Anda di halaman 1dari 11

Analisis Ketersediaan, Keterjangkauan dan Kualiatas Pangan Beserta Indikator serta

Metode Pengukurannya Dalam Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan


Pada Masa Covid-19

Arina Sabila Nurhidayat – 240320200004


Manajemen Kualitas
Magister Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadajaran

Pendahuluan

Akhir tahun 2019, tepatnya pada tanggal 29 Desember 2019, penyakit pneumonia tidak wajar
ditemukan di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Penyakit ini selanjutnya diidentifikasi sebagai
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Penyakit ini lalu ditetapkan WHO sebagai pandemi dunia
karena penyebarannya yang meluas hingga ke berbagai negara. Tercatat per 6 Januari 2021,
penularan Covid-19 sudah menjangkit hingga 216 negara dengan kasus terkonfirmasi positif
mencapai 83.436.479 dan tercatat kasus meninggal sebanyak 1.831.703 jiwa. (WHO, 2021)

Sebagai upaya penurunan resiko penularan, WHO mengimbau setiap negara yang terdampak
untuk menerapkan peraturan bagi warga negaranya agar membatasi kegiatan di tempat atau
fasilitas umum dan lebih memusatkan kegiatan di rumah. Pemerintah Indonesia menetapkan
kebijakan protokol kesehatan diantaranya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kemudian diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dampak yang dimunculkan oleh pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak dari sisi kesehatan,
tapi juga pada aktivitas sosial, ekonomi dan pangan. Di sektor pangan, FAO dalam dokumen
“Addressing the impacts of COVID-19 in food crises” menyebutkan pandemi COVID-19 sudah
secara langsung akan mempengaruhi sistem pangan, dampaknya terlihat pada pasokan dan
permintaan pangan, dan secara tidak langsung melalui penurunan daya beli, kapasitas untuk
memproduksi dan pendistribusian bahan makanan. Oleh karena itu, summary ini dibuat
berdasarkan jurnal-jurnal terbaru yang membahas terkait analisis ketersediaan, keterjangkauan
dan kualiatas pangan beserta indikator serta metode pengukurannya dalam mendukung
tercapainya ketahanan pangan pada masa Covid-19.
Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan pertama kali dicetuskan dalam International Congress of Nutrition (ICN)
yang diselenggarakan di Roma tahun 1992. Deklarasi Roma (1992) menyebutkan bahwa
ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan
pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan
sehari-hari.

Peraturan pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, dimana ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Indikator-Indikator Ketahanan Pangan

Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (2000) memperkirakan terdapat 200 definisi dan 450
indikator tentang ketahanan pangan. Berikut indikator-indikator ketahanan pangan yang penulis
ambil dari beberapa jurnal terbaru;

a) Menurut Prayitno, 2020.

Menurut (Prayitno, 2020), ketahanan pangan memiliki 9 indikator yang berasal dari 3 variabel
ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan dan pola pemanfaatan pangan.

Variabel Indikator
Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih
Ketersediaan pangan
pangan pokok
Persentase rumah tangga miskin
Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang
Akses Pangan
memadai
Persentase rumah tangga tanpa akses listrik
Angka harapan hidup
Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
Persentase penduduk yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas
Pemanfaatan Pangan
kesehatan
Presentase bayi gizi buruk
Presentase penduduk buta huruf
Informasi tersebut dikumpulkan dari tinjauan literatur dan dokumen, analisis data sekunder,
wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terfokus dengan pengambil kebijakan dan para ahli
di bidang ketahanan pangan dan gizi di tingkat nasional serta daerah.

b) Menurut Arif, Isdijoso, Fatah & Tamyis, 2020.

Sementara menurut (Arif, Isdijoso, Fatah, & Tamyis, 2020), analisis terhadap kondisi ketahanan
pangan dan gizi nasional di Indonesia mencakup empat aspek utama: analisis situasi, analisis
respons, analisis kesenjangan, dan saran tindakan untuk menutup kesenjangan, dengan indikator
seperti berikut

Variabel Indikator
Kebijakan dan program ketahanan pangan dan gizi
Intervensi Kebijakan dan program sosial
Kebijakan dan program penanggulangan bencana/risiko
Ketersediaan (produksi, distribusi)
Ketahanan Pangan Akses (pendapatan, harga)
Pemanfaatan (air dan sanitasi, perawatan)
Bencana
Perubahan iklim
Nutrisi Epidemi
(Guncangan Eksternal) Pandemi (seperti COVID-19)
Konflik
Krisis ekonomi

Variabel dan indikator analisis secara umum mengikuti kerangka analisis ketahanan pangan dan
gizi yang dikembangkan International Food Policy Research Institute (IFPRI) dan World Food
Programme (WFP) (Ecker dan Breisinger, 2012; World Food Programme, 2009). Sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 1, dimana kerangka tersebut memandang status ketahanan pangan dan
gizi individu atau rumah tangga dari perspektif ketahanan pangan dan gizi yang lebih luas, bukan
hanya meliputi asupan dan akses pangan individu dan rumah tangga, melainkan juga kondisi
makroekonomi dan berbagai kebijakan dan program,serta guncangan yang mungkin
memengaruhi asupan dan akses pangan individu dan rumah tangga.
Gambar 1. Kerangka analisis tinjauan strategis ketahanan pangan dan gizi di Indonesia

Dengan demikian, meski mutlak dibutuhkan, asupan dan akses pangan pada tingkat individu dan
rumah tangga tidak cukup untuk menjaga status ketahanan pangan dan gizi penduduk karena
faktor-faktor lain juga turut berperan. Meskipun demikian, analisis yang disajikan dalam laporan
ini berfokus pada isu-isu terpilih yang berkaitan erat dengan ketahanan pangan dan gizi pada
tingkat individu dan rumah tangga. Selain ketersediaan pangan, analisis tersebut juga mencakup
kondisi akses dan asupan pangan pada tingkat individu dan rumah tangga, kondisi gizi terkini,
dan tata kelola serta lembaga pada tingkat makronasional yang bertanggung jawab terhadap
ketahanan pangan dan gizi. Terkait kebijakan dan program, analisis ini mengkaji ketahanan
sosial dan pangan, serta kesehatan dan gizi. Terkait guncangan, studi ini berfokus pada bencana
dan perubahan iklim, serta pandemi COVID-19.

c) Menurut Jurnal Echogreen

Selanjutnya menurut dalam jurnal “Situasi Pandemi Dan Pasca Pandemi Covid-19 Di 3
Kabupaten Sasaran Echo Green,” 2020), analisis ketahanan pangan pada masa pandemic dapat
dilakukan berdasarkan beberapa indikator berikut
Variabel Indikator
Analisa Kebijakan Upaya-upaya pemerintah dalam penanggulangan dan pemenuhan
Pangan pangan di masa pandemi
Ketersediaan perencanaan tata ruang dan tata guna lahan tingkat
Kabupaten
Demografi dan potensi pertanian (pertanian, perikanan, peternakan
dan kehutanan) serta potensi organisasi (Poktan, Gapoktan, KWT,
Identifikasi Landscape
Kelompok Pemuda, Koperasi dll)
Wilayah
Analisis pangan utama dan potensi pangan lokal masyarakat di
wilayah
Karakteristik dan pola wilayah dalam pemenuhan pangan utama
Analisis tingkat konsumsi pangan utama perkapita
Rantai Pasok Peta/alur rantai pasok (distribusi) pangan utama sebelum dan
Komoditas Pangan sesudah pandemi Covid-19
Dampak Pandemi Covid-19 (Kesehatan, Sosial dan Ekonomi)
Analisa khusus dampak-dampak terhadap stok pangan dan
Kerentanan pemenuhan pangan masyarakat? (Lahan pertanian, produksi, akses
input produksi, tenaga kerja, pengolahan pasca panen dan distribusi
hasil)
Peran perempuan dalam keluarga di sebelum dan sesudah pandemi
Gender Covid-19
Dampak pandemi terhadap gender

Metode dan Cara Menghitung Ketahanan Pangan

a) LQ (Location Quotient), Warpani, 1984

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi komoditas basis dan bukan basis pangan pada
suatu daerah. Teknik ini membandingkan antara kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan
suatu komoditas dengan daerah lain yang merupakan penghasil komoditas yang sama. Konsep
tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan :
LQ = Besarnya koefisien lokasi komoditas pangan.
Si = Jumlah (produksi ) komoditas i pada tiap kecamatan
S = Jumlah (total produksi) pangan tingkat kecamatan
Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat kabupaten.
N = Jumlah total produksi komoditas pangan tingkat kabupaten.
Dengan angka LQ memberikan indikasi sebagai berikut :
a. LQ>1, menunjukan komoditas tersebut termasuk komoditas basi
b. LQ <1, menunjukan komoditas tersebut termasuk komoditas non basis
c. LQ=1, menunjukan komoditas tersebut tersebut hanya dapat mencukupi wilayah itu sendiri

b) Teknik Pendekatan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)

Teknik analisa FSVA ini memiliki beberapa tahapan perhitungan. Pertama dilakukan
perhitungan setiap indikator ketahanan pangan. Selanjutnya dilakukan pengkonversian Indikator
ketahanan pangan menjadi indeks indikator ketahanan pangan. Indeks indikator ketahanan
pangan berfungsi untuk memudahkan menghitung tingkat ketahanan pangan. Indeks indikator
ketahanan pangan juga berfungsi untuk melihat faktor-faktor penyebab rawan pangan disuatu
wilayah. Perhitungan indeks indikator ketahanan pangan dapat dihitung menggunakan rumus;

Berikut merupakan penjelasan dari masing masing indeks indikator ketahanan pangan:

Setelah menghitung masing masing indeks dari setiap indikator ketahanan pangan pada setiap
wilayah. Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks komposit ketahanan pangan (IFI). IFI
merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan kondisi tingkat ketahanan dan kerawanan
pangan suatu wilayah yang disusun dalam tingkat prioritas.
Perhitungan IFI dilakukan dengan cara menjumlahkan rata rata dari masing masing indeks
indikator ketahanan panganpada setiap wilayah. Setelah mendapatkan nilai IFI pada masing
masing wilayah, selanjutnya dilakukan pengelompokan tingkat ketahanan berdasarkan prioritas
kelas ketahanan pangan. Tabel dibawah menjelaskan tingkat prioritas ketahanan pangan, terdapat
6 prioritas (prioritas 1 sampai dengan prioritas 6). Semakin tinggi priotitasnya maka suatu daerah
memiliki ketahanan pangan yang lebih baik. Prioritas ini juga digunakan untuk membantu dalam
menentukan kebijakan ketahanan pangan, karena pada setiap prioritas terdapat faktor-faktor yang
menjelaskan penyebab kerawanan pangan.

c) Metode Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama


(AKU), (Badan Ketahanan Pangan, 2018)

PCA memasukkan variabel berkorelasi dengan tujuan mereduksi variabel dan menjelaskan total
varians yang sama dengan lebih sedikit variabel (komponen utama) setelah sebelumnya telah
dilakukan penetapan bobot setiap indikator dalam perhitungan indeks komposit ketahanan dan
kerentanan pangan. Penentuan bobot dalam PCA didasarkan pada sebaran data indikator. Dalam
penentuan bobot tidak ada subyektifitas, semuanya diserahkan pada hasil analisis PCA yang
dilakukan. Persamaan PCA yang digunakan adalah sebagai berikut :

Selain itu, analisis pembobotan dengan metode PCA juga dapat dilakukan dengan menggunakan
software Minitab.
d) Metode Analisis Faktor Eksploratori. (Rivani, 2012)

Analisis faktor eksploratori menaksir faktor-faktor penyebab yang tidak dapat diukur secara
langsung. Analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses untuk
meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor. L
Persamaan analisis faktor eksploratori yang digunakan adalah sebagai berikut:

Aplikasi

a) Ketahanan Pangan Kabupaten.Kota Provinsi Jawa Barat (Prayitno, 2020),

Penelitian ini menggunakan metode analisis yang dikeluarkan oleh Food World Programme (FWP)
melalui pendekatan Food Security and Vulnurability Atlas (FSVA) yang mengacu pada 9 indikator
ketahanan pangan. Penelitian menghasilkan Indeks Ketersediaan Pangan, Akses Pangan meliputi Indeks
Desa Yang Tidak Memiliki Akses Penghubung Yang Memadai. Indeks Rumah Tangga Miskin, Indeks
Rumah Tangga Tanpa Akses Listrik. Lalu Pola Pemanfaatan Pangan dengan berbagai indeks meliputi,
Indeks Angka Harapan Hidup, Indeks Rumah Tangga Tanpa Akses Air Bersih, Indeks Kasus Bayi Gizi
Buruk, Indeks penduduk Yang Tinggal Lebih Dari 5 km Dari Fasilitas Kesehatan, dan Indeks Penduduk
Buta Huruf Daftar Pustaka. Selanjutnya hasil dari perhitungan setiap indeks indikator ketahanan pangan
dijumlahkan dan di rata ratakan, sehingga didapatkan nilai indeks komposit ketahanan pangan (IFI).

Hasil analisis kondisi ketahanan pangan yaitu seluruh Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Barat termasuk
kategori tahan pangan. Terdapat 25 kabupaten/kota merupakan wilayah dengan kategori ketahanan
pangan prioritas 6 (sangat tahan pangan) dan 2 kabupaten/kota termasuk kategori prioritas 5 (tahan
pangan). Kabupaten Cianjur dan Kota Cimahi merupakan wilayah dengan nilai ketahanan pangan
terendah yang tergolong dalam prioritas 5 (tahan pangan). Kabupaten Bandung, Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Majalengka merupakan wilayah yang memiliki nilai indeks ketahanan pangan tertinggi
dengan nilai 0,96. Nilai indeks ketahanan pangan Provinsi Jawa Barat adalah 0,9 yang menandakan
bahwa tingkat ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat termasuk dalam kategori 6 (sangat tahan pangan).
Bagi pemangku kebijakan diharapkan dari adanya studi terkait ketahanan pangan ini dapat menjadi acuan
untuk meningkatkan pencapaian sasaran dan memberi informasi serta masukan kepada pembuat
kebijakan di bidang ketahanan pangan di provinsi Jawa Barat. Lalu dapat diketahui bahwa karakteristik
utama penyebab tingginya kerentanan terhadap ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat adalah;
1) Tingginya presentase rumah tangga yang tidak dapat mengakses air bersih,
2) Ketersediaan pangan yang rendah di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat,
3) Rendahnya angka harapan hidup di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Sehingga diharapkan kedepannya pemerintah dapat memperbaiki ketiga aspek tersebut sehingga
mencapai nilai ketahanan yang lebih baik, dengan cara:
1) Optimisasi penggunaan lahan kosong sehingga tidak terjadi penyusutan lahan pertanian,
2) Pengendalian pertumbuhan penduduk,
3) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, dan
4) Perbaikan perekonomian wilayah sehingga dapat menurunkan presentase rumah tangga miskin

b) Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Provinsi Jawa Tengah (Kezia, M.,
Senjawati, N., & Widowati, I., 2020)

Ketahanan pangan rumah tangga merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan konsumsi pangan dalam
suatu rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, aman, bergizi, berimbang, serta
beragam. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur melalui klasifikasi silang dua indikator
yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat
ketahanan pangan rumah tangga di Kecamatan Sampang berdasarkan klasifikasi silang pangsa
pengeluaran pangan dan konsumsi energi termasuk kedalam kategori rentan pangan dimana pangsa
pengeluaran pangan sebesar 62,05% dan Jurnal Dinamika Sosisal Ekonomi, 21 (2) : 122-136 135
kecukupan energi sebesar 94,26%. Untuk tingkat diversikasi konsumsi pangan di Kecamatan Sampang
berdasarkan perhitungan skor PPH adalah sebesar 89,6.

Selain itu, dalam jurnal ini pun tercantum beberapa saran. Saran tersebut adalah untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani sebaiknya dilaksanakan
pelatihan mengolah bahan makanan yang memanfaatkan pangan lokal berupa umbi-umbian. Sehingga
rumah tangga memiliki pendapatan tambahan dari mengolah pangan lokal. Untuk meningkatkan
konsumsi sayur dan buah sebaiknya dilakukan pelatihan budidaya tanaman pangan (sayur) yang
memanfaatkan pekarangan rumah dengan melibatkan tidak hanya pada kelompok wanita tani namun
kepada para ibu rumah tangga. Dengan melibatkan para ibu rumah tangga diharapkan mampu menekan
pengeluaran pangan terutama pengeluaran untuk belanja sayur.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S., Isdijoso, W., Fatah, A. R., & Tamyis, A. R. (2020). Tinjauan Strategis Ketahanan
Pangan dan Gizi di Indonesia: Informasi Terkini 2019-2020.

Badan Ketahanan Pangan. (2018). Panduan Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan 2018. Retrieved from http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/Pusat
Ketersediaan/Bidang Ketersediaan/panduan-fsva-nasional-buku-i-08032018.pdf

Badan Ketahanan Pangan. (2020). Indeks Ketahanan Pangan Indonesia 2019 (Food Security
Index of Indonesia 2019). Food Security Bureau, Republic of Indonesia.

Clapp, J. (2014). Food security and food sovereignty: Getting past the binary. Dialogues in
Human Geography. https://doi.org/10.1177/2043820614537159

Kezia, M., Senjawati, N., & Widowati, I. (2020). Analysis of Household Food Security Based On
Cross Classification of Food Expenditure and Energy Adequacy at Sampang Sub-District,
Cilacap Regency, Central Java. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi, 21(2), 122–136.

Pimbert, M. P. (2018). Food sovereignty. In Encyclopedia of Food Security and Sustainability.


https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100596-5.22235-X

Prayitno, G. P. (2020). Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Agribusiness


Journal, 14(1). https://doi.org/10.15408/aj.v14i1.16320

Pujiati, S., Pertiwi, A., Silfia, C. C., Ibrahim, D. M., & Nur Hafida, S. H. (2020). Analisis
Ketersediaan, Keterjangkauan Dan Pemanfaatan Pangan Dalam Mendukung Tercapainya
Ketahanan Pangan Masyarakat Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian, 16(2), 123. https://doi.org/10.20956/jsep.v16i2.10493

Rivani, E. (2012). Determination of the Dimensions and Indicators of Food Security in


Indonesia: the National Food Security Board-World Food Program Methodology Revisited.
Widyariset, 15(1), 151–162.

Saputro, W. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan. Agrica (Jurnal


Agribisnis Sumatera Utara) Vol.13 No.2/Oktober 2020, 13(2), 115–123.
SITUASI PANDEMI DAN PASCA PANDEMI COVID-19 DI 3 KABUPATEN SASARAN
ECHO GREEN. (2020).

Warpani S. (1984). Analisis Kota dan Daerah. Institut Teknologi Bandung, Bandung

WHO. (2021). Coronavirus disease (COVID-19) Situastion Report.

Widayaningsih, N., Sukarsih, Setiasih, E., & Barokatuminalloh. (2012). Potensi Komoditas
Pangan Sumber Karbohidrat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kecamatan
Sumbang Kabupaten Banyumas. Prosiding.

Anda mungkin juga menyukai