Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

PENYAKIT KULIT (SKABIES)

DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 14

MEIANA MUMTAZA S P23133115026

MUHAMMAD ZUFAR IBRAHIM P23133115029

NUKE FERNANDA P23133115032

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI D-IV
TINGKAT II
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
Telp.(021)7397641, 7397643.Fax (021) 7397769
2016
DEVINISI PENYAKIT KULIT

Penyakit kulit merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh adanya


jamur, kuman-kuman, parasit, virus maupun infeksi. Penyakit jamur dapat hidup
dan berkembang biak ditempat pembuangan sampah dan pada petugas pengangkut
sampah. Penyakit kulit dapat menyerang keseluruh atau sebagian tubuh tertentu.
Penyakit kulit dapat menyerang siapa saja

SKABIES

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)


Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran
sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.
Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah
menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita
maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir
yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat
tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti
disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok
pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi
yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat
sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada
suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada
komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara
individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007).

1
AGEN PENYEBAB SKABIES

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)


Sarcoptes scabei. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna
putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450
mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240
mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Epidemiologi

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.


Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27
% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar,
1995). Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang
sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari
penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985 menyatakan
bahwa prevalensi skabies pada anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di
Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%)
sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak dibawah umur
9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14
tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi
skabies tertinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi
skabies sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997).

2
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih.
Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu
kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan
survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei
tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986
survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi
skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang
dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997).
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada
pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun
(Harahap, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan
5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies
adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan
tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai
(Depkes. RI, 2000).

3
Karakteristik Skabies

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia


adalah sebagai berikut:

a) Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
b) Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
c) Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
d) Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering
dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu
tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
e) Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun selular.
f) Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan
orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.

4
g) Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran
eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku.
Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes
scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes
scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah
didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah
penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada
orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome),
sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis),
penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan
penderita imunosupresif (Emier, 2007).

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

I. Tahap Pre-Patogenesis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi

mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh

serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian

pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan

bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam

arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman

mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu.

Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya

tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’

ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan

kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka

5
keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan

perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

Tahap prepatogenesis penyakit skabies dimulai saat seseorang

melakukan kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang sudah

menderita penyakit ini, orang yang sehat akan beresiko terkena

penyakit ini bila melakukan kontak langsung tersebut. Kebanyakan

terjadi di kalangan anak-anak yang suka bermain dengan anjing

peliharaan ataupun yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Kontak

langsung juga terjadi pada saat orang yang sehat bersalaman atau

bersentuhan dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Karena

sarcoptes scabiei varian hominis ini berada di permukaan kulit

manusia.

Selain itu juga di kalangan mahasiswa yang tinggal di asrama ataupun

tempat-tempat kost dan sering bertukar-tukar pakaian dengan orang

lain yang tanpa diketahui sudah terkena penyakit ini. Tanpa disadari

orang itu telah melakukan kontak tidak langsung dengan agen penyakit

skabies sehingga dapat dipastikan orang tersebut akan terkena penyakit

skabies.

II. Tahap Patogenesis

Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit

penyakit , tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia , dalam arti

bibit penyakit berada di luar tubuh manusia,dan belum masuk ke

6
dalam tubuh . pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda

penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak

penyakit keadaan ini disebut sehat .

a. Tahap Inkubasi

Masa inkubasi berlangsung 2 sampai 6 minggu

sebelum serangan gatal muncul pada orang yang

sebelumnya belum pernah terpajan. Orang yang

sebelumnya pernah menderita scabies maka gejala akan

muncul 1 – 4 hari setelah infeksi ulang.

b. Tahap Dini

Pada tahap ini penderita skabies mulai mengalami gatal-

gatal di malam hari atau bila cuaca panas serta pasien

berkeringat (Sudirman, 2006). Gatal pada malam hari

disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi

sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000). Bagian

tubuh yang gatal yaitu, tangan, kaki, siku, ketiak, pusar,

perut bagian bawah dan pantat.

c. Tahap Lanjut

Di tahap ini, telah muncul gejala-gejala yang lebih nampak

yaitu mulai muncul bintik merah seperti bekas gigitan

serangga dan gatal pada pergelangan tangan, telapak tangan

dan sela jari – jari tangan.

7
III. Tahap Pasca-Patogenesis

Penderita skabies ada yang berakhir dengan sembuh sempurna

dimana sudah tidak terdapat lagi agen penyakit yaitu Sarcoptes Scabiei

di dalam tubuh penderita. Tetapi adapula yang berakhir dengan kondisi

sembuh tapi cacat. Penderita sudah bebas dari penyakit ini tetapi

terdapat bekas-bekas luka ataupun iritasi kulit yang disebabkan oleh

aktivitas agen pada saat infestasi pada penjamu. Bagi penderita yang

tidak ditangani dengan cepat dan benar maka akan menyebabkan

kematian.

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN

Di Indonesia penyakit skabies merupakan penyakit kulit biasa yang

banyak dijumpai didaerah tropis terutama berasal dari masyarakat yang hidup

dalam lingkungan atau keadaan hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat

rendah.

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan

lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu

tempat yang relatif sempit.

Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat

masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan

akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh

pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta

8
kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan

menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat

tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan

fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai

oleh masyarakat luas. serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih

sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan

yang telah ada.

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat

tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan

fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai

oleh masyarakat luas.

Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan

lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam

lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang

lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak

sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, dan saling bertukar pakai benda

pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007)

PENGOBATAN.

Pengobatan Skabies Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan

delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT

(Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi

9
salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non

organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan

selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang

karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi

pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi

kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang

terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007).

Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan

Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui

aplikasi secara topical atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang

terserang skabies, mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit,

sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi

ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang

memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam

hidrosianat dan alkaloid (Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995).

PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES


1. Kebersihan Kulit
Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan
kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah :
1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.
2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain
yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera
mandi setelah selesai kegiatan tersebut.

10
3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik
tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari.
4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi
tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan
menyebabkan iritasi dan infeksi.
5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk
yang sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006).

2. Kebersihan tangan dan kuku


Bagi penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke
wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk
kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar
mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan
mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan
punggung tangan.
2) Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan
sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari.
3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti
telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan.
4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku
terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit
(Webhealthcenter, 2006).
3. Kebersihan Kaki
menjaga kebersihan kaki dengan selalu memakai sepatu dan kaus
kaki yang kering agar terhindar dari penyakit kulit skabies, karena
sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan
tertutup (Webhealthcenter, 2006).

4. Kebersihan Genitalia

11
Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga,
misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar.
Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih.
Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke
depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah
terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan
masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya
sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan
yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun,
pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital,
peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk tumbuh
kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman
akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu
seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).

5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk
menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna
dan berdaya guna baik dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-
tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju, sabun mandi,
handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD,2005).

12
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20352/4/Chapter%20II.pdf
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/318452911?
extension=docx&ft=1478054505&lt=1478058115&user_id=301978802&uahk=d
u69nnReSFxxtVuzeW/IWCKqG+k

13

Anda mungkin juga menyukai