Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus

SKABIES

Disusun oleh:
dr. Tiopan Tarigan

Pembimbing:

dr. Wan Marya Ulfa

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)

PERIODE 16 MEI – 15 NOVEMBER 2022

UPTD PUSKESMAS MERAL

2022
BAB I
LAPORAN KASUS

NAMA PASIEN : An. Reval Handi            


UMUR : 15 tahun
ALAMAT : Meral
PEKERJAAN : Mondok Pesantren
TANGGAL : Kamis,25 Agustus 2022

ANAMNESIS:

KELUHAN UTAMA:

Bintil-bintil merah yang terasa gatal.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Sejak 1 minggu sebelum ke poliklinik, pasien mengatakan timbul bintil-bintil


merah di daerah kedua sela-sela jari dan kedua tungkai kaki. Bintil merah pertama
kali muncul seukuran jarum pentul, bintil terasa gatal terutama pada malam hari
sehingga pasien suka menggaruk daerah yang gatal hingga terluka. Bintil terasa
padat, tidak mengeluarkan cairan dan tidak nyeri, pasien belum pernah pergi berobat
kedokter.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


• Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
• Tidak ada riwayat alergi sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


• Teman-teman pasien yang berada di pesantren juga mengeluhkan keluhan yang
sama seperti yang di alami oleh pasien.
RIWAYAT PENGOBATAN :
Pasien belum pernah pergi berobat kedokter

RIWAYAT KEBIASAAN :
• Pasien sering menggunakan selimut atau pakaian bersama-sama dengan teman
lainnya.

PEMERIKSAAN FISIK:

STATUS GENERALIS :

KeadaanUmum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Keadaangizi : Baik

Pemeriksaan toraks : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan abdomen : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan ekstrimitas : Tidak ada kelainan

STATUS DERMATOLOGIS
(Lokasi-Efloresensi-Penyebaran)
Lokasi : Regio manus dextra sinistra, region kruris dextra dan sinistra
Efloresensi : Papul eritema, bentuk tidak teratur, ukuran milier hingga lenticular,
multipel, kunikulus (-), erosi (+), ekskoriasi (-)
Penyebaran : Regional

DIAGNOSIS
Skabies
TATALAKSANA:
UMUM :
 Seluruh teman di pesantren harus diobati.
 Membersihkan perlengkapan sehari-hari dengan desinfektan
 Mencuci sprei, sarung bantal dan selimut dengan air panas

KHUSUS :
 Permethrin 5% (dioleskan keseluruh tubuh setelah mandi dan didiamkan 8-10
jam)
 Cetirizine tab 10 mg 1x1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varhominis beserta produknya. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. 1
Sinonim atau nama lain scabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal
agogo. Skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi ramai dimana sering
terjadi kontak tubuh.2
Secara morfologik, parasit ini merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies betina berukuran 300 x 350
µm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 µm. Stadium dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang kaki belakang. Kaki depan pada
betina dan jantan memiliki fungsi yang sama sebagai alat untuk melekat, akan tetapi
kaki belakangnya memiliki fungsi yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir
dangan rambut, sedangkan pada jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki
keempat berakhir dengan alat perekat.2
2.2 EPIDEMIOLOGI

Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan
subtropis, seperti Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah dan selatan, dan
Asia.3 Skabies dapat menjangkit semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat
ekonomi sosial. Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia dilaporkan setiap
tahunnya.4,5 Prevalensi scabies pada anak berusia 6 tahun di daerah kumuh di
Bangladesh adalah 23-29% dan di Kamboja 43%. Studi di rumah kesejahteraan di
Malaysia tahun 2010 menunjukkan prevalensi 30% dan di Timor Leste prevalensi
skabies 17,3%.6,7 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, berdasarkan
data dari puskesmas seluruh Indonesia padatahun 2008, angka kejadian scabies
adalah 5,6%-12,95%. Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari dua belas
penyakit kulit tersering.4,5

2.3 PATOSIOLOGI

Siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya tungau dewasa
kedalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai
akhirnya tungau betina bertelur. Sarcoptes scabiei tidak dapat menembus lebih dalam
dari lapisan stratum korneum.Telur menetas menjadi larva dalam waktu 2-3 hari dan
larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi tungau dewasa
dalam 4-7 hari. Sarcoptes scabiei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi
kadang-kadang dapat bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian besar
infeksi, diperkirakan jumlah tungau betina hanya terbatas 10 sampai 15 ekor dan
kadang terowongan sulit untuk diidentifikasi.2

Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia sebagai
host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain
pada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan untuk berinfestasi
dan menggali terowongan. Penularan scabies dapat terjadi melalui kontak dengan
obyek terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan furniture dan dapat pula
melalui hubungan langsung kulit ke kulit. Berdasarkan alas an tersebut, scabies
terkadang dianggap sebagai penyakit menular seksual. Ketika satu orang dalam
rumah tangga menderita skabies, orang lain dalam rumah tangga tersebut memiliki
kemungkinan yang besar untuk terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi Sarcoptes
scabiei dapat menyebarkan scabies walaupun tidak menunjukkangejala. Semakin
banyak jumlah parasit dalam tubuh seseorang, semakin besar pula kemungkinan ia
akan menularkan parasit tersebut melalui kontak tidak langsung.2

2.4 GEJALA KLINIS

Gatal merupakan gejala klinis utama pada scabies, yang bias anya terjadi pada
malam hari (pruritus nokturna), cuaca panas, atau ketika berkeringat. Gatal terasa di
sekitar lesi, namun pada scabies kronik gatal dapat dirasakan hingga keseluruh tubuh.
Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan secret tungau yang
dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari infestasi tungau
hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari. Sarcoptes scabiei biasanya memilih lokasi
epidermis yang tipis untuk menggali terowongan misalnya di sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, penis, areola mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara,
pinggang, bokong bagian bawah intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan
posterior. Terowongan yang digali tungau tampak sebagai lesi berupa garis halus
yang berwarna putih keabu-abuan sepanjang 2-15 mm, berkelok-kelok dan sedikit
meninggi dibandingkan sekitarnya. Di ujung terowongan terdapat papul atau vesikel
kecil berukuran< 5 mm tempat tungau berada. Daerah beriklim tropis, jarang
ditemukan lesi terowongan, kalaupun ada terowongan hanya berukuran pendek
sekitar 1-2 mm. Lesi tersebut sulit ditemukan karena sering disertai ekskoriasi akibat
garukan dan infeksi sekunder oleh bakteri. Meskipun demikian, terowongan dapat
berada di tangan, sela-sela jari tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Pustul tanpa lesi terowongan sering terdapat di genitalia eksterna. Pada infestasi
ringan, lokasi yang harus diperiksa adalah sela jari tangan dan genitalia eksterna.8

Pada orang dewasa, lesi scabies jarang ditemukan di leher, wajah, kulit kepala
yang berambut, punggung bagian atas, telapak kaki dan tangan, namun pada bayi
daerah tersebut sering terinfestasi bahkan lesi dapat ditemukan di seluruh tubuh. Lesi
scabies biasanya tidak terdapat di kepala namun pada anak kecil dan bayi dapat
ditemukan pustul yang gatal. Gejala scabies pada anak biasanya berupa vesikel,
pustul, dan nodus, anak menjadi gelisah dan nafsu makan berkurang. Gambaran klinis
scabies pada anak-anak sering sulit dibedakan dengan infantile acropustulosis dan
dermatitis vesiko bulosa.8

Skabies menimbulkan rasa gatal hebat sehingga penderita sering menggaruk


dan timbul luka lecet yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri Group A
Streptococci (GAS) serta Staphylococcus aureus. Infeksi tersebut menimbulkan
pustul, ekskoriasi dan pembesaran kelenjar getah bening. Pada infeksi sekunder
Staphylococcus aureus dapat timbul bula sehingga disebut scabies bulosa. Di Negara
tropis sering terjadi infeksi bakteri sekunder dengan lesi pustular atau krusta di daerah
predileksi scabies dan pada anak-anak lesi terdapat di wajah. Lesi infeksi sekunder
tersebut mirip dengan impetigo. Skabies dengan infeksi sekunder harus segera
ditatalaksana terlebih dahulu sebelum memberikan skabisida. Tingkat keparahan
scabies bergantung jumlah tungau dan penatalaksanaannya. Jika diagnosis dan
pengobatan tertunda, maka jumlah tungau meningkat dan gejala menjadi lebih berat.
Berat ringannya kerusakan kulit tergantung pada derajat sensitisasi, lama infeksi,
kebersihan individu, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Pada stadium kronik,
scabies mengakibatkan penebalan kulit (likenifikasi) dan berwarna lebih gelap
(hiperpigmentasi).8

2.5 DIAGNOSIS

Diagnosis scabies ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Apabila ditemukan dua dari empat tanda cardinal skabies, maka diagnosis sudah
dapat dipastikan. Berikut 4 tanda cardinal scabies:2

a. Pruritus nokturna
b. Penyakit menyerang manusia secara berkelompok
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi
d. Ditemukan tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.

Diagnosis dapat dipastikan bila menemukan Sarcoptes scabiei. Beberapa cara


untuk menemukan tungau tersebut adalah kerokan kulit, mengambil tungau dengan
jarum, membuat biopsy eksisional, dan membuat biopsy irisan. Apabila ditemukan
gambaran terowongan yang masih utuh, kemungkinan dapat ditemukan pula tungau
dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis
pasti. Akan tetapi, criteria ini sulit ditemukan karena hamper sebagian besar penderita
pada umumnya dating dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus
skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi
kerokan kulit. Teknik pemeriksaan tersebut sangat tergantung pada operator sehingga
sering terjadi kegagalan menemukan tungau.2
2.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari scabies adalah prurigo karena memiliki tempat


predileksi yang sama.9 Diagnosis banding scabies meliputi hamper semua dermatosis
dengan keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria
papular, pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken
planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis
eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada
kehamilan, sifilis, danvaskulitis. Oleh karena itu scabies disebut juga “the greatest
imitator”. 9,10

2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terhadap penderita scabies adalah secara menyeluruh yaitu


seluruh anggota keluarga harus diobati dan memenuhi syarat pengobatan seperti
efektif membunuh pada semua stadium tungau skabies, tidak menimbulkan iritasi
atau toksisitas, tidak berbau atau merusak pakaian dan mudah diperoleh serta murah
harganya. Jenis obat yang digunakan seperti sulfur presipitatum, benzil-benzoat,
permethrin, krotamiton dan sebagainya, misalnya dengan cara pemakaian sebagai
berikut:11

a. Salep 2-4 dioleskan keseluruh tubuh, selama 3 hari berturut-turut, dipakai


setiap habis mandi
b. Krim permetin 5% diseluruh tubuh. Setelah 10 jam, krim dibersihkan dengan
sabun.
Usaha penyehatan lingkungan seperti sanitasi, juga merupakan factor utama yang
harus diperhatikan dalam suatu pencegahan penyakit scabies.12

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan pada kunjungan pertama kepuskesmas, pasien
mengalami penyaki tskabies, dengan identitas pasien An.R, jenis kelamin Laki - laki,
berusia 15 tahun, dan sedang mondok di pesantren. Pasien termasuk dalam rentan
memiliki risiko lebih besar terkena skabies, karena penyakit skabies biasanya banyak
ditemukan pada tempat dengan sanitasi buruk dan biasanya menyerang manusia yang
hidup secara berkelompok, seperti asrama, barak- barak tentara, rumah tahanan,
pesantren dan panti asuhan. Skabies juga menyerang semua ras dan kelompok umur
namun cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja Siswa pondok pesantren
merupakan subjek penting dalam permasalahan skabies. Karena dari data-data yang
ada sebagian besar yang menderita scabies adalah siswa pondok pesantren. 12,14,13

Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan keluhan utama bintil-bintil


terasa gatal, gatal lebih dominan dirasakan pada malam hari. Bintil muncul pada
daerah kedua sela-sela jari dan kedua tungkai kaki. Teman mondok pasien juga ada
yang mengalami keluhan yang sama. Hal ini sesuai dengan teori penegakkan
diagnosis berdasarkan gejala cardinal dan factor risiko bahwa gatal merupakan gejala
klinis utama pada skabies, yang biasanya terjadi pada malamhari (pruritus nokturna),
dan penyakit yang menyerang beberapa kelompok. 8Kemudian dari pemeriksaan fisik
dermatologis, pada region manus dan kruris didapatkan efloresensi papul eritema,
bentuk tidak teratur, ukuran milier hingga lentikular, erosi (+). Hal ini sesuai dengan
teori pemeriksaan predileksi merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis
yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna
(pria), dan perut bagian bawah.15Lesi yang ditemukan pada pasien scabies berupa
adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok rata-rata panjang satu cm, pada
ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. 15Selanjutnya untuk menegakkan
diagnosis pasti ditemukan adanya tungau scabies dengan teknik kerokan kulit dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Namun, tidak bisa dilakukan karena
keterbatasan alat di puskesmas.

Tatalaksana farmakologi yang diberikan yaitu krim permetrin 5%, dan anti
histamin oral yaitu cetirizine. Krim permetrin dioleskan keseluruh tubuh setelah
mandi dan didiamkan 8-10 jam waktu malam hari. Permethrin 5% masih merupakan
terapi pilihan untuk eliminasi tungau dan telur Sarcoptes scabiei. Obat ini memiliki
toksisitas yang rendah pada manusia meskipun digunakan dalam jumlah yang cukup
besar. Permetrin ini diabsorpsi minimal melalui perkutan sehingga toksisitasnya
rendah.15Selain itu, obat ini juga dapat dipakai untuk segala usia sehingga pemberian
pada pasien ini sudah tepat.15Apabila belum sembuh, penggunaan dapat diulang 5
sampai 7 hari kemudian.13Pemberian antihistamin diberikan sebagai terapi penunjang
pada keadaan yang disertai gejala pruritus yang berat dan terkadang diberikan
antibiotic jika mengalami infeksi sekunder.15

Edukasi yang diberikan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami dan
dukungan untuk selama pengobatan, serta pencegahan skabies. Pencegahan penyakit
scabies adalah dengan cara memberikan edukasike pada pasien ataupun keluarga
pasien untuk mencuci dan merebus pakaian, sprei, gorden, selimut, sarung bantal,
guling, dan menjemur sofa serta tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk mematikan
semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan. Dalam hal ini,
penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan tidur, pakaian,
atau handuk memegang peranan penting.15

Pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penyakit skabies, akan


menurunkan angka kekambuhan yang timbul dari penyakit ini, hal ini dapat dihindari
jika pasien patuh terhadap pengobatan dan melukakan pola hidup yang bersih dan
sehat. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi dan dukungan keluarga yang optimal
dalam memotivasi, mengingatkan, serta memperhatikan pasien dalam
penatalaksanaan penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, dan Sungkar S. Parasitologi kedokteran
edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008
2. Mutiara H, Syailindra F. Skabies. J Majority. 2016;5(2):37-42
3. Ratnasari AF, Sungkar S. Prevalensi scabies dan faktor-faktor yang
berhubungan di pesantren x, Jakarta timur. eJKI. 2014;2(1):7-12.
4. Audhah NA, Umniyati SR, dan Siswati AS. Scabies risk factor on students of
islamic boarding school (study at darul hijrah islamic boarding school,
cindaialus village, martapura subdistrict, banjar district, south kalimantan). J
Buski. 2012;1(4):14- 22.
5. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan tingkat pengetahuan dengan
kejadian skabies. J Majority. 2015;5(4):54-9.
6. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.
7. WHO. Epidemiology and management of common skin disease in children in
developing countries. [serial di internet]. 2005. [diakses 8 April 2022].
8. Sungkar S. Skabiesetiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan, dan
pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2016.p. 33-4.
9. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, danSungkar S. Parasitologi kedokteran
edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008
10. Mukoro H.J, Epidemiologi Lingkungan, Airlangga University Press,
Surabaya.2006
11. Putra KWN. Treatment of secondary infection scabies on 8 years old girl with
family medicine approach. [Laporan Kasus]. Lampung. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2014;3:56-63.
12. Gutri C. Scabies management of patient children 5 years old. [LaporanKasus].
Lampung. FakultasKedokteranUniversitas Lampung. 2014;3(1):8-14.
13. Hay RJ, Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the Developing World-
its Prevalence, Complications, and Management. Clinical Microbiology and
Infection : the Official publication of the European Society of Clinical
Microbiology and Infectious Diseases. April 2012; 18(4): 313-23.
14. Akmal SC, Semiarty R, Gayatri. Hubungan personal hygiene dengan
kejadian skabies di pondok pendidikan islam darul ulum, palarik air pacah,
kecamatan koto tangah padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;
2(3):164-7
15. Putra KWN. Treatment of secondary infection scabies on 8 years old girl with
family medicine approach. [Laporan Kasus]. Lampung. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2014;3:56-63.
16. Shobirin MY, Mayasar D. Penatalaksanaan scabies pada anak perempuan usia
satu tahun dengan pendekatan kedokteran keluarga. J Medula Unila.
2017;7(3):50-6.

Anda mungkin juga menyukai