Oleh :
NIM. 1830912310145
Pembimbing :
BANJARMASIN
Oktober, 2021
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies adalah suatu penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh
produk tungau, menyebabkan lesi yang sangat gatal. Skabies ditularkan melalui
kontak tubuh langsung dari seorang penderita ke individu lainnya1 dan melalui
handuk.2
yang lebih tinggi pada anak – anak yang tinggal di daerah miskin, tropis dan padat
penduduk. Jumlah yang pasti dari kasus skabies di seluruh dunia tidak diketahui,
Skabies didiagnosis secara klinis dengan gejala utama berupa pruritus pada
malam hari karena aktivitas tungau meningkat pada suhu kulit yang lebih hangat.4
Selain itu, tungau sensitif terhadap sinar matahari pada siang hari sehingga lebih
aktif pada malam hari.4 Lesi khas skabies adalah papul yang gatal sepanjang
terowongan yang berisi tungau dengan tempat predileksi pada daerah sela jari
tangan, fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, areola mammae, umbilikus,
penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Lesi yang patognomonik untuk
skabies adalah terowongan yang hampir tidak terlihat oleh mata, berupa lesi yang
1
agak meninggi, lurus atau berkelok – kelok dan berwarna keabu – abuan.5
Terowongan sering berbentuk seperti huruf “s” atau “z” yang khas ditemukan
pada daerah sela – sela jari tangan, aksila, bokong, skrotum dan inframammae.6,7
Penemuan tungau, telur atau feses menegaskan diagnosis. 6 Akan tetapi, metode ini
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan takut, terutama pada pasien yang
invasiv, dan mudah untuk digunakan dalam mendiagnosis skabies baik sebagai tes
kaca pembesar yang disinari cahaya lampu, juga dikenal sebagai epiluminescent
pada tahun 1996 oleh seorang ahli dermatologi bernama JF Kreusch, cara
pemakaiannya dengan digenggam dan dipegang tegak lurus terhadap kulit. Pada
pembesaran 20 sampai 40 x, tampak tampilan yang khas dari kepala tungau dan 2
pasang kaki depan yang menyerupai bentuk segitiga pesawat layang (delta wing
2
plester perekat dan kerokan kulit yaitu sebesar 83%, namun spesifisitasnya lebih
rendah dibandingkan dengan tes plester perekat dan kerokan kulit yaitu sebesar
46%.9
dan spesifisitasnya adalah 86%.6 Pada penelitian yang dilakukan Lacarrubba dkk
di Illinois terhadap 100 orang anak yang berusia 1 bulan sampai 16 tahun yang
cepat dan jelas terhadap tungau, terowongan, telur dan feses dijumpai pada 62
pasien. Tidak ada seorang pun dari 38 pasien dengan penemuan negatif yang
Dari penelitian yang dilakukan Dupuy dkk sejak bulan Januari 2004
sampai April 2005 di Paris terhadap 238 pasien yang diduga menderita skabies,
91% dan kerokan kulit sebesar 90%. Namun spesifisitas dermoskopi sebesar 86%
3
tungau dan terowongan tungau, dan juga bermanfaat dalam memonitor efikasi
terapi.12
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis.
Skabies sering diabaikan oleh masyarakat, sehingga penyakit ini menjadi salah
satu masalah di seluruh dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi di negara
Indonesia adalah 5,6 - 12,9%, merupakan penyakit kulit terbanyak urutan ketiga.
keterbatasan air bersih, perilaku kebersihan yang buruk, dan kepadatan penghuni
rumah. Dengan tingginya kepadatan penghuni rumah, interaksi dan kontak fisik
erat yang akan memudahkan penularan skabies, oleh karena itu penyakit ini
banyak terdapat di asrama, panti asuhan, pondok pesantren, dan pengungsian. 1,35
4
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
parasit obligat S. scabiei varian hominis, yaitu suatu arthropoda dari orde Acarina,
dengan Aristotle (384 sampai 322 SM), orang pertama yang mengidentifikasi
istilah “akari”. Pada tahun 1687, Bonomo dan Cestoni secara akurat
mikroskopis dari tungau dan telur S. Scabiei, yang diyakini menjadi yang pertama
disebutkan pada teori parasit dari penyakit infeksi. Dua abad kemudian, penyebab
skabies ditetapkan dengan publikasi dari suatu risalah oleh Hebra. 1,16
Epidemiologi
300 juta kasus yang terjadi setiap tahunnya di dunia.13-18 Prevalensi skabies di
puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6% sampai 12,95%. 19
Skabies dapat dijumpai pada semua usia namun paling sering menyerang anak-
anak.16,20 Selain faktor imunitas yang belum memadai, faktor penularan dari
orang tua, terutama ibu, serta faktor anak yang sudah mulai beraktivitas di luar
5
rumah dan di sekolah juga ikut berperan terhadap timbulnya skabies. Insidensi
sosial ekonomi dan perilaku dibandingkan dengan asal ras. 16,17 Faktor predisposisi
yang paling sering adalah kepadatan penduduk, imigrasi, kebersihan yang buruk,
status gizi yang buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual.16 Penularan
penyakit ini terjadi melalui kontak langsung kulit ke kulit atau dari barang yang
menjadi ancaman pada suatu institusi terutama rumah sakit, penjara, taman kanak-
kanak, dan rumah jompo.16 Suatu studi epidemiologi yang melibatkan tentara
Israel dan studi – studi regional di Inggris dan Denmark mengajukan suatu pola
skabies yang datang ke klinik dermatologi dan sering dijumpai pada orang yang
dipenjara.21 Hasil penelitian K. Makigami dkk. pada beberapa rumah sakit jiwa
dan rumah sakit untuk perawatan jangka panjang di Jepang mendapatkan bahwa
sekitar 41% dari rumah sakit responden melaporkan sedikitnya satu atau lebih
kasus skabies pada tahun 2004, menyiratkan bahwa skabies telah menjadi suatu
Di Indonesia skabies menempati urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang sering
6
terjadi dan prevalensi di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah
atau skabies berkrusta. Bentuk infeksi skabies hiperkeratotik ini pertama kali
virus (HIV) atau human T-lymphotropic virus-1, dan individu dengan berbagai
Etiologi
dalam kelas Arachnida. Tungau betina panjangnya berkisar 0,4 mm, lebar 0,3 mm
sedangkan tungau jantan ukurannya lebih kecil dari betina dengan panjang 0,2
mm, lebar 0,3 mm.16,17,23 S. scabiei memiliki bentuk tubuh oval, mendatar
kerutan melintang, dan pada permukaan bagian dorsal terdapat bulu dan
denticle.23 Tungau ini memiliki empat pasang kaki, dua pasang dibagian anterior
berakhir dengan ujung peduncle yang memanjang dengan alat penghisap kecil. 23
Pada betina, dua pasang kaki bagian belakang berakhir dengan bulu, dimana pada
jantan berada pada pasangan kaki ketiga dan peduncle dengan alat penghisap pada
pasangan kaki keempat.23 Meskipun tungau ini tidak dapat terbang atau lompat,
namun dapat merangkak dengan kecepatan 2-5 cm per menit pada kulit yang
7
hangat dan dapat bertahan hidup 24-36 jam pada suhu kamar.13,17 Suhu
lingkungan yang ideal bagi tungau adalah bila udara terasa hangat dan pasien
berkeringat, sebab itu S. scabiei bergerak pada malam hari.24 Pada suhu kamar S.
scabiei dapat bertahan selama 3 hari3 dan akan mati pada suhu 500C selama 10
menit.5,25,26
betina.16 Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina mulai meletakkan
Tungau betina memproduksi 1 sampai 3 telur per hari sampai mencapai jumlah 40
yang akan menetas setelah 3-4 hari kemudian.16,17 Larva berubah menjadi suatu
protonymph yang setelah 2-5 hari berubah menjadi tritonymph, larva ini nantinya
menembus atap terowongan dan mencapai permukaan kulit.16 Setelah 5-6 hari,
larva berubah menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Secara keseluruhan,
tungau dewasa yang matur berkembang dalam 10-14 hari.17 Populasi tungau
mencapai 25 dewasa setelah 50 hari dan sampai 500 tungau dalam 100 hari. 16
Namun rata – rata pada seorang host normal adalah 10-12 tungau. Pada umumnya
8
Gambar 2.1. (A) Potongan mikroskopis tungau Sarcoptes scabiei menunjukkan
kedelapan kaki dan alat untuk menggigit. (B) Kerokan kulit setelah diberi
potasium hidroksida 10% menunjukkan telur, nymph, dan scybalae (faecal pellet).
(C) Potongan histologi (pewarnaan hematoksilin dan esoin) menunjukkan sebuah
terowongan dengan tungau skabies pada bagian atas epidermis.
Transmisi
tempat tidur dengan orang yang terinfestasi tungau, dengan atau tanpa kontak
9
Peranan fomite, yaitu semua benda atau bahan yang dapat membawa
kemungkinan karena tungau dapat bertahan hidup lebih dari 3 hari diluar tubuh
tilam, pakaian, gorden, lantai, perabotan, dan kain – kain yang digunakan untuk
tempat tidur di rumah pasien skabies dan rumah jompo. 16,18,27 Tetapi untuk
beberapa penulis, penularan melalui fomite jarang terjadi, namun dapat terjadi
pada kasus skabies berkrusta.16 Transmisis seksual juga dapat terjadi karena
terjadinya kontak yang erat yang memungkinkan terjadinya transmisi tungau. 16,17
Gambaran klinis
Skabies dapat dicurigai bila pada pasien terdapat satu atau lebih tanda dari
1. Gatal yang memburuk pada malam hari setelah pasien berbaring di tempat
tidur, adalah suatu gambaran yang konsisten. Keparahan dapat bervariasi namun
tidak pernah terserang skabies. Timbulnya gejala lambat dan terkadang pasien
tidak dapat memastikan waktu tepatnya. Pada pasien yang mengalami reinfestasi,
gejala muncul kembali dengan cepat (dalam beberapa jam), tergantung pada status
imunologi host.4
10
3. Erupsi kulit:, meskipun lesi diatas leher jarang dijumpai, pada daerah yang
beriklim lebih hangat dapat terjadi, terutama pada orang – orang yang selalu
terbaring di tempat tidur dan anak – anak. Pada pasien-pasien khusus tersebut,
dapat diobservasi bervariasi. Lesi yang paling khas adalah terowongan, berkelok
atau papul linear sampai sepanjang 1 cm dengan vesikel pada ujungnya. Namun
pada iklim tropis yang panas lebih sering ditemukan papul eritematosa. Lesi-lesi
lainnya termasuk: papul, skuama, vesikel, bula, krusta, pustul, nodul dan
ekskoriasi.4 Tempat predileksi: lipatan aksila anterior, puting susu dan areolae
pada wanita, umbilicus, siku, bagian volar pergelangan tangan, sela – sela jari,
paha, bokong, penis, skrotum, dan pergelangan kaki.16,17,28 Pada bayi, skabies
tangan dan telapak kaki, dan lesinya berupa vesikel, pustul, dan nodul. 17
4. Gejala klinis yang sama pada anggota keluarga lainnya pada waktu yang
sama.16
11
Gambar 2.2. (A) Skabies yang khas pada sela – sela jari tangan. (B) Keterlibatan
genitalia pada seorang pasien pria dengan lesi berupa papul dan ekskoriasi. (C)
Payudara seorang wanita dengan lesi berupa papul pada daerah puting dan areolar.
(D) Terowongan linier skabies yang spesifik dan khas dengan vesikel pada ujung
distal. (E) Pruritus kronis pada skabies dengan cepat mengakibatkan terjadinya
garukan.
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
garukan.16,30 Paling sering ditemukan pada sela paha, aksila dan pada
genitalia pria.15,16 Lesi skabies nodular secara klinis dan histologi dapat
12
Gambar 2.3. Gambaran klinis skabies nodular
3. Skabies bulosa. Meskipun lesi vesikular sering ditemukan pada bayi dan
anak – anak, lesi berupa bula jarang ditemukan pada skabies. Skabies
bulosa dapat dijumpai pada bayi, anak – anak, orang tua, dan terkadang
4. Scabies incognito
imunitas.16
13
Lesi berupa vesikel, pustul, dan nodul terutama tersebar pada tangan, kaki
dan lipatan tubuh. Pruritus dapat menjadi sangat berat sehingga pasien
histiocytosis.16
diterapi dengan kortikosteroid poten untuk jangka waktu yang lama yang
dermatomiositis pada skalp. Sering mengenai orang tua, anak – anak, bayi,
berkrusta.15,16
8. Skabies berkrusta.
14
Skabies berkrusta dapat ditemukan pada pasien leukemia, infeksi HIV,
berupa plak hiperkeratotik, skuama, berwarna abu – abu, tebal atau plak
berkrusta pada tangan, kaki, lutut, siku, badan, skalp, nail bed dan
9. Skabies subungual.
jari tangan dan/atau kuku jari kaki, terjadi penebalan kuku, kuku jadi
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan mikroskop dari kerokan kulit, namun sensitivitas dari tes tradisional
ini kurang dari 50%.1 Mendeteksi lesi viabel dapat menjadi sulit sebab sering
dikaburkan dengan ekzema atau impetigo atau lesi yang tidak khas. Deteksi
terowongan dengan menggunakan tinta India telah dilakukan selama lebih dari 20
tahun yang lalu, namun tes tersebut sering tidak dilakukan secara rutin. Diagnosis
dugaan (suspect) dapat dibuat berdasarkan riwayat gatal yang khas yaitu pada
malam hari, distribusi papul inflamatorik dan riwayat kontak dengan penderita
1. Kerokan kulit
16
Diagnosis pasti skabies ditegakkan berdasarkan pengidentifikasian tungau,
telur, fragmen cangkang telur, atau fecal pellet tungau dari kerokan kulit. Metode
ini memberikan spesifisitas yang sangat baik namun memiliki sensitivitas yang
rendah karena dipengaruhi beberapa faktor seperti presentasi klinis, jumlah lokasi
sampel yang diambil dan/atau pengulangan kerokan, dan pengalaman orang yang
mengambil sampel.1
kerokan kulit adalah menghindari lesi ekskoriasi karena tungau biasanya terangkat
oleh garukan36,37 dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat
akarisidal sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut. 37 Idealnya, bahan
diperoleh dari papul yang baru terbentuk atau terowongan. Papul yang terbaik
adalah berbentuk lonjong tanpa tanda – tanda di permukaan seperti titik coklat
hasil yang lebih unggul dan dipilih dibandingkan larutan potasium hidroksida atau
1. Tungau menempel pada minyak dan dapat lebih mudah diambil. Tungau akan
tetap hidup dan motil, bukannya terpecah – pecah pada suatu kerokan yang
kering.
2. Skuama dari kulit bercampur dengan minyak mineral dan lebih banyak bahan
17
3. Perbedaan refraksi antara tungau dan minyak mineral lebih besar daripada
Apabila daerah yang tepat telah dipilih, teteskan satu tetes minyak mineral
pada skalpel steril. Biarkan minyak mineral mengalir pada papul atau daerah lain
yang akan dikerok. Berikutnya, lakukan pengerokan sekitar 6 atau 7 kali untuk
mengangkat atap papul, akan terlihat bintik – bintik kecil darah dalam minyak.36
objek.36 Hal tersebut dapat dilakukan secara lembut dengan menggunakan ujung
kayu dari aplikator. Tambahkan satu atau dua tetes lagi minyak mineral dan aduk
minyak. Letakkan kaca penutup pada gelas objek dengan hati – hati untuk
menghindari gelembung udara dan memeriksa untuk tungau, telur dan fecal
melihat seluruh kaca objek, tetap mengingat bahwa ukuran tungau bervariasi
tergantung pada jenis kelamin dan maturitas. Ukuran terbesar sampai terkecil
yaitu betina, jantan, nimfa, larva dan telur. Berikut ini adalah ukuran rata – rata
dari bentuk – bentuk S. scabiei.36 Bila ditemukan telur dari S. scabiei, dapat
ditegakkan suatu diagnosis positif skabies, bahkan jika tidak ditemukan tungau
18
2. Tes tinta pada terowongan
bawah cartridge pena yang penuh dengan tinta berwarna hitam atau biru ke atas
papul yang dicurigai, kemudian bersihkan dengan kapas alkohol untuk menghapus
tinta dari permukaan lesi. Tes dikatakan positif jika terbentuk garis menyerupai
3. Shave biopsy
dan ibu jari. Potong bagian atas papul atau seluruh terowongan menggunakan
skalpel no.15 yang dipegang sejajar terhadap kulit dengan gerakan yang halus.
Karena biopsi yang dilakukan sangat superfisial, tidak perlu dilakukan anestesi.
Panaskan slide dengan hati – hati (60- 800C) selama 2-5 menit. Periksa dengan
Dilakukan dengan menentukan lesi non ekskoriasi yang paling sugestif. Rambut
segera tekan pada lesi kulit. Setelah sekitar 30 detik, slide dilepas dari kulit
19
dengan gerakan yang cepat. Prosedur diulangi dengan cara yang sama pada daerah
5. Plester perekat
Teknik ini menggunakan plester perekat transparan yang dipotong sesuai ukuran
slide mikroskop (25 x 50 mm). Plester ditekan kuat pada lesi, kemudian tarik
dengan cepat. Letakkan plester pada slide dan simpan pada suhu 10-14oC sampai
100x.9,39
tungau. Untuk pemeriksaan ini, lebih baik menggunakan skuama pada kulit
dibandingkan dengan biopsi kulit. Prosedur nonivasiv ini dapat membantu pasien
dibuktikan secara klinis atau melalui pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan ini juga
7. Pemeriksaan dermoskopi
tungau, telur atau eksreta dengan pemeriksaan mikroskopis yang diperoleh dari
20
kerokan kulit, namun metode ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa
takut, terutama pada pasien yang berusia lebih muda. Oleh karena hasil
diperlukan tes yang berulang untuk suatu diagnosis pasti. Untuk alasan ini,
kerokan kulit tidak diterima dengan baik oleh pasien yang mungkin tidak
dengan visualisasi morfologi yang sering tidak terlihat dengan mata telanjang.
baru – baru ini evaluasi kelainan kulit yang tidak berpigmen. Dermoskopi
pengaplikasian cairan (minyak, alkohol atau air) pada kulit untuk menghilangkan
pantulan cahaya.40 Namun, baru – baru ini, metode ini telah digantikan dengan
hasil yang sebanding. Selama beberapa tahun terakhir, dermoskopi telah terbukti
yang sesuai dengan bagian anterior S. scabiei (delta wing sign/jet with contrail).8
21
Pemeriksaan dermoskopi memberikan beberapa keunggulan dibandingkan
teknik kerokan kulit tradisional. Pertama, tidak invasiv dan diterima dengan baik
oleh pasien, terutama oleh anak – anak dan pasien yang lebih sensitif yang
mungkin memiliki hasil pemeriksaan kerokan kulit berulang negatif, karena tidak
yang biasanya dalam beberapa menit dan secara signifikan memakan waktu yang
risiko infeksi yang tidak disengaja dari agen – agen yang dapat ditransmisikan
dari darah seperti human immunodeficiency virus (HIV). Kelima dermoskopi telah
kemungkinan dapat terjadi kontaminasi secara tidak langsung dari pasien melalui
peralatan, karena tungau dapat bertahan hidup di lingkungan luar (jauh dari host)
22
Gambar 2.7. Tampak tungau S. scabiei di ujung terowongan dengan pembesaran
200x
Diagnosis banding
Paling menyerupai
23
1. Dermatitis atopi
3. Dermatitis kontak
4. Dermatitis herpetiformis
5. Dyshidrotic eczema
Sering dianggap
3. Erupsi obat
Komplikasi
biasanya memberikan respon yang baik pada pemberian antibiotik topikal atau
oral. Dapat terjadi lymphangitis dan septikemia terutama pada skabies berkrusta,
nodularis.17
Penatalaksanaan
24
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, seprei, dan handuk yang telah digunakan harus
dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula
halnya dengan anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi
dan anak – anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu
mengobati semua anggota keluarga secara bersamaan dan obat yang digunakan
jumlahnya harus dibatasi untuk menghindari over treatment atau efek keracunan.42
dan telur, mudah digunakan, tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi, aman untuk
segala usia, dan ekonomis. Tetap saja, kita belum memiliki skabisida yang ideal.15
yang tepat karena dapat menjadi luas. Penting untuk mengobati ibu dan bayi
Topikal
1. Permetrin 5%
toksisitas yang rendah pada mamalia. Obat ini diabsorbsi kulit dalam jumlah kecil
dan dimetabolisme oleh esterase pada kulit yang akhirnya diekskresikan kembali
25
pada urin. Faktor utama yang membatasi absorpsi sistemik adalah penetrasi
lambat melalui kulit yang tidak tergantung pada dosis yang digunakan.
channel dari arthropoda, menyebabkan depolarisasi yang lama dari membran sel
saraf dan mengganggu transmisi neuron. Permetrin tersedia dalam bentuk krim
5% yang digunakan sepanjang malam atau sedikitnya selama 8-12 jam, setelah itu
harus dibersihkan dan pemakaiannya diulang 1 minggu kemudian. Krim ini harus
diberikan pada wanita hamil dengan lama pemakaian yang diperpendek sampai 2
jam dan secara luas digunakan pada anak – anak. Permetrin 5% ditoleransi dengan
baik dengan efek samping minimal dan dapat diterima secara kosmetik. Beberapa
pasien pernah mengalami iritasi, rasa terbakar, rasa kesemutan namun semuanya
terjadi tidak lama dan kemungkinan besar berhubungan dengan penggunaan pada
kulit yang sudah sensitif, terjadi ekskoriasi dan pruritus disebabkan infeksi
skabies.15
pengobatan skabies yang tertua, yang bila kontak dengan jaringan hidup akan
membentuk hidrogen sulfida dan asam pentationat yang bersifat germisid dan
fungisid.15,42 Obat ini aman digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak – anak
dengan konsentrasi 2-4% (anak), 6-8% (wanita), dan 10% (pria).42 Selain itu juga
efektif untuk pengobatan skabies berkrusta dan pasien yang sulit disembuhkan
dengan pengobatan lain. Ointment ini digunakan pada seluruh permukaan tubuh
26
selama 2 sampai 3 malam berturut – turut.15 Kekurangannya adalah kotor, bau,
konvulsi dan kematian. Obat ini diserap oleh membran mukosa, seperti paru –
paru dan mukosa intestinal, dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh dengan
konsentrasi tertinggi pada jaringan yang banyak mengandung lemak dan kulit.
cukup sekali dengan lama pemakaian 6 jam, setelah itu harus dibersihkan dengan
minggu kemudian. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 1%, losion 1% atau sampo
1%, tidak menyebabkan iritasi dan mudah digunakan. Penyerapan dari kulit
bervariasi dari 10 hingga 90% tergantung pada pelarut yang digunakan dengan
waktu paruh 21-26 jam. Pemakaian obat ini harus dihindari pada kulit yang
mengalami inflamasi, ekskoriasi, skabies berkrusta, anak – anak yang sakit, bayi
Kekurangan dari obat ini dapat menyebabkan toksisitas sistim saraf pusat,
seperti konvulsi dan kematian yang dilaporkan terjadi pada anak – anak atau bayi
dengan paparan berlebihan atau perubahan sawar kulit yang akan meningkatkan
penyerapannya. Juga terdapat laporan mengenai pasien usia tua yang meninggal
setelah menggunakan lindane pada daerah kepala. Jika obat ini tertelan dapat
dan kematian. Dermatitis kontak iritan ulcerative dari pemakaian obat ini pernah
merekomendasikan lindane sebagai terapi lini kedua untuk skabies terutama pada
Benzil benzoat 10-25% merupakan suatu ester dari asam benzoat dan
benzil alkohol yang diperoleh dari balsam Peru dan Tolu, yang neurotoksik
terhadap tungau. Obat ini digunakan sebagai emulsi 25%, 3 kali dalam 24 jam
dengan lama pemakaian 24 jam, tanpa dibersihkan terlebih dahulu.15 Pada anak-
anak, dosisnya dapat diturunkan sampai 12,5%. Obat ini sangat efektif jika
digunakan secara benar, dan jika tidak, dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
dan dermatitis kontak iritan pada wajah dan skrotum. Komplikasi pemakaian obat
ini adalah dapat terjadi dermatitis kontak alergi. Produk ini tidak aman digunakan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak – anak berusia dibawah 2 tahun
karena hubungannya dengan efek samping neurologi yang berat pada anak – anak.
Beberapa penelitian menemukan bahwa obat ini efektif dalam menangani skabies
28
5. Monosulfiram 5 – 25%
Obat ini secara kimia berhubungan dengan antabuse, dan untuk alasan ini,
kemerahan, mual, muntah dan takikardi yang disebut sebagai reaksi disulfiram.
Obat ini digunakan diseluruh tubuh setelah mandi, 1 kali sehari untuk 2 atau 3
Obat ini digunakan setelah mandi dan berganti pakaian dalam sediaan
krim atau losion 10%, 2 kali sehari selama 5 hari berturut – turut,15, bersifat
skabisid namun tidak mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap skabies, tidak
mempunyai efek sistemik, serta aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan
anak – anak.42 Efek samping berupa iritasi bila digunakan dalam jangka waktu
lama.42
7. Malathion 0,5%
29
keamanannya pada ibu menyusui dan anak – anak berusia kurang dari 6 tahun
belum dapat dipastikan. Untuk pemberian pada ibu hamil, obat ini termasuk dalam
kategori B.44
8. Esdepallethrin 0,63%
sodium channel pada akson. Obat ini tersedia dalam bentuk aerosol dan dapat
9. Ivermectin 1%
digunakaan pada daerah fleksura, pinggang, genital, tangan dan kaki. Pasien tidak
boleh mandi selama 2 jam dan pemberian obat diulangi 1 minggu kemudian.15
Oral
Ivermectin
chloride channels yang berada di sistim saraf pusat. Hal tersebut merangsang
dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Puncaknya sekitar 4 sampai 5 jam
ditemukan pada sebum, keringat dan sisik pada dahi, delapan jam setelah dosis
pertama. Obat ini relatif aman untuk dikonsumsi. 15 Efek samping yang dapat
eosinofilia dan anoreksia. Sebagian besar gejala – gejala tersebut diduga lebih
kepada akibat dari kematian parasit dibandingkan reaksi obat. Efek samping
lainnya yang lebih serius adalah ataksia, tremor, mydriasis, depresi dan pada
Ivermectin diberikan secara oral 200 mcg/kg pada sebagian besar pasien
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada malam hari ketika tungau bergerak aktif di
tubuh. Ivermectin memiliki waktu paruh plasma 36 jam setelah digunakan secara
oral, dan diyakini bahwa tungau mendapat makanan dengan memakan keratinosit
karena diyakini bahwa ivermectin tidak memiliki efek ovisidal dan telur menetas
keadaan epidemis dan endemis pada institusi seperti rumah jompo dan penjara.
pengobatan lini pertama untuk kasus skabies pada rumah jompo dan institusi,
31
meskipun terdapat satu laporan yang mengajukan bahwa ivermectin dapat
topikal standar, seperti efikasi yang tinggi, penggunaannya mudah dan cepat,
terhindar dari iritasi akibat pengobatan topikal, terhindar dari perlunya untuk
Oleh karena itu penderita perlu dijelaskan mengenai cara pemakaian obat yang
benar.
yang berlebihan. Hal ini dapat dibatasi dengan membatasi pemberian obat.
3. Mengingat masa inkubasi yang lama, semua orang yang kontak dengan
penderita perlu diobati meskipun tidak didapatkan gejala. Hal ini perlu dilakukan
32
4. Kegagalan juga dapat terjadi karena penetrasi obat terganggu seperti pada lesi
yang berkrusta atau dengan infeksi sekunder. Pada keadaan ini penderita perlu
diberikan antibiotika.
Prognosis
33
BAB III
PENUTUP
scabiei var. hominis di kulit, ditandai adanya gatal dan erupsi kulit dengan derajat
respons imun terhadap kutu dan produknya yang berada di epidermis. Penyakit ini
utama di negara dengan sanitasi buruk, kepadatan penduduk tinggi, dan sosial
juta kasus dengan tingkat infeksi yang bervariasi antar-negara maupun antar-
daerah dalam suatu negara. Permetrin masih merupakan terapi topikal yang paling
pasien dan ketepatan dalam penggunaan krim permetrin merupakan masalah yang
sering dihadapi. Selain itu terdapat laporan adanya peningkatan toleransi in vitro
kutu skabies terhadap permetrin, sehingga perlu dipikirkan alternatif terapi lain
yang lebih mudah digunakan, sederhana, dan risiko resistensi yang rendah.
Ivermectin adalahsalah satu pilihan terapi alternatif dengan efektivitas yang sudah
teruji. Sayangnya, hingga saat ini penggunaan ivermectin untuk skabies masih
belum diakui di banyak negara kecuali Perancis, Selandia Baru, Brazil, dan
3 hari berurutan.43
35
Daftar Pustaka
37
Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Singapore: Wiley-
Blackwell;2010.h.38.1-38.61.
23. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia;
1995.h. 7-9.
24. Mellanby K. Biology of the parasite. Dalam: Orkin M, Maibach HI, Parish
LC, Schwartzman RM, penyunting. Scabies and Pediculosis. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company; 1997.h.8-16.
25. The Japanese Dermatological Association. Guideline for the diagnosis and
treatment of scabies in Japan (second edition). Journal of Dermatology
2008;35:378–93.
26. Wolf R, Davidovici B. Treatment of scabies and pediculosis: Facts and
controversies. Clinics in Dermatology 2010;28:511–8.
27. Chouela E, Abeldaño A, Pellerano G, Hernández MI. Diagnosis and
treatment of scabies A Practical Guide. Am J Clin Dermatol. 2002;3(1):9-
18.
28. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestations, stings, and bites.
Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM, penyunting. Andrews'
Diseases of the skin Clinical Dermatology. Edisi ke-10. Canada:
Elsevier;2006.h.421-57.
29. Sungkar S. Dalam : Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia; 1995.h.12-5.
30. Fernandez CM, Ocariz MS, Jurado RR, McKinster CD, Covarrubias LO,
Maldonado RR. Nodular scabies mimicking urticaria pigmentosa in an
infant. Clinical and Experimental Dermatology 2005;30: 595–6.
31. Almeida HL. Treatment of steroid-resistant nodular scabies with topical
pimecrolimus. J Am Acad Dermatol. 2005;53(2): 357-8.
32. Jena DK, Dash ML, Chhetia R. Bullous scabies in a patient on anticancer
therapy. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2005;7(1):53-4.
33. Ansarin H, Jalali MHA, Mazloomi S, Arabshahi RS, Setarehshenas R.
Scabies presenting with bullous pemphigoidlike lesions. Dermatology
Online Journal 2006;12(1):19.
38
34. Sampathkumar K, Mahaldar AR, Ramakrishnan M, Prabahar S.
Norwegian scabies in a renal transplant patient. Indian Journal of
Nephrology 2010; 20(2): 89–91.
35. Marsha Kurniawan, Michael Sie Shun Ling, Franklind. Diagnosis dan
Terapi Skabies. CDK. 283/ vol. 47 no. 2 th. 2020
36. Muller GH. Laboratory diagnosis of scabies. Dalam: Orkin M, Maibach
HI, Parish LC, Schwartzman RM Scabies and Pediculosis. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company; 1997.h.99- 104.
37. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia;
1995.h. 19-20.
38. Neynaber S, Muehlstaedt M, Flaig MJ, Herzinger T. Use of superficial
cyanoacrylate biopsy (SCAB) as an alternative for mite identification in
scabies. Arch Dermatol. 2008;144(1):114-5.
39. Katsumata K, Katsumata K. Simple method of detecting Sarcoptes scabiei
var hominis mites among bedridden elderly patients suffering from severe
scabies infestation using an adhesive-tape. Internal Medicine 2006;857-59.
40. Micali G, Lacarruba F, Massimino D, Schwartz RA.Dermatoscopy :
alternative uses in daily clinical practice.Journal of American Academy
Dermatology 2011;64:1135-46
41. Dahlan MS. Besar sampel pada penelitian diagnostik. Dalam: Dahlan MS,
penyunting. Penelitian Diagnostik. Jakarta: Salemba Medika; 2009.h.31-
48.
42. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL,
Kurniati DD, Elandari, penyunting. Infeksi kulit pada bayi dan anak.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.h.62-80.
43. Miratri W Risadini, Moerbono Mochtar, Retno Danarti. Perbandingan
Penggunaan Tablet Albendazol Dengan Krim Permetrin 5% Untuk
Pengobatan Skabies Di Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta. Mdvi
Vol. 44 No. 3 Tahun 2017; 108 - 112
39