Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI

Pertemuan III: Lanjutan Genus Aedes, Culex dan Anopheles

Nama : Hasanain Muwahhid


NIM : 1800029270
Golongan : D2

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2020
A. Hasil Pengamatan

Identifikasi Nyamuk Aedes sp

Aedes Jantan (utuh kepala, thorax, Abdomen)

Aedes aegypti betina(bag Kepala Aedes albopictus betina(bag kepala


dan thorax) dan thorax)
Identifikasi Nyamuk Culex sp

Nyamuk Culex sp (utuh: Kepala thorax abdomen)

Culex betina(bag Kepala) Culex jantan(Bag kepala)


Identifikasi Nyamuk Anopheles sp

Anopheles sp (utuh Kepala, Thorax, Abdomen)

Anopheles betina (bag Kepala) Anopheles jantan(Bag Kepala)


B. Pembahasan
Nyamuk Aedes sp ini memiliki ciri khusus ditandai dengan pita atau garis-garis putih
yang ada di sekujur tubuhnya yang berwarna dasar hitam. Ukuran nyamuk ini berkisaran
sekitar 3-4 mm dengan ring putih pada bagian kaki. Pada bagian punggung tubuh terdapat
dua garis yang melengkung vertical yaitu pada bagian kiri dan bagian kanan yang menjadi
ciri-ciri dari spesies ini. Pada umumnya, sisik tubuh nyamuk mudah rontok atau lepas
sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini
sering berbeda antar populasi, tergantung pada kondisi dilingkungan dan juga nutrisi yang
di dapat nyamuk selama masa perkembangan. (Susanti dan Suharyo. 2017)
Aedes sp merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue dan penyakit
demam berdarah serta virus yellow fever atau cikungunya. Aktif pada pagi dan siang hari,
hanya nyamuk betina yang menghisap darah dan digunakan untuk perkembangbiakan.
Nyamuk betina memiliki kepala dengan antena berambut sedikit dan berkelompok. Palpus
maksilarisnya pendek dari probosus. Sedangkan Aedes sp jantan memperoleh dari energi
nektar bunga ataupun tumbuhan. Aedes sp jantan memiliki kepala dengan antenna berambut
panjang dan lebat. Palpus maksilarisnya sama panjang dengan probosi namun tidak
memiliki cerci. (Endah dan Sihite, 2015)
Morfologi nyamuk Anopheles sp jantan yaitu terdapat probosis atau alat penghisap
yang berada diposisi tengah kepala atau diantara palpus maksilaris, diujungnya terdapat
labella, bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles sp jantan yaitu pada
ujung palpus maksilaris mengalami perbesaran dan antena berambut lebat. Sedangkan pada
Anopheles sp betina terdapat proboscis atau alat penghisap yang berada diposisi tengah
kepala atau diantara palpus maksilaris, diujung proboscis terdapat labella, bentuknya seperti
ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles sp betina yaitu pada ujung palpus maksilaris
tidak mengalami perbesaran dan pendek, dan pada antena berambut jarang. (Sutanto, 2013)
Nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vektor penyakit malaria, didunia kurang lebih
460 spesies yang sudah diketahui, 100 diantaranya mempunyai kemampuan menularkan
malaria dan 30-40 merupakan host dari parasite plasmodium yang merupakan penyebab
penyakit malaria. Indonesia sendiri terdapar 23 spesies nyamuk Anopheles sp yang mampu
menularkan penyakit malaria. (Prabowo, 2004)
Nyamuk Culex sp dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian yaitu kepala,
thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp berbentuk oval, memiliki satu probosis dan
dua palpus maksilaris. Kepala nyamuk memiliki satu pasang mata holoptic untuk nyamuk
jantan dan mata dichoptic untuk nyamuk betina serta satu pasang antenna nyamuk betina
berambut jarang. Pada stadium dewasa palpus maksilaris nyamuk jantan setinggi probosis
dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang lebih pendek dari
pada probosis. (Soebaktiningsih, 2015)
Nyamuk jenis Culex sp merupakan salah satu jenis nyamuk pembawa vektor penyakit
filariasis. Daerah tropis terutama Indonesia merupakan salah satu tempat penyebaran
penyakit filariasis oleh nyamuk Culex sp. Selain dapat menularkan penyakit nyamuk Culex
sp juga mengganggu dengan dengungan dan gigitan. Nyamuk Culex sp aktif pada malam
hari dengan jarak terbang maksimum 5 km dari tempat perindukan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit filariasis, terutama adalah faktor lingkungan.
Lingkungan yang meliputi kurangnya pencahayaan sangat berpengaruh untuk nyamuk
berkembangbiak dan menularkan virus penyakit filariasis. (Inelsa dan Daesusi, 2018)
Upaya pencegahan penyakit dari ketiga vektor diatas dapat dilakukan dengan
melakukan perlindungan diri dan menghindari resiko penularan dengan cara membersihkan
tempat-tempat perindukan nyamuk, menutup barang-barang bekas, menguras tempat-
tempat penampungan air, penyemprotan massal (fogging), menggunakan pelindungan diri
misalnya dengan menggunakan pakaian berlengan Panjang pada malam hari, menggunakan
obat anti nyamuk, dan menggunakan obat nyamuk bakar maupun semprot atau mengolesi
kulit dengan bodylotion anti nyamuk. (Inelsa dan Daesusi, 2018)
C. Daftar Pustaka
Susanti dan Suharyo. 2017. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Keberadaan Jentik Aedes
pada Area Bervegetasi Pohon Pisang. Unnes Journal of Public Health, Vol.4, No.6,
Hal.271-276.
Endah, N dan Sihite, R.A. 2015. Perbedaan Respon Aedes aegypti (Linnaeus)
(Diptera:Culicidae), terhadap Paparan Anti Nyamuk Bakar dan Bunga Keluwih
(Artocarous camansi, Blanco). Jurnal Entomologi Indonesia, Vol.12, No.1, Hal.20-
30.
Sutanto. 2013. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Prabowo, A dan Tety R. 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Soebaktiningsih. 2015. Genus Anopheles. Diktat Kedokteran Entomologi. Malang:
Laboratorium Parasitologi UMM.
Inelsa, H dan Daesusi, R. 2018. Uji Efektivitas Liquid Elektrik Ekstrak Daun Kenir (Cosmos
Caudatus) Terhadap Aktivitas Nyamuk Culex sp. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Biologi, Vol.6, No.2, Hal.31-41.

Anda mungkin juga menyukai