemberian
- Mampu melindungi
obat topikal
kulit dan
mempertahank an 6. Bantu pasien untuk
kelembapan kulit
mengoleskan obat topikal pada
tubuh
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. anjurkan pasien untuk
berhubungan asuhan keperawatan menjaga kebersihan diri
dengan selama 2x24 jam dengan sering cuci
ketidakadekuatan bersihan tidak terjadi tangan dan mandi
pertahanan tubuh risiko infeksi dengan 2. Monitor tanda dan
primer (kerusakan kriteria hasil: gejala infeksi
integritas kulit) a) klien bebas dari 3. Inspeksi kulit dan
tanda dan gejala membran mukosa
infeksi terhadap kemerahan,
b) menunjukkan panas, drain
kemampuan 4. tingkatkan intake
untuk nutrisi anjurkan
mencegah pasien untuk
timbulnya meningkatkan istirahat
infeksi 6. ajarkan pada
c) menunjukkan pasien dan
perilaku hidup keluarga tanda dan
3 Gangguan citra Setelah
sehat dilakukan 1. gejala
kaji secara
infeksiverbal dan non
tubuh berhubungan d)asuhan keperawatan
mendeskripsikan verbal respon pasien
dengan perubahan selama proses1penularan
x 8 jam terhadap tubuhnya
4 Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan 1. kaji penyebab
struktur/bentuk gangguan body
penyakit, faktor 2. monitor frekuensi
tidur keperawatan selama 1 x gangguan tidur
tubuh. image
yang teratasi mengkritik dirinya
berhubungan 24 jam gangguan pola 2. determinasi efek- efek
dengan
mempengaruhikriteria 3. jelaskan tentang
dengan tidur pasien medikasi terhadap pola
hasil :
penularannya dan pengobatan, perawatan,
kurang kontrol teratasi dengan kriteria tdur
a) penatalaksanaanny
body image kemajuan dan
tidur (akibat hasil: 3. jelaskan pentingnya tidur
a positif prognosis penyakit
rasa gatal). 1) jumlah jam tidur yang adekuat
b) mampu 4. dorong pasien untuk
dalam batas normal 4. fasilitasi untuk
mengdentifikasi mengungkapkan
2) pola tidur, kualitas mempertahankan aktivita
kekuatan personal perasaannya
dalam batas normal sebelum tidur
c) mendiskripsikan 5. fasilitasi kontak
3) perasaan fresh sesudah 5. ciptakan lingkungan yang
secara faktual dengan individu lain dan
tidur nyaman
perubahan fungsi kelompok
4) mampu kolaborasi pemberian obat
tubuh
mengidentifiasi hal- tidur
hal yang dapat
d) mempertahankan
meningkatkan tidur
interaksi sosial
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang komprehensif merupakan pengeluaran dan perwujudan dari
rencana yang telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terealisasi dengan baik
apabila berdasarkan hakekat masalah, jenis tindakan atau pelaksanaan bisa dikerjakan
oleh perawat itu sendiri, kolaborasi sesama tim/kesehatan lain dan rujukan dari profesi
lain.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respons pasien terhadap hasil yang
diharapkan dari rencana layanan. Selain itu pada langkah ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan, apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan yang dikaji dengan metode
pendokumentasian SOAP

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2007). Cegah dan Hilangkan Penyakit “Khas” Pesantren. Jakarta.


Website: http://suhelmi.wordpress.com/2007/10/23/cegah-dan-
hilangkan-penyakit-khas-pesantren/
Djuanda, Adhi. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Handoko, (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Harahap, Mawali. (2013). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Masjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC
NANDA-I. (2018). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasfiikasi 2018-2020
Edisi 11. Jakarta: EGC.
NIC. (2015). Nursing Intervention Classification. Mosby: Elsevier
NOC. (2015). Nursing Outcomes Classification. Mosby: Elsevier
Sudirman. (2006). Diagnosis dan Pengobatan Scabies. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai