HALAMAN 01 – 10
http://jurnal.unpad.ac.id/justin
Manajemen
ABSTRAK
Ketahanan pangan bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi yang cukup, aman, bermutu hingga memiliki gizi
yang berimbang pada suatu wilayah. Faktor pendukung keberhasilan dalam melaksanakan ketahanan pangan yang
berkelanjutan yaitu dengan adanya tiga pilar indikator ketahanan pangan meliputi: (i) Ketersediaan Pangan; (ii) Akses
Terhadap Pangan; dan (iii) Mutu Pangan. Oleh Karena itu, perlu adanya perhitungan dan analisis indikator ketahanan pangan
di Wilayah I Jawa Barat guna mengetahui kondisi ketahanan pangan Wilayah I Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil data pada dinas terkait seperti Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan, dan Badan Pusat Statistik pada tahun
2018 dengan menggunakan data 2017. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemetaan ketahanan pangan Wilayah I
berdasarkan kategori sangat tahan, aman, sedang, rawan, sangat rawan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif analitik dengan menggunakan perhitungan Food Security Quotient (FSQ), perhitungan ini untuk menentukan variabel
yang menjadi prioritas dan non prioritas pada suatu daerah dan berpengaruh terhadap indikator ketahanan pangan. Hasil
penelitian ini menunjukan rata-rata kondisi ketahanan pangan Wilayah I Jawa Barat adalah aman dengan indeks tertiggi adalah
Kabupaten Bogor dengan kategori sangat aman dan yang terendah adalah Kota Sukabumi dengan kategori aman, indikator
ketersediaan terendah adalah Kota Depok dengan kategori rawan, indikator akses terendah adalah Kabupaten Cianjur dengan
kategori aman, indikator mutu terendah adalah Kota Sukabumi dengan kategori aman. Namun jika dilihat lebih dalam masih
terdapat variabel pada beberapa daerah yang membutuhkan penanganan dan strategi khusus untuk meningkatkan ketahanan
pangan.
1
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
dimana gizi dari pangan tersebut tidak Berdasarkan uraian tersebut, maka
terpenuhi merupakan kondisi rawan gizi. penelitian ini bermaksud untuk membuat
pemetaan lebih lanjut dan terperinci pada
Provinsi Jawa Barat dikenal memiliki potensi wilayah I yaitu Kota Depok, Kota Sukabumi,
sumber daya pertanian dan rumpun pertanian Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
yang besar serta variatif yang berpotensi Bogor, dan Kabupaten Cianjur untuk
sebagai lumbung pangan nasional untuk mengetahui daerah rawan pangan dan aman
meningkatkan ketahanan pangan. Terdapat pangan, secara geografis wilayah I sebagian
pula (Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat besar merupakan daerah pegunungan dan
Nomor 22 Tahun 2008) tentang Organisasi dan perbukitan yang berbatasan dengan
Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Tanggerang dan Jakarta, wilayah I ini memiliki
Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan banyak keuntungan dari segi pertanian,
Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat, yang perkebunan, kehutanan dan industri, dengan
membentuk Badan Ketahanan Pangan Daerah potensi yang dimiliki wilayah I seharusnya
(BKPD) Provinsi Jawa Barat sebagai pelaksana ketahanan pangan yang dimiliki sangat aman,
pemerintahan provinsi Jawa Barat dalam namun ketahanan pangan yang terbagi wilayah
penanganan bidang ketahanan pangan dengan I ini belum merata baik dari indikator
meningkatkan pembangunan ekonomi regional ketersediaan pangan, akses pangan, mutu
yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli pangan. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan
dan ketahanan pangan masyarakat melalui mampu mengidentifikasi kondisi ketahanan
pengembangan aktivitas ekonomi berbasis pangan daerah berdasarkan pemetaan yang
potensi lokal dengan satu sasarannya adalah telah dibuat untuk pembangunan ketahanan
terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat di pangan di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Jawa Barat. Di luar potensi Jawa Barat dalam pengambilan kebijakan.
tersebut, (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Barat, 2016) masih menyatakan bahwa 2. TINJAUAN PUSTAKA
terdapat jumlah penduduk Jawa Barat yang
termasuk sangat rawan pangan sekitar 9,33% 2.1. PANGAN
sedangkan yang termasuk rawan pangan
25,86% dan yang tahan pangan adalah Pangan memiliki pengertian yang sangat luas,
sebanyak 64,89% mulai dari pangan esesnial bagi kehidupan
manusia yang sehat dan produktif
Berdasarkan tujuan Peraturan Pemerintah (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein,
Nomor 17 Tahun 2015) mengenai pemerataan lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain)
ketahanan pangan, maka diperlukan adanya Serta pangan yang menyangkut atas
pemetaan pada daerah Jawa Barat mengenai kepentingan sosial dan budaya seperti untuk
tingkat ketahanan dan kerawanan pangan kebugaran, kesenangan, kecantikan dan
terutama wilayah I mengingat berdasarkan peta sebagainya. Definisi pangan tidak hanya berarti
ketahanan dan kerentanan pangan yang pangan pokok dan jelas tidak hanya berarti
dihasilkan oleh Dewan Ketahanan Pangan beras, melainkan pangan yang terkait dengan
yang bekerja sama dengan World Food berbagai hal lain (Emawati, 2016). Menurut
Program bahwa ratio konsumsi, akses terhadap pasal 1 angka (1) UU Pangan bahwa pangan
pangan, dan pemanfaatan gizi pangan yang merupakan segala sesuatu hal yang berasal
didapat pada wilayah I belum merata. dari sumber air dan hayati, baik yang dikemas
secara olahan maupun tidak diolah, yang
Dewan Ketahanan Pangan (2015) menyatakan diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bahwa jumlah konsumsi terbesar pada wilayah bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
I adalah kota Bogor sedangkan yang terendah tambahan pangan, bahan baku lainnya yang
adalah kabupaten Cianjur, akses terhadap perlu digunakan dalam proses penyiapan,
pangan wilayah I yang terbesar terdapat pada pengolahan, dan pembuatan makanan atau
kabupaten Cianjur dan terendah adalah kota minuman. Pengertian pangan diatas memiliki
Bogor, dan pemanfaatan gizi pangan terbesar kesamaan yang termuat pula pada Pasal 1 Ayat
adalah kota Bogor dan terendah kabupaten (1) PP Label dan Iklan Pangan serta Pasal 1
Cianjur. Data tersebut merupakan data Ayat (1) PP keamanan, mutu dan gizi pangan.
indikator yang belum mampu untuk
memberikan informasi secara terperinci dan 2.2. KETAHAN PANGAN
lebih lanjut pada wilayah I. Perlunya alat ukur Ketahanan pangan merupakan bagian
dalam pemetaan ketahanan pangan terpenting dalam pemenuhan hak atas pangan
merupakan salah satu faktor yang harus sekaligus merupakan salah satu pilar utama
digunakan dalam mendeskripsikan indikator- hak asasi manusia. Ketahanan pangan juga
indikator yang akan dipakai dalam penelitian ini.
2
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
3
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
4
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
efisien dengan melihat seluruh variabel yang tersebut akan terlihat daerah mana saja yang
ada pada indikator tersebut. Informasi termasuk ke dalam kategori sangat rawan
mengenai ketersediaan, akses, dan mutu pangan, rawan pangan, sedang, aman pangan,
disajikan dalam bentuk analisis FSQ (Food dan sangat aman pangan .
Security Quotien) yang dimana dari data
5
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
Akses Pangan
6
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
akses pangan dapat dilihat dari pengeluaran Berdasarkan hasil perhitungan FSQ pada
rumah tangga untuk kebutuhan bahan pangan. akses pangan wilayah I Jawa Barat, didapatkan
Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan bahwa akses pangan tertinggi yaitu Kota Depok
pangan berbanding terbalik dengan akses
dengan indeks FSQ sebesar 1,029 dan akses
pangan. Apabila rumah tangga untuk
kebutuhan bahan pangan sangat besar berarti pangan terendah yaitu Kabupaten Cianjur
akses pangan atau akses untuk mendapatkan sebesar 0,963. Kota Depok merupakan salah
pangan sangat sulit dan begitupun sebaliknya. satu kota yang berdekatan dengan Ibu Kota
Jakarta, yang dimana akses bekerja, penduduk
Indikator akses pangan terbagi kedalam 9 mampu, akses listrik, dan masyarakat produktif
variabel yang seluruhnya memiliki keterkaitan
lebih besar dibandingkan dengan
dengan daya beli masyarakat terhadap pangan
untuk dikonsumsi, variabel akses meliputi kota/kabupaten yang ada pada wilayah I, hal
1)Persentase Penduduk Yang Produktif (15 - tersebut dikarenakan pertumbuhan yang ada
64), (2)Persentase Jumlah Masyarakat pada Ibu Kota akan mempengaruhi Kota
Bekerja, (3)Rata-rata lama sekolah Depok, selain itu panjang jalan dan kondisi
masyarakat, (4)Persentase Penduduk Mampu, teraspal baik Kota Depok pun memiliki indeks
(5)Persentase RT dengan akses listrik, (6)Rata- cukup tinggi, dan variabel tersebut sangat
rata Pangsa Pengeluaran Pangan, (7)Indeks
mempengaruhi indikator akses pada Kota
Pembangunan Manusia, (8)Pengeluaran per
Kapita yang disesuaikan, (9)Panjang Jalan dan Depok, lain halnya dengan Kabupaten Cianjur
kondisi Teraspal baik. Variabel indikator akses meskipun kabupaten tersebut memiliki rata-rata
pangan dihitung menggunakan metode FSQ indikator yang sangat aman, namun kondisi
dan hasil dari indeks FSQ menentukan kategori variabel panjang jalan dan teraspal baik sangat
kabupaten/kota, semakin tinggi nilai FSQ maka rendah dengan skor indeks sebesar 0,263 dan
daerah tersebut dapat dikatakan mempunyai
dapat dikategorikan rawan. Informasi tersebut
kemampuan daya beli terhadap pangan.
dapat dilihat pada Tabel 3.
7
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
Gambar 2. Peta Akses Pangan Wilayah I nilai FSQ maka daerah tersebut dapat
Jawa Barat dikatakan mempunyai pangan yang bergizi
dengan masyarakat yang sehat.
Mutu Pangan
Hasil perhitungan FSQ mutu pangan wilayah I
Mutu pangan berkaitan dengan gizi yang cukup Jawa Barat didapatkan bahwa rata-rata indeks
dan seimbang. Tingkat dan pola konsumsi mutu pangan sebesar 1,005 termasuk kedalam
pangan di masyarakat dipengaruhi oleh kondisi kategori sangat aman, dengan indeks tertinggi
sosial, ekonomi, dan budaya setempat. Mutu didapatkan pada Kabupaten Bogor sebesar
pangan akan menghasilkan sumber daya 1,191 disusul oleh Kota Depok sebesar 1,018
manusia yang berkualitas sebagai salah satu dan Kota Bogor sebesar 1,009, indeks FSQ
faktor penentu keberhasilan pembangunan terendah adalah Kota Sukabumi sebesar 0,885.
ketahanan pangan. Variabel mutu terdiri dari Berdasarkan hasil analisis tersebut bahwa rata-
(1)Presentase Balita yang Terlayani Fasilitas rata variabel pada bagian tenaga dan
Kesehatan, (2)Presentase Bayi yang terlayani infrastruktur kesehatan Kabupaten Bogor
fasilitas Kesehatan, (3)Persentase Kecukupan cukup besar, seperti jumlah puskesmas, jumlah
Vitamin A pada bayi, (4)Angka Harapan Hidup tenaga kesehatan, jumlah rumah sakit, dan
2017, (5)Persentase Rumah Tangga Ber Hidup jumlah klinik yang dimana indeks FSQ tersebut
Sehat, (6)Jumlah Tenaga Kesehatan, lebih dari 1 dan mendapat kategori sangat
(7)Jumlah Puskesmas (8)Jumlah Rumah Sakit, aman, sedangkan untuk Kota Sukabumi
(9)Jumlah Klinik, (10)Persentase penduduk mendapatkan kategori rendah diakibatkan
dengan akses air minum layak, (11)Persentase rendahnya indeks pada jumlah puskesmas,
Balita Tidak Underweight (Gizi buruk + Kurang tenaga kesehatan, rumah tangga yang
gizi), (12)Persentase Balita Tidak Stunting berhidup sehat, jumlah rumah sakit, dan
(sangat pendek + pendek), (13)Persentase bahkan jumlah klinik pada Kota Sukabumi
perempuan 15 tahun keatas bersekolah. mendapatkan kategori sangat rawan. Informasi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Indikator mutu berikatan dengan asupan gizi
serta kesehatan masyarakat. Semakin tinggi
Pemetaan mutu ketahanan pangan pada selatan termasuk kategori aman, dari peta
gambar 3 dapat terlihat bahwa rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa keadaan
pemetaan ketahanan pangan kota dan geografis Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota
kabupaten wilayah utara mendapat warna hijau depok berada pada wilayah jabodetabek,
tua, yang dikategorikan bahwa sangat aman, asupan vitamin dan mutu yang tinggi serta
sedangkan kota dan kabupaten yang ada di ketersediaan jumlah tenaga medis dan
8
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
infrastruktur mempengaruhi tingginya skor FSQ ketersediaan pangan, akses pangan, dan mutu
ketahanan pangan tersebut. pangan. Semua indeks per kabupaten dan kota
dijumlahkan dan dirata-ratakan sehingga
menghasilkan kondisi yang terdapat pada
Tabel 5. Indeks tersebut mewakili seluruh
kondisi ketahanan pangan kabupaten dan kota
Wilayah I.
Berdasarkan analisis kondisi ketahanan
pangan Wilayah I bahwa kondisi Kota Bogor
dikategorikan aman dan memiliki nilai indeks
sebesar 0,898, Kota Sukabumi masuk kedalam
kategori aman dan memiliki indeks sebesar
0,814, Kota Depok dikategorikan aman dengan
jumlah indeks 0,847, Kabupaten Bogor
dikategorikan sangat aman dengan jumlah
Gambar 3. Peta Mutu Pangan Wilayah I
1,076, Kabupaten Sukabumi dikategorikan
Jawa Barat
aman dengan jumlah 0,997 dan Kabupaten
Hasil Seluruh Pengukuran Ketahanan Cianjur pun dikategorikan kedalam kondisi
Pangan aman dan memiliki jumlah sebesar 0,991. Rata-
Hasil keseluruhan analisis ini terdiri dari ketiga rata kondisi Wilayah I Jawa Barat sebesar
indikator ketahanan pangan meliputi 0,937 dikategorikan aman.
Peta ketahanan pangan yang telah dihasilkan, permasalahan lahan merupakan masalah
menunjukan bahwa warna rata-rata pada terbesar bagi daerah perkotaan, selain bekerja
kabupaten dan kota Wilayah I berwarna hijau sama dengan wilayah kabupaten untuk
tua dan hijau muda, yang dimana warna hijau mendapatkan pangan, perkotaan pun perlu
tua dikategorikan sangat aman dan hijau muda adanya pengembangan teknologi pertanian
dikategorikan aman dan warna tersebut telah yang dapat menghasilkan tanaman didalam
mengindikasikan bahwa wilayah I sudah cukup ruangan dan secara vertikal.
aman dalam segi keseluruhan ketahanan
pangan, namun dibeberapa variabel indikator
masih perlu adanya penaggulangan oleh
pemerintah, seperti penanganan yang ada di
Kota Depok bahwa rata-rata ketersediaan yang
dimiliki kota tersebut adalah rawan, hal itu
disebabkan produksi yang terdapat pada Kota
Depok sangat rendah. Informasi tersebut dapat
dilihat pada gambar 4
9
MOEHAMMAD FAUZI - JURNAL INDUSTRI PERTANIAN – VOLUME 01. NOMOR 01. T AHUN 2019.
Gambar 4. Peta Ketahanan Pangan Wilayah kondisi jalan tersebut buruk. Sedangkan mutu
I Jawa Barat pangan terendah terdapat pada jumlah tenaga
kesehatan dan infrastruktur kesehatan,
Sementara akses terendah berada pada
mengingat pemerintah pusat sedang
variabel panjang jalan dan kondisi jalan baik
meningkatkan pembangunan infrastruktur
yang dimana variabel rendah tersebut berada
seharusnya berdampak pula terhadap
pada wilayah kabupaten, pembangunan
pembangunan tenaga kesehatan, dikarenakan
infrastruktur jalan terutama pada wilayah
tenaga kesehatan merupakan dampak yang
kabupaten perlu diperhatikan, mengingat
baik agar masyarakat mendapatkan
distribusi barang maupun pangan akan
pertolongan pertama apabila terjadi
mempengaruhi harga yang dikeluarkan apabila
permasalahan mengenai kesehatan.
10