Anda di halaman 1dari 51

DIAGNOSIS KOMUNITAS PENYAKIT SKABIES PADA DESA

BERNUNG GEDONG TATAAN PESAWARAN

Oleh:

Debby Cinthya DV, S.Ked 1718012048


Purnama Simbolon, S.Ked 1718012083
William Bahagia, S.Ked 1718012082

Pembimbing:
dr. Azelia Nusadewiarti, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga the
itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau
penyakit amper. Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100
tahun lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei
atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis.Sarcoptes
scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super
famili Sarcoptes (Harahap, 2011).

Terdapatlebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita


skabies.Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies
sekitar 6%- 27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak
serta remaja. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
prevalensi penyakit skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering (Muzakir, 2014).Di Indonesia sendiri skabies merupakan penyakit
kulit yang masih dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat
(Sudirman, 2016). Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi
Lampung tahun 2011, jumlah kasus baru penyakit skabies berjumlah 1135
orang, tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari 2x lipat dari tahun
2011 yaitu dari 1135 orang menjadi 2941 orang (Dinkes Provinsi Lampung,
2013). Sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa prevalensi skabies
lebih sering terjadi di daerah perkotaan, pada anak-anak dan wanita, dan
pada musim dingin dibandingkan saat musim panas (Burns,
2014).Lingkungan padat penduduk, yang sering terdapat pada negara-negara
berkembang dan hampir selalu berkaitan dengan kemiskinan dan higiene
yang buruk, dapat meningkatkan penyebaran skabies (Weller, 2012).

Skabies biasanya menyerang manusia yang biasa hidup secara berkelompok,


yang tinggal di asrama, barak-barak TNI, lapas dan pondok pesantren
.Skabies ditularkan melalui kontak langsung kulit dengan kulit maupun
dengan kontak tidak langsung melalui benda-benda yang dipakai bersama,
misalnya handuk, pakaian, sprei, dan sarung bantal. Semakin banyak jumlah
parasit dalam satu individu, maka semakin besar kemungkinan terjadinya
penularan dalam lingkungan yang sama. Terdapat berbagai gambaran klinis
skabies yang berbeda pada berbagai individu.Gambaran ini dapat
menyulitkan diagnosis sehingga menyebabkan terapi yang tidak
tepat.Apabila beberapa anggota keluarga mengeluhkan erupsi kulit yang
gatal, skabies harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis (Stone dkk,
2012).Kurangnya pengetahuan dan higiene perorangan dapat memicu
terjadinya penyakit scabies serta tradisi kebiasaan buruk misalnya sering
berganti-ganti pakaian dengan oranglain.Misalnya di kalangan mahasiswa
yang tinggal di tempat – tempat seperti asrama, pesantren maupun di tempat
– tempat kost.Banyak diantara mereka yang sering bertukar handuk pakaian
dalam dan sebagaunya dengan teman sekamar mereka.Selain itu adanya
kebiasaan para mahasiswa yang malas mengganti alas tempat tidur sehingga
memicu timbulnya penyakit ini (Badri, 2017).

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi
angka kejadian skabies di Desa Bernung Gedong Tataan Pesawaran.
1.2.2 Untuk mencari penyebab permasalahan terjadinya skabies di Desa
Bernung Gedong Tataan Pesawaran.
1.2.3 Untuk mencari alternatif penyelesaian permasalahan skabies di Desa
Bernung Gedong Tataan Pesawaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang
disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini dikenal juga
dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di semua
negara dengan prevalensi yang bervariasi.Skabies tidak membahayakan bagi
manusia.Adanya rasa gatal pada malam hari merupakan gejala utama yang
mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit scabies banyak
berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan
kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Skabies
cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang
dewasa. (Handoko, 2012).

2.2 Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat.Penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.Penyakit ini
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai
semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita. Insidens skabies di negara
berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat
dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemi
berikutnya kurang lebih 10-15 tahun .Beberapa faktor yang dapat membantu
penyebarannya adalah kemiskinan, higiene yang jelek, seksual
promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi, dan derajat sensitasi
individual (Harahap M., 2011).
2.3 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili
Sarcoptes (Djuanda, 2011).

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes Scabiei (Desiandura et al, 2017)

Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih
kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut,
tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang
jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang
kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang.
Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu
bulan.Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3
dan ke-4.Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai
pada pasangan kaki ke-3 saja (Desiandura et al, 2017).
Gambar 2. Siklus Hidup S.scabiei (Rezki, 2017)

2.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa
bentuktersebut antara lain (Harahap M, 2011):

1. Skabies pada orang bersih


Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara
teratur (Amiruddin, 2013).

2. Skabies pada bayi dan anak


Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul
pruritis eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah
lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-
minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan.Vesikel dan bula
bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari (Stone, 2018).Lesi
skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang
ditemukan (Hengge, 2016).

Pada bayi, lesi terdapat di wajah.Lesi yang timbul dalam bentuk


vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut
atipikal.Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan dapat
dikaburkan dengan dermatits atopik atau acropustulosis.Rasa gatal
bisa sangat hebat, sehingga anak yang terserang dapat iritabel dan
kurang nafsu makan (Amiruddin, 2013).

3. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran
2-20 mm yang sangat gatal.Umumnya terdapat pada daerah yang
tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang
lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan
anti skabies (Hengge, 2016).

4. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami
skabies.Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak
hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk.Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler
(Amiruddin, 2013).

5. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)


Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata
berupa krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit
kepala berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut
dapat pula disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular tetapi
gatalnya sangat sedikit.Dapat ditemukan lebih dari satu juta populasi
tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi imun misalnya AIDS, penderita gangguan
neurologik dan retardasi mental (Stone, 2018).

2.5 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan.Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi.Pada saat itu dijumpai kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urticaria, dan
lain-lain.Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder (Handoko, 2012).

Tungau dapat hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari


tangan, pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak
depan, umbilicus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki, dan
areola mammae pada perempuan. Pada bayi, skabies dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki (Harahap M., 2011).

Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu abu
dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau
berkelok-kelok.Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi
sekunder.Di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil.
Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak
banyak mengandung folikel pilosebasea (Harahap, 2011).

Adanya periode asimptomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena


dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya
sebelum hospes membuat respons imunitas. Setelahnya, hidup mereka
menjadi penuh bahaya karena terowongannya akan digaruk dan tungau -
tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes
mengendalikan populasi tungau dan pada kebanyakan penderita skabies,
rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin
(Hay, 2012).

2.6 Cara Penularan


1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat
tangan, tidur bersama, dan berhubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh Sarcoptes
scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk
larva.Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-
kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing (Handoko, 2017).

2.7 Diagnosis
2.7.1 Gambaran Klinis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda di
bawah ini:
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas
tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya


dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena.

c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang


dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus
atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan
papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leukosit).

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat


ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang
hebat terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula
(bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal
pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan
dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Tarbox,
2018)

Gambar3. Lesi Skabies di Pergelangan Tangan Berupa Papul, Vesikel, Erosi dan Skuama
Kolaret, Multipel, Diskret (Sungkar, 2016)

Gambar4. Skabies di Sela Jari Berupa Papul Eritematosa, Vesikel, Pustul, Erosi dan
Skuama Kolaret, Multipel, Diskret (Sungkar, 2016)
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis paling akurat scabies yaitu jika ditemukan adanya
Sarcoptes scabiei pada kulit pasien. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel
steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.
Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan
kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop (Chandler, 2019).

b. Mengambil tungau dengan jarum


Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif,
tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil
dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan
keahlian tinggi (Chandler, 2019).

c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)


Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit.Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya
karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif
bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis
menyerupai bentuk S (Chandler, 2019).

d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)


Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar
tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop.Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin-
Eosin(Amiruddin, 2013).

e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli(Amiruddin, 2013).

f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat
mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala
dan kaki(Amiruddin, 2013).

g. Biopsi plong (punch biopsy)


Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau
atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau
hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi
berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum
digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah
lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal pada
penderita yang tidak kooperatif (Karthikeyan, 2015)

h. Apusan kulit.
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada
lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian
diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada
satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop (Chandler, 2019)

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari skabies terbagi atas 5 (Karthikeyan K., 2015):
1. Papular Urtikaria
Biasanya terjadi pada anak-anak berumur diantara 2-10 tahun.Yang
membedakannya dari skabies adalah ketidakhadiran terowongan pada
lesinya.Dan lagi pada umumnya tidak terdapat karakteristik gatal pada
skabies.

2. Atopic Dermatitis
Terdapat gatal dan erupsi vesikopapular yang predominan di
fleksor.Yang membedakannya dengan skabies adalah adanya
terowongan dan pembungkusan ruang jaringan.

3. Lichen Planus.
Ditandai dengan sebuah gatal di lengan bawah, kaki, dan
punggung.Selain gatal, simetris dari lesi, dan kejadian lesinya,
penyakit ini tidak menyerupai skabies.

4. Dermatitis Herpetiformis.
Ditandai dengan gatal yang kronis, simetris, dan erupsi vesikopapular
yang meliputi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.Gatal bersifat
persisten dan hadir terus setiap hari.Penyakit ini sering salah
didiagnosis sebagai skabies, meskipun jarang terjadi.

5. Infantile Acropustulosis.
Penyakit ini bisa dibedakan dengan skabies dengan tidak adanya lesi
pada jaringan cutaneous di badan, dan juga tidak adanya gatal.
2.9 Pengobatan
Prinsip pengobatan skabies adalah menggunakan skabisida topikal diikuti
dengan perilaku hidup bersih dan sehat baik pada penderita maupun
lingkungannya.Syarat skabisida ideal adalah efektif terhadap semua stadium
tungau, tidak toksik atau menimbulkan iritasi, tidak berbau, serta tidak
menimbulkan kerusakan atau mewarnai pakaian, dan mudah
diperoleh.Syarat lainnya adalah harga skabisida cukup murah karena
penderita skabies umumnya dari golongan ekonomi lemah.

Sebelum mengoleskan skabisida, penderita skabies harus mandi


menggunakan sabun.Sabun dipakai ke seluruh bagian tubuh, bukan hanya
tangan, wajah, ketiak dan alat kelamin; lalu dibilas dengan bersih.Setelah
badan kering, skabisida dioleskan ke seluruh permukaan kulit dari leher
sampai ujung jari kaki.Perhatian khusus diberikan ke lesi di tempat
predileksi misalnya sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan
tangan, bokong, dan alat kelamin.Apabila terhapus sebelum waktunya
misalnya karena berwudhu atau mencuci tangan maka obat harus dioleskan
lagi.Setelah mencapai waktu yang ditentukan, obat dibersihkan dari seluruh
tubuh dengan mandi memakai sabun.Selesai mandi, badan dikeringkan
dengan handuk bersih dan kering lalu handuk dijemur di bawah terik sinar
matahari.

Ada obat yang hanya bersifat skabisida misalnya sulfur presipitatum, namun
ada yang bersifat skabisida dan ovisida sekaligus misalnya gama benzen
heksaklorida dan permetrin. Berikut adalah obat yang dapat digunakan
untuk terapi scabies :
1. Permetrin
Permetrin adalah insektisida yang termasuk golongan piretroid
sintetik, bekerja dengan cara mengganggu kanal natrium,
menyebabkan perlambatan repolarisasi dinding sel parasit yang pada
akhirnya membunuh parasit. Permetrin tersedia dalam bentuk krim
dengan konsentrasi 5%, pemakaiannya lebih singkat dari gama benzen
heksaklorida dan efek sampingnya lebih ringan. Permetrin dalam
bentuk krim 5% adalah skabisida pilihan dalam tatalaksana skabies
karena angka kesembuhannya tinggi dan toksisitasnya rendah.

Pengolesan permetrin ke seluruh tubuh menimbulkan perasaan tidak


nyaman karena rasa lengket terutama saat penderita berkeringat.Pada
penderita skabies yang mendapat permetrin, ditemukan efek samping
sekitar 1-10% namun efek samping tersebut tergolong ringan dan
hilang dengan sendirinya.Efek samping yang paling sering muncul
adalah rasa terbakar dan menyengat pada sekitar 10%
penderita.Sekitar 7% penderita mengalami rasa gatal setelah
pengolesan krim permetrin.Efek samping lainnya adalah rasa panas,
kemerahan dan iritasi pada sebagian kecil penderita skabies.Permetrin
memiliki kontraindikasi terhadap orang yang memiliki
hipersensitivitas terhadap permetrin, piretroid, dan piretrin karena
dapat menyebabkan sensasi terbakar, pedih, dan kemerahan namun
hanya bersifat sementara.

2. Sulfur Presipitatum
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan
efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada
bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap
M.,2000). Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi (Khalil, 2017).

3. Gama benzen heksaklorida


Gama benzen heksaklorida adalah Skabisida tersebut tersedia dalam
bentuk krim atau losio dengan konsentrasi 1% dan merupakan obat
pilihan untuk terapi skabies karena dapat membunuh telur, larva,
nimfa dan tungau dewasa, mudah digunakan, dan tidak menimbulkan
iritasi. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan ke seluruh
badan dari leher ke bawah sampai ujung jari kaki lalu dibersihkan
setelah 12 jam. Gama benzen heksaklorida cukup diberikan sekali,
namun jika masih terdapat gejala aktif skabies maka perlu diulangi
seminggu kemudian.Skabisida ini tidak boleh diberikan untuk ibu
hamil dan anak di bawah 6 tahun karena neurotoksik. Efek samping
gama benzen heksaklorida adalah mual, muntah, nyeri kepala,
iritabilitas, insomnia, dan kejang. Kematian dan kejang pernah
dilaporkan pada anak kecil yang tertelan gama benzen heksaklorida,
terlalu sering atau terlalu banyak pengolesan atau perubahan barier
pelindung kulit (Saleha, 2016).

4. Benzil benzoat
Benzil benzoat, ester asam benzoat dan benzil alkohol diperoleh dari
balsam Peru dan Tolu; terdapat dalam bentuk emulsi atau losio dengan
konsentrasi 20-25%.Obat tersebut cukup efektif terhadap semua
stadium karena bersifat neurotoksik untuk tungau. Benzil benzoat
efektif untuk mengatasi crusted scabies yang resisten terhadap
permetrin, namun obat ini sulit diperoleh, sering mengakibatkan
iritasi, dan menambah rasa gatal setelah dipakai. Cara penggunaannya
adalah dengan dioleskan setiap malam selama tiga hari berturut-turut.
Pada orang dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Efek samping benzil benzoat adalah dermatitis iritan
dan pada penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis
alergi.Benzil benzoat tidak boleh digunakan pada ibu hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun (Saleha, 2016).

Krotamiton Krotamiton merupakan skabisida yang cukup efektif.Obat


tersebut tersedia dalam bentuk krim atau losio dengan konsentrasi
10%. Cara pemakaian krotamiton adalah dengan mengoleskannya dari
leher ke bawah, lalu diulang 24 jam kemudian. Krotamiton harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.Krotamiton memiliki efek
sebagai skabisida sekaligus antigatal.Pengolesan setiap hari selama 5
hari berturut-turut memberikan hasil yang memuaskan.Tingkat
keberhasilan bervariasi sekitar 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh bila
dioleskan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi
dan berganti pakaian. Efek samping berupa iritasi di kulit yang erosif
dan sensitisasi pada pemakaian yang lama (Saleha, 2016).

5. Ivermektin
Ivermektin merupakan derivat makrolid semisintetik yang
menghambat gamma-aminobutyric-acid pada neurotransmitter
sehingga menyebabkan paralisis parasit. Ivermektin oral
efektivitasnya setara dengan permetrin sebagai skabisida sehingga
menjadi alternatif untuk terapi skabies karena lebih mudah ditoleransi
tubuh, tidak menyebabkan iritasi kulit, dan tidak menunjukkan efek
samping sistem saraf pusat karena molekulnya tidak menembus sawar
darah otak.Ivermektin memiliki potensi baik dalam menggantikan
terapi topikal skabies untuk penderita yang tidak nyaman dengan
pengobatan topikal atau dengan tingkat kepatuhan pemakaian yang
rendah, misalnya tidak dapat mengoleskan obat ke seluruh permukaan
kulit karena alasan tertentu. Di Indonesia, ivermektin belum
digunakan untuk pengobatan skabies maupun penyakit parasitik
lainnya. Ivermektin oral efektif untuk mengobati skabies dan biasanya
digunakan untuk skabies krustosa atau pada saat terjadi wabah di
suatu institusi.

2.10 Komplikasi dan prognosis


Komplikasi skabies tidak hanya perasaan tidak nyaman dan tidur yang
tidak nyenyak karena gatal, namun terdapat keadaan lain yang lebih
berbahaya. Di kulit yang mengalami ekskoriasi, dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Bakteri juga dapat berasal dari tungau itu sendiri
karena Staphylococcus aureus dan Streptococcus grup A dapat diisolasi
dari tungau dan feses tungau.
Komplikasi infeksi sekunder oleh bakteri harus diperhatikan terutama di
daerah iklim tropis dan jarang turun hujan.Apabila telah dicurigai infeksi
bakteri, maka pemberian antibakteri topikal atau sistemik harus diberikan
secepatnya.Hal tersebut disebabkan pioderma akibat infeksi bakteri dapat
meluas, invasif bahkan fatal. Dapat terjadi limfangitis, limfadenitis,
selulitis bahkan sepsis.

Infeksi sekunder dapat memicu komplikasi sistemik yang berat misalnya


penyakit ginjal dan penyakit jantung rheumatik.Sekitar 50% kasus
glomerulonefritis akut pasca-infeksi Streptococcus disebabkan infeksi
kulit.Wabah glomerulonefritis akut pasca-infeksi Streptococcus biasanya
terjadi bersamaan dengan wabah skabies.Penyakit ginjal akut yang
asimtomatik juga sering timbul bersama dengan wabah skabies.Cedera di
ginjal pada masa anak-anak dapat mengakibatkan penyakit ginjal kronik
pada masa dewasa. Pencegahan skabies di masyarakat tanpa pengobatan
infeksi sekunder oleh bakteri dapat mengurangi angka kejadian infeksi
kulit oleh Streptococcus dan haematuria (Hay, 2012)

Komplikasi skabies lainnya adalah hiperpigmentasi atau hipopigmentasi


akibat inflamasi.Selain itu dapat pula terjadi pruritus pasca-skabies yaitu
pruritus yang terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
infestasi primer akibat hipersensitivitas terhadap tungau dan produk
tungau.

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene),
maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik (Tarbox,
2018).
2.11Pencegahan
2.11.1 Pencegahan primer
Pada saat fase pre patogenesis skabies dilakukan dengan menjaga
kebersihan badan, kebersihan pakaian, tidak menggunakan alat pribadi
seperti handuk, seprai, pakaian bersamasama dengan orang lain, dan
penyuluhan untuk komunitas.Cara pencegahan skabies adalah dengan
mandi teratur minimal dua kali sehari menggunakan air mengalir dan
sabun serta membersihkan area genital dan mengeringkannya dengan
handuk bersih.Penderita tidak boleh memakai handuk atau pakaian
secara bergantian.Hindarkan kontak yang lama dan erat dengan
penderita skabies misalnya tidur bersama di atas satu kasur.

Seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang terinfestasi perlu


diobati secara bersamaan untuk memutuskan rantai penularan
skabies.Semua pakaian, sprei, dan handuk harus dicuci dengan air
panas minimal 2 kali seminggu untuk mematikan tungau.Selanjutnya
pakaian dijemur di bawah terik sinar matahari minimal 30 menit lalu
disetrika.

Dalam menjaga kebersihan tubuh hal yang perlu diperhatikan adalah


kebersihan kulit, kebersihan kuku tangan, dan kebersihan
kaki.Kebersihan kulit dapat dijaga dengan mandi teratur dua kali
sehari menggunakan sabun mandi yang lembut dan tidak membuat
kulit kering.Kebersihan kuku tangan dijaga dengan mencuci tangan
memakai sabun dan memotong kuku agar patogen tidak bersarang di
kuku.Kebersihan kaki perlu diperhatikan karena kaki sering tertutup
sepatu dan menjadi media lembab yang baik bagi parasit (Salavastru
et al. 2017).

2.11.2 Pencegahan Sekunder


Ketika ada seseorang terinfestasi skabies tindakan yang harus
dilakukan adalah mencegah orang di sekitar penderita tertular
skabies.Bentuk pencegahan sekunder dilakukan dengan mengobati
penderita secara langsung agar tungau tidak menginfestasi orangorang
yang berada di sekitarnya.Untuk sementara, hindari kontak tubuh
dalam waktu lama dan erat misalnya melakukan hubungan seksual,
berpelukan, dan tidur satu ranjang dengan penderita.Orang yang
pernah melakukan kontak langsung dengan penderita atau yang sering
berada di sekitar penderita perlu diperiksa.

2.11.3 Pencegahan Tersier


Setelah penderita dinyatakan sembuh dari skabies, perlu dilakukan
pencegahan tersier agar penderita dan orang-orang disekitarnya tidak
terinfestasi skabies untuk kedua kalinya. Pakaian, handuk, dan sprei
yang digunakan lima hari terakhir oleh penderita harus dicuci dengan
air panas agar seluruh tungau mati. Cara lainnya adalah semua barang
tersebut dicuci bersih dengan deterjen dan dijemur di bawah terik
sinar matahari. Barang-barang yang tidak dapat dicuci tetapi diduga
terinfestasi tungau diisolasi dalam kantong plastik tertutup di tempat
yang tidak terjangkau manusia selama seminggu sampai tungau mati
(Sungkar, 2016)
BAB III
METODE

3.1 Jenis Studi


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan metode
pendekatan fenomenologi yaitu suatu pendekatan untuk melihat bahwa
kenyataan bukanlah seperti apa yang tampak, tetapi kenyataan ada di
masing-masing kepala individu. Pendekatan fenomenologi akan membantu
untuk memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami
bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan cara tertentu, serta
pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda.
Penggunaan pendekatan ini untuk dapat menggambarkan diagnosis
komunitas di Desa Bernung,Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten
Pesawaran.

3.2 Waktu dan Lokasi


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bernung, Kecamatan Bernung,
KabupatenPesawaran dengan jangka waktu dari tanggal 12-19 Agustus
2019.

3.3 Informan Penelitian


Pemilihan informan penelitian ditetapkan secara langsung (purposive)
dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupuan (adequancy).
Adapun karakteristik informan wawancara mendalam sebagai berkut:
1. Kepala Desa Bernung
2. Warga Desa Bernung
3. Dokter dan penanggung jawab program promosi kesehatan di
Puskesmas Bernung.

Adapun diagnosis skabies ditegakan dengan berpedoman kepada buku ajar


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Tahun 2012.

Tabel 1. Metode pengambila data


Informan Teknik Kriteria Tempat
Wawancara
Kepala Desa Indepth Kepala Desa yang bertanggung Kantor Desa
Bernung interview jawab atas kesehatan warganya

Warga Desa Indepth Warga desa yang bebas secara Balai Desa
Bernung interview klinis dari infestasi parasit
skabies dan tinggal di desa
Bernung

Dokter dan Indepth Dokter dan petugas puskesmas Puskesmas


Penanggung Jawab interview yang memiliki peranan dalam
Program Promkes upaya peningkatan status
kesehatan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas
Bernung

3.4 Cara Pengumpulan Data


Data primer didapatkan dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan
dua cara yaitu mendiagnosis skabies pada sebagianwarga Desa Bernung dan
wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit skabies. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mengarahkan diagnosa informan. Wawancara, pemeriksaan
fisik, dan diagnosa dilakukan langsung di Desa Bernung..
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan secara bertahap, yaitu dengan skrining
infestasi skabies pada pada sebagianwarga Desa Bernung. Kegiatan
dilaksanakan selama satu hari. Setelah ditemukannya masalah utama
yaitu jumlah warga yang terinfestasi skabies. Dilakukan wawancara
mendalam dengan memilih informan penelitian secara purposive..
2. Indepth Interview
Untuk memperoleh data dan untuk menggali emosi serta pendapat dari
subjek terhadap suatu masalah penelitian, peneliti menggunakan metode
indepth interview yang diakukan oleh peneliti pada seluruh informan.
Kerangka pedoman wawancara berupa wawancara mendalam, sehingga
dapat menelaah masalah skabies secara menyeluruh. Berikut ini adalah
kerangka pertanyaan mengenai penyakit skabies di Desa Bernung.
a. Pengetahuan informan mengenai penyakit skabies.
b. Perilaku dalam mencegah terjadinya penyakit skabies.
c. Perilaku masyarakat tentang perilaku hidup bersih sehat.
d. Perilaku nasyarakat dalam mengobati penyakit skabies.
e. Upaya dan program khusus dari puskesmas Natar dalam menangani
skabies.

3.5 Instrumen Pengumpulan Data


Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis,
note book, lup, senterdan kamera. Data hasil pengamatan, wawancara, dan
pemeriksaan fisik umumnya langsung ditulis di tempat penelitian dalam
bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian
dikembangkan ke dalam bentuk .field note. yang lebih rinci dan lengkap.
Alat perekam tidak digunakan dalam pengumpulan data, untuk
menghindarkan kecemasan atau kecanggungan informan dalam memberikan
jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Data yang pertama ingin
kami telusuri adalah berkaitan dengan pengetahuan dan sikap informan
dalam menangani skabies. Sedangkan data tindakan pencegahan penyakit
skabies lebih banyak diperoleh dengan metode pengamatan terhadap
keadaan lingkungan pemukiman.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data untuk mengetahui hubungan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit skabies di
wilayah kerja Puskesmas Bernung, dilakukan dengan cara menarasikan hasil
wawancara mendalam dan hasil pengamatan ke dalam bentuk field note.
Atau catatan lapangan yang mudah dipahami dan dimengerti.

3.7 Langkah Diagnosis Komunitas


3.7.1 Pertemuan awal untuk menentukan permasalahan
1. Membentuk Tim Pelaksana untuk mengidentifikasi masalah
yang ada. Tim ini terdiri dari dokter puskesmas, pemegang
programpromkesdan surveilans.
2. Mendiskusikan secara bersama permasalahan yang ada yaitu di
Desa Bernung untuk mencari penyebab masalah dan
menetapkan alternatif pemecahan masalah.
3. Melakukan skrining pada seluruh informan untuk menegakkan
diagnosa.
4. Menetapkan prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk
memecahkannya.

3.7.2 Mengumpulkan data dari Masyarakat Dusun III Desa Bernung


Data primer dikumpulkan dari wawancara serta pemeriksaan fisik.

3.7.3 Menganalisa dan menyimpulkan data


Data yang telah dikumpulkan dilakukan validasi data. Untuk menjaga
validitas data maka dilakukan triangulasi. Triangulasi adalah
pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa
fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh
kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang.Pada penelitian ini dilakukan metode triangulasi sumber,
dengan melihat masalah dari sudut pandang informan yang berbeda.
a. Identifikasi masalah dan prioritas masalah
1. Identifikasi masalah diawali dengan menilai status
kesehatan masyarakat di Desa Bernung. Dilakukan
penegakan diagnosis skabies pada sebagian warga desa
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Selanjutnya, dilakukan wawancara mendalam kepada lima
informan yang dipilih secara purposive. Wawancara
dilakukan pada tempat dan waktu yang tentative sehingga
diharapkan informasi dan emosi informan dapat digali
sebanyak mungkin.
3. Koding data, hasil wawancara mendalam dilakukan
koding data. Koding data bertujuan untuk menelaah
jawaban-jawaban yang telah dipaparkan informan.
4. Triangulasi, data hasil koding yang didapat dilakukan
triangulsi metode untuk menjaga validitas satu sama lain.
5. Setelah didapatkan data dari informan, dilanjutkan dengan
menentukan masalah kesehatan yang ada. Kemudian
apabila terdapat lebih dari satu masalah maka ditentukan
prioritas masalah dengan metode USG (urgency,
seriousnessand growth).

b. Identifikasi penyebab masalah


Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan
membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-
komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan
pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka
ditetapkan sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.

Analisis penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan


diagram fishbone. Diagram fishbone merupakan suatu alat visual
untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik
menggambarkan secara detail semua penyebab yang
berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari
diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan
pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari
kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan
pada sirip dan durinya. Analisis penyebab masalah pada tulisan
ini digunakan kategori 5 M (Man, Money, Material, Method,
Machine).

Setelah didapatkan faktor-faktor penyebab masalah selanjutnya


ditentukan prioritas penyebab masalah dengan menggunakan
teknik kriteria matriks. Untuk menyusun prioritas masalah ada
beberapa indikator yang sering dipergunakan yaitu:
1. Severity (S) yaitu berat tingginya masalah yang dihadapi,
serta seberapa jauh akibat yang ditimbulkan oleh
masalahtersebut.
2. Prevalence (P), jumlah suatu masyarakat yang terkena
masalah,semakin besar maka semakin harusdiprioritaskan.
3. Rate of increase (RI) yaitu jumlah kenaikan angka
penyakit dalam periode waktutertentu.
4. Degree of unmeet need (DU) yaitu adanya
keinginan/dorongan besar dari masyarakat agar masalah
tersebut dapat segeradiselesaikan.
5. Social Benefit (SB), sejauh mana keuntungan sosial yang
diperoleh dari penyelesaian masalahtersebut.
6. Public concern (PB), menyangkut besarnya keprihatinan
masyarakat terhadap suatumasalah.
7. Political climate (PC), besarnya dukungan politik dari
pemerintah sangat menentukan besarnya keberhasilan
penyelesaianmasalah.
8. Technical feasibility (T), ketersediaan teknologi dalam
mengatasi suatu masalah.
9. Resource availability (R), menyangkut ketersediaan
sumber daya yang dapat dipergunakan untuk
menyelesaikan suatumasalah.
c. Membuat alternatif pemecahan masalah
Setelah diketahui prioritas penyebab masalah, dicari dan dibuat
beberapa alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif
pemecahan masalah tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-
penyebab masalah yang telahditentukan.Alternatif pemecahan
masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta
situasi dan kondisi Desa Bernung.

d. Menentukan prioritas alternatif pemecahan masalah


Diantara berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah
dibuat,maka akan dipilih satu cara pemecahan masalah yang
dianggap paling baik danmemungkinkan.

Pertama ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan


kedua, yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif)
sampai angka 3 (paling efektif).Prioritas jalan keluar adalah
yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menilai efektifitas
jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan sebagai berikut:
1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).
Makin besarmasalah yang dapat diatasi, makin tinggi
prioritas jalan keluartersebut.
2. Pentingnya jalan keluar (Importancy). Pentingnya jalan
keluar dikaitkan dengan kelangsungan masalah. Makin
baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting jalan
keluartersebut.
3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerability). Sensitifitas
dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi
masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif
jalan keluartersebut.

Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk


setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya
dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk
melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang
diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut.Beri
angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya
paling besar).Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap
alternatif jalan keluar, dengan membatasi hasil perkalian
nilai MxIxV dengan C. Jalan keluardengannilai P
tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih. Lebih jelas
rumus untuk menghitung prioritas jalan keluar dapat
dilihat dibawah ini.
MxIxV
𝑃=
C
Keterangan = P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy ,
V: Vulnerability, C : Cost
BAB IV
PROFIL KOMUNITAS

4. 1 Geografi
Desa Bernung adalah salah satu desa yang terletak di sebelah timur
KecamatanGedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Desa ini memiliki luas
wilayah Pemerintahankurang lebih seluas 900 Ha/M2. dengan batas-batas
wilayah pemerintahan sebagaiberikut.
- Sebelah Utara berbatasan dengan desa Sukabanjar Kecamatan Gedong
Tataan
- Sebelah Selatan berbetasan dengan desa Sungai Langka Kecamatan
GedongTataan
- Sebelah Timur berbatasan dengan desa Taman Sari Kecamatan Gedong
Tataan
- Sebelah Barat berbatasan dengan desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong
Tataan

4.2 Topografi
Topografi desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan adalah lembah
denganketinggian rata-rata 200 Mdpl. Desa ini memiliki curah hujan sedang
denganintensitas hujan sebesar 1000-1200 dengan 6 bulan hujan dan 6 bulan
kemarau.Desa ini memiliki jarak tempuh dari ibukota provinsi sejauh 17
Km dengan waktutempuh 30 menit dari pusat pemerintahan Provinsi
Lampung, sedangkan jarak kepemerintahan Kabupaten memiliki jarak
sejauh 11 Km dengan waktu tempuh 20 menit dan 1 km jarak tempuh
menuju Kantor Kecamatan Gedong Tataan.
Gambar 5. Peta Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan

4.3 Demografi
Penduduk Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan berjumlah dengan
rincian dalam Tabel 1 sebagai berikut.Sumber penghasilan masyarakat Desa
Bernung adalah pertanian, perkebunan dan perdagangan.

Tabel 1. Rekapitulasi Penduduk Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan


Tahun 2018
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Lansia
No. Dusun Balita Anak Remaja Dewasa
Keluarga (>60 th)
(0-5 th) (6-9 th) (10-24 th) (25-59 th)
1. Bernung 312 125 86 343 565 88

2. Menanti 186 78 44 199 321 57


Kasih

3. Sidoasri 171 59 52 148 294 53

4. Suko 239 95 74 198 418 79


harjo

5. Taman 221 95 74 216 381 59


Rejo

6. Suka 112 44 32 119 191 32


Negeri

Total 1.241 496 362 1.223 2.170 368


4.4 Potensi Wilayah
Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan memiliki beberapa potensi yang
dapatdikembangkan dalam rangka penunjang kemajuan pembangunan desa,
diantaranyaadalah sebagai berikut.
4.4.1 Pengolahan Makanan
Dusun Taman Rejo adalah kampung jawa dan masih termasuk bagian
dariDesa Bernung Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran
Lampung sebagai sentra industri rumah tangga kerupuk emping.Di
ujung selatan berbatasandengan Perkebunan Karet PTPN VII, sebelah
barat berbatasan dengan DesaTaman Sari, sebelah timur berbatasan
dengan Dusun Babadan Bernung, dansebelah utara berbatasan dengan
Dusun Planet Taman Sari. Sumber bahan baku pembuatan emping
didapatkan dari sekitar desa yangmasih banyak terdapat tanaman
melinjo.

4.4.2 Pertanian
Desa Bernung adalah salah satu desa penghasil kakao terbesar di
KabupatenPesawaran, oleh sebab itu tanaman kakao adalah tanaman
unggulan di DesaBernung dengan luas perkebunan 792,311 Ha.
Potensi perkebunan unggulan DesaBernung yang lain adalah
perkebunan pala dan saat ini lahan yang mulai produksiseluas 52 Ha.

Pertanian andalan masyarakat di Bernung dan sampai saat ini masih


terusdikembangkan adalah tanaman cabai keriting, pisang, ubi
dll.Tahun 1990-2006 Desa Bernung adalah salah satu desa penghasil
cabe dan sayuran di Lampung, tetapi seiring berkembang pesatnya
tanaman perkebunan maka lahanuntuk menanam cabai mulai
berkurang.

Padi menjadi komoditas tanaman pangan unggulan di Desa


Bernung.Padi merupakan komoditas pertanian dengan produktivitas
terbesar dengan pencapaian hasil produksi mencapai 12.634 ton
dengan luas panen 2.136 Ha. Produktivitas padi mencapai 54,55
kuintal/Ha.
BAB V
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

5.1 Identifikasi Masalah


5.1.1 Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di komunitas desa Bernung, kecamatan Gedong
Tataan, Kabupaten Pesawaran, selama tanggal 12-19 Agustus 2019.
Penelitian yang dilakukan meliputi identifikasi masalah kesehatan
yang ada di Desa Bernung dengan melakukan wawancara kepada
kepala desa, warga desa, dan pihak puskesmas. Adapun desa bernung
ditetapkan sebagai komunitas yang dipilih melalui data kunjungan
pasien pada tanggal 15 Juli-5 Agustus 2019.Berdasarkan hasil
wawancara didapatkan bahwa masalah kesehatan yang paling sering
terjadi adalah skabies, berpedoman pada buku ajar Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun
2012. Selanjutnya dilakukan pemecahan masalah komunitas.
Jumlah Kasus Skabies
Jumlah Kasus Skabies

Taman Sari
12
10
Kurungan Nyawa Wiyono
8
6
4
2
Suka Banjar 0 Taman Sari

Negeri Sakti Bernung

Sungai Langka

Gambar 6. Jaring Laba-Laba Jumkah Kasus Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas


Periode 15 Juli-5 Agustus 2019

5.1.2 Hasil
a. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data primer.
Wawancara dilakukan kepada kepala desa, warga desa, dan pihak
puskesmas, dan pihak puskesmas. Pada hasil wawancara yang akan
dilampirkan di bawah, pertanyaan dilambangkan dengan huruf “P”
dan jawaban dengan huruf “J”.
Warga 1:
P : Pernah merasa gatal-gatal tidak selama tinggal disini?
J : iya, pernah mba
P : Keluhan gatal dirasa saat kapan? Pagi, siang atau
malam?
J : Gata-gatal waktu malam hari mba, sejak abis maghrib
sudah mulai gatal mba sampai malam
P : Ibu tau tidak apa itu skabies?
J : Gatau mba, kalau orang sini bilangnya ini sakit kiriman
dari luar negeri
P : Bagaimana kebiasaan sehari-hari dirumah? Tidur
bersama-sama? Sering memaikai handuk bergantian?
Mengganti sprei? Menjemur kasur?
J : kalau di rumah, pagi kita ke kebun sampe siang, setelah
sholat dzuhur, sisa nya diisi sama istirahat sama ngurus
rumah, kita kalau tidur ada yang bareng mba, kalau saya
sama suami dan anak paling kecil, terus kakaknya berdua
juga tidur bareng, kalau handuk kita punya masing-
masing, sprei jarang kita ganti, kasur biasanya dijemur
sekali sebulan yang kapuk tapi yang busa tidak pernah
dijemur mba.
P : Menurut ibu sakit gatal-gatal itu menular tidak?
J : iya mba

Warga 2:
P : Pernah merasa gatal-gatal tidak selama tinggal disini?
J : iya nih mba, sering gatal-gatal
P : Keluhan gatal dirasa saat kapan? Pagi, siang atau
malam?
J : dirasa terus menerus mba, tapi paling sering dan paling
gatel kalau malam-malam
P : Tau tidak skabies itu apa?
J : gatau mba, penyakit kulit ada bintik bintik berair karena
air kotor ya mbak.
P :Bagaimana kebiasaan sehari-hari di rumah? Tidur
bersama-sama? Sering memakai handuk bergantian?
Mengganti sprei? Menjemur kasur?
J : ya kalau di rumah biasanya bapak ke kebun mba, kalau
tidur kita rame-rame mba sampe 4 orang 1 kamar, handuk
punya masing-masing tapi ya kadang suka pinjem kalau
belum kering, sprei jarang kita ganti mba, apalagi jemur
kasur.
P : Menurut kalian sakit gatal-gatal itu menular tidak?
J : tidak menular mba.

Warga 3:
P : Pernah merasa gatal-gatal tidak selama tinggal di mba?
J : iya mba, suka gatal-gatal, padahal sebelumnya engga
pernah.
P : Keluhan gatal dirasa saat kapan? Pagi, siang atau
malam?
J : gatel nya kalo malam aja mba, kalau pagi-siang jarang
gatal.

P : Tau tidak skabies itu apa?


J : belum tau kak.
P : Bagaimana kebiasaan sehari-hari di rumah? Tidur
bersama-sama? Sering memaikai handuk bergantian?
Mengganti sprei? Menjemur kasur?
J : ya kalau di rumah paling ke kebun , beres-beres rumah
sama ngaji mba, kalau tidur saya sama istri, anak
paling besar tidur sendiri, dua adeknya tidur bareng
mba ramean kak, handuk punya sendiri, terus kita
sprei ku ganti 2 minggu sekali, kalau jemur kasur 2
bulan sekali.
P : Menurut kalian sakit gatal-gatal itu menular tidak?
J : engga tau kak menular atau tidak.

Warga 4:
P : Pernah merasa gatal-gatal tidak selama tinggal di sini?
J : gatel mba, ini telapak tangan sama sela jari saya pada
gatal-gatal.
P : Keluhan gatal dirasa saat kapan? Pagi, siang atau
malam?
J : gatal nya hilang timbul kak, tapi kalo malam gatal
banget.
P : Tau tidak skabies itu apa?
J : engga tau mba, karena virus ya mbak
P : Bagaimana kebiasaan sehari-hari di rumah? Tidur
bersama-sama? Sering memaikai handuk bergantian?
Mengganti sprei? Menjemur kasur?
J : Kegiatannya paling bapak ngurus kambing, saya di
tempat cucian kalo gak ada kegiatan kita istirahat, tidur
saya bareng suami, kalau anak bareng tapi pindah-
pindah mba kadang tidur sama kita jug , handuk punya
sendiri tapi kadang suka lupa jadi kadang pinjem punya
temen juga, sprei diganti mba tiap 2 minggu sekali, jemur
kasur juga jarang.
P : Menurut kalian sakit gatal-gatal itu menular tidak?
J : menular mba.
Warga 5:
P : Pernah merasa gatal-gatal tidak selama tinggal di
rumah?
J : Pernah mba, ini lagi gatal-gatal mba, banyak juga
temen-temen yang lain gatal-gatal juga.
P : Keluhan gatal dirasa saat kapan? Pagi, siang atau
malam?
J : Gatal kalau malam mba
P : Tau tidak skabies itu apa?
J : Engga tau, apa itu mba?.
P : Bagaimana kebiasaan sehari-hari di rumah? Tidur
bersama-sama? Sering memaikai handuk bergantian?
Mengganti sprei? Menjemur kasur?
J : saya pergi ke kebun, ibu juga ikut bantu, anak-anak pada
sekolah belajar, ngaji, tidurnya kita disini saya sama istri
sama anak paling kecil. Kakaknya tidur sendiri orang,
handuk punya masing-masing mba
P : Menurut bapa k sakit gatal-gatal itu menular tidak?
J : menular kak, karena semuanya gatal-gatal disini.

Kepala Desa:
P : Apakah ustadzah tahu tentang skabies?
J : Ya..setahu saya itu penyakit gatal-gatal pada kulit
P : Apakah bapak tahu penyebab skabies?
J : Hmmm.. setahu saya tungau ya mba?
P : Iya pak. Kira-kira apa gejala skabies yang bapak
ketahui?
J : Gatal-gatal saja sejauh ini mba..
P : Menurut bapak, apakah skabies menular?
J :Mungkin menular ya mba, karena kalau sakit kulit
biasanya pada menular
P : Kalau begitu, pihak desa sudah melakukan apa untuk
menanggulangi masalah ini?
J : Sejauh ini kami hanya menerapkan supaya para warga
menjaga kebersihan saja mba. Kegiatannya melalui kerja
bakti..
P : Apakah ada program khusus untuk menanggulangi
kebersihan dan kesehatan di desa Bernung
J : Belum ada mba

DokterPuskesmas
P : Apakah dipuskesmas Bernung sudah ada data tentang
skabies?
J : Untuk data skabies sendiri kita belum ada data
pastinya, paling kita punya data skabies bagi yang
berobat ke puskesmas saja.
P : Apakah Puskesmas Bernung memiliki program khusus
terkait penanganan skabies sendiri?
J : Program dari Puskesmas Bernung sendiri belum ada
yang secara khusus untuk menangani skabies, paling kita
cuman melakukan penyuluhan saja karena kan memang
masuk ke dalam program promosi kesehatan, tapi untuk
yang secara khusus belum ada.
P : Apakah dokter tau kalau di Bernung banyak kasus
skabies?
J : Iya akhir-akhir ini lagi banyak pasien skabies salah
satunya desa Bernung
P : Apakah kedepan Puskesmas Bernung ada rencana
untuk melakukan pengobatan di desa Bernung dan
wilayah kerja puskesmas Bernung?
J : Kalau untuk pengobatan secara khusus mungkin belum.
Paling kedepan kita bisa mengagendakan penyuluhan
kesehatan tentang skabies di dusun yang ada dibawah
wilayah kerja kita guna deteksi dini, karena untuk
pengobatan bisa dilakukan di puskesmas

Penanggung Jawab Program Promkes


P : Apakah ada data tentang skabies di Puskesmas
Bernung?
J : Data tentang skabies secara khusus belum ada, namun
data pasien yang pernah berobat ke Puskesmas dengan
diagnosis skabies ada.
P : Apakah pihak Puskesmas sudah mengetahui bahwa di
desa Bernung?
J : Pihak Puskesmas belum tahu mbak.
P : Oh begitu ya bu. Saat ini apakah ada program khusus
terkait penyuluhan skabies di wilayah kerja Puskesmas
Bernung?
J : Sejauh ini tidak ada
P : Lalu setelah mengetahui bahwa terdapat warga desa
dengan penderita skabies yang tinggi, apakah ada
rencana program dari tim Puskesmas untuk
menangulanginya?
J : Sejauh ini, segala kegiatan yang dilakukan pihak
Puskesmas selama satu tahun sudah direncanakan secara
tertulis, sedangkan perencanaan untuk penanggulangan
skabies belum direncanakan sehingga Puskesmas tidak
dapat melakukan program khusus. Untuk pengobatan
serentak komunitas yang mengalami skabies, Puskesmas
hanya dapat melakukan deteksi dini dan pengobatan di
puskesmas.
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah dilakukan anamnesis lengkap kepada para warga, dilakukan
pemeriksaan fisik terkait keluhan yang dikatakan, terutama keluhan
gatal di kulitnya.Hasil dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
ditemukan sebagian besar warga tertular penyakit infeksi kulit
skabies, dan terdapat beberapa infeksi kulit sekunder akibat
garukan yang dilakukan.Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, maka
masalah utama pada warga Desa Bernung adalah penyakit skabies.

5.1.3 Faktor-faktor Penyebab Tingginya Angka Kesakitan Skabies di


Desa Bernung
a. Faktor Pengetahuan
Faktor pengetahuan yang dimaksud adalah kurangnya pengetahuan
para warga dan pihak desa mengenai penyakit skabies. Faktor
pengetahuan ini dibagi menjadi faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berasal dari tingkat pengetahuan individu,
sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kurangnya
penyuluhan dari pihak yang lebih mengetahui khususnya tenaga
kesehatan.

Dari segi faktor internal, dari hasil wawancara didapatkan bahwa


sebagian besar warga belum mengetahui tentang penyakit skabies.
Para warga hanya mengetahui kalau dirinya menderita gatal-gatal
dan cukup dengan berobat ke dokter maka gatal-gatal di tubuh akan
sembuh. Para warga belum mengetahui apa yang menyebabkan
tubuhnya gatal-gatal dan informasi bahwa penyakit itu menular.
Hal ini menyebabkan para warga tidak sungkan untuk berbagi
handuk, alat mandi, ataupun selimut bersama teman yang gatal-
gatal. Selain itu, kebiasaan untuk menjemur kasur belum dilakukan
oleh para warga. Kasur akan tetap lembap dan kemungkinan untuk
tungau (Sarcoptes scabiei) bersarang akan semakin besar. Hal ini
menyebabkan penularan skabies makin luas, Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan informan sebagai berikut:
“Iya saya juga pernah gatal-gatal tapi kurang tau nama
penyakitnya apa tapi setelah berobat ke dokter sembuh. ”

“Sekarang ada anggota keluarga saya yang gatal-gatal. Kami


tidur di kasur yang sama.”

Selain para warga, pengetahuan pihak desa mengenai skabies pun


masih kurang.Pihak desa mengetahui bahwa skabies disebabkan
oleh tungau, dan sudah mengetahui bahwa penyakit tersebut
menular.Namun pihak desa belum mengetahui bahwa warganya
sedang banyak yangterkena skabies.

Dari faktor eksternal didapatkan bahwa penyuluhan mengenai


kesehatan khususnya perilaku hidup bersih dan sehat serta penyakit
skabies masih kurang. Kemudian belum pernah diselenggarakan
penyuluhan mengenai skabies pada warga desa Bernungsehingga
pengetahuan mengenai penularan penyakit yang umum terjadi di
komunitas (skabies) kurang ditekankan. Hal ini menyebabkan
kejadian kesakitan skabies berulang terus sampai sekarang.

b. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan di Desa Bernung cukup bersih. Kamar mandi
dan sumber air juga cukup bersih. PadaDesa Bernung terdapat 6
dusun dengan jumlah warga….orang. Hal ini menyebabkan
penularan yang cepat menyebar jika satu orang terkena skabies
akibat kemungkinan untuk tidur bersama yang lebih besar. Namun
secara keseluruhan, lingkungan dan sumber air di sekitar desa
cukup bersih
c. Faktor Biaya
Sampai saat ini pihak desa belum menyediakan anggaran guna
membuat program kesehatan khusus. Pihak desa hanya
menyelenggarakan upaya layanan kesehatan melalu bidan desa dan
kader posyandu. Hal ini menyebabkan kurangnya perhatian
mengenai kesehatan di Desa Bernung.

d. Faktor Material
Faktor material juga memberikan pengaruh pada angka kesakitan
skabies di Desa Bernung. Di desa ini, sebagian besar kasur sudah
diganti menjadi kasur busa. Namun masih ada beberapa yang
menggunakan kasur kapuk. Meskipun tidak menutup kemungkinan
bahwa Sarcoptes scabiei dapat tinggal di kasur busa, kasur kapuk
memiliki faktor risiko yang lebih besar untuk menjadi sarang
tungau. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penggantian kasur
kapuk menjadi kasur busa serta membentuk kebiasaan menjemur
kasur minimal satu kali seminggu.

5.2 Observasi Lingkungan Komunitas


Hasil observasi lingkungan komunitas Desa Bernung berjumlah … orang
yang terdiri dari. Luas tanah…. m2. Fasilitas desa terdiri atas sarana dan
prasarana berupa balai desa, pemukiman dan perkebunan warga.Rata-rata
ukuran bangunan rumah warga dengan ukuran 9 x 4 m2.Tiap rumah sudah
memiliki jamban sendiri, terdapat variasi dinding dari gribik hingga tembok
dan variasi lantai dari tanah hingga keramik.Daya tampung tiap rumah
sebanyak 5-6 orang. Di dalam rumah disediakan beberapa kasur busa dan
juga Kasur kapuk Lingkungan sekitar juga cukup bersih.. Latar belakang
warga yang ada di desa ini beragam. Namun kebanyakan berprofesi sebagai
petani di kebun.
Hasil observasi yang dilakukan terhadap informan para warga dan pihak
desa di Desa Bernung dapat ditarik beberapa masalah utama terkait faktor-
faktor penyebab tingginya angka kesakitan skabies, di antaranya yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan para warga dan pihak desa mengenai skabies
termasuk etiologi dan penularan, dan pencegahannya di Desa Bernung.
2. Kurangnya penerapan kebiasaaan menjemur kasur dan mengganti sprei,
kebiasaan menggantung pakaiaan bersamaan.
3. Ruangan yang padat dan kurangnya ventilasi menyebabkan kelembaban
yang tinggi di Desa Bernung
4. Kurangnya kemauan warga untuk berobat ke puskesmas.
5. Kurangnya penyuluhan dari Puskesmas mengenai penyakit skabies.
6. Pengobatan skabies yang tidak bersamaan pada anggota keluarga.
7. Belum digantinya beberapa kasur berbahan kapuk.
8. Tidak dilakukannya pemantauan kesehatan dan PHBS berkelanjutan.
MAN MACHINE MONEY

Kurangnya pengetahuan para Ruangan Kurangnya


warga dan pihak desa tentang yang padat kemauan
penyebab, penularan, dan warga untuk
pengobatan, dan pencegahan kurangnya berobat ke
skabies ventilasi puskesmas
menyebabkan
Kurangnya penerapan kebiasaaan Tingginya
kelembaban
menjemur kasur serta mengganti yang tinggi angka skabies
sprei menggantung pakaiaan pada warga di
bersamaan Desa Bernung
Bulan Juli
Kurangnya penyuluhan dari 2019
Puskesmas mengenai
penyakit skabies
Belum digantinya
Tidak dilakukannya beberapa kasur
pemantauan kesehatan dan berbahan kapuk
PHBS berkelanjutan

Pengobatan skabies yang


tidak bersamaan pada
seluruh warga

METHOD MATERIAL

Gambar 7. Diagram Fishbone


5.3 Prioritas Penyebab Masalah Kesehatan Komunitas
Dari beberapa penyebab masalah yang diidentifikasi, perlu dicari prioritas
penyebab masalahnya. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas
penyebab masalah tersebut menggunakan model teknik kriteria matriks
pemilihan prioritas sehingga dapat dipilih masalah yang paling dominan.

Tabel 6. Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Penyebab Masalah


I
No. Daftar Masalah T R IxTxR
S P RI DU SB PB PC
1 Man
Kurangnya pengetahuan 5 4 2 4 4 3 3 4 5 480
para warga dan pihak
desa tentang penyebab,
penularan, pengobatan,
dan pencegahan skabies
Kurangnya penerapan 4 4 2 3 5 2 2 4 4 352
kebiasaaan menjemur
kasur serta mengganti
sprei menggantung
pakaiaan bersamaan

2 Machine
Ruangan yang padat dan 3 3 2 3 4 2 2 3 3 171
kurangnya ventilasi
menyebabkan
kelembaban yang tinggi

3 Money
Kurangnya kemauan 4 2 3 3 4 2 3 3 3 189
warga untuk membeli
obat

4 Method
Kurangnya penyuluhan 4 5 3 2 2 3 3 4 4 368
dari Puskesmas
mengenai penyakit
skabies
Tidak dilakukannya 3 4 3 2 3 3 4 3 4 264
pemantauan kesehatan
dan PHBS berkelanjutan

Pengobatan skabies yang 3 4 3 3 3 4 3 3 3 207


tidak bersamaan pada
seluruh warga

5 Material
Belum digantinya 4 2 3 3 4 2 3 3 3 189
beberapa kasur berbahan
kapuk

Keterangan :
a. Pentingnya masalah(Importancy)
1. Besarnya masalah(Prevalence)
2. Akibat yang ditimbulkan masalah(Severity)
3. Kenaikannya besarnya masalah (Rate ofIncrease)
4. Derajat keinginan masyarakat yang belum terpenuhi (Degree of Unmeet Need)
5. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SocialBenefit)
6. Rasa prihatin masyarakat tentang masalah (PublicConcern)
7. Suasana politik (PoliticalClimate)
b. Kelayakan Tekhnologi (TechnicalFeasibility)
c. Sumberdaya yang tersedia (ResourcesAvailibility)

Dari data tabel matriks diatas dapat dilihat komponen yang memiliki nilai
tertinggi adalah kurangnya pengetahuan para warga dan guru tentang
penyebab, penularan, pengobatan, dan pencegahan penyakit skabies. Hal ini
merupakan masalah yang paling berpengaruh pada tingginya angka
kesakitan skabies di Desa Bernung. Pengetahuan yang kurang mengenai
pemutusan rantai penularan akan menyebabkan tidak teratasinya masalah
ini. Hal ini tergambar pada fakta bahwa ketika hanya satu warga yang
berobat namun warga lain yang juga terkena skabies tidak berobat, maka
penularan skabies di desa tersebut akan tetap berlanjut.

5.4 Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Setelah ditentukan prioritas masalah, langkah selanjutnya adalah
penyusunan upaya atau alternatif pemecahan masalah.Terdapat beberapa
alternatif pemecahan masalah yang kemudian akan dinilai dengan
pendekatan prioritas.

Tabel 7.Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas

Masalah Alternatif Pemecahan Masalah


Kurangnya
pengetahuan para Penyuluhan tentang skabies dan anjuran kepada pihak desa
warga dan pihak desa untuk mengadakan deteksi dini penyakit skabies
mengenai penyebab,
penularan, pencegahan,
dan pengobatan Penyuluhan tentang cara perilaku hidup bersih dan sehat
skabies. yang benar
5.5 Menentukan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Pada langkah penentuan alternatif pemecahan masalah, ditentukan prioritas
antara kedua alternatif pemecahan masalah. Hasil perhitungan dalam
menilai prioritas, didapatkan hasil bahwa prioritas pertama yaitu pe
Penyuluhan tentang skabies dan anjuran kepada pihak desa untuk
mengadakan deteksi dini penyakit skabies, prioritas kedua mengenai
Penyuluhan tentang cara perilaku hidup bersih dan sehat yang benar .
Prioritas pertama didapatkan karena merupakan alternatif yang paling tepat
dan efektif untuk menyelesaikan masalah.

Tabel 8. Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah


AlternatifPemecahanMa Efektivitas Efisiensi Jumlah
No
salah M I V C (MIV/C)
1. Penyuluhan tentang 5 4 4 1 80
skabies dan anjuran
kepada pihak desa untuk
mengadakan deteksi dini
penyakit skabies

2. Penyuluhan tentang cara 4 4 4 1 64


perilaku hidup bersih dan
sehat yang benar

Cara yang paling efektif untuk menekan angka kesakitan skabies di Desa
Bernung adalah dengan memutus rantai penularan. Putusnya rantai
penularan skabies terjadi jika tidak ada lagi warga yang menderita skabies.
Namun penulis belum mampu mengadakan deteksi dini dikarenakan
keterbatasan biaya dan persiapan, sehingga penulis menekankan untuk
memberikan anjuran dan advokasi pada pihak pihak untuk mengadakan
deteksi dini penyakit skabies melalui formulir yang kami ajukan. Pihak desa
dapat bekerjasama dengan Puskesmas Bernung dengan sebelumnya
mengajukan permohonan terkait hal tersebut. Penyuluhan tentang definisi,
penularan, dan pencegahan skabies juga dilakukan agar para warga dan
pihak desa mengerti upaya preventif agar tidak terkena skabies lagi.

Penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat juga perlu dilakukan.
Hal ini berkaitan dengan penyuluhan skabies, dimana skabies sangat
dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan sekitar. Peran bidan desa dan kader
posyandu bukan hanya bersifat mengobati ketika ada warga yang sakit, tapi
juga membantu mencegah penularan lebih lanjut. Perlu dibuatnya suatu tim
dari bidan desa dan kader posyandu yang berfungsi untuk memantau
perubahan perilaku dan sikap warga dan guru mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat dan upaya pencegahan skabies, contohnya membiasakan
menjemur kasur satu kali seminggu atau memakai barang pribadi ketika
mandi. Advokasi ini dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas atau tenaga
kesehatan kepada pihak Desa Bernung setelah mendapatkan pengetahuan
yang lebih dalam mengenai skabies dan PHBS.

5.6 Advokasi
Usaha sistematik dan terorganisir dapat dilakukan dengan melibatkan peran
dari kepala desa Bernung, Kepala Puskesmas Bernung, serta Pemegang
Program pemberantasaan penyakit menular puskesmas Bernung. Dalam hal
ini pertama sekali dilakukan penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan
lewat program pemberantasan penyakit menular tentang penyakit scabies,
penularan dan pencegahannya untuk memberikan pengetahuan dasar tentang
penyakit tersebut. Kemudian langkah selanjutnya diharapkan dapat dilakukan
deteksi dini pada masyarakat khususnya di desa Bernung. Deteksi dini dapat
dilakukan melalui advokasi kepada kepala desa. Deteksi dini penting untuk
mengetahui seberapa banyak orang yang tertular dan dan dapat menularkan ke
masyarakat lainnya. Kepada kepala desa kami juga memberikan anjuran untuk
dilakukannya deteksi dini agar masyarakat yang belum mendapat pengobatan
secara tepat dapat diobati hingga tuntas sehingga dapat memutus rantai
penularan. Deteksi dini dilakukan dengan panduan formulir yang sudah kami
susun yang diharapkan lebih cepat dan tepat dalam menjaring pasien –pasien
yang menderita scabies. Untuk pengadaan program ini diharapkan dapat
dilakukan secara berkesinambungan sehingga dibutuhkan kerjasama antara
puskesmas Bernung dan kepala desa Bernung.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
1. Masalah komunitas yang terjadi di Dusun III Desa Bernung Gedong
Tataan Pesawaran yaitu tingginya angka kejadian skabies di lingkungan
rumah.
2. Prioritas masalah yang paling utama setelah proses identifikasi adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat komunitas Dusun III Desa Bernung
Gedong Tataan tentang penyakit skabies serta kurangnya perilaku hidup
bersih dan sehat di lingkungan tersebut.
3. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar) antara lain melakukan
penyuluhan mengenai penyakit skabies dan memberikan penyuluhan
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.

6.2 Saran
a. Warga Dusun III Desa Bernung Gedong Tataan Pesawaran
1. Menyarankan kepada warga untuk menerapkan pola hidup bersih dan
sehat.
2. Mendorong warga untuk memeriksakan diri ke puskesmas atau
pelayanan kesehatan lainnya bila mengalami gejala-gejala skabies
untuk mengobati penyakit dan mengurangi penularan.

b. UPT Puskesmas Bernung


1. Menyarankan kepada puskesmas setempat untuk melakukan screening
pada desa-desa lain di wilayah kerja puskesmas.
2. Menyarankan kepada puskesmas untuk melakukan pengobatan masal
di Desa Bernung.
3. Menyarankan kepada Kepala Desa Bernung untuk mengadakan
penyuluhan mengenai skabies serta pembentukan kader deteksi dini
skabies dan edukasi pengobatan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin MD. 2013. Skabies. Dalam: Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit
Kulit. Ed 1. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hlm. 5-10.

Badri M. 2017. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo


Ngabar Ponorogo.Media Litbang Kesehatan. 7(2):20-7.

Burns DA. 2014. Diseases Caused by Arthropod and Other Noxious Animals.
Dalam: Burns T, Breathnac S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s Textbook of
Dermatology. Ed. 7.Oxford: Blackwell. Hlm.37-46.

Chandler DJ, Fuller IC. 2019. A Review of Scabies: An Infestation More than Skin
Deep. P 79-90.

Desiandura Dkk. 2017.Molecular Identification of Sarcoptes Scabiei Var.


Cuniculi from Surabaya and Malang Regions of East Java. Indonesian Journal Of
Tropical And Infectious Disease. 21(1):150-3.

Djuanda A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi ke 1. Surabaya: Hipokrates. Hlm.


97105.

Handoko RP. 2012. Skabies. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., Aisah S,editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hlm. 122-5.
Harahap M. 2011. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi 3: Makassar :Fakultas Kedokteran
Hasanuddin. Hlm. 43-6.

Hay RJ, Steer D. 2012. Scabies in the Developing World—Its Prevalence,


Complications, and Management.:106-9.

Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. 2016.Scabies: a


Ubiquitous Neglected Skin Disease. 771.

Karthikeyan K. 2015. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate


Med J. 81: 8 – 10.

Khalil S, Abbas O, Kibbi AG, Kurban M. 2017. Scabies: The Age of Increasing
Drug Resistance. PLoSNegl Trop Dis 11(11): 1-10

Rezki S. 2017. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Secara In vivo
terhadap Scabies pada Kambing Kacang (Capra hircus).:6-7.

Salavastru A,Dkk. 2017. European Guideline for TheManagement of Scabies. :1-6

Stone SP, Goldfarb JN, and Bacalieri RF. 2018. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed 7. New
York: Mc-Graw Hill. Hlm. 2029-32.

Sungkar S. 2016. Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan


Pencegahan Skabies :10-40.

Tarbox M, Walker K, Tan M. 2018. Scabies.:106-9.

Weller R, Hunter J, Savin J. 2018.Infestations. Dalam: Weller R, Hunter J Savin


J, editor. Clinical Dermatology. Ed 4. Oxford: Blackwell. Hlm. 262-6.

Anda mungkin juga menyukai