Anda di halaman 1dari 5

BAB II

2.1 Pengertian
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan
gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak
secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang
fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian
dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial.
Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan
biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang
berlebihan dan abnormal, berlangsung mendadak dan sementara, dengan atau tanpa
perubahan kesadaran. Disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak dan
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. Epilepsi merupakan serangan kejang
paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab yang jelas dengan interval
serangan lebih dari 24 jam, akibat lepas muatan listrik berlebihan di neuron otak.

Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada, tetapi tidak
semua kejang merupakan manifestasi epilepsi.1 Seorang anak terdiagnosa menderita
epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan atau
disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya
pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi
di dalam otak, atau adanya kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika
kelainan tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi
di kemudian hari.

2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak, yang
menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan tumbuh-
kembang, dan menentukan kualitas hidup anak.1 Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari
berbagai negara dengan variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain
penelitian dan kelompok umur populasi.2 Di Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-
1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan
diperkirakan 40%-50% terjadi pada anakanak. 3 Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik,
tetapi sering juga disertai gangguan neurologi seperti retardasi mental, palsi serebral, dan
sebagainya yang disebabkan kelainan pada susunan saraf pusat. Di samping itu, dikenal pula
beberapa sindrom epilepsi pada anak antara lain Sindrom Ohtahara, spasme infantil
(Sindrom West), Sindrom Lenox-Gestaut, benign rolandic epilepsy,dan juvenile myoclonic
epilepsy. 4 Epilepsi merupakan diagnosis klinis, pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan
neurofisiologi yang diperlukan untuk melihat adanya fokus epileptogenik, menentukan
sindrom epilepsi tertentu, evaluasi pengobatan, dan menentukan prognosis.5 Pemeriksaan
pencitraan (neuroimaging) yang paling terpilih adalah magnetic resonance imaging (MRI)
untuk melihat adanya fokus epilepsi dan kelainan struktural otak lainnya yang mungkin
menjadi penyebab epilepsi. 6 Melalui pendekatan epidemiologis, dapat menjawab banyak
hal mengenai epilepsi pada anak antara lain angka kejadian dan peningkatan kasus, jenis
epilepsi, adanya gangguan penyerta, tata laksana, perjalanan penyakit, dan prognosis.

2.3 Etiologi

Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia:

1. Neonatal Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik


(hipokalsemia, hipoglisemia, defisiensi vitamin B6, defisiensi biotinidase, fenilketonuria).

2. Bayi (1-6 bulan) Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan
metabolik, spasme infantil, Sindroma West.

3. Anak (6 bulan – 3 tahun) Spasme infantil, kejang demam, kelainan saat persalinan dan
anoksia, infeksi, trauma, kelainan metabolik, disgenesis kortikal, keracunan obatobatan.

4. Anak (3-10 tahun) Anoksia perinatal, trauma saat persalinan atau setelahnya, infeksi,
thrombosis arteri atau vena serebral, kelainan metabolik, Sindroma Lennox Gastaut, Rolandic
epilepsi.

5. Remaja (10-18 tahun) Epilepsi idiopatik, termasuk yang diturunkan secara genetik, epilepsi
mioklonik juvenile, trauma, obat-obatan.

6. Dewasa muda (18-25 tahun) Epilepsi idiopatik, trauma, neoplasma, keracunan alkohol
atau obat sedasi lainnya.

7. Dewasa (35-60 tahun) Trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat lainnya.
Universitas Sumatera Utara

8. Usia lanjut (>60 tahun) Penyakit vascular (biasanya pasca infark), tumor, abses, penyakit
degeneratif, trauma.

2.4 Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Against Epilepsi (1981):

A. Bangkitan parsial

a. Bangkitan parsial sederhana

1. Motorik
2. Sensorik
3. Otonom
4. psikis

b. Bangkitan parsial kompleks

1. Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran


2. Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

1. Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik

2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-klonik

B. Bangkitan umum

a. Absans (lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Tonik-klonik

f. Atonik

C. Tak tergolongkan

Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan Shih, 2011):

A. Berkaitan dengan letak fokus

a. Idiopatik (primer)

1. Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna)

2. Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

3. Primary reading epilepsy

b. Simtomatik (sekunder)

1. Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak (Sindrom Kojewnikow)

2. Epilepsi lobus temporalis

3. Epilepsi lobus frontalis

4. Epilepsi lobus parietalis

5. Epilepsi lobus oksipitalis

c. Kriptogenik
B. Umum

a. Idiopatik (primer)

1. Kejang neonatus familial benigna

2. Kejang neonatus benigna

3. Epilepsi mioklonik benigna pada bayi

4. Epilepsi absans pada anak

5. Epilepsi absans pada remaja

6. Epilepsi mioklonik pada remaja

7. Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga

8. Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak

b. Kriptogenik atau simtomatik

1. Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia)

2. Sindroma Lennox Gastaut

3. Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik

4. Epilepsi dengan absans mioklonik

c. Simtomatik

1. Etiologi non spesifik - Ensefalopati mioklonik neonatal - Sindrom Ohtahara

2. Etiologi atau sindroma spesifik - Malformasi serebral - Gangguan metabolisme

C. Epilepsi dan sindroma yang tidak dapat ditentukan

a. Serangan umum fokal

1. Kejang neonatal

2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi

3. Sindroma Taissinare

4. Sindroma Landau Kleffner

b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum


D. Epilepsi berkaitan dengan situasi

a. Kejang demam

b. Berkaitan dengan alkohol

c. Berkaitan dengan obat-obatan

d. Eklamsi

e. Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

Anda mungkin juga menyukai