Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342595547

KETAHANAN PANGAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA BARAT

Article  in  AGRIBUSINESS JOURNAL · June 2020


DOI: 10.15408/aj.v14i1.16320

CITATION READS

1 1,487

1 author:

Gunawan Prayitno
Brawijaya University
84 PUBLICATIONS   216 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

social capital and land conversion View project

Place Dependence and Land Use Change View project

All content following this page was uploaded by Gunawan Prayitno on 27 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Agribisnis, Vol. 14, No. 1 (2020) ISSN : 1979-0058

KETAHANAN PANGAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA


BARAT

Gunawan Prayitno1*, Muhammad Dito1, ART Hidayat1


1
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

*Email: gunawan_p@ub.ac.id

ABSTRAK

Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat
dari tahun 2010-2016 adalah 1,54 % pertahun. Pertumbuhan penduduk yang meningkat tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan produktivitas tanaman pangan yang secara keseluruhan mengalami
penurunan. Tidak seimbangnya neraca produktivitas pangan dengan pertumbuhan penduduk dapat
mengakibatkan kelangkaan pangan, sehingga menyebabkan kerawanan pangan dibeberapa
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Studi ini bertujuan mengindentifikasi tingkat ketahanan pangan
di setiap Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis yang
dikeluarkan oleh Food World Programme (FWP) melalui pendekatan food security and vulnurability
atlas (FSVA) yang mengacu pada 9 indikator ketahanan pangan. Hasil analisis kondisi ketahanan
pangan yaitu seluruh Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Barat termasuk kategori tahan pangan. Terdapat
25 kabupaten/kota merupakan wilayah dengan kategori ketahanan pangan prioritas 6 (sangat tahan
pangan) dan 2 kabupaten/kota termasuk kategori prioritas 5 (tahan pangan). Kabupaten Cianjur dan
Kota Cimahi merupakan wilayah dengan nilai ketahanan pangan terendah yang tergolong dalam
prioritas 5 (tahan pangan). Kabupaten Bandung, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
merupakan wilayah yang memiliki nilai indeks ketahanan pangan tertinggi dengan nilai 0,96. Nilai
indeks ketahanan pangan Provinsi Jawa Barat adalah 0,9 yang menandakan bahwa tingkat ketahanan
pangan di Provinsi Jawa Barat termasuk dalam kategori 6 (sangat tahan pangan).

Kata Kunci : pertumbuhan penduduk, rawan pangan, tingkat ketahanan pangan

ABSTRACT
The Central Statistical Agency (BPS) 2017 has declared that the average population growth of
West Java Province from 2010 to 2016 was 1.54% per year. The increase in population growth
has not been accompanied by an increase in the productivity of food crops, which has declined
overall. An imbalance in the balance of food productivity with population growth can lead to
a food shortage, thus causing food insecurity in certain regencies/cities of the Province of West
Java. This study aims to identify the level of food security in each regency / city in West Java
Province. This study uses an analytical method published by the World Food Program (FWP)
through the Atlas of Food Security and Vulnerability (FSVA) approach, which refers to 9
indicators of food security. The results of the analysis of food security conditions are all the
districts / cities of the province of West Java, including the category of food security. There are
25 districts / cities that are priority food security category 6 zones (very resistant to food) and
2 districts / cities are included in priority category 5 (food security). Cianjur regency and
Cimahi city are regions with the lowest food security values classified in priority 5 (food
security). Bandung, Kuningan and Majalengka regency are regions with the highest food
security index values with a value of 0.96. The value of the food security index for the province

1
2

of West Java is 0.9, which indicates that the level of food security in the province of West Java
is included in category 6 (very resistant to food).

Keywords: population growth, food insecurity, food security index

kendala fisik, ekonomi, dan lingkungan


PENDAHULUAN sedangkan permintaan pangan akan terus
Pangan merupakan kebutuhan dan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan
hak mendasar bagi setiap warga negara. penduduk, perkembangan ekonomi, dan
Sebagai kebutuhan dasar pangan dinamika lingkungan.
mempunyai arti dan peran penting. Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Kelangkaan pangan di suatu wilayah dapat menyebutkan rata-rata pertumbuhan
menimbulkan gejolak sosial – ekonomi penduduk Provinsi Jawa Barat dari tahun
(Nugraha dkk., 2019). 2010-2016 adalah 1,54% pertahun.
International Food Policy Research Pertumbuhan penduduk yang meningkat
Institute (2017) dalam laporan Global tersebut tidak diimbangi dengan
Hunger Index menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas tanaman pangan
Indonesia memiliki score Global Hunger yang secara keseluruhan mengalami
Index sebesar 22.2. Hal tersebut memberi penurunan sebesar 363.928 ton atau
arti bahwa Indonesia masih memiliki sebesar 3,19% selama 5 tahun terakhir
ketahanan pangan yang buruk. Hingga saat (2011 -2016). Tidak seimbangnya neraca
ini, masih terdapat 14 kabupaten/kota yang produktivitas pangan dengan pertumbuhan
masuk ke dalam kategori daerah sangat penduduk dapat mengakibatkan
rawan pangan dan sebanyak 44 kelangkaan pangan, sehingga dapat diambil
kabupaten/kota masuk dalam kategori sebuah hipotesis awal bahwa terdapat
rawan pangan (World Food Programme, beberapa Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
2015). Barat yang termasuk dalam kategori rawan
Suryana (2015) menyebutkan bahwa pangan.
perwujudan ketahanan pangan pada tingkat Upaya untuk memenuhi kebutuhan
makro (nasional dan wilayah) kedepan akan pangan penduduk guna meningkatkan
semakin sulit akibat kecenderungan ketahanan pangan wilayah dapat dilakukan
pergerakan penawaran dan permintaan dengan cara meningkatkan produksi
pangan menuju ke arah yang berlawanan. pangan, meningkatkan ketersediaan
Pertumbuhan produksi pangan akan pangan, menstabilkan kebijakan harga
semakin sulit karena menghadapi berbagai pangan, meningkatkan cadangan pangan,
3

dan mengikut sertakan masyarakat guna maupun ekonomi terhadap pangan yang
berpartisipasi meningkatkan ketahanan cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi
pangan rumah tangga (Karsin, 2004). kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi
Upaya yang dapat dilakukan Pemerintah kehidupan yang aktif dan sehat.
dalam meningkatkan kondisi ketahanan Indonesia sebagai salah satu negara
pangan di suatu daerah dilakukan dengan yang menyatakan komitmen untuk
cara mengetahui siapa, berapa banyak, di melaksanakan deklarasi Roma menerima
mana mereka tinggal serta apa saja yang konsep ketahanan pangan tersebut yang
membuat mereka dikategorikan rawan dilegitimasi pada rumusan peraturan
pangan (World Food Programme, 2015). pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang
Sehingga diperlukannya sebuah penelitian Ketahanan Pangan, dimana ketahanan
guna mengindentifikasi tingkat ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
pangan wilayah pada tingkat bagi negara sampai dengan perseorangan,
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat. yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan
TINJAUAN PUSTAKA
terjangkau serta tidak bertentangan dengan
Definisi ketahanan pangan pertama agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,
kali dicetuskan dalam International untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
Congress of Nutrition (ICN) yang produktif secara berkelanjutan. Definisi
diselenggarakan di Roma tahun 1992. tersebut kemudian dipertegas dalam
Deklarasi Roma (1992) menyebutkan Peraturan Mentri Pertanian No
bahwa ketahanan pangan rumah tangga 65/OT.140/12/2010 Tentang Standar
adalah kemampuan rumah tangga untuk Minimal Bidang Ketahanan Pangan
memenuhi kecukupan pangan anggotanya Provinsi dan Kabupate/Kota, dimana
dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat disebutkan bahwa ketahanan pangan
dan mampu melakukan kegiatan sehari- kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
hari. Definisi tersebut dipertegas lagi pada tangga yang tercermin dari tersedianya
Deklarasi Roma II tentang Ketahanan pangan yang cukup, baik jumlah maupun
Pangan Dunia dan Rencana Tindak Lanjut mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan perhitungan ketahanan pangan suatu
Dunia tahun 1996 menjadi ketahanan wilayah didasarkan 9 indikator yang berasal
pangan terwujud apabila semua orang, dari 3 variabel ketahanan pangan yaitu
setiap saat, memiliki akses secara fisik
4

ketersedian, akses, dan pola pemanfaatan tingkat ketahanan pangan. Indeks indikator
pangan. ketahanan pangan juga berfungsi untuk
Metodologi Penelitian melihat faktor-faktor penyebab rawan
Penelitian ini menggunakan analisa pangan disuatu wilayah. Perhitungan
ketahanan pangan melalui pendekatan indeks indikator ketahanan pangan dapat
pendekatan Food Security And dihitung menggunakan rumus sebagai
Vulnerability Atlas (FSVA). Teknik berikut.
analisa FSVA ini memiliki beberapa 𝐗𝐢𝐣 − 𝐗𝐢 𝐦𝐢𝐧
𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 𝐗𝐢𝐣 =
𝐗𝐢 𝐦𝐚𝐱 − 𝐗𝐢 𝐦𝐢𝐧
tahapan perhitungan. Pertama dilakukan Keterangan:
perhitungan setiap indikator berdasarkan Xij = nilai ke – j dari indikator ke –i
Xi min = nilai minimum dari indikator i
ketentuan, dimana terdapat 9 indikator Xi max = nilai maksimum dari indikator i

ketahanan pangan yang berasal dari 3


Beikut merupakan penjelasan dari masing
variable ketahanan pangan yaitu
masing indeks indikator ketahanan pangan
ketersediaan pangan, akses pangan, dan
(Tabel 2.2).
pola pemanfaatan pangan (Tabel 2.1). Tabel 2. 2
Tabel 2. 1 Indeks indikator ketahanan pangan
Indikator Ketahanan Pangan Variable Keterangan
Variabel Sub Variabel IAV Indesk rasio ketersediaan pangan
Ketersediaan Rasio konsumsi normatif per IBPL Indesk rumah tangga miskin
Pangan kapita terhadap ketersediaan Indeks desa yang tidak memiliki akses
bersih pangan pokok IROAD
penghubung yang memadai
IElec Indeks rumah tangga tanpa akses listrik
Akses Pangan Persentase rumah tangga miskin ILEX Indeks angka harapan hidup
Persentase desa yang tidak INUT Indeks rumah tangga dengan gizi buruk
memiliki akses penghubung Indeks rumah tangga tanpa akses ke air
yang memadai IWATER
bersih
Persentase rumah tangga tanpa Indeks penduduk yang tinggal lebih dari
akses listrik IHEALTH
5 km dari fasilitas kesehatan
Pemanfaatan Angka harapan hidup ILit Indeks Penduduk Buta Huruf
Pangan Persentase rumah tangga tanpa Sumber : Badan Ketahanan Pangan
akses ke air bersih
Persentase penduduk yang Setelah menghitung masing masing
tinggal lebih dari 5 km dari
indeks dari setiap indikator ketahanan
fasilitas kesehatan
Presentase bayi gizi buruk pangan pada setiap wilayah. Selanjutnya
Presentase penduduk buta huruf
Sumber : Badan Ketahanan Pangan dilakukan perhitungan indeks komposit
Setelah menghitung seluruh indikator ketahanan pangan (IFI). IFI merupakan
ketahanan pangan, selanjutnya dilakukan nilai yang digunakan untuk menentukan
pengkonversian Indikator ketahanan kondisi tingkat ketahanan dan kerawanan
pangan menjadi indeks indikator ketahanan pangan suatu wilayah yang disusun dalam
pangan. Indeks indikator ketahanan pangan tingkat prioritas. Penghitungan indeks
berfungsi untuk memudahkan menghitung komposit ketahanan pangan dilakukan
5

dengan metode pembobotan berdasarkan paling tinggi, sedangkan wilayah yang


ketetapan World Food Programme (WFP). dikategorikan dalam prioritas 6 adalah
indeks komposit ketahanan pangan (IFI) wilayah dengan tingkat ketahanan pangan
juga dapat memberikan kemudahan dalam paling tinggi. Prioritas ini juga digunakan
melihat indikator–indikator penyebab untuk membantu dalam menentukan
rawan pangan disuatu wilayah. kebijakan ketahanan pangan, karena pada
Perihitungan IFI dilakukan dengan cara setiap prioritas terdapat faktor-faktor yang
menjumlahkan rata rata dari masing masing menjelaskan penyebab kerawanan pangan.
indeks indikator ketahanan panganpada
setiap wilayah. HASIL DAN PEMBAHASAN

("#$%"&'(%")*#+%",(,-%"(,.%"/01%"2#1,)%"3,#(13%"("1)
Indeks Ketersediaan Pangan
IFI =
5
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa

Setelah mendapatkan nilai IFI pada indeks Ketersediaan Pangan (IAV) Provinsi

masing masing wilayah, selanjutnya Jawa Barat tergolong dalam kategori cukup

dilakukan pengelompokan tingkat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-

ketahanan berdasarkan prioritas kelas rata nilai IAV Provinsi Jawa Barat sebesar

ketahanan pangan (Tabel 2.3) 0,73. Kota Bekasi, Kota Cimahi, Kota
Tabel 2. 3 Depok dan Kota Bogor merupakan empat
Prioritas Indeks Komposit Ketahanan Pangan
Prioritas Indeks Kategori
wilayah dengan nilai IAV terendah. Hal
Komposit tersebut disebabkan karena pertumbuhan
Prioritas 1 >= 0,16 Sangat Rawan
Pangan penduduk yang semakin meningkat yang
Prioritas 2 0,16 - < 0,32 Rawan Pangan
Prioritas 3 0,32 - < 0,48 Agak Rawan Pangan tidak diimbangi dengan ketersediaan
Prioritas 4 0,48 - < 0,64 Cukup Tahan Pangan
Prioritas 5 0,64 - < 0,80 Tahan Pangan
pangan yang baik. Walaupun demikian
Prioritas 6 0,80 =< Sangat Tahan Pangan kondisi tersebut sangatlah wajar
Sumber : Dokumen Peta Ketahanan Pangan Jawa Timur 2015
dikarenakan wilayah perkotaan memiliki
Tabel 2.3 menjelaskan tingkat
produksi pangan lokal yang rendah, dan
prioritas ketahanan pangan, terdapat 6
mengandalkan distribusi dari wilayah lain
prioritas (prioritas 1 sampai dengan
untuk memenuhi ketersediaan pangan di
prioritas 6). Semakin tinggi priotitasnya
wilayahnya. Nilai IAV yang rendah
maka suatu daerah memiliki ketahanan
menandakan bahwa keempat wilayah
pangan yang lebih baik. Wilayah yang
tersebut memiliki tingkat ketersediaan
termasuk dalam kategori prioritas 1 adalah
pangan yang buruk.
wilayah dengan tingkat kerawanan pangan
6

Gambar 3. 1 Indeks Ketersediaan Pangan (IAV)

AKSES PANGAN menjadi sebuah indikator bahwa


A. Indeks Desa Yang Tidak Memiliki
masyarakat Provinsi Jawa Barat sudah
Akses Penghubung Yang
Memadai memiliki akses fisik yaang baik guna
Gambar 3.2 menunjukan bahwa
memperoleh pangan. Nilai Iroad yang tinggi
indeks desa yang tidak memiliki akses
di provinsi Jawa Barat disebabkan karena
penghubung yang memadai (Iroad), di
adanya program pembangunan jalan di
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam
sentra pertanian, wisata dan industri
kategori baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
manufaktur di wilayah pedesaan, yang
tidak adanya wilayah yang memiliki nilai
tercantum dalam RPJMD Provinsi Jawa
indeks dibawah 0,6. Nilai Iroad yang baik
Barat 2013-2018.

Gambar 3. 2 Indeks Desa Yang Tidak Memiliki Akses Penghubung Yang Memadai (IRoad)
B. Indeks Rumah Tangga miskin rumah tangga Provinsi Jawa Barat sudah
Gambar 3.3 menunjukan bahwa memiliki akses pangan yaang baik secara
indeks rumah tangga miskin (IBPL) di ekonomi. Nilai IBPL yang tinggi,
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam dipengaruhi oleh tingginya nilai Indeks
kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bayi gizi buruk (INUT) dan indeks penduduk
rata-rata nilai IBPL Provinsi Jawa Barat buta huruf (ILit), hal tersebut dipertegas
sebesar 0,88. Nilai IBPL yang tinggi menjadi melalui penelitian (Merdekawati,2013).
sebuah indikator bahwa hampir seluruh
7

Gambar 3. 3 Indeks Rumah Tangga miskin (IBPL)

C. Indeks Rumah Tangga Tanpa Tigginya nilai IElec ini berbanding lurus
Akses Listrik dengan tingginya nilai IBPL. Hal tersebut
Gambar 3.4 menunjukan bahwa menandakan bahwa tingkat kesejahteraan
indeks rumah tangga tanpa akses listrik ekonomi rumah tangga di Provinsi Jawa
(IElec) di Provinsi Jawa Barat termasuk Barat tinggi, dan menandakan bahwa akses
dalam kategori yang sangat baik. Hal pangan rumah tangga secara ekonomi yang
tersebut dapat dilihat dari nilai IElec seluruh baik.
wilayah kabupaten/kota Provinsi Jawa
Barat memiliki bobot nilai tertinggi yaitu 1.

Gambar 3. 4 Indeks Rumah Tangga Tanpa Akses Listrik (IElec)

Pola Pemanfaatan Pangan


A. Indeks Angka Harapan Hidup Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur
Gambar 3.5 menunjukan bahwa nilai merupakan wilayah dengan nilai Ilex
indeks angka harapan hidup (Ilex) provinsi terendah. Nilai Ilex yang rendah tersebut
Jawa Barat termasuk dalam kategori cukup dipengaruhi oleh rendahnya Indeks Rumah
tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari rata- Tangga Tanpa Akses Air Bersih (IWater) di
rata jumlah nilai Ilex di Provinsi Jawa Barat wilayah tersebut, hal tersebut dipertegas
sebesar 0,758. Kota Banjar, Kabupaten melalui penelitian (Ardianti, 2015).
Pangandaran, Kabupaten Cirebon,
8

Gambar 3. 5 Indeks Angka Harapan Hidup (ILex)

B. Indeks Rumah Tangga Tanpa air bersih, supaya dapat meningkatkan


Akses Air Bersih derajat kesehatan dan derajat ketahanan
Gambar 3.6 menjelaskan bahwa
pangan. Iklimah Alimah (2014)
indeks rumah tangga tanpa air bersih (IWater)
menyebutkan rendahnya akses air bersih di
Provinsi Jawa Barat buruk. Hal ini dapat
Provinsi Jawa Barat disebabkan oleh
dilihat dari adanya kabupaten/kota yang
peningkatan jumlah penduduk yang
memiliki nilai IWater dibawah 0,6. Nilai
menyebabkan perusahaan penyedia air
IWater, yang rendah, menandakan bahwa
minum tidak dapat memenuhi demand dari
tingkat penyerapan gizi Provinsi Jawa Barat
masyarakat, dan semakin tercemarnya
yang rendah. Pemerintah Provinsi Jawa
lingkungan yang menyebabkan air tanah
Barat diharapkan dapat memperbaiki akses
ikut tercemar.

Gambar 3. 6 Indeks Rumah Tangga Tanpa Akses Air Bersih (IWater)

C. Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk Jawa Barat sudah memiliki derajat
Gambar 3.7 menjelaskan bahwa nilai kesehatan masyarakat dan tingkat
Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk (INut) penyerapan pangan masyarakat yang baik.
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam Nilai INut yang tinggi tersebut dipangaruhi
kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat oleh tingginnya nilai indeks rumah tangga
dari tidak adanya kabupaten/kota yang miskin (IBPL), nilai indeks rumah tangga
memiliki nilai INut dibawah 0,8. Nilai INut yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas
yang tinggi menandakan bahwa Provinsi kesehatan (IHealth) dan nilai Indeks
9

Penduduk Buta Huruf (ILit), pernyataan ini


dipertegas dalam penelitian (Aridiyah,
2015).

Gambar 3. 7 Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk (INut)

D. Indeks penduduk Yang Tinggal Msekipun begitu secara keseluruhan nilai


Lebih Dari 5 km Dari Fasilitas IHealth Provinsi Jawa Barat termasuk dalam
Kesehatan
kategori cukup tinggi. Hal tersebut dapat
Gambar 3.8 menunjukan bahwa kota
dilihat dari rata rata nilai IHealth Provinsi
Banjar memiliki indeks penduduk yang
Jawa Barat sebesar 0,9. Nilai IHealth yang
tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas
kesehatan (IHealth) terendah. Nilai IHealth tinggi di Provinsi Jawa Barat, disebabkan
oleh tingginya pertumbuhan ekonomi serta
Kota Banjar yang rendah tersebut memiliki
cepatnya pengembangan infrastruktur.
keterhubungan dengan rendahnya indeks
angka harapan hidup (Ilex) Kota Banjar.

Gambar 3. 8 Indeks penduduk Yang Tinggal Lebih Dari 5 km Dari Fasilitas Kesehatan (IHealth)

E. Indeks Penduduk Buta Huruf disebabkan oleh tingginya nilai indeks


Daftar Pustaka rumah tangga miskin (IBPL). hal tersebut
Gambar 3.9 menunjukan bahwa nilai
dipertegas dalam penelitian (Tety Marini,
Indeks Penduduk Buta Huruf (ILit) di
2016). Nilai ILit yang tinggi tersebut
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam
menandakan bahwa tingkat pendidikan di
kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat
Provinsi Jawa Barat termasuk dalam
dari rata-rata nilai ILit di Provinsi Jawa
kategori baik, yang mengindikasikan
Barat sebesar 0,88. Nilai ILit yang tingi
10

bahwa tingkat penyerapan gizi dan pola Kabupaten Indramayu memiliki angka
pemanfaatan pangan yang baik. Kabupaten partisipasi sekolah yang rendah (Dinas
Indramayu merupakan wilayah dengan Pendidikan, 2017).
nilai ILit terendah. Hal tersebut dikarenakan

Gambar 3. 9 Indeks Penduduk Buta Huruf (ILit)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN Kota Depok 0.89 Sangat Tahan Pangan


Kota Cimahi 0.8 Tahan Pangan
Selanjutnya hasil dari perhitungan Kota Tasikmalaya 0,91 Sangat Tahan Pangan
Kota Banjar 0,87 Sangat Tahan Pangan
setiap indeks indikator ketahanan pangan
Tabel 4.6 menunjukan seluruh
dijumlahkan dan di rata ratakan, sehingga
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
didapatkan nilai indeks komposit ketahanan
termasuk dalam kategori tahan pangan.
pangan (IFI).
Terdapat 25 kabupaten/kota yang termasuk
Tabel 3. 1
Tabel Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota dalam kategori ketahanan pangan prioritas
Provinsi Jawa Barat
Kabupaten / Kota IFI Keterangan 6 (sangat tahan pangan) dan 2
Kab. Bogor 0,89 Sangat Tahan Pangan
kabupaten/kota termasuk dalam kategori
Kab. Sukabumi 0,91 Sangat Tahan Pangan
Kab. Cianjur 0,80 Tahan Pangan ketahanan pangan prioritas 5 (Tahan
Kab. Bandung 0,96 Sangat Tahan Pangan
Kab. Garut 0,91 Sangat Tahan Pangan Pangan) (Gambar3.2). Presentase rumah
Kab. Tasikmalaya 0,91 Sangat Tahan Pangan
tangga tanpa akses listrik, Prsentase bayi
Kab. Ciamis 0,93 Sangat Tahan Pangan
Kab. Kuningan 0,96 Sangat Tahan Pangan gizi buruk dan Presentase desa tanpa akses
Kab. Cirebon 0,84 Sangat Tahan Pangan
Kab. Majalengka 0,96 Sangat Tahan Pangan yang memadai adalah indikator dengan
Kab. Sumedang 0,93 Sangat Tahan Pangan
nilai indeks rata rata tertinggi. Pemerintah
Kab. Indramayu 0,84 Sangat Tahan Pangan
Kab. Subang 0,91 Sangat Tahan Pangan Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat
Kab. Purwakarta 0.93 Sangat Tahan Pangan
Kab. Karawang 0,84 Sangat Tahan Pangan mempertahankan kondisi ketiga indeks
Kab. Bekasi 0,91 Sangat Tahan Pangan
tersebut kedepannya. Presentase rumah
Kab. Bandung Barat 0,91 Sangat Tahan Pangan
Kab. Pangandaran 0,82 Sangat Tahan Pangan tangga yang tidak memiliki akses air bersih,
Kota Bogor 0.89 Sangat Tahan Pangan
Kota Sukabumi 0.93 Sangat Tahan Pangan Ketersediaan pangan, angka harapan hidup
Kota Bandung 0.91 Sangat Tahan Pangan
merupakan 3 indikator dengan nilai indeks
Kota Cirebon 0.91 Sangat Tahan Pangan
Kota Bekasi 0.91 Sangat Tahan Pangan terendah. Nilai indek yang rendah di
11

beberapa indikator tersebut merupakan ketahanan pangan tertinggi dengan nilai


sebuah ancaman yang dapat menyebabkan 0,96. Secara keseluruhan nilai indeks rata-
kerentanan pangan di Provinsi Jawa Barat. rata Provinsi Jawa Barat adalah 0,9 yang
Sehingga kedepannya pemerintah Jawa menandakan bahwa tingkat ketahanan
Barat dapat memprioritaskan perbaikan pangan di Provinsi Jawa Barat termasuk
pada 3 indikator tersebut untuk meraih dalam kategori 6 (sangat tahan pangan). Hal
tingkat ketahanan yang lebih baik. tersebut bertentangan dengan hipotesa awal
Kabupaten Cianjur dan Kota yang terdapat dalam indentifikasi masalah.
Cimahi merupakan wilayah dengan nilai Dikarenakan dalam hipotesa awal hanya
ketahanan pangan terendah yang tergolong menerangkan kondisi eksisting 2 indikator
dalam prioritas 5 (tahan pangan). Hal ketahanan pangan yaitu presentase rumah
tersebut disebabkan karena rendahnya tangga tanpa akses air bersih dan
indeks rumah tangga tanpa akses air bersih ketersediaan pangan. Sedangkan dalam
(IWater), indeks ketersediaan pangan (IAv), analisa penelitian menggunakan indikator
dan indeks angka harapan hidup (ILex). ketahanan pangan berdasarkan pedoman
Kabupaten Bandung, Kabupaten Kuningan World Food Programme yang dilihat
dan Kabupaten Majalengka merupakan melalui 9 indikator ketahanan pangan.
wilayah yang memiliki nilai indeks
12

SIMPULAN DAN SARAN air bersih, 2) Ketersediaan pangan yang


Seluruh Kabupaten/Kota Provinsi rendah di beberapa kabupaten/kota di
Jawa Barat termasuk dalam kategori tahan Provinsi Jawa Barat, 3) Rendahnya angka
pangan, dimana 25 kabupaten/kota harapan hidup di kabupaten/kota di
merupakan wilayah dengan kategori Provinsi Jawa Barat. Sehingga diharapkan
ketahanan pangan prioritas 6 (sangat tahan kedepannya pemerintah dapat memperbaiki
pangan) dan 2 kabupaten/kota termasuk ketiga aspek tersebut sehingga mencapai
dalam kategori ketahanan pangan prioritas nilai ketahanan yang lebih baik, dengan
5 (Tahan Pangan). Presentase rumah tangga cara 1) Optimisasi penggunaan lahan
yang tidak memiliki akses air bersih, kosong sehingga tidak terjadi penyusutan
Ketersediaan pangan, angka harapan hidup lahan pertanian secara massive, 2)
merupakan 3 indikator dengan nilai indeks Pengendalian pertumbuhan penduduk, 3)
terendah. Nilai indek yang rendah di Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan,
beberapa indikator tersebut merupakan dan 4) Perbaikan perekonomian wilayah
sebuah ancaman yang dapat menyebabkan sehingga dapat menurunkan angka
kerentanan pangan di Provinsi Jawa Barat. presentase rumah tangga miskin.
Sehingga kedepannya pemerintah Jawa
Barat dapat memprioritaskan perbaikan DAFTAR PUSTAKA
pada 3 indikator tersebut untuk meraih Nugraha, A. T., Prayitno, G., Situmorang,
tingkat ketahanan yang lebih baik. M. E., & Nasution, A. 2019. The role
of infrastructure on economic growth
Saran and income inequality of Indonesian.
Bagi pemangku kebijakan Economics and Sociology. Vol:
13(1). page 102-115.
diharapkan dari adanya studi terkait Achmad Suryana. 2015. Menuju Ketahanan
ketahanan pangan ini dapat menjadi acuan Pangan Indonesia Berkelanjutan
2025. Jakarta: Forum Penelitian Agro
untuk meningkatkan pencapaian sasaran Ekonomi, Volume 32 No. 2,
dan memberi informasi serta masukan Desember 2014: 123 – 135
World Food Programme. 2015. Buku Peta
kepada pembuat kebijakan di bidang Ketahanan Pangan Indonesia.
ketahanan pangan di provinsi Jawa Barat. Jakarta: World Food Programme.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
Dari hasil analisis ketahanan pangan ini 2017. Provinsi Jawa Barat Dalam
dapat diketahui bahwa Karakteristik utama Angka 2017. Jawa Barat: Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
yang menyebabkan tingginya kerentanan FAO. 1996. World Food Summit, FAO,
terhadap ketahanan pangan di Provinsi Rome.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Jawa Barat adalah; 1) Tingginya presentase Nomor 68 Tahun 2002. Ketahanan
rumah tangga yang tidak dapat mengakses Pangan. Indonesia.
13

Peraturan Menteri Pertanian Nomor:


65/Permentan/Ot.140/12/2010.
Standar Pelayanan Minimal Bidang
Ketahanan Pangan Provinsi Dan
Kabupaten/Kota. Indonesia:
Kementrian Pertanian.
Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur.
2015. Peta Ketahanan Dan
Kerentanan Pangan Jawa Timur
2015. Jawa Timur: Badan Ketahanan
Pangan Jawa Timur
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2013.
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah 2014-2018. Jawa
Barat.
Ardianti, Astri Vonita et all. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Angka Harapan
Hidup Di Kabupaten Jember.
Dipublikasikan dalam publikasi
ilmiah Jurusan IESP, Fakultas
Ekonomi, Universitas Jember
(UNEJ).
Hidayat Putro Heru Purboyo; Alimah
Iklima. 2014 Kajian Tingkat
Konsumsi Air Bersih PDAM Di
Provinsi Jawa Barat. Bandung : e-
Journal ITB 2014
Aridiyah Farah Okky. 2015. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting pada Anak Balita di Wilayah
Pedesaan dan Perkotaan. Jember : e-
Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 3 (no.
1) Januari 2015

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai