Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala


Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) yang


TERPAPAR PARASIT Dactylogyrus sp
Histopathological Description of Gill of Tilapia (Oreochromis niloticus) Exposed to the
Parasite Dactylogyrus sp

Langga Mora1, Muttaqien2, Zainuddin3, M Nur Salim4, Winaruddin2, M Jalaluddin5, Etriwati4


1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
3
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
4
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
5
Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Email: muttaqien_bakri@unsyiah.ac.id

ABSTRAK
Dactylogyrus sp merupakan ektoparasit yang banyak menginfeksi dan sering menyebabkan munculnya
penyakit pada sebagian besar ikan budidaya yang hidup di air payau, ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk
salah satu ikan yang mudah terserang penyakit tersebut. Infeksi yang ditimbulkan dapat mengakibatkan perubahan
makroskopis dan mikroskopis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kerusakan insang secara histopatologi akibat
infeksi parasit Dactylogyrus sp. Penelitian ini menggunakan metode natif sebagai identifikasi adanya parasit
Dactylogyrus sp dan perubahan histopatologi dilakukan pembuatan preparat histopatologi dan diamati secara
mikroskopis. Sampel yang digunakan sebanyak 4 ekor ikan nila, 1 sebagai kontrol dan 3 sebagai sampel pengamatan
yang positif terinfeksi parasit Dactylogyrus sp. Analisis data hasil pemeriksaan histopatologi ditemukan hiperplasia
sekunder, fusi lamela sekunder, vakuola, dan telangiektasis. Kesimpulan dalam penelitian ini ditemukan adanya
perubahan histopatologi pada insang ikan nila yang terpapar Dactylogyrus sp.

Kata Kunci : Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Histopatologi, Dactylogyrus sp.

ABSTRACT

Dactylogyrus sp is an ectoparasite that infects a lot and often causes disease in most cultured fish that live
in brackish water, tilapia (Oreochromis niloticus) is one of the fish that is susceptible to this disease. The infection
caused can result in macroscopic and microscopic changes. The purpose of this study was to determine
histopathological gill damage caused by infection with the parasit Dactylogyrus sp. This study used the native
method and histopathological changes were made and histopathological preparations were made and observed
microscopically. The samples used were 4 tilapia, 1 as control and 3 as observation samples that were positively
affected with the parasit Dactylogyrus . sp. Analysis of the data from histopathological examination found
secondary hyperplasia, fusion of secondary lamellae, vacuoles, and telangiectasias. The conclusion in this study
found histopathological changes in the gills of tilapia exposed to Dactylogyrus sp.

Keywords: Tilapia (Oreochromis niloticus), Histopathology, Dactylogyrus sp.

74
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022

PENDAHULUAN
Karakteristik nila (O. niloticus) berbentuk panjang, terlihat tipis dan memiliki warna
tubuh putih kehitaman. Jenis ikan ini dapat dijadikan sebagai bahan makanan dan sering
dijadikan sebagai ikan budidaya setelah ikan mas (Cyprinus carpio) (Rahmi, 2012).
Munculnya serangan penyakit menjadi suatu penghalang terbesar dalam usaha
pemliharaan ikan. Salah satu penyebab penyakit ikan nila karena infeksi parasit. Parasit adalah
organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan merugikan organisme lain yang
ditempatinya (inang). Parasit dapat merugikan inang dengan mengambil nutrisi dari inang,
sehingga menyebabkan kematian (Ali et al., 2013).
Berdasarkan lokasi penempelannya, parasit dapat dibedakan menjadi endoparasit,
mesoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidup di bagian dalam tubuh inang.
Mesoparasit adalah parasit yang hidupnya diantara ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit
merupakan parasit yang hidup pada permukaan luar tubuh inang atau di dalam liang-liang kulit
yang mempunyai hubungan dengan lingkungan luar. Ektoparasit sering menginfeksi kulit, sirip
dan insang pada ikan. Salah satu contoh ektoparasit adalah monogenea (Irwandi et al., 2017).
Monogenea merupakan cacing pipih yang memiliki bentuk tubuh fusiform, haptor
dibagian posterior dengan sejumlah kait marginal (Laia et al., 2018), Sehingga menyebabkan
kerusakan pada insang akibat infeksi ektoparasit akan mempengaruhi sistem pernafasan pada
ikan yang pada akhirnya mengganggu proses fisiologis ikan (Irwandi et al., 2017).
Salah satu contoh ektoparasit monogenea adalah Dactylogyrus sp yang merupakan parasit
yang banyak menginfeksi insang ikan. Pada infeksi ringan tidak terlalu mempengaruhi inang.
Parasit lebih cepat bereproduksi pada inang yang lemah. Penyakit yang disebabkan oleh parasit
ini adalah penyakit Dactylogiriasis (Wahyuni et al., 2017).
Prevalensi penyebaran cacing parasit di Indonesia dapat mencapai ±30%. Infeksi cacing
parasitik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memiliki tingkat prevalensi
penyebaran yang sangat tinggi. Tingkat penyebaran ini dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Iklim
menentukan endemisitas suatu penyakit, sedangkan cuaca menentukan prevalensi penularan
suatu penyakit parasitik sampai timbulnya epidemik. Selain itu, umur, jenis kelamin, dan sistem
ketahanan tubuh menentukan jumlah cacing parasit yang menginfeksi induk semang (Lianda et
al., 2015).
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi dan Laboratorium Parasitologi,
Fakultas Kedoktean Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian dilaksanakan pada
Bulan Agustus 2019.

Alat dan Bahan Penelitian


Penelitian ini menggunakan beberapa alat, yaitu mikoskop, cawan petri, pipet tetes,
object glass, cover glass, penggaris, gunting, scalpel, pinset ember, embedding processor,
mikrotom, pisau mikrotom, waterbath, ketas label dan kamera.
Penelitian ini menggunakan bahan ikan nila (O niloticus) yang terinfeksi Dactylogyrus sp
berjumlah 4 ekor, NaCl fisiologis, Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, xilol I, xilol II, alkohol

75
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022

80%, alkohol 70%, alkohol absolut, alkohol 96%, paraffin, dan pewarna Hematoxillin Eosin
(HE).

Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian menggunkan metode natif pada identifikasi adanya parasit
Dactylogyrus sp. pada insang ikan nila. Selanjutnya sampel insang yang terpapar parasit
Dactylogyrus sp. dilakukan pembuatan preparat histopatologi.

Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Sampel ikan nila yang berasal dari kolam budidaya Desa Lampeuneurut, Kecamatan
Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, kemudian dimasukkan kedalam ember berisi air,
kemudian dibawa ke Laboratorium Parasitologi Veteriner, Fakultas Kedoktean Hewan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh untuk dilakukan identifikasi Dactylogyrus sp.

Identifikasi parasit pada insang


Sampel insang diambil dengan cara mematikan saraf spinal, dipisahkan antara filament
dan tapisnya, diletakkan diatas object glass dan ditetesi NaCl fisiologis atau akuades, ditutup
dengan cover glass yang nantinya diamati dibawah mikroskop.

Pembuatan preparat histopatologi


Sampel insang ikan yang positif terinfeksi setelah dilakukan identifikasi, dimasukkan
kedalam botol berisi formalin 10%. Kemudian difiksasi dalam larutan Davidson 10% selama 48
jam. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi yaitu dimasukkan dalam alkohol 70% selama 5 jam,
alkohol 80%, alkohol 96%, alkohol absolut I, alkohol absolut II selama 2 jam, xilol I, xilol II
selama I jam 30 menit. Kemudian proses embedding dimasukkan kedalam paraffin agar
terbentuk blok blok yang kemudian akan dipotong menggunakan mikrotom dan terbentuk pita
pita setelah dipotong, pita-pita tersebut dimasukkan dalam waterbath dan diletakkan di letakkan
diatas objek glass, dikering anginkan dan dilakukan pewarnaan Haemtoxylin-Eosin dan diamati
dibawah mikroskop dan didokumentasikan menggunakan kamera. Analisis dilakukan untuk
melihat adanya perubahan pada insang yang terpapar parasit Dactylogyrus sp (Sudaryatma et al.,
2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Dactylogyrus sp. ditandai dengan berkumpulnya ikan secara berkelompok
pada aliran atau permukaan air. Ikan yang terkena penyakit dactylogiriasis mengalami perubahan
warna menjadi gelap, sebagian atau seluruh insang dipenuhi dengan lapisan lendir dan tampak
pucat.
Setiap parasit memiliki organ predileksinya masing-masing. Organ predileksi ini
merupakan tempat yang cocok dan dapat mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan
dari parasit itu sendiri (Ristiyanto et al., 2015). Parasit yang paling umum ditemukan pada insang
ikan yaitu parasit dari kelas Trematoda monogenea. Persentasi tingkat infeksi pada insang yaitu
Dactylogyrus sp. sebesar 90% diikuti oleh Gyrodactylus sp. sebesar 49% (Irwandi et al., 2015).
Identifikasi parasit pada ikan nila dilakukan untuk mendapatkan sampel yang terpapar oleh
parasit Dactylogyrus sp.
Sampel yang pertama dijadikan sebagai kontrol untuk melihat keadaan insang yang tidak
76
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022
terpapar oleh parasit Dactylogyrus sp. Sampel kedua, sampel ketiga, dan sampel ke empat
dijadikan sebagai sampel pengamatan, dimana dari ketiga sampel pada pengamatan tersebut
ditemukan adanya parasit Dactylogyrus sp. Irwandi et al., (2015) melaporkan bahwa insang ikan
merupakan organ yang sangat cocok untuk pertumbuhan maupun perkembangan dari parasit
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp merupakan parasit dari kelas trematoda, dimana kelas trematoda ini
terbagi menjadi dua subklelas yaitu trematoda digenea dan trematoda monogenea. Trematoda
digenea merupakan endoparasit hampir pada semua mamalia. Trematoda monogenea merupakan
ektoparasit pada ikan. Biasanya ektoparasit pada ikan dapat ditemukan pada insang, kulit (sisik)
dan sirip ikan. Salah satu contoh ektoparasit yang tergolong monogenea adalah Dactylogyrus sp
(Irwandi et al., 2017).
Faktor yang mempengaruhi munculnya parasit pada ikan disebabkan oleh faktor internal
yang dipengaruhi oleh kekebalan tubuh (imunologi) dari ikan itu sendiri, gangguan genetik dan
metabolisme tubuh dan faktor eksternal terbagi lagi menjadi dua yaitu faktor eksternal bersifat
patogen yaitu parasit, bakteri, virus dan jamur, sedangkan non patogen berasal dari kondisi
lingkungan tercemar (Indrayani et al., 2014) seperti suhu, pH, gas beracun, kualitas air dan
nutrisi (Hasyimia et al., 2016).

Gambar 1. Insang ikan nila yang terpapar parasit Dactylogyrus sp.(a) Dactylogyrus sp. pembesaran 400X

Morfologi dari Dactylogyrus sp. memiliki bentuk tubuh dorsoventral dan simetris
bilateral. Pada bagian anterior terdapat prohaptor. Prohaptor ini digunakan Dactylogyrus sp.
sebagai alat untuk menghisap makanan yang didapat dari inang yang ditumpanginya dan sebagai
alat gerak Dactylogyrus sp. untuk berpindah-pindah tempat (Hasyimia et al., 2016).
Bagian posterior Dactylogyrus sp. terdapat opishaptor yang berfungsi untuk mengkaitkan
diri dengan inang yang ditumpanginya. Opishaptor ini terdiri dari kait tengah dan tepi. Fungsi
hooks adalah untuk menguatkan kaitan cacing dengan organ predileksinya agar tidak terlepas
walaupun ada ancaman dari lingkungan maupun dari ikan itu sendiri (Hasyimia et al., 2016).
Dactylogyrus sp. dapat mengakibatkan kerusakan pada insang karena mengkaitkan
hooksnya ke insang dan menghisap nutrisi, baik dari jaringan maupun darah pada insang. Hal ini
akan menyebabkan terganggunya proses respirasi pada ikan, dan mengakibatkan ikan mengalami
kesulitan bernapas (Windarti et al., 2015).
77
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022
Cara Dactylogyrus sp. berkembangbiak adalah dengan menghasilkan telur. Telur tersebut
akan terbawa air dan menempel pada insang ikan saat insang bernafas. Insang ikan mempunyai
kapiler darah yang mengandung banyak nutrisi ketika telur Dactylogyrus sp. Menetas (Yanti et
al.,2017).
Insang merupakan organ yang sangat berperan penting dalam proses respirasi pada ikan.
Sama halnya dengan fungsi paru-paru pada hewan mamalia. Pada insang terjadi proses
pertukaran antara O₂ (oksigen) dengan CO₂ (karbondioksida). Oksigen yang terlarut dalam air
akan diabsorbsi oleh kapiler-kapiler darah pada insang dan terjadi proses difusi, dan
karbondioksida akan dilepaskan ke air melalui insang (Pertiwi et al., 2017). Pada insang terdapat
sangat banyak kapiler–kapiler darah, dimana darah merupakan sumber yang kaya akan nutrisi
dan sangat cocok untuk perkembangbiakan mikroorganisme seperti parasit, bakteri, virus dan
jamur (Priosoeryanto et al., 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan insang ikan nila ditemukan parasit Dactylogyrus sp.
Gambaran insang ikan nila yang terpapar parasit dapat di lihat pada gambar 3.

a d
c
a

1 2
Gambar 2. 1. Gambar histologi insang ikan nila (O. niloticus) kontrol, pewarnaan HE, pembesaran 400X. a) panjang lamela 47,22 47,22 µm. 2.
Gambar histopatologi insang ikan nila (O. niloticus) yang terpapar parasit Dactylogyrus sp. Pewarnaan HE, pembesaran 400X. a) hiperplasia
lamella sekunder, b) fusi lamela sekunder, c) vakuola, dan d) telangiektasis.

Setelah dilakukan pembuatan preparat histopatologi terlihat adanya beberapa perubahan


yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Bentuk Perubahan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Perubahan Histopatologi
Hiperplasia Fusi lamella Panjang
Sampel Vakuola Telangiektasis
lamella Sekunder lamella
sekunder (µm)
Nila 0 - - - - 47,22
Nila1 ✓ ✓ ✓ ✓ 22,22
Nila 2 ✓ ✓ ✓ - 18,33
Nila 3 ✓ ✓ ✓ - 16,67
Keterangan : Nila 0 : Ikan Nila kontrol
Nila 1 : Ikan Nila 1
Nila 2 : Ikan Nila 2
Nila 3 : Ikan Nila 3

Dapat dilihat pada tabel di atas perubahan histopatologi pada setiap sampel insang ikan
nila berbeda-beda. Perubahan yang paling banyak terlihat yaitu pada sampel ikan nila 1 yaitu

78
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022
hiperplasia lamela sekunder, fusi lamela sekunder, vakuola, dan telangiektasis serta perubahan
panjang lamela yaitu 22,22 µm. Diikuti dengan ikan nila 2 yaitu hiperplasia lamela sekunder,
fusi lamela sekunder dan vakuola serta panjang lamela yaitu 18,33 µm, sedangkan pada ikan
nila 3 yang terjadi hiperplasia lamela sekunder dan fusi lamela sekunder serta panjang lamela
16,67 µm. Perubahan yang paling berat yaitu terjadi pada ikan nila 1 karena terjadi perubahan
vakuola. Vakuola merupakan perubahan histopatologi ditahap terjadi kematian sel (nekrosis).
Proses kerusakan dimulai dari hiperplasia kemudian berlanjut sehingga membentuk fusi,
telangiektasis dan diakhir akan membentuk vakuola (ruang kosong) dimana vakuola
mengindikasikan terjadinya nekrosis (Pertiwi et al., 2017). Perubahan yang berbeda-beda ini bisa
diakibatkan karena faktor jumlah infestasi parasit, nutrisi, lamanya waktu infeksi, imunitas
individu (Juanda dan Edo, 2018).
Insang yang mengalami perubahan akibat infeksi parasit yang mengakibatkan hiperplasia
lamela sekunder, terlihat membesar dari bentuk normalnya. Akibat membesarnya lamela
sekunder maka jarak antara lamela sekunder yang satu dengan yang lainnya semakin kecil atau
hampir tidak terlihat. Pada kondisi yang parah lamela sekunder akan saling menyatu dengan
lamela sekunder lainnya, sehingga mengakibatkan fusi dari lamela sekunder. Hiperplasia dapat
berlangsung sejalan dengan produksi mucus meningkat, dimana kerja mucus membantu
memfiksir kerusakan yang diakibatkan oleh agen patogen (Veronica et al., 2017).
Pada tabel bentuk perubahan histopatologi insang ikan nila terlihat hiperplasia yang
mengakibatkan panjang lamela pada ikan nila 1 berubah menjadi 22,22 µm, begitu juga pada
ikan nila 2 menjadi 18,33 µm dan ikan nila 3 menjadi 16,67 µm, perubahan tersebut menjadi
lebih pendek dari panjang lamella kontrol. Hiperplasia yang terlihat seperti bentuk pemukul
bisbol juga diakibatkan oleh jaringan epitel diujung filamen yang yang semakin menebal
(Priosoeryanto et al., 2010).
Epitel yang menebal pada lamela akan mengakibatkan ikan mengalami kesulitan
bernapas, yang disebut dengan hypoksia. Hypoksia terjadi karena sel pernapasan ikan terdapat
pada lamela sekunder, lamela sekunder yang mengalami hiperplasia mengakibatkan proses
difusi pertukaran oksigen dengan karbondioksida terhambat. Kondisi seperti ini jika terus
menerus berlangsung akan menyebabkan kematian pada ikan (Windarti dan Simarmata, 2015).

b
a

Gambar 3. Gambaran histopatologi insang ikan nila 1 (O. niloticus) yang terpapar parasit Dactylogyrus sp, pewarnaan HE, pembesaran 400X,
a) fusi lamela sekunder, telangiektasis

Gambar 3 terlihat lamela sekunder saling menyatu (fusi lamela sekunder), terjadi pada
ketiga sampel pengamatan. Fusi dari lamela disebabkan oleh hiperplasia yang terjadi dengan
79
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022
tingkat iritasi yang tidak tinggi dan disertai bertambahnya jumlah sel mucus di dasar lamela. Fusi
lamela terjadi akibat hiperplasia lamela sekunder dalam waktu yang lama pada lamela insang.
Hal ini bisa terjadi bersamaan dengan terisinya jarak antara lamela yang mengalami hiperplasia
dan mengakibatkan perlekatan atau penyatuan antar lamela (Sipahutar et al., 2013).
Saling menyatunya antar lamella maka sela insang tidak terlewati oleh air. Tidak terjadi
proses difusi di daerah tersebut, sehingga oksigen yang terlarut dalam air tidak dapat diabsorbsi
oleh insang, ikan akan kekurangan oksigen. Pada kondisi seperti ini insang akan terlihat animis
(anemis) (Utami et al., 2017).
Telangiektasis yang terlihat pada gambar 3 terjadi karena kebutuhan oksigen lebih tinggi
atau meningkat, sedangkan penyerapan oksigen tidak seimbang dengan pertukaran
karbondioksida. Proses difusi antara oksigen dengan karbondioksida tidak seimbang akibat dari
kerusakan insang seperti hiperplasia, fusi lamela sekunder dan vakuola, sehingga proses
pertukaran terganggu. Akibat tidak seimbangnya karbondioksida dengan oksigen maka terjadi
homeostatis dalam tubuh ikan yang ditandai dengan peredaran darah (sirkulasi darah) menjadi
cepat (Juanda dan Edo, 2018).
Telangiktasis yang berlangsung secara berkepanjangan akan menyebabkan sel pilar
menjadi rusak, dimana fungsi sel pilar merupakan sangat penting bagi insang yaitu menjaga
lamela sekunder tetap stabil. Apabila sel pilar mengalami kerusakan maka lamela sekunder tidak
dapat bekerja secara sempurna. Sel pilar rusak diakibatkan karena lacuna tertutup sel epitel,
sehingga terjadi tekanan lacuna menjadi meningkat, sehingga fisiologis ikan menjadi terganggu.
Sirkulasi darah yang mengalami percepatan dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan
eritrosit. Penumpukan eritrosit biasanya terjadi pada bagian tepi/ujung lamela. Penumpukan
inilah yang dikatakan telangiektasis (Sudaryatma dan Eriawati, 2012).

Gambar 4. Gambaran histopatologi insang ikan nila 2 (O. niloticus) yang terpapar parasit Dactylogyrus sp, pewarnaan HE, pembesaran 400X,
a) vakuola

Pada gambar 4 terlihat gambaran histopatologi insang ikan nila yang mengalami
perubahan patologi vakuola, begitu juga pada sampel pengamatan insang ikan nila 1 dan sampel
pengamatan ikan nila 2. Vakuola dapat menjadi indikasi terjadinya nekrosis pada sel. Pada
gambar tersebut terlihat ruang-ruang kosong, ketika dilakukan pewarnaan HE tidak dapat
menyerap warna, sehingga terlihat lingkaran besar maupun kecil yang berwarna putih atau tidak
terwarnai. Nekrosis terjadi akibat zat gizi yang dibutuhkan sel tidak tercukupi/tersalurkan ke
daerah yang mengalami nekrosis (Sudaryatma dan Eriawati, 2012).
80
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022

PENUTUP
Kesimpulan
Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang terpapar parasit Dactylogyrus sp dapat
menyebabkan kerusakan pada insang berupa hiperplasia lamela usekunder, fusi lamela sekunder,
vakuola, dan telangiektasis.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. K., Koniyo, Y., dan Mulis. (2013). Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Di Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
1(3): 144-125.
Hasyimia, U.S.A., Dewi, N.K. dan Pribadi, T.A. (2016). Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus) yang Dibudidayakan Di Balai BenihIkan (BBI) Boja
Kendal. Life Science,5 (2): 118-124.
Indrayani, D., Yusfiati. dan Elvyra, R. (2014). Struktur Insang Ikan Ompok Hypophthalmus
(Bleeker 1846) dari Perairan Sungai Siak Kota Pekanbaru. JOM FMIPA, 1(2): 402-
408.Irwandi, Yanti, A. H., dan Wulandari, D. (2017). Prevalensi dan Intensitas
Ektoparasit pada Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Di Keramba Apung Sungai Kapuas
Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya. Protobiont. 6(1): 20-28.
Juanda, S.J. dan Edo, S.I. (2018). Histopatologi Insang, Hati dan Usus Ikan Lele (Clarias
gariepinus) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Saintek Perikanan, 14(1): 23-29.
Lianda, N., Fahrimal, Y., Daud, R., Rusli., Aliza, D., dan Adam, M. (2015). Indentifikasi Parasit
pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Irigasi Barabung Kecamatan Darussalam Aceh
Besar. Jurnal medika veterinaria. 9(2): 101-103.
Pertiwi, S.L., Zainuddin. dan Rahmi, R. (2017). Gambaran Histologi Sistem Respirasi Ikan
Gabus (Channa striata). JIMVET, 1(3): 291-298.
Priosoeryanto, B. P., Ersa, I.M dan Handayani, S.U. (2010). Gambaran Histopatologi Insang,
Usus dan Otot Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berasal dari Daerah
Ciampea, Bogor. Indonesia Journal of Veterinary Science & Medicine, 11(1): 1-8.
Rahmi, (2012). Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang
dibudidayakan pada Tambak Kabupaten Maros. Octopus. 1(1): 19- 23.
Ristiyanto., Mulyono, A., Agustina, M., Yuliadi, B. dan Muhidin. (2015). Indeks Keragaman
Ektoparasit pada Tikus Rumah Rattus tanezumi Temmick, 1884 dan Tikus Polinesia R.
exulans (Peal, 1848) di Daerah Enzootik Pes Lereng Gunung Merapi, Jawa Tengah. Jurnal
Vektora,1(2): 73-84.
Sipahutar, L. W., Aliza, D., Winaruddin dan Nazaruddin. (2013). Gambaran Histopatologi
Insang Ikan Nila (Oreochromis niliticus) yang Dipelihara dalam Temperatur Air di Atas
Normal. 7 (1): 19-21.
Sucipto dan Prihartono, (2007). Pembesaran Nila Hitam Bangkok di Karamba Jaring Apung.
Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaryatma, P. E. dan Eriawati, N.N. (2012). Histopatologis Insang Ikan Hias Air Laut yang
Terinfestasi Dactylogyrus sp. Jurnal Sains Veteriner, 30(1): 68-75.
Sudaryatma, P. E., Eriawati, N. N., Panjaitan, I. F., dan Sunarsih, N. L. (2013). Histopatologi
Insang Ikan Lele (Clarias bathracus) yang Terinfeksi Dactologyrus sp. Acta veterinaria
81
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 6, No. 3: 74-82 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2022
Indonesia. 1(2): 75-80.
Utami, I.A.N.S., Ciptojoyo, A.A.A. dan Wiadnyana. (2017). Histopatologi Insang Ikan Patin
Siam (Pangasius hypophthalmus) yang Terinfeksi Trematoda Monogenea. Media
Akuakultur, 12(1): 35-43
Veronica, V., Iskandar, C.D. dan Rahmi, E. (2017). Histologi Insang dan Labirin Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy Lac.). JIMVET, 2(1): 23-29.
Wahyuni, S., Hendri, A., dan Erlita. (2017). Identifikasi Parasit pada Ikan Air Tawar di Balai
Benih Ikan Babah Krueng Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya. Jurnal
akuakultura. 1(1): 29-36.
Windarti. dan Simarmata, A.H. (2015). Buku Ajar Struktur Jaringan. Penerbit Unri Press,
Pekanbaru.
Yanti, A.H., Wulandari, D., Biologi, .S., dan Tanjungpura, U. (2017). Prevalensi dan Investasi
Ektoparasit pada Insang Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Keramba Apung
Sungai Kapuas Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya, 6: 20-28.

82

Anda mungkin juga menyukai