SKABIES
1
AGEN PENYEBAB SKABIES
Epidemiologi
2
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih.
Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu
kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan
survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei
tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986
survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi
skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang
dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997).
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada
pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun
(Harahap, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan
5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies
adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan
tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai
(Depkes. RI, 2000).
3
Karakteristik Skabies
a) Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
b) Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
c) Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
d) Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering
dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu
tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
e) Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun selular.
f) Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan
orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.
4
g) Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran
eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku.
Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes
scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes
scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah
didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah
penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada
orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome),
sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis),
penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan
penderita imunosupresif (Emier, 2007).
I. Tahap Pre-Patogenesis
pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam
arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman
Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya
5
keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan
langsung juga terjadi pada saat orang yang sehat bersalaman atau
manusia.
lain yang tanpa diketahui sudah terkena penyakit ini. Tanpa disadari
orang itu telah melakukan kontak tidak langsung dengan agen penyakit
skabies.
penyakit , tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia , dalam arti
6
dalam tubuh . pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda
penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak
a. Tahap Inkubasi
b. Tahap Dini
c. Tahap Lanjut
7
III. Tahap Pasca-Patogenesis
dimana sudah tidak terdapat lagi agen penyakit yaitu Sarcoptes Scabiei
sembuh tapi cacat. Penderita sudah bebas dari penyakit ini tetapi
aktivitas agen pada saat infestasi pada penjamu. Bagi penderita yang
kematian.
KARAKTERISTIK LINGKUNGAN
banyak dijumpai didaerah tropis terutama berasal dari masyarakat yang hidup
dalam lingkungan atau keadaan hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat
rendah.
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
8
kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan
oleh masyarakat luas. serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih
lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam
lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang
lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak
sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, dan saling bertukar pakai benda
PENGOBATAN.
delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT
9
salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non
organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan
pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi
kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang
terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007).
sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi
10
3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik
tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari.
4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi
tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan
menyebabkan iritasi dan infeksi.
5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk
yang sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006).
4. Kebersihan Genitalia
11
Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga,
misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar.
Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih.
Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke
depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah
terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan
masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya
sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan
yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun,
pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital,
peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk tumbuh
kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman
akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu
seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).
12
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20352/4/Chapter%20II.pdf
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/318452911?
extension=docx&ft=1478054505<=1478058115&user_id=301978802&uahk=d
u69nnReSFxxtVuzeW/IWCKqG+k
13