Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN FIELD LAB SEMESTER V

“SKABIES”

PUSKESMAS RAWALO

PRESEPTOR LAPANGAN : dr. Hendro Harjito

PRESEPTOR FAKULTAS : dr. Rizka Adi Nugraha P. M.Sc

AJIKWA ARI WIDIANTO

1513010049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSUTAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018
BAB I

KASUS

A. WAKTU PELAKSANAAN
Hari, Tanggal : Senin, 22 Januari 2018
Waktu : 08.00-14.10 WIB
Tempat : Puskesmas Rawalo

B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ajeng Pratiwi
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 15 tahun
Alamat : Tipar
Pekerjaan : Siswa
Status : Belum Menikah

C. SACRED SEVEN
Keluhan : gatal pada sela jari kanan & kiri dan kaki.
Terutama pada malam hari
Lokasi : sela jari kanan & kiri dan kaki
Onset : 1 minggu yang lalu
Kualitas : gatal, panas
Kuantitas : ringan masih bisa melakukan aktifitas
Faktor memperberat : malam hari, garukan
Faktor memperingan : minum obat
Keluhan tambahan :-

D. FUNDAMENTAL FOUR
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan gatal pada
sela jari tangan kanan & kiri dan juga kaki.
Gatal dirasakan terutama pada malam hari.
Pasien mengaku tinggal di pondok bersama
teman temannya dan temannya pun juga
memiliki keluhan gatal gatal pada sela jari
yang sama.
Riwayar Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Sosial Ekonomi : Menggunakan BPJS

E. PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan Darah : 123/66 mmHg

Nadi : 76x/menit

Frekuensi Napas : 20x/menit

Suhu : 36’C

Kesadaran umum : Kompos mentis

Inspeksi : ukk pada sela jari kanan & kiri seperti terowongan

F. TATALAKSANA
Oleh dokter diberikan edukasi:
- Non farmakologi : selimut, handuk, seprai dicuci dengan air mendidih
- Farmakologi : Scabitmite, cetirizine, gentamisin
BAB II
DASAR TEORI & PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Skabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung
dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya
pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain) (Chosidow, 2006).

B. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat
dilihat dengan menggunakan mata telanjang.Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya
rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat dengan alat perekat (Djuanda A ,2007).

Gambar 1 : Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei


C. PATOGENESIS-PATOFISIOLOGI
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap
harinya. Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang
akan membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini
akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini
kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya.
Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk
timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini

Gambar 2 : siklus hidup Sarcoptes scabiei

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama


bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah
sejumlah kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar
dengan cara bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang
dari rasa gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.

Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari
beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak
meluas ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies
Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi
imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang
menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur
perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini
dapat menjadi iritan dan menimbulkan rasa gatal.

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat


terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di
tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih
dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk
menderita Norwegian scabies.

Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi


penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien
scabies, bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung
akibat reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah
terinfeksi. Eosinofil kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan.
Fakta bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi
mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas.

Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-
kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak
langsung lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian
scabies (misalnya, dalam host immunocompromised). Transmisi antara
anggota keluarga. Transmisi seksual juga terjadi. (Handoko PR, 2010)

D. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal
ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan
kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi
yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam
beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin
akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi
menjadi pembawa/carier bagi individu lain.
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis.

Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies


Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan
nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan
tangan bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum,
penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 4 : Gambaran klasik Scabies

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi


hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear
kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari
pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat
jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat. (Currie JB , 2010)
Gambar 5 : distribusi makro lesi primer scabies pada orang
dewasa

Gambar 6 : distribusi makro lesi primer scabies pada anak

d. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,
nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik.
Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena
hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi
yang sangat variatif dan tidak spesifik. Diagnosa positif hanya
didapatkan bila menemukan tungau dengan menggunakan mikroskop,
biasanya posisi tungau determined dalam liang, dapat menggunakan
pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan jarum steril,
tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan
dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada
anak – anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan
menggaruk, pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.
(Djuanda A ,2007)

Gambar 7 : Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei

E. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
 Gatal pada sela jari tangan
 Menyerang secara berkelompok
 Gatal terasa dimalam hari
 Ditemukannya tungau
 Diagnosis ditemukan jika 2 dari 4 gejala diatas positif

2. Pemeriksaan Fisik
 Ditemukan ukk berupa terowongan pada sela jari tangan berwarna
putih/keabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata rata panjang 1
cm. Pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel
steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.
Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
 Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau
terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan
transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian
tinggi.
 Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya
karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif
bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk S.
 Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin (Currie JB ,
2010)

Gambar 11 : Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E


 Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet
dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi
kuning keemasan pada kanalikuli.
 Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat mengidentifikasi
struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang diidentifikasi sebagai
bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki. Banyak laporan
kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam mendiagnosis
scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies
pada pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan
scabies nodular.

Gambar 12 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi

F. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi pada pasien skabies :
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik
yang yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak
terkena.
c. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan
pada malam hari sebelum tidur.
d. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
e. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
f. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
g. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
h. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu (Trozak D J , 2006)

2. Terapi Farmakologi
a. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya
sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
skabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan
cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam
bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan
malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan,
wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan
berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan
tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane dan
crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk
salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai.
Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah
mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari berturut-turut.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan
mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang
membutuhkan terapi massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat
germisid dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila
digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif
dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini
adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.
c. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
yang merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-
anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik
bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus
diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang
dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam
pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.
d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan
selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan
tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke
seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1%
krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan
larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain
selain 1%.
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem
saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi
walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah
keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah,
tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang,
kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan
pansitopenia.
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim
10% atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan
70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari
selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian
dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi
kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan
jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan
terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang
tingkat keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim
atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil.
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik,
diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara
meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia
digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan
efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga
dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati skabies. Efek samping yang sering adalah kontak
dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun saat ini
tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek
samping yang sangat tinggi (Trozak D J , 2006).
i. Antihistamin

G. KOMPLIKASI
1. Dermatitis akibat garukan.
2. Erupsi pada kulit yang berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, furunkel.
3. Infeksi bakteri pada bayi dan anak anak yang diserang skabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal.
4. Dermatitis iritan akibat preparat antiskabies berlebihan.

(Harahap, 2000)

H. PROGNOSIS
Prognosis baik bila memperhatikan pemilihan dan cara penggunaan obat,
serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi.

I. PEMBAHASAN
Pada hari senin 22 Januari 2018 seorang pasien perempuan yang berusia
15 tahun datang ke Puskesmas Rawalo dengan keluhan gatal pada sela jari
kanan & kiri dan kaki, gatal yang dirasakan terutama pada malam hari.
merupakan seorang siswa yag tinggal dipondok. Pasien mengeluh gatal sejak 1
minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa teman satu pondoknya juga
mengalami gejala serupa. Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap
makanan, obat, maupun bahan-bahan alergen lainnya. Pasien menyangkal
adanya riwayat medis umum. Keluarga pasien juga tidak ada yang
mengeluhkan hal seperti pasien. Pasien berobat ke Puskesmas Rawalo dengan
asuransi BPJS. Pada pemeriksaan fisik ditemukan UKK berupa terowongan
pada sela jari tangan kanan & kiri.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada
pasien, keluhan pasien tersebut menunjukkan gejala dan tanda skabies. Tanda
untuk menegakkan diagnosis skabies dengan 4 cardinal sign yaitu gatal pada
malam hari, ditemukan secara berkelompok, ditemukan UKK berupa
terowongan dan ditemukannya tungau. Pada pasien telah menunjukkan 3 dari
4 tanda cardinal meskipun pasien mengatakan tidak menemukan tungau.
Pasien didiagnosis skabies
Pada penegakkan diagnosis yang dilakukan oleh dokter di Puskesmas
Rawalo sudah sesuai dengan teori. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan
teori. Oleh dokter pasien diberikan obat Scabimite yaitu preparat Permethrin
dimana obat ini sebagai drug of choice dari skabies, Cetirizine dan
Gentamisin. Pasien diberi Gentamisin karena terdapat infeksi sekunder
sehingga mencegah untuk terjadinya infeksi bakteri. Untuk terapi non
farmakologis sudah sesuai dengan teori.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan field lab yang telah dilakukan di Puskesmas Rawalo pada
tanggal 22 Januari 2018, didapatkan seorang pasien dengan inisial Nn. A yang
berusia 15 tahun datang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan kanan &
kiri serta pada kaki. Keluhan gatal terutama dirasakan pada malam hari dan
terdapat teman satu pondok juga mengalami keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal. Pada
inspeksi terlihat UKK berupa terowongan pada sela jari tangannya.
Berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan
diagnosis pasien tersebut jika ditemukan 2 dari 4 cardinal sign skabies antara
lain gatal pada malam hari, ditemukan secara berkelompok, terdapat
terowongan dan ditemukan tungau. Diagnosa pada pasien adalah Skabies.
Tatalaksana yang dilakukan yaitu dengan membersihkan selimut, seprai,
handuk yang digunakan dengan air mendidih. Pemberian Scabimite diolesin
malam hari seluruh tubuh, Cetirizine 10-15 mg 2 kali sehari, Gentamisin 3 kali
sehari. Prognosis baik bila memperhatikan pemilihan dan cara penggunaan
obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi.

B. SARAN
Pada pelaksanaan sudah berjalan dengan baik, pemeriksaan dokter juga
sudah sesuai. Akan tetapi, alangkah lebih baiknya jika edukasi diberikan pada
pasien mengenai pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk lebih
memastikan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA

Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723

Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J
Med. 2010; 362: p. 718

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit Cetakan I. Jakarta : Hipocrates

Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
Lampiran

Gambar : Foto UKK berupa terowongan pada sela jari tangan kanan

Anda mungkin juga menyukai