net/publication/342595547
CITATION READS
1 1,487
1 author:
Gunawan Prayitno
Brawijaya University
84 PUBLICATIONS 216 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Gunawan Prayitno on 27 July 2020.
*Email: gunawan_p@ub.ac.id
ABSTRAK
Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat
dari tahun 2010-2016 adalah 1,54 % pertahun. Pertumbuhan penduduk yang meningkat tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan produktivitas tanaman pangan yang secara keseluruhan mengalami
penurunan. Tidak seimbangnya neraca produktivitas pangan dengan pertumbuhan penduduk dapat
mengakibatkan kelangkaan pangan, sehingga menyebabkan kerawanan pangan dibeberapa
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Studi ini bertujuan mengindentifikasi tingkat ketahanan pangan
di setiap Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis yang
dikeluarkan oleh Food World Programme (FWP) melalui pendekatan food security and vulnurability
atlas (FSVA) yang mengacu pada 9 indikator ketahanan pangan. Hasil analisis kondisi ketahanan
pangan yaitu seluruh Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Barat termasuk kategori tahan pangan. Terdapat
25 kabupaten/kota merupakan wilayah dengan kategori ketahanan pangan prioritas 6 (sangat tahan
pangan) dan 2 kabupaten/kota termasuk kategori prioritas 5 (tahan pangan). Kabupaten Cianjur dan
Kota Cimahi merupakan wilayah dengan nilai ketahanan pangan terendah yang tergolong dalam
prioritas 5 (tahan pangan). Kabupaten Bandung, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
merupakan wilayah yang memiliki nilai indeks ketahanan pangan tertinggi dengan nilai 0,96. Nilai
indeks ketahanan pangan Provinsi Jawa Barat adalah 0,9 yang menandakan bahwa tingkat ketahanan
pangan di Provinsi Jawa Barat termasuk dalam kategori 6 (sangat tahan pangan).
ABSTRACT
The Central Statistical Agency (BPS) 2017 has declared that the average population growth of
West Java Province from 2010 to 2016 was 1.54% per year. The increase in population growth
has not been accompanied by an increase in the productivity of food crops, which has declined
overall. An imbalance in the balance of food productivity with population growth can lead to
a food shortage, thus causing food insecurity in certain regencies/cities of the Province of West
Java. This study aims to identify the level of food security in each regency / city in West Java
Province. This study uses an analytical method published by the World Food Program (FWP)
through the Atlas of Food Security and Vulnerability (FSVA) approach, which refers to 9
indicators of food security. The results of the analysis of food security conditions are all the
districts / cities of the province of West Java, including the category of food security. There are
25 districts / cities that are priority food security category 6 zones (very resistant to food) and
2 districts / cities are included in priority category 5 (food security). Cianjur regency and
Cimahi city are regions with the lowest food security values classified in priority 5 (food
security). Bandung, Kuningan and Majalengka regency are regions with the highest food
security index values with a value of 0.96. The value of the food security index for the province
1
2
of West Java is 0.9, which indicates that the level of food security in the province of West Java
is included in category 6 (very resistant to food).
dan mengikut sertakan masyarakat guna maupun ekonomi terhadap pangan yang
berpartisipasi meningkatkan ketahanan cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi
pangan rumah tangga (Karsin, 2004). kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi
Upaya yang dapat dilakukan Pemerintah kehidupan yang aktif dan sehat.
dalam meningkatkan kondisi ketahanan Indonesia sebagai salah satu negara
pangan di suatu daerah dilakukan dengan yang menyatakan komitmen untuk
cara mengetahui siapa, berapa banyak, di melaksanakan deklarasi Roma menerima
mana mereka tinggal serta apa saja yang konsep ketahanan pangan tersebut yang
membuat mereka dikategorikan rawan dilegitimasi pada rumusan peraturan
pangan (World Food Programme, 2015). pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang
Sehingga diperlukannya sebuah penelitian Ketahanan Pangan, dimana ketahanan
guna mengindentifikasi tingkat ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
pangan wilayah pada tingkat bagi negara sampai dengan perseorangan,
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat. yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan
TINJAUAN PUSTAKA
terjangkau serta tidak bertentangan dengan
Definisi ketahanan pangan pertama agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,
kali dicetuskan dalam International untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
Congress of Nutrition (ICN) yang produktif secara berkelanjutan. Definisi
diselenggarakan di Roma tahun 1992. tersebut kemudian dipertegas dalam
Deklarasi Roma (1992) menyebutkan Peraturan Mentri Pertanian No
bahwa ketahanan pangan rumah tangga 65/OT.140/12/2010 Tentang Standar
adalah kemampuan rumah tangga untuk Minimal Bidang Ketahanan Pangan
memenuhi kecukupan pangan anggotanya Provinsi dan Kabupate/Kota, dimana
dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat disebutkan bahwa ketahanan pangan
dan mampu melakukan kegiatan sehari- kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
hari. Definisi tersebut dipertegas lagi pada tangga yang tercermin dari tersedianya
Deklarasi Roma II tentang Ketahanan pangan yang cukup, baik jumlah maupun
Pangan Dunia dan Rencana Tindak Lanjut mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan perhitungan ketahanan pangan suatu
Dunia tahun 1996 menjadi ketahanan wilayah didasarkan 9 indikator yang berasal
pangan terwujud apabila semua orang, dari 3 variabel ketahanan pangan yaitu
setiap saat, memiliki akses secara fisik
4
ketersedian, akses, dan pola pemanfaatan tingkat ketahanan pangan. Indeks indikator
pangan. ketahanan pangan juga berfungsi untuk
Metodologi Penelitian melihat faktor-faktor penyebab rawan
Penelitian ini menggunakan analisa pangan disuatu wilayah. Perhitungan
ketahanan pangan melalui pendekatan indeks indikator ketahanan pangan dapat
pendekatan Food Security And dihitung menggunakan rumus sebagai
Vulnerability Atlas (FSVA). Teknik berikut.
analisa FSVA ini memiliki beberapa 𝐗𝐢𝐣 − 𝐗𝐢 𝐦𝐢𝐧
𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 𝐗𝐢𝐣 =
𝐗𝐢 𝐦𝐚𝐱 − 𝐗𝐢 𝐦𝐢𝐧
tahapan perhitungan. Pertama dilakukan Keterangan:
perhitungan setiap indikator berdasarkan Xij = nilai ke – j dari indikator ke –i
Xi min = nilai minimum dari indikator i
ketentuan, dimana terdapat 9 indikator Xi max = nilai maksimum dari indikator i
("#$%"&'(%")*#+%",(,-%"(,.%"/01%"2#1,)%"3,#(13%"("1)
Indeks Ketersediaan Pangan
IFI =
5
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa
Setelah mendapatkan nilai IFI pada indeks Ketersediaan Pangan (IAV) Provinsi
masing masing wilayah, selanjutnya Jawa Barat tergolong dalam kategori cukup
dilakukan pengelompokan tingkat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-
ketahanan berdasarkan prioritas kelas rata nilai IAV Provinsi Jawa Barat sebesar
ketahanan pangan (Tabel 2.3) 0,73. Kota Bekasi, Kota Cimahi, Kota
Tabel 2. 3 Depok dan Kota Bogor merupakan empat
Prioritas Indeks Komposit Ketahanan Pangan
Prioritas Indeks Kategori
wilayah dengan nilai IAV terendah. Hal
Komposit tersebut disebabkan karena pertumbuhan
Prioritas 1 >= 0,16 Sangat Rawan
Pangan penduduk yang semakin meningkat yang
Prioritas 2 0,16 - < 0,32 Rawan Pangan
Prioritas 3 0,32 - < 0,48 Agak Rawan Pangan tidak diimbangi dengan ketersediaan
Prioritas 4 0,48 - < 0,64 Cukup Tahan Pangan
Prioritas 5 0,64 - < 0,80 Tahan Pangan
pangan yang baik. Walaupun demikian
Prioritas 6 0,80 =< Sangat Tahan Pangan kondisi tersebut sangatlah wajar
Sumber : Dokumen Peta Ketahanan Pangan Jawa Timur 2015
dikarenakan wilayah perkotaan memiliki
Tabel 2.3 menjelaskan tingkat
produksi pangan lokal yang rendah, dan
prioritas ketahanan pangan, terdapat 6
mengandalkan distribusi dari wilayah lain
prioritas (prioritas 1 sampai dengan
untuk memenuhi ketersediaan pangan di
prioritas 6). Semakin tinggi priotitasnya
wilayahnya. Nilai IAV yang rendah
maka suatu daerah memiliki ketahanan
menandakan bahwa keempat wilayah
pangan yang lebih baik. Wilayah yang
tersebut memiliki tingkat ketersediaan
termasuk dalam kategori prioritas 1 adalah
pangan yang buruk.
wilayah dengan tingkat kerawanan pangan
6
Gambar 3. 2 Indeks Desa Yang Tidak Memiliki Akses Penghubung Yang Memadai (IRoad)
B. Indeks Rumah Tangga miskin rumah tangga Provinsi Jawa Barat sudah
Gambar 3.3 menunjukan bahwa memiliki akses pangan yaang baik secara
indeks rumah tangga miskin (IBPL) di ekonomi. Nilai IBPL yang tinggi,
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam dipengaruhi oleh tingginya nilai Indeks
kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bayi gizi buruk (INUT) dan indeks penduduk
rata-rata nilai IBPL Provinsi Jawa Barat buta huruf (ILit), hal tersebut dipertegas
sebesar 0,88. Nilai IBPL yang tinggi menjadi melalui penelitian (Merdekawati,2013).
sebuah indikator bahwa hampir seluruh
7
C. Indeks Rumah Tangga Tanpa Tigginya nilai IElec ini berbanding lurus
Akses Listrik dengan tingginya nilai IBPL. Hal tersebut
Gambar 3.4 menunjukan bahwa menandakan bahwa tingkat kesejahteraan
indeks rumah tangga tanpa akses listrik ekonomi rumah tangga di Provinsi Jawa
(IElec) di Provinsi Jawa Barat termasuk Barat tinggi, dan menandakan bahwa akses
dalam kategori yang sangat baik. Hal pangan rumah tangga secara ekonomi yang
tersebut dapat dilihat dari nilai IElec seluruh baik.
wilayah kabupaten/kota Provinsi Jawa
Barat memiliki bobot nilai tertinggi yaitu 1.
C. Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk Jawa Barat sudah memiliki derajat
Gambar 3.7 menjelaskan bahwa nilai kesehatan masyarakat dan tingkat
Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk (INut) penyerapan pangan masyarakat yang baik.
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam Nilai INut yang tinggi tersebut dipangaruhi
kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat oleh tingginnya nilai indeks rumah tangga
dari tidak adanya kabupaten/kota yang miskin (IBPL), nilai indeks rumah tangga
memiliki nilai INut dibawah 0,8. Nilai INut yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas
yang tinggi menandakan bahwa Provinsi kesehatan (IHealth) dan nilai Indeks
9
Gambar 3. 8 Indeks penduduk Yang Tinggal Lebih Dari 5 km Dari Fasilitas Kesehatan (IHealth)
bahwa tingkat penyerapan gizi dan pola Kabupaten Indramayu memiliki angka
pemanfaatan pangan yang baik. Kabupaten partisipasi sekolah yang rendah (Dinas
Indramayu merupakan wilayah dengan Pendidikan, 2017).
nilai ILit terendah. Hal tersebut dikarenakan